Askep TBC Kel 7
Askep TBC Kel 7
TBC
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh:
Kelompok 7
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan meruakan kebutuhan dasar setiap manusia. Hal ini sangat penting
dalam membantu kita untuk melakukan aktivitas kehiduapn serta rutinitas kita sehari-
hari. Melihat pentingnya hidup sehat tersebut, maka sudah semestinya kita menjaga
perilakukita dan sadar akan pentingnya hidup sehat agar terhindar dari serangan
penyakit. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum sadar
akan pentingnya hidup sehat tersebut. Mereka tidak sadar dengan penyakit tidak
menular dan penyakit menular seperti TBC. Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit
menahun, bahkan dapat seumur hidup. Setelah seseorang terinfeksi kuman
tuberkulosis, hampir 90% penderita secara klinis tidak sakit, hanya didapat test
tuberkulin positif, 10% akan sakit. Penderita yang sakit, bila tanpa pengobatan, setelah
5 tahun, 50% penderita TB paru akan mati, 25% sehat dengan pertahanan tubuh yang
baik dan 25% menjadi kronik dan infeksius (Helmia, 2010.h.9).
1.2 DEFINISI
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosi yang menyerang paru-paru dan hampir organ tubuh lainnya. Bakteri ini
dapat masuk melalui saluran pernafasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka
pada kulit. Tetapi banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi
bakteri tersebut.
1.3 ETIOLOGI
Penyebab tuberkolosis dan Mycobacterium Tubercolosis. Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan ultraviolet. Ada 2
macam Mycobacteria Tubercolosis yaitu tipe Human dan tipe Bovin. Basil tipe Bovin
berada pada susu sapi yang menderita mastitis tuberkolosis usus. Basil tipe human bisa
berada dibercak ludah (droplet) dan diudara yang berasal dari penderita TBC. Dan
orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. (Wim De Jong)
Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan
menyebar kenodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat
menyebabkan TB pada orang lain dimana infeksi laten dapat bertahan sampai
bertahun-tahun. (Petrick Davey)
Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase: (Wim De Jong)
1. Fase 1 (Fase Tuberculosis Primer)
Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan
tubuh.
2. Fase 2
3. Fase 3 (Fase Laten) :
Fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun/seumur hidup) dan reaktifitas jika
terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat ditulang panjang,
vertebra, Tuba Fallopi, Otak, Kelenjar Limfhilus, Leher dan Ginjal.
4. Fase 4: Dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar keorgan
yang lain dan yang kedua ke ginjal setelah paru.
1.4 PATOFISIOLOGI
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M.tuberculosis. Bakteri menyebar
melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk.
Perkembangan M.tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-
paru (Lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah kebagian
tubuh lain (Ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrofil dan Macrofak melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M.tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri
atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh macrofak seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa bagian tengah
dari massa tersebut disebut tubercle. Materi yang terdiri atas macrofak dan bakteri
menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannnya seperti
keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk
jaringan colagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan
menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau
bakteri yang sebelumnya tidak aktif menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle
mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa didalam bronkus.
Tubercle yang ulserasis selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.
Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tubercle, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Macrofak yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tubercle epiteloit yang dikelilingi oleh
limfosit (membutuhkan 10-20hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan
granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda,
dan kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi tubercle.
1.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi Tuberkolusis dari sistem lama:
1) Pembagian secara patologis
Tuberkolusis Primer (childhood tuberkulosis)
Tuberkulosis post-primer (Adult tuberkulosis)
2) Pembagian secara aktifitas radiologi tuberkulosis paru (Koch Pulmonum) aktif,
nonaktif dan quaescent (bentuk aktif yang menyembuh)
3) Pembagian secara radiologis (luas lesi)
Tuberkulosis minimal
Moderately advanced tuberkolusis
Far advanced tuberkolusis
Klasifikasi menurut american toracic sosiety :
1) Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin
2) Kategori 1 : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak
positif, tes tuberculin negatif.
3) Kategori 2 : Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis
dan sputum negatif.
4) Kategori 3 : Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
1) Tuberkolusis paru
2) Bekas tuberkolusis paru
3) Tuberkolusis paru tersangka, yang terbagi dalam :
TB tersangka yang diobati : sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda lain positif.
TB tersangka yang tidak diobati : sputum BTA (-) dan tanda-tanda lain juga
meragukan.
Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu: (Sudoyo Aru)
1) Kategori 1, ditujukan terhadap :
Kasus baru dengan sputum positif
Kasus baru dengan bentuk TB berat
2) Kategori 2, ditujukan terhadap :
Kasus kambuh
Kasus gagal dengan sputum BTA (+)
3) Kategori 3, ditujukan terhadap :
Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas
Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut kategori
4) Kategori 4, ditujukan terhadap TB kronik
1.8 PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan
4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
1. Obat anti Tuberkulosis (OAT)
a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :
-Rifampisin
Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3x/ minggu atau
BB>60kg : 600 mg
BB40-60kg : 450 mg
BB<40kg : 300 mg
Dosis intermiten 600mg/kali
- INH
dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3 kali seminggu, 15 mg/kg BB 2 kali
seminggu atau 300 mg/hari
Untuk dewasa. Intermiten : 600 mg/kali
-pirazinamid
Dosis fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 kali seminggu, 50 mg/kg BB 2 kali seminggu
atau
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
-streptomisin
Dosis 15 mg/kg BB atau
BB 40-60 : 750 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermuten 40 mg/kgBB/kali
b. Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination) , kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
- Empat obat antituberkulosis dalan satu tablet, yaitu rifamsipin 150 mg, isoniazid 75 mg,
pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
- tiga obat antituberkulosis dalan satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan
pirazanamid 400 mg
- kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita
hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat
menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah
digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.
C. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
- kanasimin
- kuinolon
- obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amoksilin, +asam klavulanat.
- derivat rifampisin dan INH
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang
terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat
simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
Sembuh tanpa
Pengeluaran zat pirogen Tumbuh dan berkembang di
pengobatan sitoplasma makrofag
Mempengaruhi
hipothalamus Sarang primer/afek primer
(fokus ghon)
Mempengaruhi sel point
Hipertermi
Batuk produktif
(batuk terus
menerus)
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
BAB II
2.2 Pengkajian
a. Keluhana utama
Pasien dengan TB paru sering mengeluh batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri
dada dan demam.
b. Riwayat penyakit sekarang
Agar memudahkan perawat mengkaji keluhan sesak napas maka dapat dibedakan
sesuai tingkat klasifikasi sesak. Pengkajian menggunakan PQRST dapat lebih
memudahkan perawat dalam melengkap pengkajian
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberculosis dari
orang lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru
seperti diabetes mellitus. Tanyakan obat-obat yang biasa diminum dan relevan, obat-
obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang terjadi di
masa lalu. Kaji lebih dalam tentag seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam
enam bulan terakhir. Penuruan BB pada klien TB paru berhubungan erat dengan
proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering
disebabkan karena meminum OAT
d. Pola sehari-hari
Pola nutrisi pada klien TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun, pola eliminasi klien Tb paru tidak mengalami perubahan atau kesuliatan
dalam miksi maupun defekasi, pola aktivitas dengan adanya batuk, sesak nafas dan
nyeri dada akan mengganggu aktivitas, pola istirahat dengan adanya sesak nafas
dan nyeri dada pada penderita Tb paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan
tidur dan istirahat. (Marilyn. E. Doegoes, 1999)
b. Tanda-tanda Vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien TB paru biasanya didapatkan
peningkatan suhu ubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkst, apabila
disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dnegan peningkatan
suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengaan
adanya penyakit penyulit seperti hipertensi
c. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
a). Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b). Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas
yang tertinggal, suara napas melemah. (Purnawan Junadi DKK, th
1982, hal 213)
Palpasi : Fremitus suara meningkat. (Hood Alsogaff, 1995. Hal 80)
Perkusi : Suara ketok redup. (Soeparman, DR. Dr. 1998. Hal 718)
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring. (Purnawan. J. dkk, 1982, DR. Dr. Soeparman, 1998. Hal
718)
c). Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d). Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras. (DR.Dr.
Soeparman, 1998. Hal 718)
e). Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun. (DR.Dr.
Soeparman, 1998. Hal 718)
f). Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan. (Hood Al Sagaff, 1995. Hal 87)
g). Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h). Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
2.6 Intervensi
napas
Respiratory status : Airway suction
Infeksi menunjukan
peningkatan
gunakan teknik
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan napas
buatan
perlu
Lakukan fisioterapi
Keluarkan secret
dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara
napas, catat
adanya suara
tambahan
Lakukan suction
pada mayo
Berikan
bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab
NaCl lembab
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
Monitor respirasi
dan status O2
mengoptimalkan
keseimbangan
status O2
Respiratory
Monitoring
- monitor rata-rata
kedalaman, irama
usaha respirasi
- catat pergerakan
dada, amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostals
- monitar suara
napas, seperti
dengkur
- monitor suara
napas, seperti
dengkur
- monitor pola
napas : bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi,
Monitor kelelahan
diafragma (
gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara
penurunan /tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi
utama
untuk mengetahui
hasilmya
BAB II
KESIMPULAN
Huda Nurarif Amin, Kusuma Hardhi ,2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction.
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta :
Salemba Medika.
http://indonesiannursing.com/asuhan-keperawatan-klien-tuberkulosistbc/