Anda di halaman 1dari 12

FARMAKOKINETIKA ORAL KOMPATEMEN TERBUKA

(PEMBERIAN PARASETAMOL TUNGGAL DAN KOMBINASI DENGAN


FENILPROPANOLAMIN)

I. Tujuan Praktikum
Praktikum biofarmasetika dan farmakokinetika kali ini memiliki beberapa
tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui prinsip farmakokinetika oral kompartemen terbuka.


2. Mengetahui cara simulasi data klinis farmakokinetika oral kompartemen
terbuka.
3. Mampu memberikan rekomendasi terapi terkait farmakokinetika obat yang
diberikan melalui rute oral kompartemen terbuka.

II. Dasar Teori


Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang semua produk
farmasetik, mulai dari tablet analgesik generik dalam farmasi komunitas sampai
penggunaan imunoterapi dalam rumah sakit khusus, melalui penelitian dan
pengembangan yang ektensif sebelum disetujui olehU.S food and drug
administrasiotratiom (FDA) (Shargel, 2012).
Parasetamol merupakan salah satu obat NSAID yang lebih sering digunakan
sebagai analgesik dan antipiretik. Obat ini adalah menghambat sintesis
prostaglandi di otak sehingga efek analgesi dan antipiretik yang lebih baik
(Renner, 2007).
Berikut merupakan sifat fisika kimia dari parasetamol:
Sinonim : Paracetamolum
Asetaminofen.
Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida.
Rumus molekul : C8H9NO2
Kandungan : Tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %
C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida
1 N, mudah larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalamwadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya

(Dirjen POM,1995).

Penghambatan sintesis prostaglandin oleh parasetamol terjadi karena


penghambatan proses perubahan asam arakidonat (AA) oleh enzim siklooksigenasi
(Marta & Jerzy, 2014). Semua obat golongan NSAID termasuk parasetamol bekerja
menghambat perubahan asam arakidonat dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase (COX). Penghambatan kerja enzim siklooksigenase menyebabkan
prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin tidak terbentuk (Marta & Jerzy, 2014).
Namun, parasetamol hanya dapat bekerja baik dalam menghambat enzim
siklooksigenase pada kadar peroksidase yang rendah sehingga mekanisme kerja
analgesik parasetamol masih sulit untuk dijelaskan (Regina, 2000).

Kadar tertinggi parasetamol di sirkulasi darah ditemukan kira-kira 2 jam


setelah pemberian peroral (Syarif et al., 2007). Waktu paruh dari obat ini dalam
plasma adalah 1-3 jam setelah pemberian peroral (Tan dan Kirana, 2007). Setelah
dikonsumsi, 90% parasetamol di metabolisme menjadi inaktif secara farmakologi
seperti asam glucoronik dan cystein. Namun, 5% dari metabolisme parasetamol
menjadi sebuah senyawa toxic berupa N-acetyl-p-benzpquinone. Toxin ini dapat
menyebabkan disfungsi renal dan kegagalan sistim hepatik (Marta & Jerzy, 2014).

Fenilpropanolamin adalah simpatomimetik terutama tidak langsung bertindak


dengan tindakan yang sama dengan efedrin tapi kurang aktif sebagai stimulan SSP.
Berikut merupakan sifat fisiko kimia dari fenilpropanolamin.
Sifat Fisika Kimia Fenilpropanolamin HCl:

Rumus Molekul : C9H13NO. HCl

Berat Molekul : 187.7

Titik lebur : 191 – 196 oC

Pemerian : Serbuk hablur; putih; kristal putih higga putih kuning gading;
tidak berbau; rasa sedikit pahit. Kelarutan : larut dalam air ;
etanol; praktis tidak larut dalam kloroform dan eter.

pH dan pKa : 4.5 – 6 dan 9.4

Fenilpropanolamin telah diberikan secara oral sebagai hidroklorida untuk


pengobatan hidung tersumbat (dekongestan). Sering digunakan dalam sediaan
kombinasi untuk mengobati batuk dan demam. Puncak konsentrasi rata-rata dalam
plasma sekitar 0,08 mg / L tercapai sekitar 2 jam dan waktu paruh eliminasinya antara
3-6 jam.

Biotransformasi atau metabolisme adalah aspek farmakokinetik dimana terjadi


proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalisis oleh
enzim. Biotransformasi sebagian besar obat terjadi di dalam hati karena hati bertindak
sebagai organ utama yang bertanggung jawab terhadap biotransformasi obat.
Kebanyakan obat-obatan melalui proses biotransformasi atau dimetabolisme dahulu
sebelum dapat diekskresikan (Olson, 2003). Pada proses ini molekul obat diubah
menjadi tidak aktif dan bersifat lebih polar sehingga lebih mudah diekskresikan.
Biotransformasi suatu obat dapat dipercepat atau diperlambat berdasarkan induksi
atau inhibisi enzim yang ditimbulkan oleh komponen makanan. Akibat adanya
induksi enzim maka laju biotransformasi akan meningkat.
Peningkatan laju biotransformasi ini mengakibatkan jumlah metabolit inaktif
yang dihasilkan meningkat sehingga terjadi penurunan dalam kerja farmakologinya.
Obat-obat yang mengalami biotransformasi menjadi metabolitmetabolit reaktif,
induksi enzim kemungkinan akan memperbesar aktivitas dan toksisitas obat tersebut
(Katzung, 2001).

