Anda di halaman 1dari 7

Tugas Blok 29 – Eye Emergency

Natalia
E
102012391

1. Glukoma Akut: Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler
yang meningkat mendadak dan sangat tinggi
Etiologi: Dapat terjadi primer yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik
mata depan yang sempit pada kedua mata atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain.
Yang paling banyak dijumppai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.
Bentuk primer mempunyai predisposisi berupa pemakaian obat-obat midratik, berdiam lama
ditempat gelap dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi atau
subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil
dan pasca bedah intraokuler
Riwayat Klinis: Rasa sakit hebat yang menjalar ke kepala disertai muntah, mata merah dan
bengkak, tajam penglihatan sangat menurun dan melihat lingkaran-lingkaran seperti pelangi. Mata
merah, berair dan fotofobia.Pada pemeriksaan dengan lampu senter terlihat injeksi konjungtiva,
injeksi silia, kornea suram karena sembab, reaksi pupil hilang atau melambat, kadang pupil
midrasis, kedua bilik mata depan tampak dangkal pada bentuk primer, sedangkan pada bentuk
sekunder dijumpai penyakit penyebabnya. Terdapat edema epitel kornea dan kornea keruh,
sehingga kadang sulit untuk menutup mata. Pupil terdilatasi dengan bentuk oval vertikal dan tidak
reaktif. Mata kontralateral menunjukan sudut bilik mata depan dangkal.
Pemeriksaan Mata: Dilakukan pemeriksaan lapang pandang. Penilaian diskus optikus. Pada
funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan pada media refraksi. Pada perabaan, bola
mata yang sakit teraba lebih keras dibanding yang normal. Pengukuran tonometri schiotz
meunjukan peningkatan tekanan. Perimetri, gonioskopi dan tonografi dilakukan setelah edema
korea menghilang.
Diagnosis: Glukoma akut
Diagnosis Banding: Iritis Akut, Konjungtivitis Akut
Tatalaksana: Pasien diposisikan pada posisi supinasi untuk menarik lensa tertarik oleh gravitasi
menuju posterior.Tekanan intraokular harus diturunkan secepatnya dengan memberikan
asetazolamid 500 mg dilanjutkan dengan 4x250mg, beta blocker 0,25-0,5% 2x11 dan KCL 3x0,5g.
Diberikan pula tetes mata kortikosteroid seperti prednison 1% ataupun deksametason 0.1% dan
antibiotik untuk mengurangi inflamasi. Untuk bentuk yang primer diberikan pilokarpin 2% tiap 1 jam
pada mata yang sakit dan 3x1 pada mata sebelahnya. Bila perlu diberikan analgesik dan antiemetik.
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokular dan keadaan
matanya. Bila TIO etap tidak turun lakukan operasi segera, sebelumnya diberikan infus manitol 20%
300-500ml, 60 tetes/menit. Bila jelas menurun operasi dapat ditunda sampai mata tenang dan harus
tetap diantau TIOnya. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi ditentukan berdasarkan hasil
pemeriksaan gonioskopi setelah pengobatan medikamentosa. Sebagai pencegahan dapat
dilakukan iridektomi pada mata sebelahnya. Pemberian pilokarpin 2% sebanyak 1 tetes 4 kali sehari
pada mata yang sakit. Selain itu, juga diberikan prednisolon 1% sebanyak 4 kali sehari bila mata
mengalami radang akut. Obat lainnya adalah timolol 0,5% sebanyak 2 kali sehari pada mata yang
sakit dan asetazolamid oral sebanyak 250 mg (1 tablet) 4 kali sehari.
