Anda di halaman 1dari 7

Strategi Rasulullah SAW.

dlm perang Uhud


Hari ke 1,036, 01:20•Diterbitkan di Indonesia •oleh Muhammad Akbar Basith

Perang Uhud adalah antara peristiwa penting pada Syawal. Peristiwa yang berlaku pada 7 Syawal
tahun ketiga hijrah itu dinamakan Uhud karena lokasi peperangan di kawasan Bukit Uhud.
Syawal juga menyaksikan perang parit atau Perang Khandak yang berlaku pada tahun kelima hijrah
apabila Yahudi menghasut kafir Quraisy supaya bermusuh dengan umat Islam di Madinah.
Di balik peperangan ini, umat Islam yang baru selesai menjalani tarbiah Ramadan dan marayakan
Idul fitri tidak sedikit pun terkecuali untuk sama-sama mempertahankan kemenangan dan diri
daripada ancaman musuh.
Detik awal ghazwah Uhud bermula ketika penduduk Makkah Quraisy malu besar di atas kekalahan
mereka dalam Perang Badar.
Tidak ada pedagang Quraisy yang berani berdagang ke Syria karena bimbang jika ditangkap orang
Islam. Jika keadaan itu berlanjut, kota Makkah akan diancam bahaya kelaparan dan krisis ekonomi.
Oleh karena itu, semua pembesar Quraisy berunding untuk mendapatkan keputusan mengenai
perkara itu. Mereka memutuskan semua keuntungan perdagangan pada tahun itu akan
dipergunakan untuk membentuk satu angkatan perang yang kuat.
Karena Abu Jahal meninggal dunia, maka Abu Sufian diangkat menjadi panglima perang untuk
memimpin angkatan 3,000 tentera. Selain itu, ketua pasukan mereka yang ternama ialah Safwan
(anak Umaiyah Khalaf yang menyeksa Bilal) dan Ikrimah (anak Abu Jahal).
Turut memimpin tentera ialah seorang yang gagah berani iaitu Khalid Ibnul-Walid. Kaum
perempuan diketuai Hindun (isteri Abu Sufian). Mereka dikerahkan untuk menghibur dan
menguatkan semangat perang anggota tentera. Mereka turut ke medan perang memukul genderang.

Karena musuh terlalu banyak, Nabi Muhammad saw berniat akan bertahan dan menanti musuh
dalam kota Madinah. Tetapi suara terbanyak menyatakan bahwa berdasarkan siasat perang
menghendaki agar musuh diserang di medan perang. Nabi tunduk kepada keputusan tersebut,
sekalipun dalam hatinya berasa kurang tepat.
Dalam hal yang tidak ada wahyu yang turun, Nabi selalu berbincang dengan orang ramai dan
keputusan mereka pasti dijalankan dengan tawakal dengan berserah kepada Allah.
Lalu Nabi masuk ke rumah memakai pakaian besinya dan mengambil pedangnya. Apabila Nabi
keluar, banyak para sahabat yang mengusulkan untuk menyerang tadi, menarik usul mereka
kembali kerana ternyata kepada mereka pendirian Nabi adalah benar. Tetapi, keputusan itu rupanya
tidak dapat diubah lagi, kerana Nabi berkata: "Tidak, kalau seorang Nabi telah memakai baju
perangnya, dia tidak akan membukanya kembali sebelum perang selesai."
Tentera Islam hanya 1,000 orang. Semuanya berjalan kaki, hanya dua orang berkuda. Ramai pula
antara mereka itu orang tua dan anak di bawah umur.
Sebelum matahari terbenam, mereka bertolak menuju ke Bukit Uhud. Setiba di pinggir kota
Madinah, tiba-tiba 600 orang Yahudi, kawan Abdullah Ubay, menyatakan hendak turut bertempur
bersama-sama Nabi. Tetapi Nabi sudah tahu maksud mereka yang tidak jujur, maka ditolaknya
tawaran itu dengan berkata: “Cukup banyak pertolongan daripada Tuhan.”
Bersamaan penolakan ini, Abdullah Ubay malu dan marah, lalu berusaha menakutkan kaum
Muslimin, agar mereka jangan turut berperang. Tiga ratus kaum Muslimin dapat dihasut hingga
kembali pulang ke Madinah. Mereka ini yang dinamakan kaum munafik. Maka tinggallah Rasulullah
dengan 700 orang tentera saja menghadapi musuh yang jumlahnya empat kali ganda itu.
Tanpa diketahui musuh, sampailah kaum Muslimin di Bukit Uhud pada waktu dinihari. Nabi segera
mengatur strategi perang. Bukit itu digunakan sebagai pelindung dari belakang, sedang dari sebelah
kiri, dilindungi oleh Bukit Ainain.
Lima puluh orang diarahkan Rasulullah supaya menjaga celah bukit dari belakang dengan diketuai
Ibnuz-Zubair. Mereka diperintahkan tidak boleh meninggalkan tempat itu apapun yang akan terjadi.
Tiba-tiba kedengaran sorak gemuruh musuh dari bawah lembah. Mereka sudah melihat tentera
Islam. Mereka bergerak maju, menyerang dengan formasi berbentuk bulan sabit, dipimpin oleh
Khalid Ibnul-Walid sayap kanannya dan Ikrimah Abu Jahal sayap kirinya.

