Makalah PKL
Makalah PKL
PENDAHULUAN
Gunug merapi memiliki ketinggian sekitar 2930 mdpl, gunung ini terletak
di bagian tengah jawa yang merupakan gunung api teraktif di Jawa dan bahkan
Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa
Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, kabupaten Boyolali di sisi utara
dan timur, serta kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawsan hutan di sekitar
puncaknya menjadi Taman Nasional Gunung Merpi sejak tahun 2004. Gunung ini
sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak
keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh permukiman
yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali.
Kota Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di
bawah 30 km dari puncaknya. Di lerengnya masih terdapat permukiman sampai
ketinggian 1700 m dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Oleh karena
tingkat kepentingannya ini, Merapi menjadi salah satu dari enam belas gunung api
dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api Dekade Ini.
Sebagai gunug yag aktif, gunung merapi tentunya memiliki potensi yang
bahay yang sewaktu-waku dapat mengancam keselamatan masyarakat di sekitar
apabila sedang mengalami erupsi. Terlebih lereng gunung Merapi merupakan
wilayah yang padat penduduk. Beberapa kecamatan di kabupaten Sleman yang
berada di lereng merapi adalah Cangkringan, Pakem, Turi, Tempel, dan
Ngemplak sehingga daerah tersebut menjadi daerah dengan resiko bencan erupsi
yang tinggi.
1
1.2 Tujuan Penulisan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
kerusakan dan kerugian akibat erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman
adalah sebesar Rp. 5,405 trilyun yang terdiri dari : nilai kerusakan sebesar
894,357 milyar rupiah serta nilai kerugian sebesar, 4,511 trilyun (Sumber:
Laporan Tanggap Darurat Erupsi Tahun 2010 Kabupaten Sleman). Berdasarkan
peta daera rawan bencana erupsi Merapi yang dikeluarkan Balai Penyelidikan dan
Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, ada 31 dusun di
Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Ngemplak, Sleman, yang termasuk
dalam daerah rawan. 31 dusun tersebut dikategorikan dalam daerah rawan
bencana I hingga III. Daerah rawan bencana III artinya terancam langsung awan
panas meski dalam letusan normal, daerah rawan bencana II adalah jika terjadi
letusan besar dan muncul hujan abu lebat, sedangkan untuk kawasan bencana I
jika muncul ancaman lahar. (Sumber:
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/200726--tak-hanya-8--31dusunlereng-
Merapi-rawan-)
4
Komando tanggap darurat bencana adalah organisasi penanganan tanggap
darurat bencana yang dipimpin oleh seorang Komandan dan dibantu oleh staf
komando dan staf umum, memiliki struktur organisasi standar yang menganut
satu komando dengan mata rantai dan garis komando yang jelas.
Staf Komando adalah pembantu Komandan Tanggap Darurat Bencana
(KTDB) dalam menjalankan tugas kesekretariatan, hubungan masyarakat,
perwakilan instansi/lembaga serta keselamatan dan keamanan.
Staf Umum adalah pembantu KTDB dalam menjalankan fungsi utama
komando untuk bidang operasi, bidang perencanaan, bidang logistik dan bidang
peralatan serta bidang administrasi keuangan untuk penanganan tanggap darurat
Dalam masa tanggap darurat ini dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai
berikut (1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan
sumber daya, (2) Penentuan status keadaan darurat bencana, (3) Penyelamatan dan
evakuasi masyarakat yang terkena bencana, (4) Pemenuhan kebutuhan dasar, (5)
Perlindungan terhadap kelompok rentan, dan (6) Pemulihan dengan segera
prasarana dan sarana vital.
Hal-hal yang terkait dengan tanggap darurat meliputi kemudahan akses
dalam pengerahan SDM, peralatan dan logistik; kemudahan akses berupa
komando dan sistem komando; pos komando tanggap darurat; pos komando
lapangan tanggap darurat; dan penyusunan rencana operasi tanggap darurat.
Penyelenggaraan Komando Tanggap Darurat meliputi (1) Rencana
operasi, (2) Permintaan sumberdaya, (3) Pengerahan sumberdaya, dan (4)
Pengakhiran. Pelaksanaan ini didukung dengan fasilitas komando posko (tanggap
darurat dan lapangan), personil, gudang, sarana dan prasarana, transportasi,
peralatan, alat komunikasi, serta informasi bencana dan dampaknya. Rencana
operasi merupakan perencanaan dengan rencana tindakan menjadi acuan bagi
setiap unsur pelaksana komando. Permintaan sumberdaya dilakukan oleh
Komandan dengan mengajukan permintaan sumberdaya kepada Kepala
BPBD/BNPB. Selanjutnya Kepala BPBD/BNPB meminta dukungan sumberdaya
kepada instansi/lembaga terkait upaya PB. Instansi/lembaga wajib segera
memobilisasi sumberdaya ke lokasi bencana.
5
Proses tanggap darurat dinyatakan selesai dengan adanya pernyataan resmi
Gubernur/Bupati/Walikota. Dengan selesainya tanggap darurat maka fungsi Pos
Komando Tanggap Darurat kembali ke Pusdalops, dan tugas Incident
Commander (IC) menjadi selesai, serta semua sumberdaya kembali ke posisi
semula/sumbernya. Tahap upaya PB selanjutnya adalah masuk ke dalam masa
transisi ke proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, serta
kehidupan/kegiatan sosial-ekonomi masyarakat sudah mulai berjalan.
