Anda di halaman 1dari 24

Anti-Realisme Dalam Ontologi Kotemporer dan Strukturalisme

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Sejarah dan Filsafat Matematika

Dosen Pengampu :

Drs. Hidayah Ansori, M.Si.


Drs. H. Sumartono, M.Pd

Disusun Oleh :

Abdul Hadi (1610118310001)


Baihaqi (1610118210004)
Ibnu Sina (1610118310038)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2019
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3


1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
A. Fiksionalisme ......................................................................................................... 5
B. Konstruksi Modalitas ........................................................................................... 10
C. STRUKTURALISME .......................................................................................... 16
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 23
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 24

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filsafat adalah suatu sistem pemikiran yang terbentuk dari pencarian
pengetahuan tentang watak dan makna kemaujudan atau eksistensi. Pengetahuan
adalah keseluruhan hal yang diketahui yang membentuk persepsi jelas mengenai
kebenaran atau fakta. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang diatur dan
diklasikfikasikan secara tertib, membentuk suatu sistem pengetahuan, berdasar
rujukan kepada kebenaran atau hukum-hukum umum. Ilmu pengetahuan
dihasilkan dari perilaku berpikir manusia yang tersusun secara akumulatif dari
hasil pengamatan atau penelitian. Berpikir merupakan kegiatan penalaran untuk
mengeksplorasi suatu pengetahuan atau pengalaman dengan maksud tertentu.

Untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dari proses berpikir yang benar, dalam
arti sesuai dengan tujuan mencari ilmu pengetahuan, maka seorang pengamat
atau peneliti harus menggunakan penalaran yang benar dalam berpikir. Hasil
penalaran itu akan menghasilkan kesimpulan yang dianggap sahih dari sisi
keilmuan. Secara definisi, nalar merupakan kemampuan atau daya untuk
memahami informasi dan menarik kesimpulan. Dengan nalar tersebut, seseorang
akan menyajikan gagasan atau pendapat secara tertib, runtut, teratur dan
mengikuti struktur yang sifatnya logis (mantik). Dengan nalar, ilmu dapat
berfungsi menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan keadaan atau kejadian.

Filsafat itu meliputi berbagai macam permasalahan. Adapun masalah utama


yang harus kita bahas adalah masalah kenyataan, tentang realitas, tentang yang
nyata dari sesuatu. Yang menjadi titik persoalan ialah kita harus memecahkan
permasalahan realitas secara tepat, karena konsepsi kita tentang realitas
mengontrol pertanyaan kita tentang dunia ini. Dan tanpa adanya pertanyaan, kita
jelas tidak akan memperoleh jawaban dari mana kita nantinya akan membina
kumpulan ilmu pengetahuan yang kita miliki dan menetapkan disiplin tentang
masalah masalah pokoknya.

Ontologi adalah ilmu yang mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan
ilmiah yang sering kali secara populer banyak orang menyebutnya dengan ilmu

3
pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional atau kebenaran deduktif dan
kenyataan empiris yang tidak terlepas dari persepsi ilmu tentang apa dan
bagaimana. Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat
dipikirkan manusia secara rasional dan bisa diamati melalui panca indera manusia.

Berdasar pada latar belakang inilah, penulis membuat makalah dengan judul

“Anti-Realisme Dalam Ontologi Kotemporer dan Strukturalisme”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka
dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut :

 Bagaimana Anti-Realisme Dalam Ontologi Kotemporer

 Bagaimana Anti-Realisme Dalam Ontologi Strukturalisme

1.3 Tujuan
 Mengetahui bagaimana Anti-Realisme Dalam Ontologi Kotemporer

 Mengetahui bagaimana Anti-Realisme Dalam Ontologi Strukturalisme

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fiksionalisme

Kita mulai dengan pandangan Hartry Field. Dia memahami bahasa


matematis pada nilai permukaan. Karena dia meyakini bahwa objek-objek
matematis tidak ada, maka pernyataan-pernyataan matematis memiliki nilai-
nilai kebenaran yang ohjektif tetapi kosong. Misalnya, dia memandang semua
bilangan asli adalah prima adalah benar, karena bilangan-bilangan asli itu
tidak ada. Serupa demikian, Field memandang bahwa terdapat bilangan prima
yang lebih besar dari 100 adalah salah. Dengan demikian, nilai-nilai
kebenaran dari pernyataan-pernyataan matematis tidak berkorespondensi
dengan teorema-teorema matematis. Jadi, bagi Field perkara utama
matematika bukanlah mengukuhkan kebenaran-kebenaran dan mengingkari
kesalahan-kesalahan. Namun demikian, Field mengkaji matematika secara
serius, dan dia membuat batasan peran untuk matematika selain
mengukuhkan kebenaran-kebenaran tentang objek-objek matematis (yang
non-eksisten). Nilai-nilai kebenaran yang kosong dari permyataan-pernyataan
matematis tidak berperan dalam menentukan keberterimaan matematika atau
peran matematika dalam sains. Olehkarena itu, Field dalam semangatnya,
sekurang-kurangnya bersekutu dengan para anti-realis dalam nilai kebenaran,
yaitu mereka membantah pendapat tentang pernyataan-pernyataan matematis
memiliki nilai-nilai kebenaran objektif. ( Kecuali bahwa Field tidak
mendukung revisi-revisi dalam praktik matematis ).

Pandangan Field ini disebutnya 'fiksionalisme'. Gagasan utamanya adalah


menganggap objek-objek matematis layaknya karakier-karakter dalam fiksi.
Field (1980: 5) mengklaim bahwa hanya terdapat satu argumen serius untuk
eksistensi entitas-entitas matematis, dan ini adalah argumen indispensabilitas
dari W. V. O. Quine dan Hilary Putnam. Field memandang bahwa argumen-
argumen yang lainnya akan memiliki bobot jika argumen indispensabilitas ini
berhasil. Jadi, awal pandangan Field adalah nika seseorang dapat

13
meruntuhkan argumen indispensabilitas, maka realisme ontologis menjadi
dogma yang tidak terjustifikasi.