Paracetamol siap diabsorpsi dari saluran gastrointestinal dengan konsentrasi


puncak plasma mencapai sekitar 10-60 menit dengan dosis per oral. Paracetamol
didistribusikan ke hampir semua jaringan tubuh. Melewati plasenta dan mengalir
melalui air susu. Ikatan protein plasma dapat diabaikan pada konsentrasi terapeutik
normal, namun dapat meningkat dengan peningkatan konsentrasi. Waktu paruh
eliminasi dari paracetamol bervariasi antara 1 hingga 3 jam (Sweetman, 2009).
Paracetamol dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urin sebagai
glukoronide dan sulfat konjugasi. Kurang dari 5% diekskresi sebagai paracetamol.
Eliminasi terjadi kira-kira 1-4 jam (Reynolds, 1989).

Fenilpropanolamin hidroklorida adalah senyawa yang termasuk dalam obat


simpatomimetis yang secara struktur berkaitan dengan efedrin hidroklorida. Nama
kimia dari Fenilpropanolamin hidroklorida (dl- norefedrin) adalah α-(1-aminoetil)
benzyl alkohol hidroklorida atau 1-fenil-1-amino-1-propanol hidroklorida. Senyawa
ini mempunyai berat molekul 187,67 g/mol. fenilpropanolamin hidroklorida memiliki
waktu paruh eliminasi antara 3–6 jam (Rusdiana dkk).

Penelitian pengaruh pemberian kombinasi obat parasetamol 500mg dan


fenilpropanolamin HCl 50 mg secara oral terhadap profil farmakokinetik masing-
masing obat tersebut dalam plasma menunjukkan hasil bahwa nilai tetapan absorbsi
(Ka), laju eliminasi dari kompartemen sentral (Ke), dan waktu tercapainya
konsentrasi puncak (tmaks) masing-masing obat tidak berbeda secara bermakna baik
pemberian tunggal maupun kombinasi. Perbedaan waktu paruh eliminasi dari seluruh
tubuh (t½β) untuk parasetamol antara pemberian tunggal dan kombinasi, tidak
bermakna secara statistik. Akan tetapi untuk nilai t½β dari fenilpropanolamin
hidroklorida berbeda secara bermakna antara nilai t½β fenilpropanolamin
hidroklorida yang diberikan secara tunggal (rata-rata 6,99 jam) dan yang diberikan
secara kombinasi dengan pemberian parasetamol (rata-rata 10,60 jam). Nilai AUC0-
∞ (luas daerah di bawah kurva) dan Cmaks (konsentrasi puncak) dari kedua obat
memiliki perbedaan bermakna baik nilai AUC0-∞dan Cmaks untuk parasetamol
maupun fenilpropanolamin hidroklorida antara obat yang diberikan secara tunggal
dan kombinasi (Rusdiana dkk).Apabila kombinasi obat parasetamol dan
fenilpropanolamin HCl diberikan secara berulang (misalnya tiga kali dalam sehari)
maka parasetamol dengan waktu paruh elimasi 1 jam tidak akan menimbulkan
akumulasi tetapi fenilpropanolamin HCl dengan waktu paruh eliminasi 6 jam akan
memiliki indeks akumulasi (R) diatas satu. Dengan demikian kombinasi obat ini
dapat menimbulkan akumulasi fenilpropanolamin dalam tubuh apabila diberikan
sehari tiga kali.

Pada model absorpsi orde kenol menerapkan absorpsi oral obat dalam larutan
atau bentuk sediaan melarut dengan cepat obat dalam saluran cerna DGI diabsorpsi
secara sistemik pada suatu tetapan laju reaksi, K0. Obat dieliminasi dari tubuh oleh
suatu proses orde kesatu dengan suatu tetapan laju orde kesatu, K. model ini analog
dengan pemberian obat secara infuse intravena. Model farmakokinetik yang
mengangga absorpsi orde nol digambarkan dalam Gambar 1 (Shargel and Yu, 2005).

Gambar 1. Model farmakokinetika kompartemen satu untuk absorpsi obat


orde nol dan eliminasi obat orde kesatu

Laju eliminasi pada setiap waktu, dengan proses orde kesatu adalah sama
dengan DBK. laju masukan adalah K0. Oleh karena itu, perubahan per satuan waktu
dalam tubuh dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝑑𝐷𝐵
− 𝐾0 − 𝐾𝐷𝐵
𝑑𝑡

Integrasi dari persamaan ini dengan substitusi VdCp untuk DB:

𝐾
𝐶𝑝 = 𝑉 0𝐾 (1 − 𝑒 −𝐾𝑟 )
𝑑

Laju absorpsi obat adalah konstan dan berlanjut sampai jumlah obat dalam
dinding usus, DGI habis. Waktu dimana absorpsi obat berlangsung sama dengan
DGI/K0. Setelah waktu ini obat tidak, tersedia lagi untuk absorpsi dari dinding usus
dan persamaan 7.7 tidak, lagi berlaku.Konsentrasi obat dalam plasma akan menurun
menurut suatu proses laju eliminasi orde kesatu (Gambar 2) (Shargel and Yu, 2005).

