Anda di halaman 1dari 7

KONTROL PERNAFASAN

Posted by ida simanjuntak ⋅ Februari 11, 2010 ⋅ 7 Komentar

Pendahuluan

Respirasi dalam pengertian sebenarnya adalah pertukaran gas, dimana O2 yang dibutuhkan untuk
metabolisme sel masuk ke dalam tubuh dan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme tersebut
dikeluarkan dari tubuh melalui paru (Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, 2001) Agar terjadi
pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha kerja pernapasan.

Pengendalian dan pengaturan pernapasan dilakukan oleh sistem persyarafan, mekanisme kimia,
dan mekanisme non kimia (Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 2008). Sistem syaraf secara normal
mengatur kecepatan ventilasi alveolus hampir sama dengan permintaan tubuh, sehingga tekanan
O2 darah arteri (PO2) dan tekanan CO2 (PCO2) hampir tidak berubah bahkan selama latihan
sedang sampai berat dan kebanyakan stress pernapasan lainnya (Fisiologi Kedokteran, 2005).

1. Pengendalian Pernapasan Oleh Sistem Persarafan

Pengaturan pernapasan oleh persarafan dilakukan oleh korteks cerebri, medulla oblongata, dan
pons.

a. Korteks Cerebri

Berperan dalam pengaturan pernapasan yang bersifat volunter sehingga memungkinkan kita
dapat mengatur napas dan menahan napas. Misalnya pada saat bicara atau makan.

b. Medulla oblongata

Terletak pada batang otak, berperan dalam pernapasan automatik atau spontan. Pada kedua
oblongata terdapat dua kelompok neuron yaitu Dorsal Respiratory Group (DRG) yang terletak
pada bagian dorsal medulla dan Ventral Respiratory Group (VRG) yang terletak pada ventral
lateral medula. Kedua kelompok neuron ini berperan dalam pengaturan irama pernapasan. DRG
terdiri dari neuron yang mengatur serabut lower motor neuron yang mensyarafi otot-otot
inspirasi seperti otot intercosta interna dan diafragma untuk gerakan inspirasi dan sebagian kecil
neuron akan berjalan ke kelompok ventral. Pada saat pernapasan kuat, terjadi peningkatan
aktivitas neuron di DRG yang kemudian menstimulasi untuk mengaktifkan otot-otot asesoris
inspirasi, setelah inspirasi selesai secara otomatis terjadi ekspirasi dengan menstimulasi otot-otot
asesoris.

Kelompol ventral (VRG) terdiri dari neuron inspirasi dan neuron ekspirasi. Pada saat pernafasan
tenang atau normal kelompok ventral tidak aktif, tetapi jika kebutuhan ventilasi meningkat,
neuron inspirasi pada kelompok ventral diaktifkan melalui rangsangan kelompok dorsal. Impuls
dari neuron inspirasi kelompok ventral akan merangsang motor neuron yang mensyarafi otot
inspirasi tambahan melalui N IX dan N X. Impuls dari neuron ekspirasi kelompok ventral akan
menyebabkan kontraksi otot-otot ekspirasi untuk ekspirasi aktif.

c. Pons

Pada pons terdapat 2 pusat pernapasan yaitu pusat apneutik dan pusat pnumotaksis. Pusat
apneutik terletak di formasio retikularis pons bagian bawah. Fungsi pusat apneutik adalah untuk
mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi dengan cara mengirimkan rangsangan
impuls pada area inspirasi dan menghambat ekspirasi. Sedangkan pusat pneumotaksis terletak di
pons bagian atas. Impuls dari pusat pneumotaksis adalah membatasi durasi inspirasi, tetapi
meningkatkan frekuensi respirasi sehingga irama respirasi menjadi halus dan teratur, proses
inspirasi dan ekspirasi berjalan secara teratur pula.

2. Kendali Kimia

Banyak faktor yang mempengaruhi laju dan kedalaman pernapasan yang sudah diset oleh pusat
pernapasan, yaitu adanya perubahan kadar oksigen, karbon dioksida dan ion hidrogen dalam
darah arteri. Perubahan tersebut menimbulkan perubahan kimia dan menimbulkan respon dari
sensor yang disebut kemoreseptor. Ada 2 jenis kemoreseptor, yaitu kemoreseptor pusat yang
berada di medulla dan kemoreseptor perifer yang berada di badan aorta dan karotid pada sistem
arteri.

a. Kemoreseptor pusat, dirangsang oleh peningkatan kadar karbon dioksida dalam darah arteri,
cairan serebrospinal peningkatan ion hidrogen dengan merespon peningkatan frekuensi dan
kedalaman pernapasan.

b. Kemoreseptor perifer, reseptor kimia ini peka terhadap perubahan konsentrasi oksigen, karbon
dioksida dan ion hidrogen. Misalnya adanya penurunan oksigen, peningkatan karbon dioksida
dan peningkatan ion hidrogen maka pernapasan menjadi meningkat.