Sekarang kita coba melihat analisis real dan fisika. Argumen


indispensabilitas kurang lebih memiliki premis-premis berikut ini.

1. Analisis real merujuk kepada, dan memiliki variabel-variabel yang


mencakup, objek-objek abstrak yaitu "bilangan-bilangan real ". Lebih
lanjut, seseorang yang menerima kebenaran aksioma-aksioma analisis
real terikat kepada eksistensi dari entitas-entitas abstrak ini.
2. Analisis real bersifat tidak dapat ditinggalkan [indispensabel] bagi fisika.
Artinya fisika modern tidak dapat diformulasikan maupun dipraktikkan
tanpa pernyataan-pernyataan dari analisis real.
3. Jika analisis real indispensabel bagi fisika, maka seseorang yang
menerima fisika sebagai benar menurut realitas materi dengan demikian
terikat dengan kebenaran analisis real.
4. Fisika adalah benar, atau hampir benar.

Konklusi dari argumen ini yaitu bilangan-bilangan real ada. Jika kita
menambahkan bahwa bilangan-bilangan real ada tidak terikat pada
matematikawan, maka kita berakhir pada realisme dalam ontologi. Bilangan-
bilangan real tidak tampak terdapat di ruang dan waktu, dan mereka tidak
masuk ke dalam relasi-relasi kausal dengan objek-objek fisik maupun
manusia.

Field menerima premis pertama dan ketiga, yang mewakili tesis-tesis yang
sekarang umum diterima tentang komitmen ontologis. Dia juga menerima
premis (4), kebenaran fisika, dan dia mengambil pandangan pandangan biasa
tentang sifat objek-objek matematis. Field tentu saja menolak konklusi dari
argumen tersebut. Dia mengemukakan suatu kasus terperinci untuk menolak
premis (2). indispensabilitas analisis real bagi fisika. Field setuju bahwa
matematika berguna dalam sains, menyebutkan bahwa matematika adalah
suatu kebutuhan praktis bagi ilmuwan sains. Membuang matematika
sangatlah tidak mungkin. Tetapi ini bukanlah mengakui bahwa matematika

6
bersifat esensial bagi sains pada segi ontologis yang relevan. Field memiliki
pandangan bahwa dalam suatu segi, sains dapat dilakukan tanpa matematika.
Ini tersirat dalam judul dari bukunya, Science Without Numbers.
Ingat kembali bahwa suatu bahasa nominalistik adalah bahasa yang tidak
merujuk ke, dan tidak memiliki kuantor-kuantor yang mencakup, objek-objek
abstrak seperti bilangan atau himpunan. Seperti kita ketahui, bahasa ilmiah
sains yang lazim tidak nominalistik. Formulasi-formulasi baku dari berbagai
prinsip sains sendiri memuat terminologi matematis dan melibatkan objek-
objek matematis. Putnam (1971) mengemukakan bahwa pengupayaan sains
dalam suatu bahasa nominalistik tidak memberikan harapan. Aspek pertama
dari kasus Field adalah untuk membantah pernyataan Putnam tensebut.
dengan memberikan formulasi-formulasi nominalistik' bagi teori-teori dalam
sains.

Tentu saja terlalu merepotkan bagi satu orang nominalis saja untuk
memberikan versi yang dapat diterima bagi tiap teori sains yang kini ada. Itu
akan menuntutkan penguasaan seluruh rentang sains kontemporer: mekanika
kuantum, relativitas umum, kimia, fisiologi, astronomi, ekonomi, dan
sebagainya. Sebagai gantinya. Field mengembangkan suatu versi nominalistik
yang terperinci bagi teori gravitasi Newton, dan beberapa ekstensi dari sana.
Ini diharapkan menjadi suatu paradigma untuk cabang- cabang lain dalam
sains masa kini.

Formulasi Field untuk teori gravitasi Newton mempostulatkan, dan


memiliki variabel-variabel yang mencakup, titik-titik ruang-waktu dan
daerah-daerah ruang-waktu. Jadi, Field meyakini bahwa titik-titik dan daerah-
daerah itu ada. Setiap kumpulan dari titik-titik merupakan suatu daerah.
Seorang realis tentang matematika akan mengatakan bahwa setiap himpunan
titik-titik berkorespondensi dengan suatu daerah, tetapi Field tidak akan
mengatakannya demikian (karena dia meyakini bahwa himpunan- himpunan
tidak ada).

7
Field memandang bahwa titik-titik ruang-waktu dan daerah-daerah ruang-
waktu bersifat konkret dan tidak abstrak. Dengan kata-kata lain, titik-titik dan
daerah-daerah bukan objek-objek matematis. Pertama, aspek-aspek dari
kumpulan titik ruang-waktu, misalnya kardinalitas dan geometrinya,
tergantung pada teori fisika, bukan pada teori matematis. Teori gravitasi
sendiri menentukan ciri-ciri struktural dari titik-titik. Kedua, dan yang lebih
penting, ciri-ciri yang ikut hadir pada titik-titik ruang-waktu, misalnya
kepemilikan gaya gravitasi yang relatif besar, adalah bagian-bagian esensial
dari penjelasan-penjelasan kausal untuk fenomena yang teramati.

Field di sini terlibatkan dengan suatu kontroversi penting dalam sejarah


dan filsafat sains. Substantivalisme, ditelusuri ke Isaac Newton. adalah
pandangan bahwa ruang atau ruang-waktu adalah real secara fisik. Di pihak
lain, relasionalisme, berupaya mengarakterisasi ruang-waktu sehubungan
dengan relasi-relasi dari objek-objek fisik yang sebenarnya atau yang
mungkin. Silsilah dari relasionalisme dapat ditelusuri ke Gottfried Wilhelm
Leibniz. Pada kontroversi ini, Field berpihak kepada para substantivalis-
menerima realitas fisik dari ruang-waktu untuk mempertahankan anti
realisme ontologis yang dianutnya terkait dengan objek-objek matematis
abstrak. Namun demikian, real secara fisik' barangkali tidak sama dengan
kongkret', dan Field melangkah lebih ke depan dari para substantivalis lain
dengan klaimnya tentang titik-titik dan daerah-daerah. Dia memandang
semua itu sebagai entitas-entitas fisik teoritis yang setaraf dengan, misalnya,
molekul dan quark.

