Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN MANAJEMEN BENCANA

LAPORAN PRAKTEK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN


MANAJEMEN BENCANA

Disusun oleh :
1. Fuji Nugraha (P17320317052)
2. Yudha Fauza W (P17320317060)
3. Kendyta Aprilia P (P17320317061)
4. Mahalika Nurazizah (P17320317064)
5. Trisna Wardani (P17320317066)
6. Cinthia Sherin N (P17320317068)
7. Henny Haryati (P17320317092)

TK. II B

POLITEKNIK KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN BANDUNG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BOGOR
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya, penulis telah menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul
“Simulasi Bencana Gempa Bumi Desa Cikotok: Tim Pertolongan Rumah Sakit Lapangan”. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan, akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Karenanya, penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga bantuan
dari semua pihak mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Untuk itu penulis
harapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah yang akan datang. Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian. Atas perhatiannya
penulis mengucapkan terima kasih.

Bogor, 05 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................................. 2
C. Manfaat ........................................................................................................... 2
BAB II MANAJEMEN BENCANA ..................................................................... 3
A. Gambaran Umum Lokasi Bencana..................................................................3
1 Gambaran Umum Lokasi Bencana Simulasi .............................................. 3
2 Gambaran Umum Lokasi Bencana Cipaku ................................................. 3
3 Gambaran Umum Lokasi Bencana Cisolok ............................................... 3
B. Jenis Bencana ..................................................................................................4
1 Jenis Bencana Simulasi .............................................................................. 4
2 Jenis Bencana Cipaku .................................................................................. 4
3 Jenis Bencana Cisolok ................................................................................ 4
C. Kelompok Rentan ........................................................................................... 5
1 Kelompok Rentan Cipaku .......................................................................... 5
2 Kelompok Rentan Cisolok .......................................................................... 7
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 10
A. Gambaran Proporsi Masalah ......................................................................... 10
1 Gambaran Proporsi Masalah Simulasi ..................................................... 10
2 Gambaran Proporsi Masalah Cipaku ......................................................... 11
3 Gambaran Proporsi Masalah Cisolok ....................................................... 11
B. Tindakan yang Dilakukan .............................................................................. 11
1 Tindakan yang Dilakukan Simulasi .......................................................... 11
2 Tindakan yang Dilakukan Cipaku ............................................................. 12
3 Tindakan yang Dilakukan Cisolok ........................................................... 12
C. Ketidaksesuaian ............................................................................................. 13
1 Ketidaksesuaian Simulasi ......................................................................... 13

ii
2 Ketidaksesuaian Cipaku ............................................................................ 13
3 Ketidaksesuaian Cisolok .......................................................................... 13
D. Faktor Pendukung.......................................................................................... 13
1 Faktor Pendukung Simulasi ...................................................................... 13
2 Faktor Pendukung Cipaku ......................................................................... 14
3 Faktor Pendukung Cisolok ....................................................................... 14
E. Faktor Penghambat ........................................................................................ 14
1 Faktor Penghambat Simulasi .................................................................... 14
2 Faktor Penghambat Cipaku ....................................................................... 14
3 Faktor Penghambat Cisolok ..................................................................... 15
F. Solusi atau Rencana Tindak Lanjut ............................................................... 15
1 Solusi atau Rencana Tindak Lanjut Simulasi ........................................... 15
2 Solusi atau Rencana Tindak Lanjut Cipaku .............................................. 15
3 Solusi atau Rencana Tindak Lanjut Cisolok ............................................ 15
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 16
A. Kesimpulan.................................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN PRAKTEK SIMULASI
LAMPIRAN PRAKTEK BENCANA CIPAKU
LAMPIRAN PRAKTEK BENCANA CISOLOK