2. Ulkus kornea: Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea
Etiologi: Bakteri, jamur, virus, Acanthamoeba
Riwayat Klinis: Mata merah, sakit ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun, kadang
kotor. Pada pemeriksaan terlihat kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel. Iris
sukar dilihat akibat edema kornea dan infiltrasi sel radang pada kornea. Dapat disertai penipisan
kornea, reaksi jaringan uvea berupa flare, hipopion, hifema, dam sinekia posterior. Bila disebabkan
jamur maka infiltrat aan berwarna abu-abu dikelilingi infiltrat halus di sekitarnya (fenomena satelit).
Pemeriksaan Mata: Pemeriksaan visus dan tes flouresens
Diagnosis: Ulkus kornea
Diagnosis banding: Keratomalasia, ulkus hipersensitif stafilokokus dan infiltrat sisa benda asing
Tatalaksana: Pengobatan bertujuan menghalangi hidup bakteri dengan antibiotik dan mengurangi
reaksi radang dengan steroid. Diberikan siklopegik serta antibiotik topikal seperti gentamisin. Pasien
dirawat bila terancam terjadi perforasi, tidak dapat memeri obat sendirian bila penyakit berat
sehingga diperlukan pengobatan sistemik. Mata tidak boleh di bebat pembersihan sekret dilakukan
4 hari sekali dan berhati-hati pada glaukoma sekunder. Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi
epitelisasi dan mata terlihat tenang. Bila penyebabnya psudomonas maka pengobatan harus
ditambah 1 sampai 2 minggu. Untuk keratitis herpetik dilakukan debridemen epitel dengan aplikator
kapas, siklopegik atropin 1% dan dibalut tekan. Balut diganti setiap hari sampai defek korna
membaik biasaya 72 jam. Antiviral topikal dapat mempercepat pertumbuhan. Untuk keratitis varisela
zooster dapat diberikan asiklovir intravena atau oral 5 x 800mg dalam waktu 72 jam setelah terjadi
gejala kulit untik 10 sampai 14 hari. Bila perlu diberikan analgesik dan kortikosteroid topikal. Bila
disebabkan acathamoeba, selain debridemen epitel, diberika topikal propamidin isetionat 1 % dan
neomisin tetes atau poliheksametilen biguanid 0,01%-0,02% atau golongan imidazol.
3. Endofthalmitis
Etiologi: Infeksi kuman atau jamur setelah trauma atau bedah atau secara endogen akibat sepsis.
Bakteri yang sering menjadi penyebab adalah stafilokokus streptkokus pneumokokus dan
pseudomonas, sedangkan jamur yang sering menjadi penyebab aktinomises, aspergilus dan lain-
lain.
Riwayat klinis: Rasa sakit berat, kelopak merah, bengkak dan sukar dibuka, terdapat pus,
konjungtiva kemosis dan merah, kornea keruh, bilik mata depan keruh, kadang disertai hipopion,
tidak ada reflek merah pada pupil.
Pemeriksaan Mata: Pemeriksaan mikroskopis cairan aspirasi 0,5-1 ml cairan vitreus melalui
sklerotomi pars plana
Diagnosis: Edofthalmithis
Diagnosis Banding: Hemorraghi vitreus, cavernosus sinus thrombosis, laserasi kornea, kornea
ulserasi, ulserative keratitis, iritis uveitis
Tatalaksana: Penatalaksanaan antibiotik topikal melalui preiokular atau subkonjungtiva dan sistemik
ampisilin 2 gram/hari dan kloramfenikol 3 gram/hari. Setelah diketahui penyebabnya, antibitik
disesuaikan dengan penyebab, misalnya gentamisin untuk pseudomonas atau amfoterisin B untuk
jamur, siklopegik obat tetes mata diberikn 3 x sehari. Hati-hati pada pemberian kortikosteroid, pada
kasus yang berat dapat dilakukan vitrektomi untuk mengeluarkan organisme di dalam vitreus,
meningkatkan distribusi antibiotik dan mengeluarkan membran terbentuk yang potensial
menyebabkan ablasi, serta mengembalikan kejernihan vitreus. Bila terapi gagal dilakukan eviserasi.