Seorang musuh meronta maju sampai tiga kali menentang tentera Islam.
Pada kali ketiga, maka melompatlah Zubair bagaikan harimau ke punggung unta itu. Musuh tadi
dibantingkannya ke tanah, lalu dibedah dadanya oleh Zubair dengan pisau. Abu Dujanah selepas
meminjam pedang Nabi sendiri, lalu menyerbu ke tengah-tengah musuh yang ramai itu.
Pertempuran hebat berlaku dengan dahsyatnya.
Arta pemegang panji musuh gugur di tangan Hamzah. Sibak yang menggantikan Arta segera
berhadapan dengan Zubair. Selepas Sibak tewas menyusul Jubair Mut’im menghadapi Hamzah,
untuk membalas dendam kerana Hamzah dapat menewaskan pamannya di medan Perang Badar.
Jubair takut berhadapan dengan Hamzah. Hanya diperintahkan hambanya Wahsyi, bangsa Habsyi,
dengan perjanjian apabila dapat menewaskan Hamzah dia akan dimerdekakan.
Dengan menyeludup di sebalik belukar dari belakang Hamzah dengan menggunakan tombak dia
dapat menikam Hamzah. Hamzah adalah pemegang panji Islam pada waktu syahidnya. Panji itu
segera diambil oleh Mus’ab ‘Umair.
Beliau juga tewas di hadapan Nabi sendiri. Ali tampil menggantikannya. Bagaikan kilat Ali dapat
menebas leher musuhnya yang memegang panji itu.
Setelah peperangan usai, Abu Sufyan mendaki sebuah bukit dan berteriak: “Apakah Muhammad ada
di antara kalian?!” Namun kaum muslimin tidak menjawabnya. Kemudian dia berteriak lagi: “Apakah
Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakr) ada di antara kalian?!” Tidak juga dijawab. Akhirnya dia berteriak lagi:
“Apakah ‘Umar bin Al-Khaththab ada di antara kalian?!” Juga tidak dijawab. Dan dia tidak
menanyakan siapapun kecuali tiga orang ini, karena dia dan kaumnya mengerti bahwa mereka
bertiga adalah pilar-pilar Islam. Lalu dia berkata: “Adapun mereka bertiga, kalian sudah
mencukupkan mereka.”
‘Umar tak dapat menahan emosinya untuk tidak menyahut: “Wahai musuh Allah, sesungguhnya
orang-orang yang kau sebut masih hidup! Dan semoga Allah menyisakan untukmu sesuatu yang
menyusahkanmu.”
Abu Sufyan berkata: “Di kalangan yang mati ada perusakan mayat, saya tidak memerintahkan dan
tidak pula menyusahkan saya.” Kemudian dia berkata: “Agungkan Hubal!”
Lalu Nabi berkata: “Mengapa tidak kalian jawab?” Kata para shahabat: “Apa yang harus kami
katakan?” Kata beliau: “Allah Lebih Tinggi dan Lebih Mulia.”
Abu Sufyan berkata lagi: “Kami punya ‘Uzza, sedangkan kalian tidak.”
Kata Rasulullah : “Mengapa tidak kalian balas?”
Kata para shahabat: “Apa yang harus kami katakan?”
Katakanlah: “Allah adalah Maula (Pelindung, Pemimpin) kami, sedangkan kalian tidak mempunyai
maula satupun.”
Perintah Rasulullah agar mereka membalas ketika Abu Sufyan merasa bangga dengan sesembahan-
sesembahan dan kesyirikannya, dalam rangka pengagungan terhadap tauhid sekaligus menunjukkan
Keperkasaan dan Kemuliaan Dzat yang diibadahi oleh kaum muslimin.
Kemarahan ‘Umar mendengar kata-kata Abu Sufyan menunjukkan penghinaan, keberanian, terang-
terangan kepada musuh tentang kekuatan dan keperkasaan mereka bahwa mereka bukanlah orang
yang hina dan lemah.