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang No. 24 tahun 2007 mengartikan bencana sebagai suatu peristiwa luar
biasa yang mengganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan yang dapat disebabkan
oleh alam ataupun manusia, ataupun keduanya (Toha, 2007). Untuk menurunkan dampak yang
ditimbulkan akibat bencana, dibutuhkan dukungan berbagai pihak termasuk keterlibatan
perawat. Perawat sebagai tenaga kesehatan hendaknya berada di lini terdepan dalam
penanganan bencana di Indonesia (Chan, Chan, Cheng, Fung, Lai, Leung, Leung, Li, Yip,
Pang, 2010). Peran perawat dapat dimulai sejak tahap mitigasi (pencegahan), tanggap darurat
bencana dalam fase prehospital dan hospital, hingga tahap recovery.
Namun sejauh ini, tidak hanya di Indonesia di negara-negara lain juga dihadapkan pada
kondisi kurangnya peran perawat dalam respon terhadap penanganan bencana. Sehingga
diperlukan suatu pengetahuan dan kompetensi yang mumpuni oleh seorang perawat untuk
mengimbangi potensi dan kompleksitas bencana dan dampaknya yang mungkin akan lebih
besar pada masa mendatang. Pertemuan yang dilakukan oleh American Public Health
Association pada tahun 2006 telah menyebutkan bahwa diperlukan kesiapan dari tenaga
kesehatan dalam mengahadapi kejadian luar biasa melalui pendidikan bencana yang menjadi
prioritas dalam kurikulum (WHO dan ICN, 2009).
Melihat betapa besarnya peran perawat dan pentingnya kebutuhan akan keperawatan
bencana dalam kurikulum maka penulis tertarik mengangkat masalah kompetensi perawat
dalam penanganan bencana; implikasi keperawatan bencana dalam kurikulum pendidikan
keperawatan. Terdapat beberapa pertanyaan yang ingin diulas dalam kajian ini yaitu
kompetensi yang harus dimiliki perawat dalam penanganan bencana, pembuatan kurikulum
disaster nursing, dan aplikasinya di Indonesia. Literature yang digunakan sebagai bahan kajian
diperoleh melalui pencarian dengan menggunakan kata kunci “disaster, competencies nursing
in disaster, disaster nursing”. Beberapa jurnal yang mendukung kemudian diambil sebagai
bahan kajian dan ditindak lanjuti dengan membaca references dari masing-masing jurnal.

1
Sehingga hasil akhir menemukan enam (6) jurnal yang mendukung pembahasan kompetensi
perawat dalam bencana dan kurikulum disaster nursing sebagai bahan kajian.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mendapat kesempatan menerapkan semua ilmu pengetahuan dan
keterampilan pada kondisi bencana terutama keperawatan gawat darurat dan manajemen
bencana.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan praktek belajar klinik keperawatan, mahasiswa mampu:
a) Mengetahui konsep dan prinsip penanganan korban bencana massal.
b) Melaksanakan tanggap darurat bencana.

C. Manfaat

Mahasiswa mengetahui dan terampil dalam keperawatan gawat darurat dan manajemen
bencana.

2
BAB II

MANAJEMEN BENCANA

A. Gambaran Umum Lokasi Bencana

1. Gambaran Umum Lokasi Bencana Simulasi

Gempa bumi sebesar 7,5 S.R selama 5 menit terjadi di desa Cikotok, Cibeber,
Kabupaten Lebak, Banten. Korban yang dilarikan ke rumah sakit sejumlah 13 orang
dimana terdiri dari 10 wanita dan 3 laki – laki. Kondisi lokasi pasca bencana sekitar lebih
dari 100 rumah warga hancur total dan 40 rumah warga rusak. Setelah bencana PMI
bersama dengan Poltekkes Kemenkes Bandung Prodi keperawatan Bogor mendirikan
Posko bencana dan dapur umum untuk para korban didekat lokasi bencana terjadi. Rumah
Sakit lapangan pun disediakan untuk menampung para korban gempa bumi di Desa
Cikotok.

2. Gambaran Umum Lokasi Bencana Cipaku

Lokasi bencana puting beliung saat pengkajian berlokasi di kelurahan batu tulis
RW 06 RT 04. Saat dilakukan pengkajian di lokasi batu tulis ini kondisi rumah masyarakat
kebanyakan mengalami kerusakan pada genting, plafon, dan langit-langit rumah karena
tertiup angin.