3. Pengaturan Oleh Mekanisme Non Kimiawi

Beberapa faktor non kimiawi yang mempengaruhi pengatuan pernapasan di antaranya : pengaruh
baroreseptor, peningkatan suhu tubuh, hormon epineprin, refleks hering-breuer.

a. Baroreseptor, berada pada sinus kortikus, arkus aorta atrium, ventrikel dan pembuluh darah
besar. Baroreseptor berespon terhadap perubahan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah
arteri akan menghambat respirasi, menurunnya tekanan darah arteri dibawah tekanan arteri rata-
rata akan menstimulasi pernapasan.

b. Peningkatan suhu tubuh, misalnya karena demam atau olahraga maka secara otomatis tubuh
akan mengeluarkan kelebihan panas tubuh dengan cara meningkatkan ventilasi.

c. Hormon epinephrin, peningkatan hormon epinephrin akan meningkatkan rangsangan


simpatis yang juga akan merangsang pusat respirasi untuk meningkatkan ventilasi.
d. Refleks hering-breuer, yaitu refleks hambatan inspirasi dan ekspirasi. Pada saat inspirasi
mencapai batas tertentu terjadi stimulasi pada reseptor regangan dalam otot polos paru untuk
menghambat aktifitas neuron inspirasi. Dengan demikian refleks ini mencegah terjadinya
overinflasi paru-paru saat aktifitas berat.
Kontrol Sistem Respirasi
Sandurezu サンデゥレズ / February 27, 2010

Rate This

Sistem pernafasan manusia merupakan suatu susunan yang sangat kompleks. Mulai dari alat
tubuh yang dipergunakan dalam bernapas maupun dari segi bagaimana ia dapat bekerja secara
optimal. Allah swt telah menciptakan susunan ini dengan begitu sempurna, tiada cacat
sedikitpun. Setiap sel dan jaringan yang menyusunnya memiliki fungsi dan peranannya
tersendiri. Strukturnya yang begitu rumit menjadikan sistem ini begitu istimewa untuk menopang
kehidupan kita para manusia.

Untuk mengkaji lebih jauh mengenai bagaimana kita bisa bernapas, berikut ini ada secuil ilmu
pengetahuan yang bisa kita bagi bersama. Kebetulan materi ini aku dapat dari pembelajaranku di
Fakultas Kedokteran UNAND blok 2 semester pertama. Walau tidak begitu sempurna,
setidaknya ada sedikit ilmu yang bisa kita diskusikan bersama.

Fisiologi Pernapasan

Paru-paru bekerja secara otonom, maksudnya tidak ada yang mempengaruhi aktifitasnya, atau
bekerja dengan kehendak sendiri/ otomatis. Kemampuan otonom yang dimiliki paru adalah
sekitar 14-16 kali pernapasan permenit. 1 kali pernapasan = 1 x inspirasi + 1 x ekspirasi.
Pola napas pada saat tubuh menjalani exercise tidak bisa dipertahankan secara otonom karena
tubuh kala itu butuh pasokan oksigen lebih banyak dari biasanya, sehingga harus dibantu dengan
faktor lain.
Secara umum, sistem kontrol respirasi diambil alih oleh kerja sistem saraf pusat di bagian
bilateral medula oblongata dan pons pada batang otak. Daerah ini dibagi menjadi 3 kelompok
neuron utama :

1. Kelompok pernapasan dorsal, terletak di bagian dorsal (belakang) medula yang


terutama menyebabkan inspirasi.
2. Kelompok pernapasan ventral, terletak di ventrolateral (depan samping) medula, yang
terutama menyebabkan inspirasi dan ekspirasi yang lebih dalam.
3. Pusat pneumotaksik, terletak di sebelah dorsal bagian superior pons, tepatnya di sebelah
dorsal nuklous parabrakialis pada pons bagian atas, yang terutama mengatur kecepatan
dan kedalaman napas.