Peristilahan dalam fisika nominalistik Fied mencakup relasi-relasi primitif


antara titik-titik ruang-waktu. Contoh-contohnya antara lain 'y Bet xz'. artinya
x. y, dan z segaris dan y terletak di antara x dan z pada garis persekutuan', dan
'xy Tempeong zw', artinya perbedaan antara suhu-suhu di x dan y identik
dengan perbedaan antara suhu-suhu di z dan w". Ini adalah relasi-relasi fisika
pada entitas-entitas fisik. Gagasan pokok di balik teori nominalistik adalah
menyatakan prinsip-prinsip dari kuantitas-kuantitas fisik (dan geometrik)
secara langsung, tanpa merujuk ke bilangan-bilangan real. Field merumuskan

8
asumsi-asumsi struktural yang relevan melalui aksioma- aksioma tentang
berbagai relasi itu. Aksioma-aksiomanya menyimpulkan bahwa ruang-waktu
adalah kontinu dan lengkap. Dia secara brilian menunjukkan bagaimana
memformulasikan pengganti pengganti bagi turunan-turunan dan integral-
integral dalam bahasa mekanika nominalistik.

Apa pun manfaat program filosofis anti-realisme ontologis, Science


Without Numbers adalah sebuah pencapaian intelektual penting. Buku itu
adalah satu dari hanya sedikit upaya panjang yang serius untuk menunjukkan
secara tepat bagaimana matematika diterapkan dalam sains-sains. Ini
menyentuh perkara filosofis sentral. Banyak filsafat matematika membiarkan
hubungan ini hanya jadi misteri. Seseorang dapat menerima pengembangan
Field, dengan melibatkan homomorfisma-homomorfisma representasi,
sekurang-kurangnya sebagai penjelasan parsial tentang aplikasi, meski tanpa
klaim-klaim ontologisnya.

Program Field berfokus pada struktur-struktur yang secara aktual


ditunjukkan dalam realitas fisik, dan memperbedakan semua ini dari struktur-
struktur matematis yang lebih kaya, yang digunakan untuk mempelajari
struktur-struktur yang 'real secara fisik. Jelaslah, penerapan suatu kerangka
referensi dan satuan-satuan tertentu (misalnya, meter dan jam) adalah
konvensi yang arbitrer, tetapi konvensi-konvensi semacam itulah yang
memungkinkan analisis real untuk diterapkan pada ruang-waktu. Field
mendefinisikan suatu penjelasan intrinsik dari fenomena fisik sebagai
penjelasan yang tidak merujuk ke, atau bergantung pada konvensi.

Pada kasus geometri atau teori gravitasi Newton, suatu penjelasan intrinsik
diformulasikan dalam bahasa struktur ruang-waktu, dan tidak melibatkan
struktur bilangan-bilangan real yang lebih kaya. Dengan kata-kata lain,
penjelasan intrinsik diformulasikan dalam suatu bahasa sintetik.

Field menganjurkan agar setiap orang hendaknya memperhatikan


penjelasan-penjelasan intrinsik (bila tersedia) terlepas dari sebarang
pandangan-pandangan mengenai eksistensi objek-objek matematis.

9
Penekanan Field pada penjelasan-penjelasan intrinsik tergambarkan oleh
fakta bahwa presentasi dari banyak aspek dalam fisikanya dicapai dengan
merefleksi pada ciri-ciri (yang terkait geometri dan fisika) dari ruang-waktu
yang tidak berubah-ubah dalam pilihan kerangka referensi dan satuan-satuan
pengukuran. Ciri-ciri yang tidak mengalami perubahan ini menghasilkan
aksioma-aksioma yang tepat. Pokok perkara dalam hal ini sebaiknya dikaji
secara ekstensif berdasarkan kesuburan dan kekuatan dari penjelasan-
penjelasan ekstrinsik, yaitu penjelasan-penjelasan yang melibatkan teori-teori
matematis yang kaya.

B. Konstruksi Modalitas

Kita telah mengenal skeptisisme yang sangat berpengaruh dari Quine


terhadap gagasan-gagasan modalitas seperti kemungkinan dan kemestian Kita
tentu berhak untuk herpandangan bahwa tidak satu pun formulasi sebarang
bagian sains bersifat definitif sepanjang ia masih bersandar pada idiom-idiom
modalitas. Penggunaan-penggunaan yang baik dari modalitas-modalitas
barangkali dapat disajikan dalam cara-cara yang lebih jelas dan telah
diketahui (Quine 1986: 33-4).

Beberapa dari penggunaan- penggunaan yang baik ini dicapai dengan


menata kembali pengertian- pengertian modalitas dengan menggunakan
entitas-entitas matematis, khususnya himpunan-himpunan. Contoh yang
paling mutakhir dari ini adalah teori model, yang dapat dianggapkan sebagai
upaya untuk memahami kemungkinan logis dan konsekuensi logis
sehubungan dengan realm konstruksi-konstruksi teori himpunan. Saat
dikatakan bahwa suatu kalimat tertentu adalah mungkin secara logis, ini
berarti bahwa terdapat suatu model yang berlaku padanya. Sejumlah penulis
mencoba memahami kemungkinan dan kemestian umum sehubungan
konstruksi-konstruksi teori himpunan, yang kadang-kadang disebut 'dunia-
dunia yang mungkin. Sebagaimana dikatakan olch Putnam (1975 70)
matematika telah "membuang kemungkinan dengan hanya menganggapkan
bahwa, sampai pada isomorfisma, bagaimanapun, semua kemungkinan secara
simultan aktual. Aktual artinya dalam semesta himpunan-himpunan.