3. Gambaran Umum Lokasi Bencana Cisolok

Bencana longsor menerjang Kampung Cigarehong, Dusun Cimapag, Desa


Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin 31 Desember
2018. Sekitar pukul 17.00 WIB, hujan deras mengguyur wilayah Desa Sirnaresmi dan
sekitarnya. Curah hujan yang cukup tinggi di areal hutan dan persawahan mengakibatkan
longsor besar terjadi di areal tersebut. Sementara di bawahnya ada Kampung
Garehong, Dusun Cimapag, Desa Sirnaresmi. Sekitar 30 rumah yang tertimbun dengan
jumlah korban 32 orang meninggal dunia dan 1 orang belum ditemukan.

3
B. Jenis Bencana

1. Jenis Bencana Simulasi

Bencana yang terjadi di Desa Cikotok merupakan bencana gempa bumi tektonik.
Gempa bumi tektonik adalah gempa yang disebabkan oleh pergeseran kulit bumi secara
tiba-tiba di dalam bumi dan berkaitan sekali dengan gejala pembentukan pegunungan.
Dalam kulit bumi terus menerus terjadi yang disebut dengan proses geologis yang memiliki
akibat konsentrasi dan terkekangnya suatu tegangan-tegangan serta regangan-regangan
yang dalam waktu geologis mampu menghasilkan suatu perubahan-perubahan
pembentukan pegunungan-pegunungan.
Jika kondisi tersebut meningkat maka dapat melampaui kekuatan pada batas kulit
bumi, terjadilah dikatakan suatu pergeseran-pergeseran sepanjang bidang terlemah yang
disebut dengan patahan lempengan (fault) atau pergeseran blok-blok batuan untuk mencari
suatu keseimbangan baru. Gempa tektonik tersebut memiliki gelombang gempa yang
besar dan terjadi berulang-ulang serta tidak dapat diprediksi dapat terjadi.

2. Jenis Bencana Cipaku

Bencana yang terjadi di Cipaku adalah angina putting beliung. Puting beliung
adalah angin yang berputar dengan kecepatan lebih dari 63 km/jam yang bergerak secara
garis lurus dengan lama kejadian maksimum 5 menit. Orang awam menyebut angin puting
beliung adalah angin Leysus, di daerah Sumatera disebut Angin Bohorok dan masih ada
sebutan lainnya. Angin jenis lain dengan ukuran lebih besar yang ada di Amerika yaitu
Tornado mempunyai kecepatan sampai 320 km/jam dan berdiameter 500 meter. Angin
puting beliung sering terjadi pada siang hari atau sore hari pada musim pancaroba. Angin
ini dapat menghancurkan apa saja yang diterjangnya, karena dengan pusarannya benda
yang terlewati terangkat dan terlempar

3. Jenis Bencana Cisolok

Jenis bencana yang terjadi di cisolok adalah longsor. Longsor atau sering disebut
gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan
atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar

4
tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong
dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi
material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya
material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang
memengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya yang turut
berpengaruh:

a. Erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai-sungai atau
gelombang laut yang menggerus kaki lereng-lereng bertambah curam
b. Lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang diakibatkan hujan
lebat
c. Gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel mineral dan bidang
lemah pada massa batuan dan tanah yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng
tersebut
d. Gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan aliran debu-
debu
e. Getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan bahkan petir
f. Berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau salju

C. Kelompok Rentan

1. Kelompok Rentan di Cipaku

a. Anak

Berbagai pelanggaran terhadap hak-hak anak yang masih sering terjadi,


tercermin dari masih adanya anak-anak yang mengalami kekerasan, eksploitasi dan
diskriminasi. Hal yang menarik perhatian untuk dibahas adalah pelanggaran hak asasi
yang menyangkut masalah pekerja anak, perdagangan anak untuk tujuan pekerja seks
komersial dan anak jalanan.
Bangsa Indonesia sudah selayaknya memberikan perhatian terhadap
perlindungan anak karena amanat Undang-undang Dasar 1945 pasal 28b ayat 2
menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Disisi