Enukleasi dilakukan bila mata tenang atau ftisis bulbi. Antibiotik topikal dan sistemik ampisilin 2
gr/hari dan kloramfenikol 3 gr/hari. Antibiotik yang dapat diberikan untuk kuman stafilokok adalah
basitrasin (topikal) dan metisilin (subkonjungtiva dan IV), sedangkan untuk kuman pneumokok,
streptokok, stafilokok dan Neiseria dapat diberikan penisilin G (topikal, subkonjungtiva dan IV).
Pseudomonas dan kuman gram negatif dapat diobati dengan gentamisin, tobramisin, dan karbesilin.
Siklopegik dan kortikosteroid dapat diberikan namun dengan hati-hati.

4. Trauma tembus: Terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata
Riwayat klinis: Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata
maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti: tajam penglihatan menurun, tekanan
bola mata rendah, bilik mata dangkal, bentuk dan letak pupil yang berubah, ruptur kornea atau
sklera, terdapat jaringan yang di prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau retina,
dan konjungtiva kemotis
Pemeriksaan Mata: Pemeriksaan pada pupil untuk mendeteksi adanya defek pada pupil
aferen.Pemeriksaan akuisi visual dan pupil dilakukan pada kedua mata. Secara khusus akuisi visual
awal (kurang dari 20/200), adanya hyphema, serta pupil dan uvea yang abnormal adalah indikator
dari trauma tembus pada mata yang harus sesegera mungkin mendapat penanganan dan respon
yang cepat oleh tenaga medis. Evaluasi awal yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan akuisi
visual, lapangan pandang konfrontasional, pemeriksaan pupil, dan funduskopi mungkin dilakukan
secara eksttim karena ada penekanan yang menyebabkan ekstrusi dari isi bola mata melalui
perlukaan pada sklera maupun kornea. Tanda-tanda penetrasi yang dapat dilihat yaitu prolapsus
uvea, distorsi pupil, katarak, dan perdarahan vitreous.
Diagnosis:Trauma tembus mata
Diagnosis Banding: Ablasio retina
Tatalaksana: Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila robekan
konjungtiva ini atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan
konjungtiva lebih 1 cm diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah terjadinya granuloma. Pada
setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan sklera bersama-sama dengan
robekan konjungtiva tersebut. Bila terlihat salah satu tanda-tanda klinis diatas atau dicurigai adanya
perforasi bola mata maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup dan
segera dikirim pada dokter mata untuk dilakukan pembedahan. Pada setiap terlihat kemungkinan
trauma perforasi sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam mata dengan
membuat foto.Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotika sistemik
atau intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan. Pasien juga diberi anti tetanus
profilaktik, analgetika, dan kalau perlu penenang. Sebelum rujuk mata tidak diberi salep, karena
salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak boleh diberi steroid lokal, dan beban yang diberikan
pada mata tidak menekan bola mata.Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke
dalam bola mata.Benda asing di dalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan.Benda asing
yang bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan alat magnit raksasa. Benda yang tidak magnetik
dapat dikeluarkan vitrektomi.
Pemberian anti tetanus serum, analgetik, antibiotik topikal gentamisin 10mg ditetes setiap jam,
ceftriaxone 1 gram (IM/IV), penutupan pada mata dan perujukan segera ke dokter mata untuk
dilakukan pembedahan.
5. Trauma Kimia Alkali: Trauma oleh bahan kimia basa menyebabkan proses penyabunan membran
sel diserta dehidrasi sel. Terjad kerusakan jaringan yang menembus sampai klapisan yang lebih
dalam dengan cepat dan berlangsung terus menerus hingga kerusakan terus terjadi lama setelah
trauma. Terbentuk koagulase yang akan menambah kerusakan kolagen kornea. Bila menembus
bola mata, akan merusak retina dan berakhir dengan kebutaan. Bahan kaustik soda dapat
menembus bilik mata depan dalam waktu 7 detik
Riwayat Klinis: Mata merah, bengkak dan iritasi. Rasa sakit pada mata, penglihatan buram, sulit
membuka mata dan rasa mengganjal pada mata.