SIMPULAN

Dalam perang itu, pasukan Islam sesuai dengan strategi Nabi Muhammad SAW, mengambil posisi di
atas Jabal Uhud. Tetapi ketika mereka hampir menang, pasukan pemanah terpancing oleh ghonimah
(harta rampasan perang). Mereka pun turun dari bukit dengan melawan instruksi Nabi SAW. Maka
pasukan Quraisy segera merebut posisi di atas bukit dan dari situ menyerang pasukan Islam sampai
menewaskan 70 syuhada.

HIKMAH DI DALAM PEPERANGAN UHUD

* Memahamkan kepada kaum muslimin betapa buruknya akibat kemaksiatan dan mengerjakan apa
yang telah dilarang, yaitu ketika barisan pemanah meninggal pos-pos mereka yang sudah ditetapkan
oleh Rasulullah n agar mereka berjaga di sana.
* Sudah menjadi kebiasaan bahwa para rasul itu juga menerima ujian dan cobaan, yang pada
akhirnya mendapatkan kemenangan. Sebagaimana dijelaskan dalam kisah dialog Abu Sufyan dan
Hiraqla (Heraklius). Di antara hikmahnya, apabila mereka senantiasa mendapatkan kemenangan,
tentu orang-orang yang tidak pantas akan masuk ke dalam barisan kaum mukminin sehingga tidak
bisa dibedakan mana yang jujur dan benar, mana yang dusta. Sebaliknya, kalau mereka terus-
menerus kalah, tentulah tidak tercapai tujuan diutusnya mereka. Sehingga sesuai dengan hikmah-
Nya terjadilah dua keadaan ini.
* Ditundanya kemenangan pada sebagian pertempuran, adalah sebagai jalan meruntuhkan
kesombongan diri. Maka ketika kaum mukminin diuji lalu mereka sabar, tersentaklah orang-orang
munafikin dalam keadaan ketakutan.
* Allah mempersiapkan bagi hamba-Nya yang beriman tempat tinggal di negeri kemuliaan-Nya yang
tidak bisa dicapai oleh amalan mereka. Maka Dia tetapkan beberapa sebab sebagai ujian dan cobaan
agar mereka sampai ke negeri tersebut.
* Bahwasanya syahadah (mati syahid) termasuk kedudukan tertinggi para wali Allah
* Allah menghendaki kehancuran musuh-musuh-Nya maka Dia tetapkan sebab yang mendukung hal
itu, seperti kekufuran, kejahatan dan sikap mereka melampaui batas dalam menyakiti para wali-Nya.
Maka dengan cara itulah Allah k menghapus dosa kaum mukminin.
* Perang Uhud ini seakan-akan persiapan menghadapi wafatnya Rasulullah . Allah meneguhkan
mereka, mencela mereka yang berbalik ke belakang, baik karena Rasulullah terbunuh atau
meninggal dunia.
* Hikmah lain adalah adanya pembersihan terhadap apa yang ada di dalam hati kaum mukminin.

http://www.erepublik.com/id/article/strategi-rasulullah-saw-dlm-perang-uhud-1521099/1/20
Dalam Perang Badar, Strategi Nabi Muhammad SAW. Untuk melumpuhkan kekuatan musuhnya
adalah menguasai mata air terlebih dahulu yang berada di Badar.
Dengan dikuasainya sumber mata air, minimal kondisi fisik pasukan dapat dijaga. Sebab, di
padang pasir yang tandus, kering, panas, dan ganas ini, air adalah sarana yang sangat vital dalam
kehidupan, lebih – lebih untuk kepentingan pasukan perang. Bagaimanapun kuatnya pasukan dan
canggihnya strategi perang, jika pasukannya kekurangan air, kekuatannya bisa menjadi loyo.
Bahkan, pasukan itu bisa mati kehausan karenanya. Inilah yang menjadi perhatian utama
Rasulullah saw dalam perang Badar.