5
lain, perlindungan terhadap keberadaan anak ditegaskan secara eksplisit dalam pasal
15 yang mengatur hak-hak anak sesuai pasal 52-pasal 66 UU. No. 39 tahun 1999
tentang HAM.
Dalam hubungan ini, pemerintah melalui Keppres No. 88 tahun 2000 telah
menetapkan rencana aksi nasional penghapusan trafficking perempuan dan anak serta
menetapkan gugusan tugas untuk memerangi dan menghapus kejahatan trafficking.
Bidang garapan yang diimplementasikan mencakup perlindungan dengan
mewujudkan norma hukum terhadap pelakutrafficking, rehabilitasi dan reintegrasi
sosial bagi korban trafficking serta kerja sama dan koordinasi dalam
penanggulangan trafficking.
Dari kelima UU tersebut secara umum dapat dikatakan, bahwa secara
kuantitatif sudah cukup banyak peraturan perundangan yang memberikan perlindungan
terhadap anak yang sejalan dengan UU No.39 tahun 1999 tentang HAM. Secara
kuantitatif keberadaan undang-undang yang memberikan perlindungan kepada anak
sudah cukup banyak, tetapi dalam implementasinya peraturan perundang-undangan
tersebut belum sepenuhnya dapat dilakukan. Hal ini disebabkan antara
lain: pertama pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang
didasarkan pada UU No.23/2002 tentang perlindungan anak masih belum
terwujud. Kedua upaya penegakan hukum masih mengalami
kesulitan. Ketiga harmonisasi berbagai UU yang memberikan perlindungan kepada
anak dihadapkan pada berbagai hambatan. Keempat sosialisasi peraturan perundang-
undangan kepada masyarakat belum sepenuhnya dapat dilakukan dengan baik

b. Lansia

Manusia kelompok lanjut juga merupakan kelompok rentan. Keterbatasan fisik


dalam diri mereka adalah kelemahan fisik atau penurunan dari keadaan normal karena
dimakan usia. Penurunan kualitas fisik itunakan mempengaruhi indera-indera dan
respon mereka terhadap situasi sosial, termasuk berkaitan dengan kebencanaan.
Menurut Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan adalah
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan belaku umum bagi suatu masyarakat yang

6
beradaban. Jadi kelompok rentan dapat di definisikan sebagai kelompok yang harus
mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka
hadapi.

2. Kelompok Rentan di Cisolok

a. Orang berkebutuhan khusus

Bencana dalam skala yang besar akan menyebabkan individu cacat baik secara
fisik ataupun psikologis yang menyebabkan rasa tidak berdaya. Bantuan dari
pemerintah yang terlalu cepat dan kurang tepat sasaran untuk kelompok rentan setelah
bencana sehingga tidak bisa menjangkau seluruh orang dengan keterbatasan fisik,
seperti: orang dengan gangguan pendengaran tidak dapat mengerti instruksi evakuasi
yang diberikan, ataupun orang yang mengalami gangguan penglihatan tidak dapat
melihat instruksi yang diberikan melalui tv, brosur atau yang lainnya.
Ketika bencana tersedia ketersedian transportasi untuk mengangkut kursi roda,
ataupun tempat penampungan yang menyediakan pelayanan medis untuk orang dengan
kebutuhan khusus belum begitu tepat dan kurang menjadi prioritas karena kasus/
permasalahan mereka yang tidak gampang. Setelah bencana akan sangat sulit bagi
individu mencari tempat tinggal, pelayanan ataupun sekolah/tempat bekerja yang tepat.
Orang-orang dengan kebutuhan khusus psikologis (mental disabilities) juga
mengalami hal yang sama. Ketika evakuasi berlangsung mungkin para relawan salah
mengartikan perilaku mereka atau orang-orang dekan kebutuhan khusus psikologis
kurang nyaman dengna relawan. Permasalahan lainnya adalah penolakan dari tempat
penampungan dengan alasan tidak kurangnya fasilitas untuk kebutuhan mereka.
Ada juga mendapatkan perlakuan yang kurang tepat karena ketidakmampuan
mereka untuk mengikuti instruksi yang diberikan dan di masukkan ke dalam rumah
sakit sebagai solusi yang lebih gampang. Lebih lanjut, kondisi bencana bisa
mengganggu homeostatis dan coping mereka yang sudah berjalan sesuai dengan
polanya. Untuk individu yang pernah mengalami PTSD, kejadian bencana dapat
menjadi trigger akan peristiwa sebelumya. Tanpa adanya perencanaan dan antisipasi