10
Program umumnya adalah untuk meinggalkan istilah kemestian dan
kemungkinan, menggantikannya dengan peristilahan objek-objek abstrak
seperti himpunan dan bilangan. Terdapat sekelompok filsuf matematika
berdedikasi yang membalikkan orientasi ini. Mereka menyangkal eksistensi
objek-objek matematis, seperti himpunan dan bilangan, dan menerima
sekurang-kurangnya beberapa bentuk modalitas. Lebih tepatnya, filsuf-filsuf
ini lebih tidak skeptik terhadap modalitas daripada terhadap. misalnya, teori
himpunan (bila dipahami secara harfiah sebagai teori objek-objek abstrak).
Oleh karena itu, mereka mencoba merumuskan kembali matematika
sehubungan dengan modalitas. Putnam sendiri permah menjadi anggota dari
kelompok ini (1967). Di sini, kita membahas sekilas tentang seorang anti-
realis ontologis terkemuka lainnya yaitu Charles Chihara (1990) Chihara
memberikan penerus hagi penjelasan 'tanpa-kelas' dari Russell Rencana
Russell kira-kira adalah bahwa sebarang referensi ke himpunan-himpunan
seharusnya dieliminasi demi pembicaraan ciri-ciri atau sifat-sifat. Misalnya,
kita menggantikan pembicaraan himpunan kucing-kucing dengan ciri dari
[keadaanl seekor kucing.

Tampaknya Russell memandang ciri-ciri lebih tidak problematik


dibandingkan objek-objek matematis seperti himpunan-himpunan, atau
barangkali dia meyakini bahwa teori-teori dalam filsafat/sains keseluruhan,
bagaimanapun, perlu melibatkan ciri-ciri. Ciri-ciri merupakan hal yang
alamiah untuk diterapkan dalam suatu teori predikasi, dan, tentu saja, logika
berurusan dengan predikasi. Tidak berguna kita sekaligus menggunakan ciri-
ciri dan himpunan-himpunan, jika ciri-ciri saja sudah memadai Program
Chihara berupaya menggantikan pembicaraan tentang himpunan-himpunan
dengan pembicaraan tentang kalimat-kalimat terbuka yaitu kalimat-kalimat di
mana suatu term tunggal (misalnya, nama diri) telah digantikan oleh suatu
variabel. Sebagai contoh, sebagai ganti membicarakan himpunan semua
kucing, kita bicarakan kalimat terbuka "x adalah seekor kucing", Sebagai
ganti membicarakan himpunan semua penggemar sepak bola, kita bicarakan
kalimat terbuka x menggemari sepak bola. Karena tidak satu pun bahasa
aktual memiliki kalimat-kalimat terbuka dalam jumlah cukup untuk

11
menyediakan pengganti-pengganti untuk objek-objek matematis yang
terlibutkan dalam sains (kecuali matematika), Chihara tidak dapat membatasi
kajian pada bahasa-bahasa yang ada sekarang ini, misalnya bahasa Inggris.
Satu langkah yang mungkin adalah membayangkan ekstensi-ekstensi ideal
dari bahasa Inggris, tetapi kalimat-kalimat terbuka dalam suatu ekspansi ideal
bahasa Inggris tampaknya seabstrak bilangan-bilangan dan himpunan-
himpunan. Oleh karena itu, Chihara berpaling kepada modalitas, dan
membicarakan kemungkinan untuk menuliskan kalimat-kalimat terbuka di
mana kemungkinan-kemungkinan tidak terbatas pada bahasa-bahasa aktual
yang telah atau akan diberlakukan.

1. Burgess dan Rosen

A Subject With No Object (1997) yang ditulis oleh John P. Burgess dan
Gideon Rosen menyajikan penjelasan kitis yang terperinci dan luas
cakupannya tentang program-program untuk mengembangkan matematika
(atau matematika yang digunakan dalam sains) tanpa referensi ke objek-
objek abstrak seperti bilangan dan himpunan. Judul buku itu menyiratkan
seperti apa jadinya matematika seandainya salah satu dari program-program
tersebut berhasil, yaitu, suatu bidang kajian tanpa objek.

Salah satu pertanyaan fundamental yang dibahas oleh Burgess dan Rosen
terkait dengan motivasi untuk realisme dalam ontologi, berikut juga motivasi
untuk nominalisme. Mengapa seseorang harus mempercayai eksistensi objek-
objek abstrak seperti bilangan dan himpunan? Mengapa seseorang hendaknya
meninggalkan keyakinan tersebut? Mereka mendeskripsikan sosok nominalis
stereotype yang berfokus pada kesukaran-kesukaran epistemik tentang objek-
objek abstrak. Nominalis stereotype ini mengemukakan bahrwa sungguh
suatu misteri bagaimana manusia, sebagai mahluk fisik di alam semesta fisik,
dapat memiliki pengetahuan tentang realm matematis yang ahadi, terpisah,
dan akausal. Dia berargumentasi bahwa, karena tidak terdapat koneksi-
koneksi kausal antara entitas-entitas matematis dan diri kita sendiri (Maddy
1990 bagaimanapun), maka seorang realis ontologis tidak dapat menjelaskan
pengetahuan matematis tanpa mempostulatkan beberapa kemampuan mistis

12
untuk memahami alam semesta matematis, Di sini, sang nominalis stereotype
mencemoohkan postulasi Godel tentang kemampuan intuisi matematis, yang
sering kali dicirikan sebagai kemampuan mistis semata.

Burgess dan Resen menyebutkan bahwa mata rantai penting dalam


argumen nominalis tersebut adalah apa yang dikenal sebagai 'teori kausal
pengetahuan', suatu tesis umum bahwa kita tidak dapat mengetahui apa pun
tentang seburang objek-objek kecuali jika kita memiliki koneksi kausal
dengan, sekurang-kurangnya, sampel-sampel dari objek-objek tersebut.
Pembatas ini menimbulkan batasan-batasan ketat pada apa yang dapat
diketahui, dan bertubrukan dengan apa yang dianggap sebagai pengetahuarn
oleh akal sehat yang polos. Literatur tentang teori-teori kausal dalam
epistemologi maupun literatur tentang anti-realisme dalam ontologi-dalam
filsafat matematika tidak memuat argumen yang mendukung suatu pembatas
kausal umum, dan tidak seorang pun pernah menyuarakan secara tegas relasi-
relasi kausal semacam apa yang disyaratkan untuk pengetahuan. Sosok
nominalis stereotype yang dideskripsikan oleh Burgess dan Rosen tidak
memberikan argumen-argumen ini, dan dia malah mengalihkan beban entang
epistemologi yang dapat diterima untuk objek-objek matematis kepada realis
ontologis.