Oleh karena itu, Nabi Muhammad saw. Membawa pasukannya ke mata air Badar agar
bisa menguasai sebelum pasukan Quraisy datang. Rasulullah saw. Dan pasukannya tiba di tempat
tersebut pada petang hari.
Di sini Hubaib bin Al-Mundir tampil layaknya seorang penasihat militer seraya bertanya
kepada Rasulullah saw.,
“Ya Rasulullah, Bagaimana pendapatmu tentang keputusan berhenti ditempat ini? Apakah ini
tempat berhenti yang diturunkan Allah kepadamu? Jika begitu keadaannya, maka tidak ada pilihan
bagi kami untuk maju atau mundur dari tempat ini. Ataukah ini sekedar pendapat, siasat, ataupun
taktik perang?”
Beliau lantas menjawab dengan lemah lembut, “Ini adalah pendapatku dan merupakan
siasat dari taktik perangku.”
Mendengar jawaban Nabi Muhammad saw. itu, Hubaib kemudian berkata, “Ya
Rasulullah, menurutku tidak tepat jika kita berhenti disini. Pindahkan pasukan ini ketempat yang
lebih dekat dengan mata air dari pada nanti didahului oleh orang-orang musyrik.”Kita berhenti
ditempat tersebut lalu kita timbun kolam-kolam dibelakang mereka, lalu kita membuat kolam yang
kita isi air hingga penuh. Setelah kita selesai berperang menghadapi mereka, kita bisa minum
dengan leluasa, sedangkan mereka tidak bisa.”
Usulan Hubaib bin Al-Mundzir ini diterima oleh Rasulullah saw. Lalu beliau berkata
kepadanya, “Engkau telah menyampaikan pendapat yg benar.”
Selanjutnya Nabi Muhammad saw. memindahkan pasukannya hingga posisi mereka
dekat dengan mata air. Posisi ini sangat menguntungkan daripada posisi musuh yang jauh dari
tempat air. Separuh malam pasukan islam berada di tempat tersebut. Lalu mereka membuat
kolam air kemudian menimbun kolam-kolam yang lain.
Tatkala pasukan Islam sudah berhenti ditempat yang dekat dengan mata air, maka
Sa’ad bin Mu’adz mengusulkan kepada Rasulullah saw. supaya pasukan Islam membuat tempat
khusus bagi beliau untuk memberikan komando dalam perang nanti. Ini sekaligus sebagai
antisipasi adanya serangan yang mendadak serta kemungkinan jika kaum muslimin terdesak dan
belum bisa memastikan kemenangannya.
Sa’ad lalu berkata, “Wahai Nabi Allah, bagaimana jika kami membuat sebuah tenda
bagimu? Bagaimana jika kami juga menyiapkan kendaraan disisimu? Biarlah kami saja yang
menghadapi musuh. Jika Allah memberikan kemenangan kepadad kita, maka itu memang kami
inginkan. Namun jika hasilnya lain, engkau bisa langsung pergi dengan kendaraan itu untuk
menyusul orang-orang yang ada dibelakang kami. Wahai Nabi Allah, mereka jauh lebih
mencintaimu daripada cinta kami kepadamu. Jika mereka menganggap bahwa engkau harus
menghadapi perang, tentu mereka akan senantiasa menyertaimu. Allah pasti membelamu
bersama mereka, memberikan nasihat kepadamu, juga turut berjihad bersamamu.”
Saran Sa’ad ini diterima oleh Rasulullah saw. dengan senang hati. Beliau juga tidak
lupa mendoakan kebaikan kepada sa’ad. Kemudian kaum muslimin membuat sebuah tenda
ditempat yang tinggi, tepatnya disebelah timur laut dari medan pertempuran.
Ada beberapa pemuda Anshar yang ditunjuk Sa’ad bin Mu’adz untuk berjaga-jaga
disekitar Nabi Muhammad saw.
Kemudian Rasulullah saw. mempersiapkan pasukannya. Beliau lalu berkeliling dengan
pasukannya di sekitar arena yang akan dijadikan ajang pertempuran. Beliau menunjukan jarinya
ke suatu tempat sambil berkata, “InsyaAllah, ini tempat kematian si fulan esok hari.”
Pada malam itu, beliau lebih banyak mengerjakan shalat didekat pangkal sebuah pohon
yang tumbuh disana. Sedangkan orang-orang muslim pada tidur dengan embusan napas yang
tenang seakan-akan menyinari angkasa. Hati mereka ditaburi keyakinan akan kemenangan.
Mereka cukup istirahat pada malam itu, dengan harapan besok paginya dapat kabar gembira dari
Allah.
Ali bin Abi Thalib berkata, “Pada hari Perang Badar tidak ada orang yang menunggang
kuda kecuali Al Miqdad. Aku melepaskan pandangan ke kanan dan ke kiri. Semuanya tidur dengan
nyenyak karena kelelahan, kecuali Rasulullah saw. Beliau, yang berada di bawah sebatang pohon,
terus melakukan shalat sambil menangis hingga menjelang pagi.[13]
Nabi Muhammad saw. menangis dalam shalatnya menjelang Perang Badar adalah dalam
usaha memohon pertolongan kepada Allah agar kaum muslimin diberi kemenangan. Sekaligus,
untuk mengembalikan wibawa kaum muslimin dari penghinaan dan penindasan kafir Quraisy.
Peristiwa tersebut terjadi pada malam jum’at tanggal 17 Ramadhan, 2 Hijriah.
Sementara itu keberangkatan beliau menuju medan Badar pada tanggal 8 atau 12 dari bulan yang
sama.[14]