7
yang pasti terhadap kelompok ini maka kelompok ini tidak akan bisa tercover secara
baik ketika bencana sedang berlangsung yang berdampak pada penderitaan.

b. Lansia

Orang tua sering dilihat sebagai orang yang sudah menjalani kehidupan, tahu
harus apa yang dilakukan sehingga ketika bencana datang ada asumsi yang menyatakan
bahwa mereka lebih mampu menghadapi apa yang terjadi dibandingkan dengan yang
lainnya. Sebaliknya riset menunjukkan bahwa orang tua berada pada 3 teratas
kelompok rentan dalam bencana.
Seseorang yang usianya di atas 65 tahun besar kemungkinan untuk mengalami
penyakit kronis, seperti: hipertensi, jantung, diabetes dll. 80 % dari kelompok ini
memiliki penyakit kronis, dan 50% memiliki komplikasi.
Orang tua juga mengalami gangguan gerak, kognisi, sensori, social dan
keterbatasan dari segi ekonomi (Massey, 1997). Semuanya dapat mempengaruhi proses
adaptasi dan kemampuannya berfungsi selama bencana. Implikasinya adalah orang tua
ini menjadi sangat sensitive, overwhelming, gangguan tidur, disorientasi, depresi dan
trauma. Setelah selesai bencana bisa saja kondisi fisik mereka menurun karena kurang
nutrisi, suhu yang ekstrim, terpapar dengan infeksi, interupsi dari treatment medis, dan
gangguan emosional.

c. Wanita

Wanita termasuk kelompok rentan karena peran social dan karakteristik


fisiknya yang menyebabkan kecelakaan dan rasa berduka yang lebih dibandingkan
pria. Contoh: wanita lebih merasa kehilangan property dibanding pria karena kegiatan
wanita lebih banyak di rumah dan melakukan kegiatan perekonomian informal dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sementara pria lebih mudah untuk pindah dan
menemukan pekerjaan (Bradshaw, 2004 ; Enarson, 2000 ). Berkurang atau hilangnya
dukungan social pada wanita dapat mempengaruhi kondisi psikologinya.
Faktor lainnya yang menyebabkan wanita lebih rentan adalah kondisi
psikologis sebelum bencana seperti: trauma exposure, kondisi kesehatan mental yang

8
kurang stabil dan rendahnya SES. Lebih lanjut, wanita hamil di dalamnya. Seperti: bisa
terjadi kelahiran premature, bayi yang kurang berat badan, ataupun bayi yang
meninggal. Sebagian wanita harus melahirkan di rumah sakit yang minim fasilitas
kesehatannya, kurangnya vitamin untuk kehamilan, rekam medis yang tidak tersedia.
Relawan yang kurang menyadari kalau ada wanita hamil di antar kerumunan para
penyintas maka bisa diberikan vaksin sebagaimana orang lainnya.

d. Anak – anak

Anak-anak termasuk kelompok rentan karena kemungkinan mereka untuk


cedera besar dan ketergantungan mereka terhadap kebutuhan sandang, pangan dan
emosional masih sangat besar. Secara psikologis, kondisi kognisi yang belum
berkembang optimal seperti orang dewasa ditambah lagi strategic coping dalam
menangani permasalahan. Hasil riset menunjukkan bahwa anak-anak yang terkena
ledakan cenderung menjadi trauma ketika mereka dewasa. Lebih lanjut, perbedaan
fisiologis antara anak dengan orang dewasa sepeprti: ukuran badan yang lebih kecil,
ukuran ketebalan kulit, ventilasi, kebutuhan oksigen dll. Hal ini menyebabkan anak-
anak gampang mengalami dehidrasi, kurang gizi dan lebih cepat lelah dan rentan untuk
terinfeksi kuman dan virus.
Lebih lanjut, dalam situasi emergency anak juga memiliki kebutuhan psikologis
dan social didasarkan pada kemampuan kognisinya, kerapuhan pribadi, dan dukungan
anggota keluarga yang tersedia. Anak-anak sebagai kelompok rentan membutuhkan
perhatian khusus selama bencana.
Ketika anak terkena dampak bencana reaksi mereka sangat bermacam-macam,
mulai dari stress, trauma, rasa kehilangan dll. Kadang dalam satu kejadian bencana
anak bisa mengalami satu atau lebih reaksi psikologis pada dirinya. Anak juga bisa
menampilkan hal yang tidak dialaminya. Contoh: anak kelihatan tegar dan tidak
menampakkan kesedihannya karena mereka menyembunyikannya karena tidak ingin
mengecewakan atau menyusahkan orangtuanya (Dermott and Palmer, 1999).

