Anda di halaman 1dari 7

BIODATA

Nama :

Tempat Tanggal Lahir :

Nama Orang Tua :

Hobi & Cita-Cita :

Almamater Sekolah :

Aktivitas Organisasi :

Aktivitas Akademik Saat Ini :

Karya dan Prestasi :


Akhlaq (budi pekerti) dan adab (tatakrama) adalah dua hal yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Oleh karena itu Islam menaruh perhatian yang sangat tinggi akan
dua hal ini. Tidak mengherankan jika para ulama dahulu menasehati para penuntut ilmu
untuk belajar adab sebelum belajar yang lainnya. Seorang muslim hendaknya selalu
menjaga adab dan menghiasi dirinya dengan akhlaq yang mulia dalam berinteraksi
dengan siapapun. Akhlaq yang mulia menjadi tolok ukur kebaikan seseorang.

ُ ‫ َما ه َُّن َيا َر‬:َ‫ ِق ْيل‬. ٌّ‫ َح ُّق ْال ُم ْس ِل ِم َعلَى ْال ُم ْس ِل ِم ِست‬: ‫سو ُل اَهللِ صلى هللا عليه وسلم‬
‫س ْو َل هللاِ؟‬ ُ ‫ قال َر‬: ‫َع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة َ قَا َل‬
‫ض‬َ ‫ َوإِذَا َم ِر‬،ُ‫س فَ َح ِمدَ هللاَ فَش ِ َِّمتْه‬ َ ‫ َوإِذَا َع‬،ُ‫ص ْح لَه‬
َ ‫ط‬ َ ‫ َوإِذَا ا ْست َ ْن‬،ُ‫ َوإِذَا د َ َعاكَ فَأ َ ِج ْبه‬،‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ص َحكَ فَا ْن‬ َ ‫س ِلِّ ْم‬
َ َ‫ إِذَا لَ ِق ْيتَهُ ف‬:َ‫قَال‬
ُ‫ َوإِذَا َماتَ فَاتْبَ ْعه‬،ُ‫فَعُدْه‬

Dari Abu Hurairah , ia berkata, Rasūlullāh bersabda, “Hak seorang muslim terhadap
sesama muslim itu ada enam: (1) Jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah
salam, (2) Jika ia mengundangmu maka penuhilah undangannya, (3) Jika ia meminta
nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat, (4) Jika ia bersin dan mengucapkan
‘Alhamdulillah’ maka do‘akanlah ia dengan mengucapkan ‘Yarhamukallah’, (5) Jika ia
sakit maka jenguklah dan (6) Jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya.”
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya)

Pembaca yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Disebutkan di dalam hadis ini
bahwa Rasūlullāh bersabda, “Hak muslim terhadap muslim yang lain”.

Ungkapan ini bersifat umum, mencakup setiap individu muslim, baik muslim yang baik
keislamannya, maupun muslim yang kurang baik dalam berislam. Baik muslim yang
senantiasa menjauhi dosa-dosa maupun muslim yang banyak terjatuh pada dosa-dosa
meskipun dosa besar, selama dosa besar tersebut bukan kekufuran yang
mengeluarkannya dari Islam. Selama ia masih seorang muslim, maka ia berhak
mendapatkan haknya sebagai seorang muslim. Inilah hukum asalnya.

Akan tetapi hak yang merupakan hukum asal tersebut dapat gugur (dapat tidak
dipenuhi) jika ada penghalang. Misalnya seorang muslim mengundang muslim lainnya
untuk menghadiri acara walimah pernikahannya. Namun, karena di dalam acara
walimah tersebut banyak ditemui hal-hal yang berbau maksiat, maka muslim yang
diundang tersebut tidak memenuhi undangan itu. Hukum asal mendatangi undangan
yang semula wajib sebagai bentuk pemenuhan hak terhadap sesama muslim menjadi
gugur karena adanya kemaksiatan dalam acara tersebut. Dengan demikian, tidak lagi
wajib untuk memenuhi undangan seperti ini –sebagaimana akan datang penjelasannya-.

Sabda Nabi “Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam”. Bilangan enam yang
disebutkan di sini bukan merupakan suatu pembatasan. Artinya, bilangan enam di sini
disebutkan oleh Rasulullah bukan untuk menafikan adanya hak-hak yang lain. Dengan
kata lain, bukan berarti tidak ada hak-hak lain antara sesama muslim selain enam yang
akan disebutkan.