Strategi Rasulullah Dalam Perang Khandaq

Ketika secara serantak dari arah selatan mengalir pasukan yang terdiri dari Quraisy, Kinanah
dan sekutu-sekutu mereka dari penduduk Tihamah dibawah komando Abu Sufyan. Jumlah mereka
ada empat ribu prajurit. Abu sulaiman di Marr Azh-Zhahran juga ikut bergabung bersama mereka
sedangkan dari arah timur ada kabilah-kabilah Ghathafan, yang terdiri dari Bani Fazahan yang
dipimpin Uyainah bin Hishn, Bani Murah yang dipimpin Al-Harist bin Auf, Bani Asyja’ yang dipimpin
Mis’ar bin Rukhailah, Bani As’ad dan lainnya.
Semua golongan tersebut bergerak kearah Madinah secara serentak seperti yang telah
disepakati sebelumnya. Dalam beberapa hari saja disekitar madinah telah menjadi lautan pasukan
musuh, jumlahnya mencapai 10.000 prajurit. Jika pasukan itu melakukan serangan secara tiba-tiba
dan serentak, maka sulit dibayangkan apa yang akan terjadi dengan eksistensi kaum muslim. Tatapi
model kepemimpinan Madinah tak pernah terpejam sekejap pun. Segala faktor dipertimbangkan
secara masak dan segala gerakan tidak lepas dari pantauan. Sebelum pasukan musuh beranjak dari
tempatnya, informasi tentang rencana mereka telah terdengar di Madinah.

Berdasarkan informasi tersebut Rasulullah swa segera menyelengarakan majelis tinggi


permusyawaratan untuk menampung rencana pertahanan di Madinah. Setelagh berdiskusi panjang
diantara anggota majelis permusyawaratan mereka sepakat menlaksanakan usulan yang
disampaikan seorang sahabat yang bernama Salman Al-Farisi. Dia berkata “ wahai Rasulullah dulu
jika kami orang-orang Persia sedang dikepung musuh, maka kami membuat parit di sekitar kami”. Ini
merupakan langkah yang bijaksana yang sebelumnya belum dikenal orang-orang Arab. Maka
Rasulullah dan para sahabat segera melaksanakan rencana tersebut untuk mengali parit sepanjang
empat puluh hasta.