9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Proporsi Masalah

1. Gambaran Proporsi Masalah Simulasi

Pada Tim Pertolongan di Rumah Sakit, masalah yang terjadi pasca bencana gempa
bumi desa Cikotok adalah korban sebanyak 13 orang yang dilarikan ke rumah sakit
lapangan. 13 orang ini dibagi menjadi 4 macam sesuai prosedur triage. Ada merah,
kuning, hijau dan hitam. Dibawah ini terdapat bagan bagaimana membagi kelompok
triage:

Sumber: http://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/94/triage-pasien

Arti dari warna dalam triage adalah:


Merah : Pasien mengalami koma atau cedera sangat berat sehingga butuh
penanganan segera jika tidak pasien akan meninggal dunia.
Kuning : Cedera tidak terlalu berat, pasien butuh penanganan namun tidak prioritas.

10
Hijau : Cedera minor tidak terlalu prioritas dalam penanganan.
Hitam : Pasien yang sudah tidak bisa diselamatkan atau meninggal.
Di rumah sakit pasien yang harus didahulukan untuk mendapatkan tindakan adalah
pasien berwarna triage merah, dilanjut dengan kuning kemudian baru hijau, untuk pasien
dengan triage berwarna hitam akan langsung dibawa ke ruang mayat.

2. Gambaran Proporsi Masalah Cipaku

Masalah yang muncul pada beberapa indvidu di kelurahan batu tulis rw 06 rt 04


yaitu trauma dan gelisah. Individu yang banyak ditemukan dari masalah ini adalah pada
kelompok anak dan lansia.
Pada lansia masalah trauma ini dikarenakan masih takut jika adanya hujan deras
dan angin pada sore hari, dan pada anak masalah utamanya adalah trauma, karena pada
saat hujan anak merasa ketakutan dan anak menutup telinganya.

3. Gambaran Proporsi Masalah Cisolok

Masalah yang muncul pada beberapa individu di Kp. Cimapag, desa Sirna Resmi,
Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi yaitu trauma dan gelisah. Individu yang banyak
ditemukan dari masalah ini adalah pada kelompok anak, dewasa dan lansia. Pada dewasa
dan lansia yaitu trauma dikarenakan masih takut jika adanya hujan deras dan adanya suara
gemuruh, dan pada anak masalah utamanya adalah merasa ketakutan dan anak menutup
telinganya.

B. Tindakan yang Dilakukan

1. Tindakan yang Dilakukan Saat Simulasi Bencana

Saat korban telah sampai di rumah sakit lapangan, korban langsung dibawa ke IGD
kemudian perawat akan melakukan triage ulang untuk menentukan prioritas manakah
pasien yang harus didahulukan untuk mendapatkan tindakan medis. Meskipun di tempat
kejadian sudah dilakukan triage, triage ulang setelah sampai di rumah sakit perlu dilakukan
karena ada kemungkinan selama perjalanan dari lokasi bencana menuju rumah sakit
lapangan terjadi perubahan triage. Setelah pasien ditentukan triage-nya, dia akan dibawa

11
sesuai jalur warna triage yang telah ada di lantai rumah sakit dan dilakukan tindakan
keperawatan gawat darurat untuk menjaga keselamatan pasien dan mencegah triage pasien
naik ke level yang lebih serius.