Bagaimana dengan sosok anti-nominalis stereotype yang kita sebutkan di


sini sebagai realis dalam ontologi"? Burgess dan Rosen mendeskripsikannya
sebagai seorang epistemologis yang berpedoman ke alam, menolak filsafat
pertama (prinsip filsafal-dahulu) dan meyakini bahw sains memberi kita garis
terbaik menuju pengetahuan. Jika matematika digunakan dalam sains terbaik
kita maka matematika adalah benar dan entitas-entitas matematika ada. ni
tentu saja adalah argumen indispensabilitas Quine-Putnam yang telah kita
bahas lebih awal. Sosok realis ontologis stereotype ini mengalihkan beban
kepada pihak nominalisme. dan menuntut agar sang nominalis memberikan
alasan-alasan ilmiah sains untuk membantah eksistensi objek-objek
matematis.

13
Pertimbangan yang merujuk ke intuisi filosofis atau ke beberapa
generalisasi dari apa yang berlaku untuk entitas-entitas yang kita paling
kenali kepada apa yang mesti berlaku untuk sebarang entitas mana saja
tidaklah dapat diterima oleh sosok realis ontologis khas yang dideskripsikan
oleh Burgess dan Rosen ini. Jadi, para tingkatan stereotype, Burgess dan
Rosen menggambarkan bahwa masing-masing pihak mengklaim
keunggulannya dan menimpakan beban kepada kubu lawannya. Selain itu,
masing-masing pihak mengisyaratkan bahwa tanggung jawab bukti
sedemikian berat hingga tidak dapat dipenuhi. Barangkali, realis dalam
ontologi tidak dapat benar-benar menunjukkan bagaimana pengetahuan
matematis dapat cocok dengan sifat abstrak dari objek-objek matematis,
sedangkan nominalis tidak dapat benar- benar memberikan alasan-alasan
ilmiah sains yang kuat tentang mengapa teori-teori terbaik dalam sains harus
direvisi untuk mengeliminasi referensi kepada objek-objek matematis.

2. Azzouni dan Balaguer

Berikut ini disajikan sekilas gambaran pendekatan baru bagi masalah lama
tentang eksistensi objek-objek matematis dari Jody Azzouni dan Mark
Balaguer. Dengan jalur berbeda, masing-masing penulis ini mengemukakan
bahwa argumen-argumen filosofis adalah, dan dalam suatu segi tentulah,
tidak cukup untuk menentukan apakah objek-objek matematis himpunan-
himpunan dan bilangan-bilangan ada secaa tidak terikat pada matematikawan.
Mereka mengusulkan agar perkara tersebut dipandang transendental.

Seperti telah kita ketahui, masalah fundamental bagi realisme dalam


ontologi yaitu menunjukkan bagaimana mungkin kita merujuk ke, dan
mengetahui hal-hal tentang. objek-objek matematis jika kita tidak memiliki
kontak kausal dengan objek-objek itu. Azzouni dan Balaguer mengemukakan
bahwa sebuah pertanyaan yang lebih dalam dan bermanfaat berkaitan dengan

14
mengapa kelembaman kausal objek-objek matematis tampak tidak memiliki
peran dalam matematika sendiri, atau dalam sains untuk perkara tersebut
Apakah tentang praktik matematika dan sains yang memungkinkan
matematika dan sains berjalan dengan istilah-istilah yang merujuk kepada
objek-objek dengan mana kita tidak memiliki kontak kausal? Apakah yang
dikatakan semua ini tentang objek-objek matematis? Fokus utama
Metaphysical Myths, Mathematical Practice (1994) dari Azzouni adalah sifat
dari referensi dan kebenaran dalam matematika. Bagaimana referensi dan
kebenaran ini berbeda dari referensi dan kebenaran dalam bahasa biasa dan
dalam sains-sains empirik? Perkara-perkara ontologi terletak tidakau
daritahapan-pusat, karena sescorang tidak dapat menentukan sifat referensi
tanpa penjelasan tentang apa yang kita rujuk itu Azzouni memandang bahwa
praktik matematis menentukan referensi matematis jika setiap hal lain pun
berbuat demikian, dan oleh karena itu filsuf perlu memperhatikan prakrik.
Untuk mendeskripsikan praktik matematis deduktif, Azzouni mengajukan apa
yang disebutnya suatu open-ended family of postulate systems. Sistem-sistem
yang beraneka ragam itu diambil berdasarkan konsensus di dalam komunitas-
komunitas matematika dan sains.

Azzouni (1994: 87) mengemukakan bahwa ontologi-atau komitmen


ontologis dari suatu cabang matematika adalah suatu perkara tata bahasa: sast
menerapkan suatu sistem r, seseorang mengikatkan dirinya' kepada komitmen
komitmen sistematik dari " Oleh karena itu, saat komunitas matematika
menerima sistem-sistem postulat untuk aritmetika, termasuk aksioma-
aksioma Peano maka mereka mengikatkan diri kepada eksistensi bilangan-
bilangan. Inilah saja perkara hagi pertanyaan ontologi.

Bagi seorang matematikawan yang bekerja dalam suatu cahang


matematika, suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu disimpulkan
dalam sistem postulat cabang matematika itu. Inilah saja perkara bagi
pertanyaan tentang kebenaran. Seperti diisyaraakan oleh sinopsis yang sangat
singkat ini penjelasan Azzouni tentang referensi dan ontologi sangat
bersandar pada konvensi.