Adalagi yang namanya saraf-saraf sensoris yang mendeteksi paru. Perlu diingat bahwa saraf-
saraf sensoris ini berujung sebagai reseptor, seperti kemoreseptor perifer, baroreseptor dan
reseptor2 lainnya di dalam paru. Nanti kumpulan reseptor-reseptor ini akan bergabung menjadi
nucleus traktus solitarius yakni ujung akhir dari saraf sensoris pernapasan yang terdapat pada
nervus vagus dan nervus glosofaringeus. Pada akhirnya kedua nervus ini akan berhubungan
dengan kelompok pernapasan bagian dorsal. Melalui ini, mekanisme penghantaran informasi dari
paru ke pusat respirasi bagian dorsal bisa berlangsung.

Pernapasan Normal

Pada pernapasan biasa, pusat saraf dorsal akan melepaskan sinyal inspirasi ritimis (yang teratur).
Kalau di guyton disebutkan bahwa pelepasan sinyal2 inspirasi ritmis ini belum diketahui
penyebabnya. Sinyal inspirasi yang dilepaskannya ini berupa sinyal yang landai (ramp signal),
gunanya supaya inspirasi kita itu terjadi secara perlahan dan dapat meningkatkan volume paru
dengan mantap, sehingga kita tidak bernapas terengah-engah. Perlu diingat lagi bahwa sinyal-
sinyal ini akan dihantarkan ke paru dan otot2 diafragma melalui saraf2 motorik pernapasan.

Setelah pusat dorsal melepaskan sinyal inspirasi yang landai tersebut, pusat pneumotaksik akan
mentransmisikan sinyal ke area inspirasi. Efek utama di sini adalah mengatur titik “penghentian”
inspirasi landai, dengan demikian mengatur lamanya proses inspirasi. Kalau sinyal pneumotaksik
ini kuat, inspirasi dapat berlangsung hanya dalam 0,5 detik, akibatnya volume inspirasi juga
sedikit; kalau sinyal pneumotaksik ini lemah, inspirasi dapat berlangsung terus selama 5 detik
bahkan bisa lebih, akibatnya volume inspirasi menjadi banyak sekali.

Nah, kalau sinyal inspirasi landai itu telah berhenti, maka paru secara otomatis akan mengalami
fase ekspirasi. Paru-paru kita mempunyai suatu sifat istimewa yakni elastis dan punya daya
lenting. Jadi ekspirasi ini terjadi sebagai imbas dari inspirasi, dimana disini udara yang keluar
tentunya telah bertukar dengan CO2. Tegasnya, ekspirasi tenang yang normal, murni disebabkan
akibat sifat elastis daya lenting paru dan rangka toraks. (guyton hal.540)

Pernapasan yg Lebih Dalam


Nah, kalau kita bernapas lebih dalam, disini baru terjadi peranan dari kelompok saraf pernapasan
bagian ventral. Sedangkan pada pernapasan tenang yang normal, kelompok saraf ventral ini
inaktif. Bila rangsangan pernapasan guna meningkatkan ventilasi paru menjadi lebih besar dari
normal, sinyal respirasi yang berasal dari mekanisme getaran dasar di area pernapasan dorsal
akan tercurah ke neuron pernapasan ventral. Akibatnya, area pernapasan ventral turut membantu
merangsang pernapasan ekstra. Rangsangan area ventral ini berupa rangsangan listrik yang
menyebabkan inspirasi dan juga ekspirasi. Tetapi yang paling penting disini adalah sinyal untuk
ekspirasi, karena sinyal2 ini langsung dihantarkan dengan kuat ke otot-otot abdomen selama
ekspirasi yang sangat sulit. Intinya, pernapasan ventral ini gunanya sebagai pendorong bila
dibutuhkan ventilasi paru yang lebih besar, khususnya selama latihan fisik berat.

Pembatasan sinyal inspirasi oleh refleks Hering-Breuer

Selain sinyal pusat pneumotaksik, masih ada sinyal-sinyal saraf sensoris yang berasal dari paru
untuk membantu mengatur pernapasan. Yang paling penting adalah yang terletak di bagian otot
dinding bronkus dan bronkiolus seluruh paru, yaitu reseptor regang, yang menjalarkan sinyal
melalui nervus vagus ke kelompok neuron pernapasan dorsal apabila paru-paru menjadi sangat
teregang akibat inspirasi terlalu lama. Sinyal ini akan “menghentikan” inspirasi landai yang
dilepaskan oleh pusat pernapasan dorsal tadi. (kurang lebih mekanisme penghentiannya mirip
dengan penghentian oleh sinyal pusat penumotaksik). Ini disebut refleks inflasi Hering-Breuer.
Refleks ini juga ikut meningkatkan kecepatan pernapasan, sama halnya dg sinyal pneumotaksik.
[an baca di gayton, refleks ini kemungkinan tidak diaktifkan sampai volume tidal meningkat dari
3 kali normal, jadi refleks ini terutama muncul sebagai mekanisme protektif untuk mencegah
inflasi (peregangan) paru yang berlebihan daripada yang dibutuhkan biasanya.]