2. Tindakan yang Dilakukan Di Lokasi Bencana Cipaku

Tindakan pada masalah trauma yang dilakukan dalam impelentasi keperawatan


adalah dengan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam kepada korban bencana angin
puting beliung khususnya yang mengalami trauma setelah kejadian angin puting beliung
di kelurahan batu tulis RW06/ RT 04 dengan tujuan agar para korban tidak mengalami
tauma dan juga kepada korban yang mengalami gelisah ketika sedang tejadi hujan deras
dan angin di sore hari.
Lalu melakukan penyuluhan kepada korban bencana puting beliung mengenai
tanda bahaya angin puting beliung dan penanganan anggin puting beliung ketika kita
berada di rumah, di kendaraan dan di luar rumah. Dan menyebarkan leaflet kepada para
korban dan penduduk sekitar serta memasang poster di sekitar lingkungan yang terkena
bencana.
Serta tindakan yang dilakukan pada anak khususnya pada korban yang mengalami
tauma adalah dengan melakukan trauma healing dengan cara mengajak anak bermain
sesuai dengan umur perkembangannya agar dapat mengalihkan rasa cemas dan gelisah
pada anak yang tadinya anak mengalam gelisah ketika mendengar suara hujan deras sampai
menutup telinga.

3. Tindakan yang Dilakukan Di Lokasi Bencana Cisolok

Tindakan pada masalah trauma yang dilakukan dalam implementasi keperawatan


adalah dengan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam kepada korban bencana longsor
khususnya yang mengalami trauma setelah kejadian tersebut.
Lalu melakukan penyuluhan kepada korban bencana longsor mengenai tanda
bahaya longsor dan serta tindakan pada anak dengan melakukan trauma healing dengan
cara mengajak anak bermain sesuai dengan umur dan perkembangannya agar dapat

12
mengalihkan rasa cemas dan gelisah pada anak yang tadinya anak mengalami gelisah
ketika mendengar suara hujan deras dan gemuruh.

C. Ketidaksesuaian

1. Ketidaksesuaian Simulasi Bencana

Saat dilaksanakan simulasi penanganan bencana alam gempa bumi dikarenakan


tempat simulasi yang memang hanya sebatas di wilayah kampus prodi bogor membuat
tempat evakuasi dan pengungsian diletakan di bangunan yang juga dijadikan tempat rumah
sakit lapangan.

2. Ketidaksesuaian Praktek Bencana Cipaku

Saat kami melakukan pengkajian, hanya beberapa rumah dan keluarga yang terkena
dampak dari puting beliung karna yang terkena dampak parah berlokasi di ranggamekar,
sehingga dari 21 KK yang kami kaji hanya sebagian kecil mengalami masalah psikososial
maupun trauma karna kebanyakan masyarakat di batu tulis sedang tidak ada dirumah dan
hanya beberapa KK yang kami lakukan intervensi dan implementasi dengan masalah
trauma sedang dan gelisah.

3. Ketidaksesuaian Praktek Bencana Cisolok

Saat kami melakukan pengkajian kepada anak, banyak yang mengalami trauma
setelah kejadian longsor tersebut. Alokasi rumah warga yang terkena bencana dipindahkan
ke daerah yang lebih aman.

D. Faktor Pendukung

1. Faktor Pendukung Simulasi Bencana

a. Peralatan untuk simulasi pertolongan di rumah sakit sudah dipersiapkan oleh


mahasiswa.
b. Terdapat kasur untuk menjadi kasur pasien.
c. Terdapat ambulance.

13
d. Tempat yang menjadi rumah sakit lapangan sudah cukup memadai.

2. Faktor Pendukung Praktek Bencana Cipaku

a. Warga batu tulis kooperatif saat dilakukan pengkajian.


b. Ibu kader membimbing kami kerumah warga untuk melakukan pengkajian.
c. Saat dilakukan tindakan keperawatan individu seperti (relaksasi nafas dalam, dan
trauma healing bermain dengan anak) sangat antusias.

3. Faktor Pendukung Prakrek Bencana Cisolok

a. Warga kooperatif saat dilakukan pengkajian


b. Kepala desa sinar resmi membimbing kami
c. Saat dilakukan tindakan keperawatan warga sangat antusias

E. Faktor Penghambat

1. Faktor Penghambat Simulasi Bencana

a. Mahasiswa yang berperan menjadi warga cukup mengganggu dengan terus berusaha
masuk ke dalam rumah sakit lapangan.
b. Kurangnya komunikasi antara assesmen dan transportasi dengan perawat rumah sakit
lapangan mengenai triage pasien oada saat dilakukan pertolongan pertama di lokasi
bencana.
c. Tidak adanya jalur warna triage di lantai rumah sakit lapangan.
d. Kurangnya kertas formulir pengkajian triage.