15
Di sisi lain, buku Piatonism and Anti-Platonism in Mathematics (1998)
dari Balaguer menyajikan beberapa konklusi yang tegas dan mengejutkan.
Pertama, terdapat tepat satu versi yang dapat dipertahankan dari platonisme,
atau apa yang discbutkan di sini sebagai realisme dalam ontologi'. Satu
pandangan ini bersifat tidak dapat diruntuhkan, kebal terhadap setiap dan
semua tantangan rasional. Kedua, terdapat tepat satu versi yang dapat
dipertahankan dari 'anti-platonisme, atau nominalisme, dan satu pandangan
ini pun tidak dapat diruntuhkan. Olch karena itu, tidak ada jalan untuk
menentukan apakah objek-objek matematis itu ada atau tidak. Konklusi
ketiga dari Balaguer adalah yang paling tegas: dilema epistemik disebabkan
oleh ketiadaan fakta tentang perkara apakah objek-objek matematis itu ada
atau tidak ada.

Realisme ontologis yang dapat dipertahankan menurut Balaguer disebut


Full-Blooded Platonism. Tesisnya adalah bahwa semua objek matematis yang
mungkin itu ada. Jadi, jika I adalah sebarang teori yang mungkin secara logis,
maka terdapat suatu kelas C dari objek-objck matematis sedemikian hingga T
adalah benar untuk C. Dengan kata-kata lain, setiap teori yang mungkin
adalah suatu deskripsi yang benar untuk suatu bagian dari semesta matematis.

C. STRUKTURALISME

Bagian penutup ini membahas suatu filsafat matematika yang disebut


strukturalisme, yang timbul dari berbagai perkembangan dalam logika dan
matematika pada rentang abad ke-20. Pendukung-pendukung utama
pandangan ini antara lain adalah Paul Benacerraf (1965), Geoffrey Hellman
1989) Michael Resnik (1997, dan Stewart Shapiro (1997). Slogan
strukturalisme yaitu hahwa matematika adalah sains struktur.

Kebanyakan stukturalis adalah penganut realisme dalam nilai kebenaran,


meyakini bahwa tiap kalimat yang tak-ambigu dalam, misalnya, aritmetika
dan analisis, adalah benar atau salah, tidak terikat pada bahasa, pikiran, dan
konvensi-konvensi sosial dari matematikawan. Namun demikian, para
strukturalis tidak memiliki pandangan yang seragam tentang eksistensi objek-

16
objek matematis. Benacerraf dan Hellman mengemukakan dan membela
versi-versi pandangan yang tidak mensyaratkan eksistensi objek-objck
matematis, sedangkan Resnik dan Shapiro adalah realis dalam ontologi.
dalam batas-batas tertentu. Versi-versi strukturalisme yang ada at ini
memiliki percabangan-percabangan dalam gagasan-gagasan seperti
eksistensi, objek, dan identitas, sekurang-kurangnya saat item-itemtu
digunakan dalam matematika.

Ingat kembali bahwa seorang platonis tradisional, atau realis dalam


ontologi, meyakini hahwa bidang kajian dari suatu cabang matematika,
seperti aritmetika atau analisis real, adalah sekumpulan objek-objek yang
memiliki semacam independensi ontologis Resnik (1980:162) mendefinisikan
platonis ontologis' sebagai seseorang yang meyakini bahwa objek-objek fisik
biasa dan bilangan-bilangan adalah setaraf. Untuk filsuf seperti itu, bilangan-
bilangan adalah hal -objek -objek yang jenisnya sama dengan, misalnya,
gedung, tetapi terdapat lebih banyak bilangan daripada banyaknya gedung-
gedung, dan bilangan-bilangan bersifat abstrak dan abadi.

Untuk mengejar analogi tersebut, platonis ini mungkin melekatkan sejenis


independensi ontologis tertentu pada masing-masing bilangan asti
Sebagaimana tiap gedung tidak terikat pada setiap gedung lainnya tiap
bilangan asli sebagai suatu objek individual- tidak terikat pada setiap hilangan
asli lainnya. Barangkali, gagasannya adalah hahwa seseorang dapat
memberikan esensi dari tiap bilangan tanpa melibatkan bilangan-bilangan
lainnya. Esensi bilangan 2 tidak melibatkan bilangan 6 atau bilangan
6.000.000.

Di sisi lain, seorang strukturalis secara tegas menolak jenis independensi


ontologis apa pun di antara bilangan-bilangan asli. Esensi dari suatu bilangan
asli adalah relasi-relasi'-nya dengan bilangan-bilangan asli lain. Bidang kajian
aritmetika adalah suatu struktur abstrak yang tunggal, yaitu pola yang herlaku
umum pada sebarang kumpulan infinit objek-objek yang memiliki suatu relasi

17
penerus, suatu objek awal yang unik, dan memenuhi prinsip induksi. Bilangan
2 adalah posisi kedua dalam struktur bilangan asli, dan 6 adalah posisi
keenam. Tidak satu pun dari dua bilangan memiliki independensi dari struktur
di mana mereka merupakan posisi-posisi, dan sebagai posisi-posisi dalam
struktur ini, tidak satu pun dari bilangan-bilangan tersebut yang 'tidak terikat'
pada (independen dari) satu bilangan lainnya.

Tentu saja, seorang anak kecil dapat belajar banyak tentang bilangan 2 saat
dia hampir tidak mengetahui apa pun tentang bilangan-bilangan lainnya
seperti 6 atau 6.000.000. Tetapi independensi episiemik ini tidak menghalangi
keterkaitan ontologis antara bilangan-bilangan asli. Dengan analogi seseorang
dapat mengetahui banyak tentang suatu objek fisik, misalnya bola basket,
meski dia hampir tidak mengetahui apa pun tentang molekul dan atom.
Namun demikian, ini tidak berarti bahwa bola basket secara ontologis tidak
terikat pada molekul-molekul dan atom-atom yang menyusunnya.