Pengaturan kimiawi CO2 dan H+ di area kemosensitif

 Di dekat medula oblongata, tepatnya 0,2 mm di bilateral (samping) area pernapasan


ventral, ada suatu area neuron yang sangat sensitif dengan perubahan konsentrasi CO2
ataupun ion H+ dalam darah. Area ini disebut area kemosensitif. Area ini bakal
merangsang bagian lain dalam pusat pernapasan.
 Apabila suatu saat konsentrasi CO2 dan H+ yang dihasilkan jaringan otak meningkat, ia
akan berdifusi ke dalam sawar darah otak. Perlu diingat, bahwa sawar darah di otak ini
punya dinding yang khusus, dimana ia hanya mengizinkan zat-zat tertentu untuk lewat.
(semacam benteng pertahanan, yang lebih dikenal dengan Blood Brain Barrier/ BBB).
Nah, CO2 ini sangat permeable terhadap BBB tsb, namun tidak permeable sama sekali
terhadap ion H+, sehingga yang mudah berdifusi ke sawar darah otak adalah CO2.
 Sawar darah otak ini juga dilengkapi dengan neuron-neuron kemosensitif yang bakal
mendeteksi perubahan konsentrasi CO2 dalam sawar darah. CO2 di dalam sawar darah
otak ini bakal bereaksi dengan air membentuk ion H+ dan asam HCO3-. Nah, H+ yang
dihasilkan melalui reaksi inilah yang sebenarnya lebih merangsang area kemosensitif
melalui neuron2 kemosensitif tadi. Apabila area kemosenstif ini terangsang, maka pusat
pernapasan lainnya ikut terangsang dan pola napas pun mengalami perubahan.

Kemoreseptor Perifer
 Di luar otak, ternyata juga terdapat sistem kemoreseptor tersendiri yang juga turut andil
dalam pengaturan pernapasan. Kemoreseptor di luar otak ini disebut kemoreseptor
perifer. Fungsinya yang terpenting adalah untuk mendeteksi perubahan oksigen dalam
darah walaupun respetor ini juga sedikit berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi
CO2 dan H+ di dalam darah.
 Sebagian besar kemoreseptor ini terletak di badan karotis (karotic body) dan di badan
aorta (aortic body). Karotic body terletak di bilateral pada percabangan arteri karotis
komunis. Serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus Hering ke nervus
glosofaringeus dan kemudian ke area pernapasan dorsal di medula oblongata. Sedangkan
aortic body terletak di sepanjang arkus aorta; dimana serabut saraf aferennya berjalan
melalui nervus vagus, juga ke area pernapasan dorsal di medula oblongata.
 Reseptor ini akan mendeteksi perubahan kadar O2, CO2 dan ion H+. Misalkan apabila
kadar O2 dalam arteri menurun, kemoreseptor perifer ini menjadi sangat terangsang.
Singkatnya, ia bakal mengirimkan impuls ke pusat pernapasan untuk meningkatkan
frekuensi napas.

Tambahan

 Cerebrum / otak juga bisa mengeksitasi otot rangka untuk membantu mekanisme
pernapasan. Dimana di cerebrum bakal terkumpul kumpulan saraf-saraf motorik ke otot2
pernafasan untuk ikut berkontraksi. Impuls dari dan ke cerebrum dikirim melalui medula
spinalis di bawah medula oblongata.
 Di alveolus juga terdapat reseptor mekanik khusus yang mendeteksi udem pada alveolus
itu sendiri, reseptor ini dikenal dengan mekanoreseptor.
 Apabila fungsi fisiologis paru tidak berjalan akibat alveoli yang kolaps, (misalkan jika
kemasukan air) maka alveoli harus segera diregang dengan cara diberi napas buatan yang
dihembuskan lewat mulut sehingga alveoli dapat kembali berfungsi normal. Disini
berperan berbagai macam reseptor di paru yang akan mengirimkan impuls ke pusat saraf
supaya mekanisme respirasi kembali berlanjut.
 Suhu tidak secara langsung mempengaruhi pola napas –> biasanya diatur oleh aktifitas
jantung.

Anda mungkin juga menyukai