Di kalangan ahlul ‘ilmi (ulama) dikenal istilah al-‘adad laysa lahu mafhuum. Maknanya,
bilangan yang tidak ada mafhum mukhalafah-nya. Jadi, penyebutan bilangan enam
dalam hadits ini hanya sekedar menunjukkan perhatian Nabi terhadap enam perkara
tersebut dan bukan berarti tidak ada hak-hak yang lainnya.

Adapun yang dimaksud hak di sini adalah perkara yang laa yanbaghi tarkuhu, artinya,
yang semestinya tidak ditinggalkan. Bisa jadi hak yang dimaksud adalah perkara yang
wajib, bisa jadi pula perkara mustahab yang sangat ditekankan sehingga mirip dengan
perkara-perkara wajib yang ditekankan oleh syari’at.

Hak yang pertama, sabda Nabi

‫س ِلِّ ْم َعلَ ْي ِه‬


َ َ‫إِذَا لَ ِق ْيتَهُ ف‬

jika engkau bertemu seorang muslim maka berilah salam kepadanya.

Memberi salam merupakan salah satu di antara amalan yang sangat mulia.

Nabi bersabda,

ُ ‫ش ْيءٍ ِإذَا فَ َع ْلت ُ ُموهُ ت َ َحا َب ْبت ُ ْم أَ ْف‬


‫شوا الس َََّل َم بَ ْينَ ُك ْم‬ َ ‫الَ تَدْ ُخلُونَ ْال َجنَّةَ َحتَّى تُؤْ ِمنُوا َو َال تُؤْ ِمنُوا َحتَّى ت َ َحابُّوا أ َ َو َال أَدُلُّ ُك ْم َعلَى‬
“Kalian tidak akan masuk surga kecuali kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman
sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang suatu
perkara jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? Yaitu
sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 54)

Oleh karenanya, di antara afdhalul ‘amal (amalan yang paling mulia) menurut
Nabi yaitu memberi makan kepada fakir miskin, kemudian memberi salam kepada
orang yang kita kenal dan orang yang tidak kita kenal.

Dari Abdullah bin ‘Amr :

‫ َو َم ْن‬، َ‫عر ْفت‬ َ ‫ َوت َ ْق َرأ ُ الس‬،‫ام‬


َ ‫ََّلم َعلَى َم ْن‬ َ ‫ط َع‬ ْ ُ ‫ ت‬:َ‫َْلم َخي ٌْر؟ قَال‬
َّ ‫ط ِع ُم ال‬ ُّ َ ‫ى (صلى هللا عليه وسلم) أ‬
ِ ‫ى اإلس‬ َّ ‫سأ َ َل النَّ ِب‬
َ ‫أ َ َّن َر ُجَل‬
ْ ‫لَ ْم ت َ ْع ِر‬
‫ف‬

Ada seseorang bertanya kepada Nabi “Islam manakah yang terbaik?”. Nabi berkata,
“Memberi makan, dan engkau mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal
dan yang tidak engkau kenal” (HR Al-Bukhari No. 6236)

Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa di antara tanda-tanda hari kiamat adalah apabila
seseorang hanya memberi salam kepada orang yang dikenalnya saja.

Nabi bersabda,

َّ ‫يم ْالخَا‬
‫ص ِة‬ َ ‫أَ َّن بَيْنَ يَدَي ِ السَّا‬
َ ‫ع ِة تَ ْس ِل‬

“Sesungguhnya sebelum hari kiamat ada pemberian salam kepada orang yang khusus
(yang dikenal saja).” (HR. Ahmad no. 3.870 dan dishahikan oleh Al-Albani dalam As-
Shahihah no. 647)

Salam merupakan amalan yang indah karena di dalamnya terdapat doa keselamatan
kepada sesama muslim. Dengan membiasakan menyebarkan salam, maka akan timbul
cinta di antara kaum muslimin. Dengan demikian, ukhuwah Islamiyah semakin kuat.

Setiap muslim berhak untuk mendapatkan ucapan salam meskipun muslim tersebut
merupakan ahli maksiat, sebagaimana telah disinggung di depan. Bisa jadi, salam yang
kita ucapkan dengan tulus ikhlas kepada muslim yang bermaksiat dapat membuka
hatinya untuk segera berbuat kebaikan dan meninggalkan maksiat yang ia lakukan.