Struktur bilangan asli dicontohkan oleh rangkaian-rangkaian pada suatu


abjad yang finit dalam urutan leksikal, suatu barisan infinit momen-momen
waktu yang berbeda, dan suatu barisan infinit goresan ruas garis tegak:

Di dalam matematika, menurut pandangan saya, kita tidak memiliki objek-


objek dengan komposisi 'internal' yang tersusun dalam struktur- struktur, kita
hanya memiliki struktur-struktur. Objek-objek matematika, yakni, entitas-
entitas yang ditunjukkan oeh konstanta konstanta dan kuantor-kuantor
matematis kita, adalah titik-titik yang tidak berstruktur atau posist-posisi
dalam struktur-struktur. Sebagai posisi-posisi dalam struktur-struktur, objek-
objek matematis tidak memiliki identitas atau ciri-ciri di luar suatu struktur.
(Resnik 1981).

Kita ambil sebuah kasus dalam bidang linguistik, Mari bayangkan bahwa
dengan menggunakan proses abstraktif. seorang ahli tata bahasa tiba pada
suatu struktur kompleks yang dia sebut English. Selanjutnya, misalkan

18
kemudian terbukti bahwa korpus dari English gagal dalam cara-cara yang
signifikan untuk menjadi contoh-contoh bagi pola tersebut, sehingga banyak
dari klaim-klaim yang dikemukakan oleh linguis kita tadi tentang strukturnya
akan terfalsifikasi. Dengan nada mengejek, para linguis yang lain menamakan
struktur tadi Tenglish Namun demikian, banyak sekali dari pengetahuan
linguis kita tadi tentang Tenglish sebagai pola tetap berlaku; karena dia telah
sanggup mendeskripsikan suatu pola dan mendiskusikan beberapa cirinya.
Serupa demikian, saya memandang bahwa kita mengetahui banyak sekali
tentang ruang Euclid meski ia tidak dapat dicontohkan [diwujudkan] secara
fisik. (Resnik 1982).

Beberapa dari contoh di atas harangkali terlalu sederhana untuk menarik


perhatian para matematikawan. Apakah yang dapat kita buktikan tentang
suatu [sistem] pertahanan bola basket? Namun demikian, terdapat teorema
teorema yang non-trivial tentang permainan catur. Misalnya, kita tidak
mungkin mencapai sekakmat dengan raja dan dua kuda terhadap satu raja
musuh yang tinggal sendirian, Ini berlaku tanpa mempersoalkan terbuat dari
apa buah-buah catur itu, dan bahkan tidak mempersoalkan apakah permainan
catur telah pernah dimainkan atau tidak. Fakta permainan catur ini adalah
suatu teorema matematis yang kurang-lebih bersifat typikal tentang suatu
struktur tertentu. Di sini, ia adalah struktur dari suatu permainan tertentu.

Sekarang mari kita sekilas melihat lagi suatu perkara yang muncul dalam
pembahasan rekonstruksi nominalistik' oleh Hartry Field (1980) untuk teori
gravitasi Newton yang telah dibahas lebih awal. Field mempertahankan
pandangannya bahwa objek-objek matematis itu tidak ada, tetapi ontologi
dari fisikanya mencakup titik-titik dan daerah-daerah ruang-waktu yang
banyaknya tak-hingga. Dia mengemukakan bahwa titik dan daerah ruang-
waktu itu konkret, objek-objek fisik, dan dengan demikian tidak matematis

Field membahas objeksi natural bahwa "Tampaknya tidak terdapat


perbedaan signifikan antara mempostulatkan. suatu ruang fisik yang kaya dan
mempostulasikan bilangan-bilangan real". Dia menjawab:

19
Objeksi nominalistik untuk penggunaan bilangan-bilangan real bukanlah
pada alasan-alasan [kardinalitas] bilangan-bilangan real itu atau tentang
asumsi-asumsi struktural (misal, kelengkapan Cauchy) yang lazim dibuat
tentang mereka. Lebih tepatnya, objeksi itu pada keabstrakan mereka: bahkan
mempostulasikan satu bilangan real akan telah menjadi pelanggaran terhadap
nominalismeDi sisi lain, mempostulatkan entitas-entitas yang banyaknya
infinit .. bukanlah objeksi bagi nominalisme; tidak pula hal itu menjadi lebih
dapat dikeluhkan bila seseorang mempostulatkan bahwa entitas-entitas fisik
ini menaati asumsi-asumsi struktural yang beranalogi dengan yang para
platonis postulatkan untuk bilangan-bilangan real.

Seorang strukturalis meninggalkan pembedaan di atas. Baginya, suatu


bilangan real adałah suatu posisi dalam struktur bilangan real. Tidaklah
masuk akal kita mempostulatkan satu bilangan real karena tiap bilangan real
adalah bagian dari sebuah struktur yang besar. Ini seperti membayangkan
seorang penmain bola basket bertahan yang tidak terikat pada tim bola basket,
atau satu buah catur yang memainkan peran gajah ratu hitam tanpa terikat
pada sebuah permainan catur. Di manakah ia akan berdiri? Apakah langkah-
langkahnya? Seseorang tentu saja dapat mempertanyakan apakah struktur
bilangan real dicontohkan oleh suatu sistem tertentu (misalnya, sekumpulan
titik-titik fisik). Dengan demikian, seseorang dapat mencari objek-objek yang
memiliki peran-peran dari bilangan-bilangan individual, seperti halnya pada
sebuah hari pertandingan seseorang dapat mengidentifikasi pemain bola
basket yang berperan sebagai penjaga pencetak poin pihak lawan pada salah
satu tim yang bertanding, atau dalam sebuah permainan catur seseorang dapat
mengidentifikasi buah-buah catur yang merupakan gajah. Tetapi, tidaklah
masuk akal kita memikirkan bilangan-bilangan yang tidak terikat pada
struktur di mana bilangan-bilangan itu adalah salah satu bagiannya.

