Disusun oleh :
LUTFIANA NOOR
(17.0445.N)
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2010, proporsi kematian
akibat penyakit tidak menular semakin meningkat, Gagal ginjal merupakan
salah satu penyakit tidak menular, dimana terjadi penurunan fungsi ginjal
secara akut (kambuhan) maupun kronis (menahun). Penyebab awal dapat
berupa dehidrasi (kurang minum) yang membuat tubuh rawankena infeksi
saluran kemih, dan kemudian dapat berkembang menjadi infeksi ginjal.
Radang kronis pada penyaring ginjal (glomerulonefritis), batu ginjal, dan
batu saluran kemih yang kurang mendapat perhatian dan obat-obatan
(modern maupun tradisional) yang dikonsumsi dalam jangka waktu lama
dapat pula membebani kerja ginjal (Hermawan, 2010).
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen
lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan
dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam 2006). Centers Disease
Control (CDC) melaporkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1999-2004
terdapat 16.8% dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun, mengalami
penyakit ginjal kronis (PGK). Persentase ini meningkat bila dibandingkan
data pada 6 tahun sebelumnya, yakni 14.5%. Insiden ini diperkirakan
sekitar 40-60 kasus per juta penduduk per tahun di negara-negara
berkembang.
Laporan The United States Renal Data System (USRDS) pada
tahun 2007 menunjukan adanya peningkatan populasi penderita dengan
ESRD di Amerika Serikat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru
gagal ginjal setiap tahunnya. Di Negara berkembang seperti Indonesia
insiden penyakit gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 40 sampai 60
kasus setiap tahunnya. Menurut data dari Persatuan Nefrologi
Indonesia (Perneftri), diperkirakan terdapat 70.000 penderita gagal
ginjal di Indonesia. Angka ini diperkirakan terus meningkat dengan
angka pertumbuhan sekitar 10% setiap tahun. (Suwitra, 2007).
Sebagian besar pasien gagal ginjal kronik (GGK) harus
menjalani program terapi simtomatik untuk mencegah atau mengurangi
populasi gagal ginjal terminal (GGT). Cara yang umum dan paling
sering dipergunakan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia adalah
dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi sebagai
ginjal buatan. Dari 70.000 pasien gagal ginjal kronik di Indonesia, yang
terdeteksi menderita gagal ginjal kronik tahap terminal yang menjalani
hemodialisa hanya 4000 sampai 5000 pasien atau dengan kata lain 5,7 %
sampai 7,1% dari total seluruh penderita gagal ginjal (Soedarsono, 2004).
Namun demikian, menurut Mufliani (2009) jumlah pasien gagal ginjal
kronik yang melakukan hemodialisa jumlahnya terus meningkat 5%
sampai 10% setiap tahun.
Hemodialisa (HD) adalah suatu prosedur dimana darah keluar dari
tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut
dialiser. Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung banyaknya fungsi
ginjal yang tersisa, rata-rata penderita menjalani dua sampai tiga kali
dalam seminggu, sedangkan lama pelaksanaan hemodialisa paling sedikit
empat sampai lima jam setiap sekali tindakan terapi. Penderita yang telah
menjalani hemodilisa akan terus menerus melakukan hemodialisa secara
rutin untuk menyambung hidupnya (Brunner dan Suddarth, 2002).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Disusun sebagai salah satu tugas dari praktek klinik profesi ners stase
henodialisa. Diharapkan setelah membaca ini mahasiswa dapat
mengetahui lebih dalam tentang asuhan keperawatan pada klien gagal
ginjal kronis dengan batu ginjal.
2. Tujuan Untuk Mahasiswa
Diharapakan setelah membaca ini mahasiswa dapat :
a. Mengetahui apa saja pengkajian yang dilakukan pada klien dengan
gagal ginjal kronis dengan batu ginjal
b. Mengetahui mengetahui diagnosa keperawatan yang muncul
berdasarkan manifestasi klinis dari gagal ginjal kronis dengan batu
ginjal
c. Mengetahui intervensi ,implementasi dan evaluasi keperawatan pada
klien dengan gagal ginjal kronis dengan batu ginjal berdasarkan
diagnosa keperawatan
3. Tujuan Untuk Pasien
Tujuan untuk pasien adalah agar pasien mengetahui bagaimana cara
penanganan penyakit gagal ginjal kronis serta perawatannya.
BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu ( Barbara C Long,
2006).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Smeltzer & Bare, 2002).
D. PATHWAYS
Terlampir
E. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis pada penyakit gagal ginjal kronis menurut (Corwin, 2009)
yakni:
1. Pada gagal ginjal stadium 1, tidak tampak gejala-gejala klinis.
2. Seiring dengan perburukan penyakit, penurunan pembentukan
eritropoietin menyebabkan keletihan kronis dan muncul tanda-tanda
awal hipoksia jaringan dan gangguan kardiovaskular.
3. Dapat timbul poliuria (peningkatan pengeluaran urine) karena ginjal
tidak mampu memekatkan urine seiring dengan perburukan penyakit.
4. Pada gagal ginjal stadium akhir, pengeluaran urine turun akibat GFR
rendah.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Sudoyo et al (2009) pemeriksaan penunjang pada penyakit gagal
ginjal kronis adalah :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)
b. Pemeriksaan Urin
Warna, PH, Berat Jenis, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate.
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
H. KOMPLIKASI
1. Pada ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan elektrolit,
asidosis metabolic, azotemia, dan uremia.
2. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolic memburuk, yang secara mencolok
merangsang kecepatan pernapasan.
3. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremik, dan
pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
4. Penurunan pembentukkan eritopoietin dapat menyebabkan sindrom
anemia kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit
kardiovaskuler, dan penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas.
5. Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
6. Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian
(Corwin, 2009)
I. PENGKAJIAN
Pengkajian dasar pada pasien dengan gagal ginjal kronik menurut
Doengoes (2002) yaitu :
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem,kelemahan,malaise gangguan tidur
(insomnia/gelisah/samnolen)
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2) Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi lama atau berat palpitasi, nyeri dada
(angina)
Tanda: hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema jaringan umumdan pittin
di kaki, telapak tangandisritmia jantung nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik menunjukkan hipovolemiam yang jarang pada penyakit
tahap akhir friction rub pericardial (respon terhadap akumulasi sisa)
pucat, kulit coklat kehijauan, kuning kecenderunngan perdarahan
3) Integritas Ego
Gejala: faktor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya
perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian
4) Eliminasi
Gejala: penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap akhir)
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda: perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan Oliguria, dapat menjadi anuria
5) Makanan/Cairan
Gejala: peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri uluhati, mual/muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut(pernapasan amonia) penggunaan diuretikTanda:
distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir) perubahan
turgor kulit/kelembaban edema (umum, tergantung) ulserasi gusi,
perdarahan gusi/lidah penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga
6) Neurosensori
Gejala: sakit kepala, penglihatan kabur kram otot/kejang: sindrom
“kaki gelisah” kebas rasa terbakar pada telapak kaki kebas/kesemutan
dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
J. Diagnosa Keperawatan
K. Perencanaan Keperawatan
reaksi antigen arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan iritasi / cidera
antibodi kasar jaringan
suplai darah ginjal turun
menekan saraf hematuria
perifer
anemia
nyeri pinggang
GFR turun
GGK
sindrom uremia urokrom total CES naik resiko suplai nutrisi dalam produksi Hb turun
tertimbun di kulit gangguan nutrisi darah turun
resiko gangguan infeksi perdarahan beban jantung naik aliran darah ginjal suplai O2 suplai O2 ke
nutrisi turun jaringan turun otak turun kapiler paru naik
gastritis
- hematemesis hipertrofi ventrikel kiri
- melena RAA turun metab. anaerob syncope edema paru
mual,
(kehilangan
muntah retensi Na & H2O timb. as. laktat
anemia kesadaran)
naik naik gang. pertukaran gas