Dalam setiap kegiatan mesti ada evaluasi dan pelaporan. Komandan
Tanggap Darurat Bencana melakukan rapat evaluasi setiap hari dan membuat
rencana kegiatan hari selanjutnya. Hasil evaluasi menjadi bahan laporan harian
kepada Kepala BNPB/BPBD dengan tembusan kepada Pimpinan
Instansi/Lembaga terkait. Untuk pelaporan dilakukan dengan mekanisme sebagai
berikut (1) Instansi/lembaga/organisasi terkait dalam penanganan darurat bencana
wajib melaporkan kepada Kepala BNPB/BPBD sesuai kewenangannya dengan
tembusan kepada Komandan Tanggap Darurat Bencana, (2) Pelaporan meliputi
pelaksanaan Komando Tanggap Darurat Bencana, jumlah/kekuatan sumberdaya
manusia, jenis dan jumlah peralatan/logistik, serta sumberdaya lainnya termasuk
sistem distribusinya secara tertib dan akuntabel, (3) Komandan Tanggap Darurat
Bencana sesuai tingkat kewenangannya mengirimkan laporan harian, laporan
khusus, dan laporan insidentil pelaksanaan operasi tanggap darurat bencana
kepada Kepala BNPB/BPBD dengan tembusan kepada instansi/
lembaga/organisasi terkait, dan (4) Kepala BPBD melaporkan kepada
Bupati/Walikota/Gubernur dan Kepala BNPB, Kepala BNPB melaporkan kepada
Presiden.
6
Secara umum kegiatan manajemen bencana dibagi kedalam tiga kegiatan
utama, yaitu:
1. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, dan peringatan dini.
2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat
untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan Search and
rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian.
3. Kegiatan pasca bencan yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi,
dan rekonstruksi.
Kegiatan pada tahap pra bencana selama ini banyak dilupakan. Padahal
justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang
sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana
dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta
memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu
dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak
bencana.
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupaya
penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan
mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama maupun
masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang
menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril
maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah
keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk
dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.
7
resiko, menghindari resiko, penerimaan resiko, serta transfer, pembagian, atau
penyebarluasan resiko (Kusumasari, 2014:22).
Ada dua jenis mitigasi, yaitu struktural dan non struktural. Mitigasi
struktural didefinisikan sebagai usaha pengurangan resiko yang dilakukan melalui
pembangunan atau perubahan fisik melalui penerapan solusi yang dirancang.
Mitigasi non struktural meliputi pengurangan kemungkinan atau konsekuensi
resiko melalui modifikasi proses-proses perilaku manusia atau alam, tanpa
membutuhkan penggunaan struktur yang dirancang (Kusumasari, 2014:23).
Gunung berapi atau gunung api adalah bentuk timbunan (kerucut dan
lainnya) dipermukaan bumi yang dibangun oleh tibunan rempah letusan, atau
tempat munculnya batuan lelehan atau magma/rempah lepas/gas yang berasal dari
dalam bumi (Nurjanah dkk, 2012: 30). Dalam buku Manajemen Bencana
disebutkan upaya-upaya mitigasi bencana gunung berapi, yaitu:
8
BAB III
PEMBAHASAN
9
koordiansi dengan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi, Dinas Sumber
Daya Alam Energi dan Mineral dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Sleman. BPBD Sleman juga membuat rambu-rambu penunjuk arah
jalur evakuasi menuju ke tempat yang aman seperti balai desa dan barak
pengungsian.
10
(NGO) bermusyawarah untuk menentukan kegiatan-kegiatan dalam upaya
penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas di masyarakat.
3.2 Analisa
11
Selain partisipasi, masyarakat di lereng Merapi juga telah memiliki inisiasi
untuk membuat dirinya berdaya dalam menghadapi bencana. Hal ini dikarenakan
masyarakat mulai sadar untuk hidup harmoni berdampingan dengan bahaya erupsi
Gunung Merapi. Masyarakat membentuk komunitas-komunitas yang turut serta
dalam kegiatan mitigasi, seperti komunitas relawan SKSB dan AMC.
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang pelaksanaan mitigasi bencana Erupsi
Gunung Merapi di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman sudah berjalan
cukup baik sesuai dengan tuntutan yang. Adapun bukti yang mendukung
keberhasilan pelaksanaan program mitigasi bencana, yaitu:
1. Koordinasi. Koordinasi dengan instansi terkait akan mendukung
keberhasilan program mitigasi dan akan menutupi keterbatasan BPBD.
2. Partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat akan meningkatkan
antusiasme masyarakat dalam kegiatan pengurangan resiko bencana dan
dengan keikutsertaan masyarakat juga akan meminimalisir penolakan
karena mayarakat akan merasa memiliki kebijakan yang telah dibuatnya
bersama-sama.
3. Inisiasi dari masyarakat. Hal ini menandakan adanya perubahan
pandangan terhadap bencana di masyarakat dan pemahaman cara
mengurangi resiko bencana.
4. Kerjasama antara pemerintah dengan swasta/NGO. Keterbatasan tenaga
ahli, personel, dan anggaran dapat ditutup dengan adanya kerjasama
dengan swasta/NGO.
4.2 SARAN
13
DAFTAR PUSTAKA
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/199529-dusun-mbah-maridjan-tak-
bolehdihuni-lagi
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/200726--tak-hanya-8--31dusunlereng-
Merapi-rawan-
http://www.vsi.esdm.go.id/index.php /gunungapi/data-dasar-gunungapi/542-
gMerapi? start=1
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/11/02/11/163686-
kerugian-sementara-erupsi-merapi-capai-rp-5-4-triliun
14
15