Pasukan Quraisy yang berkekuatan 4.000 personil tiba di Mujtama’ul Asyal bilang Rumat
tepatnya antara Juruf dan Za’abah. Sedangkan kabilah Ghathafan dan penduduk Najd yang
berkekuatan 4.000 personil tiba di Dzanab di dekat Uhud.

Rasulullah keluar rumah dengan kekuatan 3.000 personil. Dibelakang punggung mereka ada gunung
Sal’un dan dapat dijadikan pelindung. Sedangkan parit membatasai posisi mereka dengan pasukan
musuh. Madinah diwakilkan kepada Ibnu Ummi Maktum. Para wanita dan anak-anak ditempatkan
dirumah khusus sebagai pelindung bagi mereka.

Pada saat orang-orang musyrik yang hendak melancarkan serangan untuk menyerang
Madinah, ternyata mereka harus berhadapan dengan parit. Karena itu mereka memutuskan untuk
mengepung Madinah. Mereka hanya bisa berputar-putar didekat parit dan terus menerus mencari
titik lemah yang bisa dimanfaatkan. Sedangan kaum Muslim terus mengawasi gerak-gerik mereka
dan juga melontarkan anak panah agar mereka tidak mendekati parit apalagi melewatinya ataupun
menimbun parit untuk dijadikan jalan penyeberangan.

Ketika kaum Muslim sibuk mengatasi serangan dari kaum Quraisy, ketika itu juga orang-
orang Yahudi yang berada di Madinah bangkit untuk menyerang orang-orang Muslim. Itu merupakan
posisi yang sangat rawan yang pernah mereka hadapi antara Kaum Muslim dan Yahudi Bani
Quraizhah tidak ada penghalang sedikitpun andaikan mereka menyerang dari belakang. Sementara
itu didepan mereka terdapat pasukan musuh yang tidak mungkin ditinggalkan. Sementara tempat
penampungan wanita dan anak-anak tidak jauh dari posisi Bani Quraizhah yang berkhianat, tanpa
pasukan penjaga.

Dalam situasi seperti itu kemudian ada seorang dari Ghathafan yang bernama Nu’aim bin
Mas’ud bin Amir Al Asyja’i yang menemiu Rasulullah seraya berkata “Wahai Rasulullah
sesungguhnya aku telah masuk islam. Sementara kaum ku tidak mengetahui keislamanku ini. Maka
peraintahkan kepadaku apa yang engkau kehendaki.”

“Engkau adalah orang satu-satunya” sabda beliau “berilah pertolongan kepada kami
menurut kesangupanmu karena peperangan ini adalah tipu muslihat.”

Kemudian Nu’aim bin Mas’ud bin Amir Al Asyja’i pergi memperdayai Bani Quraizhah dan
kaum Quraisy untuk menciptakan perpecahan diantara mereka dan usahanya pun berhasil, sehingga
Bani Quraizhah kembali memihak kepada kaum Muslim.

Allah mendengar doa Rasulullah dan kaum Muslim. Setelah muncul perpecahan di barisan
orang-orang musyrik dan mereka bisa diperdayai, Allah mengirimkan pasukan berupa angin taupan
kepada mereka hingga kemah-kemah mereka porak-poranda. Tiada satu pun yang tegak melinkan
ambruk, tiada yang menancap melaikan tercabut dan tidak ada suatu yang bisa berdiri tegak
ditempatnya. Allah juga mengirimkan pasukan malaikat yang membuat mereka menjadi gentar dan
kacau, menyusup ketakutan kedalam hati mereka.

Pada keesokan harinya Rasulullah mendapati musuh sudah diusur oleh Allah dan hengkang
dari tempatnya tanpa membawa keuntungan apapun.
Artinya: Diizinkan bagi orang-orang yang diperangi(untuk berperang) karena mereka dianiaya. Dan
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Q.S. Al-Hajj,22:39)

Artinya: Dan pergilah pada jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, dan janganlah melampaui
batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Q.S Al-
Baqarah,2:190)

Anda mungkin juga menyukai