Pemeriksaan Mata: Dengan bantuan senter dan lup, dapat ditemukan kelainan yakni berupa
hiperemia konjungtiva, defek epitel kornea dan kornea dan konjungtiva, iskemia limbus kornea,
kekeruhan kornea dan lensa. Pemeriksaan visus menunjukan ada penurunan ketajaman
penglihatan. Bila tersedia dapat dilakukan tes dengan kertas lakmus untuk mengetahui zat kimia
penyebab. Bila kertas lakmus terwarnai biru, maka zat penyebab bersifat basa
Diagnosis: Trauma Kimia Alkali
Diagnosis Banding: Ablasi kornea, konjungtivitis kimia/irigatif, trauma kimia asam.
Tatalaksana: Irigasi secepatnya dengan air keran. Bila tersedia, sebaiknya dengan larutan garam
fisiologis yang isotonis minimal 15 menit, lebih ama lebih baik. Irigasi sebersih mungkin termasuk
daerah forniks dengan swab kapas. EDTA diberikan segera setelah trauma, 1 tetes tiap 5 menit
selama 2 jam selanjutnya beberapa kali sehari. Antibiotik lokal untuk mencegah infeksi seperti
gentamisin. Siklopegik 3x1 tetes per hari. Steroid secara lokal atau sistemik diberikan bila
peradanga sangat hebat dengan pemantauan ketat. Pemberian setelah 2 minggu dapat
menghambat epitilisasi. Analgesik dan anestetik topikal dapat diberikan. Pada trauma kimia dapat
diberikan juga antibiotik topikal (Gentamisisn ditetes 6-8x per jam), antibiotik oral seperti doksisiklin
dengan dosis 100mg, siklopegik, natrium askorbat 10% topikal dilarutkan dlm artifical tear, β Bloker
dan carbonic anhidrase inhibitor (Timolol maleate 0.5%, Acetazolamide 2x500mg) untuk mencegah
risiko glaukoma, dan kemudian mata ditutup untuk mengistirahatkan mata.
Rawat: Luka dikatakan ringan jika terdapat erosi epitel dan kekeruhan ringan kornea, tidak terdapat
iskemia dan m=nekrosis kornea atau konjungtiva sehingga prognosisnya baik, dikatakan sedang
jika terdapat kekeruhan kornea sehingga sukar melihat iris dan pupil secara detail, terdapat nekrosis
dan iskemia ringan konjungtiva dan kornea. Dikatakan berat jika terdapat kekeruhan kornea
sehingga pupil tidak dapt terlihat dan terdapat iskemia kornea dan sklera sehingga terlihat pucat.
Trauma Kimia Asam: Bahan kimia menyebabkan pengendapan atau penggumpalan protein
permukaan sel sehingga bila konsentrasi tidak tingg tidak akan destruktif seperti alkali. Asam
membentuk suatu sawar presipitat pada jaringan yang terkena sehingga membatasi kerusakan
lebih lanjut. Knsentrasi yang tinggi mnyebabkan kerusaka yang lebih dalam seperti trauma alkali
Riwayat Klinis: Mata merah, bengkak dan iritasi. Rasa sakit pada mata, penglihatan buram, sulit
membuka mata dan rasa mengganjal pada mata.
Pemeriksaan Mata: Dengan bantuan senter dan lup, dapat ditemukan kelainan yakni berupa
hiperemia konjungtiva, defek epitel kornea dan kornea dan konjungtiva, iskemia limbus kornea,
kekeruhan kornea dan lensa. Pemeriksaan visus menunjukan ada penurunan ketajaman
penglihatan. Bila tersedia dapat dilakukan tes dengan kertas lakmus untuk mengetahui zat kimia
penyebab. Bila kertas lakmus terwarnai merah, maka zat penyebab bersifat asam
Diagnosis: Trauma Kimia Asam
Diagnosis Banding: Ablasi kornea, konjungtivitis kimia/irigatif, trauma kimia basa.