2. Faktor Penghambat Praktek Bencana Cipaku

a. Warga tidak di rumah saat dilakukan pengkajian


b. Tidak banyak warga yang mengalami dampak psikis akibat bencana

14
3. Faktor Penghambat Praktek Bencana Cisolok

a. Lokasi yang sangat jauh dari keramaian kota


b. Kendaraan yang kurang memadai untuk sampai ke lokasi bencana

F. Solusi atau Rencana Tindak lanjut

1. Solusi dan Rencana Tindak lanjut Simulasi Bencana

Solusi untuk faktor penghambat yang terjadi pada saat simulasi bencana di kampus
Poltekkes Kemenkes Bandung Prodi Keperawatan Bogor adalah sebelum dilaksanakan
simulasi bencana alangkah lebih baik jika persiapannya lebih dimatangkan kembali.
Rencana tindak lanjut yang dilakukan adalah membawa pasien yang mengakami
luka tusuk hingga menembus dadanya adalah dibawa langsung ke ruang operasi setelah
dilakukan triage dan pertolongan pertama di IDG. Untuk pasien yang mengalami memar
memar pada area tertentu seperti perut dan mengamai cedera hebat seperti cedera kepala
hingga mengakibatkan pendarahan pada lubang hidung dan lubang telinga adalah
dilakukan rontgen setelah perawatan di IDG

2. Solusi dan Rencana Tindak lanjut Praktek Bencana Cipaku

a. Dilakukan penyuluhan kepada para korban mengenai tanda dan bahaya puting beliung.
b. Menyebar leaflet kepada masyarat yang bersisi tindakan apa yang dilakukan ketika
terjadi puting beliung di rumah, di kendaraan maupun di luar rumah.
c. Menempelkan poster di setiap tempat yang dapat dijangkau oleh masyarakat seperti di
posyandu.
d. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam kepada para korban yang mengalami tauma
dan mengajak bermain pada anak.

3. Solusi dan Rencana Tindak lanjut Praktek Bencana Cisolok

a. Dilakukan penyuluhan kepada para korban mengenai tanda dan bahaya longsor
b. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam kepada para korban yang mengalami trauma
dan mengajak anak bermain.

15
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Setiap bencana pasti menimbulkan kerusakan mulai dari sarana dan pra sarana yang
hancur, hingga menimbulkan korban jiwa. Setelah terjadi bencana pun, masih ada dampak
psikologi seperti trauma, gelisah dan lainnya bagi para korban bencana. Saat terjadi bencana
perawat haruslah tanggap darurat akan situasi yang ada, baik untuk melakukan pertolongan
pertama, pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik, hingga pemulihan kesehatan mental pasca
trauma bencana.
Di dalam bencana terdapat kelompok rentan dimana mereka harus lebih diutamakan yaitu
anak – anak, wanita, penyandang cacat, dan lansia. Pada saat terjadi bencana kelompok rentan
ini perlu mendapat perhatian khusus karena ketidak berdayaan mereka menghadapi bencana.
Diharapkan mereka dapat segera bangkit dan memulai hidup baru.

B. Saran
Pemberian asuhan keperawatan harus disesuaikan dengan respon dan kondisi korban
pasca bencana, Maka diharapkan bagi seorang perawat untuk lebih memahami serta
menambah pengetahuan mengenai kegawat daruratan dan manajemen bencana dan lebih
memahami lagi akan kebutuhan psikologis maupun psikososial klien sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan tahap tahap klien yang terkena bencana
Saat melakukan simulasi bencana alam hendaknya persiapan harus matang, peralatan
yang mendukung simulasi harus tersedia, dan lokasi harus dipersiapkan sesuai scenario agar
simulasi berjalan dengan lancar dan menjadi pembelajaran yang efektif bagi para pemeran
scenario di dalamnya.

16

Anda mungkin juga menyukai