Bayangkan jika seorang yang shalih di zaman kita ini melewati seorang muslim yang
ahli maksiat, kemudian ia bermuka masam, berpaling, dan enggan mengucapkan salam.
Bisa jadi si pelaku maksiat tersebut akan semakin jengkel dengan orang-orang shalih
dan semakin membuatnya tidak tertarik untuk bersegera meninggalkan kemaksiatan dan
melaksanakan kebaikan.

Perhatikan kisah menakjubkan yang disebutkan dalam hadits yang bersumber dari
Abdullāh bin Salaam berikut. Beliau adalah salah seorang Yahudi yang masuk Islam
kemudian menjadi sahabat. Beliau berkata,

‫ فَ َكانَ أَ َّو ُل َما‬.‫ب‬


ٍ ‫ْس بِ َوجْ ِه َكذَّا‬ َ ‫سلَّ َم ْال َمدِينَةَ ِجئْتُ فَلَ َّما ت َ َبيَّ ْنتُ َوجْ َههُ َع َر ْفتُ أ َ َّن َوجْ َههُ لَي‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ُّ ِ‫لَ َّما قَد َِم النَّب‬
‫سَلم‬َ ِ‫اس نِيَا ٌم تَدْ ُخلُوا ْال َجنَّةَ ب‬
ُ َّ‫صلُّوا بِاللَّ ْي ِل َوالن‬ َ ‫صلُوا ْاْل َ ْر َح‬
َ ‫ام َو‬ ِ ‫ام َو‬ َ َ‫طع‬ ْ َ ‫شوا الس َََّل َم َوأ‬
َّ ‫ط ِع ُموا ال‬ ُ ‫اس أ َ ْف‬
ُ َّ‫ «أ َ ُّي َها الن‬:َ‫»قَال‬

“Tatkala Nabi tiba di kota Madinah, akupun datang (melihatnya). Tatkala aku
memperhatikan wajah beliau maka aku tahu bahwasanya wajah beliau bukanlah wajah
seorang pendusta. Maka pertama yang beliau ucapkan, “Wahai manusia (wahai
masyarakat), tebarkanlah salam, berilah makanan, sambunglah silaturahim, dan sholat
malamlah tatkala orang-orang sedang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan penuh
keselamatan.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan Al-Hakim, dan dishahihkan
oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 569)

Oleh karenanya, menyebarkan salam bukanlah perkara yang sepele, bahkan merupakan
perkara yang sangat diperhatikan oleh Nabi sejak di awal dakwah beliau di kota
Madinah.

Al-Imam Malik meriwayatkan :

،‫ق‬ ِ ‫غدَ ْونَا ِإلَى السُّو‬


َ ‫ فَإِذَا‬:َ‫ قَال‬،‫ق‬ ِ ‫ع َم َر فَيَ ْغد ُو َمعَهُ ِإلَى السُّو‬ َّ َ‫ أ َ ْخبَ َرهُ أ َ َّنهُ َكانَ يَأْتِي َع ْبد‬،‫ب‬
ُ َ‫َّللاِ بْن‬ ِّ َ‫طفَ ْي َل بْنَ أُب‬
ٍ ‫ي ِ ب ِْن َك ْع‬ ُّ ‫أ َ َّن ال‬