Field mengakui bahwa fisika nominalistiknya membuat 'asumsi-asumsi


struktural yang substansial tentang ruang-waktu, dan dia memaparkan
asumsi-asumsi ini dengan keketatan yang mengagumkan. Meski Field tidak
akan menycbutkannya seperti ini, asumsi-asumsi struktural dari ruang-

20
waktunya mencirikan suatu struktur yang sangat mirip dengan struktur R
kuadrupel-kuadrupel dari bilangan-bilangan real. Selain itu, Field
membukikan teorema-leorema tentang struktur ini. Berdasarkan pandangan
strukturalisme, dia dengan demikian terlibatkan dalam matematika, sains
struktur. Aktivitas membuktikan hal-hal tentang ruang-waktu sama jenisnya
dengan aktivitas membuktikan teorema-teorema tentang bilangan-bilangan
real. Kedua-duanya adalah studi deduktif tentang suatu struktur.

Terdapat dua pertanyaan yang saling berkaitan mengenai ontologi dari


strukturalisme. Pertanyaan pertama adalah tentang status dari struktur struktur
itu sendiri. Apakah struktur bilangan asli, struktur bilangan real, dan
sebagainya? Apakah struktur-struktur itu sendiri ada sebagai objek-objck?
Bagaimana dengan struktur-struktur dan pola-pola yang lebih nyata, seperti
suatu konfigurasi catur, suatu pertahanan bola basket, atau sebuah simfoni?
Satu kelompok perkara lainnya berkenaan dengan status dari objek-objek
matematis individual, kedudukan-kedudukan di dalam struktur-struktur itu
Apakah yang hendaknya dikatakan seorang strukturalis tentang bilangan-
bilangan, titik-titik geometrik, himpunan-himpunan, dan sebagainya?
Perkara-perkara tersebut tentu saling berkaitan dan kita perlu membahasnya
bersamaan.

Berbagai pandangan dalam literatur sangat luas yang membahas universal-


universal menentukan batasan pilihan-pilihan bagi strukturalisme, Salah satu
pandangan, yang ditelusuri ke Plato, adalah bahwa sekurang- kurangnya
heberapa universal ada mendahului dan tidak terikat pada sebarang item-item
yang menjadi contohnya. Misalnya, bahkan seandainya tidak terdapat
manusia-manusia dan tidak terdapat benda-benda merah, sifat kemanusiaan'
dan sifat kemerahan' akan tetap ada. Pandangan ini terkadang disebut
realisme ante rem, dan universal-universal yang dipikirkan secara demikian
disebut universal-universal ante rem. Universal-universal ante rem (jika
memang ada) ada mendahului (dan independen dari) objek- objek yang

21
memiliki universal-universal itu. Pada pandangan ini, 'satu-pada- banyak
seecara ontologis mendahului apa yang banyak' -nya. Oleh karena itu,ang
tidak dapat memusnahkantype bahkan jika dia menghancurkan setiap token
dari huruf ini.

Sebuah alternatif bagi realisme ante rem, yang dapat ditelusuri ke


Aristoteles, adalah bahwa universal-universal secara ontologis terikat pada
contoh-contoh mereka. Berdasarkan pandangan ini, kemerahan tidak lebih
dari apa yang sama-sama dimiliki olch semua yang berwarna merah.
Seandainya kita memusnahkan semua yang berwarna merah, maka
kemerahan itu akan pula musnah bersama ketiadaan semua yang merah tadi
Seandainya semua manusia dimusnahkan, maka tidak lagi terdapat
kemanusiaan. Universal-universal yang dipikirkan secara demikian disebut
universat-universat in re. dan pandangan aliran Aristoteles ini kadang- kadang
disebut realisme in re. Pada pendukung lazim dari pandangan ini mengakui
bahwa universal-universal ada, dalam batas-batas tertentu, tetapi mercka
membantah pandangan bahwa universal-universal memiliki eksistensi
independen dari contoh-contohnya. Ini berarti bahwa universal- universal
hanya ada dalam contoh-contohnya. Secara ontologis, dalam peristilahan di
sini, 'apa yang banyak ada lebih dahulu, dan barulah kemudian terdapat satu-
pada-banyak.

Ringkasnya, strukturalisme mengemukakan semacam relativitas mengenai


objek-objek dan eksistensi, sekurang-kurangnya dalam matematika. Objek-
objek matematis terikat pada struktur-struktur yang menyusun objek-objek
itu. Namun demikian, versi-versi yang beragam dalam strukturalisme
memiliki ontologi-ontologi yang berbeda, dan versi-versi ini menggunakan
sumber-sumber konseptual yang berbeda pula untuk menginterpretasikan
pernyataan-pernyataan matematis. Dengan demikian versi-versi yang
berbeda-beda dalam strukturalisme memiliki epistemologi epistemologi yang
berlainan.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fiksionalisme matematika atau bisa disebut sebagai fiksionalisme
adalah gagasan terbaik sebagai sebuah reaksi terhadap platonisme
matematika. Platonisme adalah (a) tinjauan yang ada tentang objek
matematika yang bersifat abstrak (yaitu objek matematika
nonspatiotemporal), dan (b) kalimat serta teori-teori matematika dimana
kita dapat memberikan gambaran yang benar tentang objek-objek.

Strukturalisme adalah sebuah faham atau pandangan yang


menyatakan bahwa semua masyarakat dan kebudayaan memilki suatu
struktur yang sama dan tetap. Strukturalisme berasal dari bahasa Inggris,
structuralism; latin struere (membangun), structura berarti bentuk
bangunan.

Pendukung-pendukung utama pandangan ini antara lain adalah Paul


Benacerraf (1965), Geoffrey Hellman 1989) Michael Resnik (1997, dan
Stewart Shapiro (1997). Slogan strukturalisme yaitu bahwa matematika
adalah sains struktur.

23
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudin, 2014. Sejarah dan Filsafat Matematika. Tersedia
https://pustaka.ut.ac.id Modul 9

Ahnaf, Tsafiq. Filsafat Ilmu Ontologi

https://www.academia.edu/36773458/Filsafat_Ilmu_Makalah_Ontologi

http://ferischa14.blogspot.com/2013/01/fiksionalisme-dalam-filsafat-
matematika_2698.html

24

Anda mungkin juga menyukai