Tatalaksana: Irigasi dengan air keran atau larutan garam fisiologis minimal 15 menit. Lebih lama
lebih baik. Irigasi seersih mungkin termasuk daerah forniks dengan menggunakan swab kapas.
Antibiotik topikal dapat diberikan untuk mencegah infeksi. Siklopegik bila terjadi ulkus kornea atau
kerusakan lebih dalam. EDTA diberikan 1 minggu setelah trauma.
6. Hifema
Riwayat Klinis: Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul
yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan
epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun.
Pemeriksaan Mata: Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata
depan, dan hifema dapat memeuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat
iridoplegia dan iridodialisis.
Diagnosis: Hifema
Diagnosis banding: Herpes simpleks keratitis, komplikasi glaukoma, xanthogranuloma juvenile.
Tatalaksana: Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur ditempat tidur yang ditinggikan 30
derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada anak yang gelisah dapat diberikan
obat penenang. Asetazolamida diberikan bila terjadi penyulit glaukoma. Biasanya hifema akan
hilang dengan sempurna.Parasintesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan di lakukan
pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema
penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.
Loagulan (asam traneksamat 500mg), antibiotic dan steroid eye drops dan penutupan pada mata.
Asetazolamid dapat diberikan bila terdapat glaukoma. Apabila pada pasien hifema terlihat tanda-
tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau tidak ada tanda-
tanda berkurangnya hifema setelah 5 hari, maka pasien dapat dirujuk untuk dilakukannya
parasentesis.
7. Korpus Allienum Konjungtiva: Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan norma
tidak ditemukan di konjungtiva dan dapat menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya kelainan ini
bersifat ringan, namun pada beberapa keadaan dapat berakibat sriusterutama pada b enda asing
yang bersifat asam atau basa dan dapat menimbulkan infeksi sekunder
Riwayat Klinis: Biasanya pasien datag dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam mata,
gejalanya dapat berupa nyeri, mata merah dan beriair, sensasi benda asing dan foto fobia
Pemeriksaan Mata: Pada pemeriksaan visus biasanya normal. Pada inspeksi ditemukan injeksi
konjuntiva tarsal atau bulbi, atau ditemukannya benda asing pada konjungtiva tarsa atau bulbi.
Diagnosis: Korpus Allienum Konjungtiva
Diagnosis banding: Konjungtivitis akut
Tatalaksana: Pengangkatan benda asing. Pertama berikan tetes mata tetrakain-HCl 2% sebanyak
1-2 tetes pada mata yang sakit. Gunakan lup dalam pengangkatan benda asing, gunakan juga lidi
kapas atau jarum suntik ukuran 23G untuk pengangkatan, arah pengambilan dilakukan dari tengah
ke tepi kemudian olehskan lidi kapas yang sudah di tambahkan povidone iodine pada tempat yang
sakit. Dapat diberi tambahan antibiotic gentamisin.
Korpus Allienum Kornea: Kopus alienum kornea adalah benda asing yang terdapat pada kornea.
Etiologi: Apabila suatu corpus alienum masuk ke dalam bola mata maka akan terjadi reaksi infeksi
yang hebat serta timbul kerusakan dari isi bola mata. Benda yang dapat masuk ke dalam mata
seperti logam, kaca, benda inert dan benda reaktif.
Riwayat Klinis: Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, sensasi benda asing, fotofobia, mata merah
dan mata berair banyak. Dalam pemeriksaan oftalmologi, ditemukan visus normal atau menurun,
adanya injeksi konjungtiva atau injeksi silar, terdapat benda asing pada bola mata, fluorescein (+).