ِ‫َّللا‬ ُّ ‫ قَا َل ال‬،‫علَ ْي ِه‬


َّ َ‫ فَ ِجئْتُ َع ْبد‬:ُ‫طفَ ْيل‬ َ ‫س َّل َم‬
َ ‫ َو َال أَ َحد ِإ َّال‬،‫ين‬
ٍ ‫ َو َال ِم ْس ِك‬،ٍ‫ب ِبي َعة‬ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ َو َال‬، ٍ‫سقَاط‬ َ ‫ع َم َر َعلَى‬ ُ ُ‫َّللاِ ْبن‬ َّ ُ ‫لَ ْم يَ ُم َّر َع ْبد‬
ِّ ِ ‫ َو َال ت َ ْسأ َ ُل َع ِن ال‬،ِ‫ف َعلَى ْال َب ِيِّع‬
،ِ‫سلَع‬ ُ ‫ق؟ َوأَ ْنتَ َال ت َ ِق‬ِ ‫صنَ ُع ِفي السُّو‬ ْ َ ‫ َو َما ت‬:ُ‫ َفقُ ْلتُ لَه‬،‫ق‬
ِ ‫ع َم َر َي ْو ًما َفا ْستَتْ َب َع ِني ِإ َلى السُّو‬
ُ َ‫بْن‬
‫ «يَا‬:‫ع َم َر‬ َّ ُ ‫ قَا َل فَقَا َل ِلي َع ْبد‬،‫َّث‬
ُ ُ‫َّللاِ ْبن‬ ْ ‫ َوأَقُو ُل اجْ ِل‬:َ‫ق؟ قَال‬
ُ ‫س بِنَا هَا ُهنَا نَت َ َحد‬ ِ ‫س فِي َم َجا ِل ِس السُّو‬ ُ ‫ َو َال تَجْ ِل‬،‫سو ُم بِ َها‬ ُ َ‫َو َال ت‬
‫س ِلِّ ُم َعلَى َم ْن لَ ِقيَنَا‬ ْ َ‫الطفَ ْي ُل ذَا ب‬
َ ُ‫ ن‬،‫ط ٍن – إِنَّ َما نَ ْغد ُو ِم ْن أَجْ ِل الس َََّل ِم‬ ْ َ‫»أَبَا ب‬
ُّ َ‫ط ٍن – َو َكان‬
Bahwasanya At-Thufail bin Ubayy bin Ka’ab mendatangi Abdullah bin Umar, lalu ia
pergi bersama beliau ke pasar. At-Thufail berkata : Maka ketika kami berangkat ke
pasar maka tidaklah Abdullah bin Umar melewati seorangpun yang menjual barang-
barang yang jelek atau penjual apapun atau seorang miskin atau siapapun juga kecuali
beliau memberi salam kepadanya.

At-Thufail berkata : Akupun mendatangi beliau pada suatu hari lalu beliau memintaku
untuk mengikuti beliau ke pasar. Lalu aku berkata kepadanya, “Apa yang hendak
engkau lakukan di pasar?, sementara engkau tidaklah berhenti di penjual, engkau tidak
bertanya tentang harga barang, engkaupun tidak menawar harga barangnya, dan
engkaupun tidak duduk di tempat-tempat duduk yang ada di pasar? Kita duduk aja di
sini berbincang-bincang”. Maka Ibnu Umar berkata kepadaku, “Wahai Abu Bathn
(panggilannya At-Thufail), kita hanyalah ke pasar karena (menyebarkan) salam, kita
memberi salam kepada siapa saja yang kita temui”.

Selanjutnya hak yang kedua dari 6 hak seorang muslim terhadap muslim lainnya.

Nabi bersabda,

ُ‫َو ِإذَا دَ َعاكَ فَأ َ ِج ْبه‬

“Jika dia mengundangmu maka penuhilah undangannya.”

Sebagian ulama berpendapat bahwa undangan yang disebutkan dalam hadits ini bersifat
umum, mencakup segala undangan, baik undangan makan maupun undangan ke
rumahnya (sebagaimana pendapat sebagian ulama Syafi’iyah dan ulama Dzohiriyah).

Namun jumhur ulama (mayoritas ulama) mengatakan yang wajib dipenuhi hanyalah
undangan walimah pernikahan. Adapun memenuhi undangan-undangan yang lain maka
hukumnya mustahab dan tidak sampai kepada hukum wajib.

Rasulullah bersabda,

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬


َ ُ‫سولَه‬ َّ ‫صى‬
ُ ‫َّللاَ َو َر‬ َ ْ‫ َو َم ْن ت ََركَ الدَّع َْوةَ فَقَد‬،‫ يُدْ َعى لَ َها اْل َ ْغنِيَا ُء َويُتْ َركُ الفُقَ َرا ُء‬،‫الو ِلي َم ِة‬
َ ‫ع‬ َّ ‫ش َُّر ال‬
َ ‫ط َع ِام‬
َ ‫ط َعا ُم‬
‫س َّل َم‬
َ ‫َو‬
“Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah (acara pernikahan), yang hanya
diundang orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa
yang tidak memenuhi undangan walimah (pernikahan), maka dia telah bermaksiat
kepada Allāh dan Rasul-Nya ..” (HR. Al-Bukhari no. 5.177 dan Muslim no. 1.432)

Anda mungkin juga menyukai