Pemeriksaan Mata: Dilakukan pemeriksaan visus, pemeriksaan fisik mata segmen anterior dan
posterior, dan pemeriksaan radiologi orbita.
Diagnosis: Korpus allienum kornea
Diagnosis Banding: Trauma tumpul kornea
Tatalaksana: Penatalaksanaannya adalah dengan mengeluarkan benda asing tersebut dari bola
mata. Untuk mengeluarkannya diperlukan kapas lidi. Kemudian diberi antibiotik lokal, siklopegik, dan
mata dibebat dengan kassa steril dan diperban. Pemberian Pilocarpin ED 2%, Gentamisin ung 10
ml dan Tetrakain –HCL 2%.

8. Trauma Radiasi Sinar Las: Pada saat bekerja las akan banyak terdapat sinar ultra violet (UV) yang
akan segera merusak epitel kornea. Sinar UV merupakan sinar gelombang pendek yang tidak
terlihat mempunyai panjang gelombang antara 350-295nm. Sinar UV memberikan kerusakan
terbatas pada kornea sehingga kerusakan tidak akan nyata terlihat dan segera baik setelah
beberapa waktu serta tidak menetap.
Riwayat Klinis: Pasien akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa
mata sangat sakit, mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan
konjungtiva kemotik. Kornea terdapat infiltrat dan keruh disertai uji flouresein positif. Pupil miosis.
Tajam penglihatan terganggu. Dapat terjadi keratitis pada fisura palpebra akibat paparan yang
terlalu lama.
Pemeriksaan Mata: Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan tajam penglihatan (Visus),
pemeriksaan fisik mata meliputi pemeriksaan segmen anterior dan posterior, dan uji pemulasan
flouresein
Diagnosis: Trauma radiasi sinar las
Diagnosis banding: Keratitis
Tatalaksana: Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan bahan las
dengan memakai kaca mata. Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika local,
analgetik, dan mata ditutup selama 2-3 hari. Sembuh dalam 48 jam.
9. Ablatio Retina: Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris retina dari lapisan
epitel pigmen retina
Etiologi: Ablasi dapat terjadi spontan atau sekunder setelah trauma. Akibat adanya robekan pada
retina, cairan masuk ke belakang dan mendorong retina (regmatogen) atau terjadi penimbunan
eksdat dibawah retina sehigga retina terangkat (nonregmatogen) atau terdapat tarikan dari jaringan
parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksudat terjadi akibat penyakit koroid, misalnya yang
terjadi skleritis, koroiditis, tumor retro mandibula, uveitis dan toksemia gravidarum. Jaringan parut
pada badan kaca dapat disebabkan diabetes melitus proliferatif, trauma, infeksi atau pasca bedah.
Riwayat Klinis:Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti melihat pijaran api. Penglihatan
menurun secara bertahap sesuai daerah yang terkena. Penglihatan sentral akan terganggu setelah
makula terkena.
Pemeriksaan Mata: Pada funduskopi terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dan adanya
robekan retina yang berwarna merah. Paling sering ditemukan di daerah temporal superior. Bila
bola mata bergerak akan terlihat robekan retina yang bergoyang, terdapat defek aferen pupil,
tekanan bola mata rendah. Bila tekanan bola mata meningkat, berarti telah terjadi glukoma
neovaskuler pada abalasi yang lama
Diagnosis: Ablatio retina
Diagnosis banding: Ablatio retinopaty, oklusi vena sentral retina, oklusi vena perifer retina.
Tatalaksana: Dirujuk segera ke spesialis mata. Tetapi ditunjukan untuk mrnghindari robekan lebih
lanjut dengan memperhatikan penyebabnya, misal dengan fotokoagulasi laser, krioterapi, retinopexy
pneumatic, dan sebagainya. Bila terjadi akibat jaringan parut, dilakukan virektomi, scleral buckling
atau injeksi gas intraokular.

Anda mungkin juga menyukai