III. Alat dan Bahan

3.1 Alat
 Kalulator Scientific
 Laptop
 Kertas Semilogaritmik
 Alat Tulis
 Penggaris
1.2 Bahan
 Text Book

IV. Prosedur Kerja

4.1 Menentukan Model Kompartemen

 Preparasi Data
Masukkan data pada Microsoft excel berupa tabel yang menyatakan waktu (t)
dalam satuan jam dan konsentrasi plasma (Cp) dalam satuan µg/mL.
 Menentukan Model Kompartemen dengan Kurva
Data yang telah diinput kemudian ditentukan model kompartemennya dengan
membuatnya menjadi suatu kurva logaritma, dengan cara data diblock seluruhnya
t dan Cp lalu klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model
smooth lines.
Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik
kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp)
kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka
kurva berubah menjadi format kurva logaritma.
 Menampilkan Persamaan dan nilai R pada Kurva
Setelah mengetahui model kompartemen dari kurva yang ditampilkan,
kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis
kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga
pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.

4.2 Menentukan Persamaan Farmakokinetika


Prosedur preparasi data, penentuan model kompartemen dengan kurva,
sampai penampilan persamaan pada kurva dilakukan dengan prosedur yang
sama. Tahapan selanjutnya untuk menentukan parameter farmakokinetika pada
kompartemen dua adalah sebagai berikut.
 Menentukan Persamaan Fase Pertama pada Kompartemen Satu dan
Kompartemen Dua
Persamaan pada fase pertama kompartemen satu dan kompartemen dua dapat
diawali dengan menentukan kurva dan persamaan pada fase eliminasi. Kurva
pada fase eliminasi dapat ditampilkan dengan memblock 3 data terbawah t dan
cp, kemudian langkah yang sama dilakukan untuk menampilkan kurva, dengan
cara klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines.
Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik
kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp)
kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka
kurva berubah menjadi format kurva logaritma. Setelah mengetahui kurva
eliminasi, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan
pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential,
centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value
on chart.
 Menentukan Cp Terminal dan Cp Residual
Cp terminal dan Cp residual digunakan untuk menentukan kurva dan
persamaan fase distribusi pada model kompartemen dua.
Cp terminal dapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai A pada
persamaan sumbu “y” kurva eliminasi dikalikan dengan eksponen nilai Ke yang
didapat dari persamaan eliminasi, dan dikalikan dengan waktu (t) teratas, begitu
seterusnya sampai 4 waktu (t) teratas. Cp residual dapat ditentukan dengan
memasukkan ke rumus, nilai Cp pada data dikurangi dengan masing-masing Cp
terminal.
 Menentukan Persamaan Fase Kedua pada Kompartemen Dua
Persamaan fase kedua pada model kompartemen dua dapat ditentukan dengan
kurva dan persamaan distribusi.
Kurva fase distribusi merupakan perbandingan waktu (t) dengan Cp residual
pada data yang menunjukkan fase distribusi, dengan cara memblock data waktu
(t) dan Cp residual, kemudian klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan
pilih model smooth lines. Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva
logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang
menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada
pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma.
Setelah mengetahui kurva eliminasi, kemudian dicari persamaan garis serta nilai
R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline,
centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat
dan display R-squared value on chart.
 Menentukan Cp Distribusi dan Cp 2 Residual
Cp distribusidan Cp 2 residual digunakan untuk menentukan kurva dan
persamaan fase absorpsi pada model kompartemen dua.
Cp distribusidapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai A pada
persamaan sumbu “y” kurva distribusi dikalikan dengan eksponen nilai Ke yang
didapat dari persamaan distribusi, dan dikalikan dengan waktu (t) teratas yang
menunjukkan fase absorpsi. Cp 2 residual dapat ditentukan dengan memasukkan
ke rumus, nilai Cp residual dikurangi dengan masing-masing Cp distribusi.
 Menentukan Persamaan Fase Ketiga pada Kompartemen Dua
Persamaan fase ketiga pada model kompartemen dua dapat ditentukan dengan
kurva dan persamaan absorpsi.
Kurva fase absorpsi merupakan perbandingan waktu (t) dengan Cp 2 residual
pada data yang menunjukkan fase absorpsi, dengan cara memblock data waktu (t)
dan Cp 2 residual yang menunjukkan fase absorpsi, kemudian klik insert, pilih
chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines. Kurva yang
ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada
bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih
format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah
menjadi format kurva logaritma. Setelah mengetahui kurva eliminasi, kemudian
dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva
kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada
pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.
V. Hasil Praktikum

 Pemberian Paracetamol Tunggal

Diketahui:

Dosis Paracetamol: 500 mg

Kadar parasetamol dalam plasma darah sukarelawan

Kadar (ug/ml)
No t (jam)
S1 S2 S3 S4 S5 S6 X SD
1 0.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
2 0.25 9.593 9.593 9.593 10.582 6.720 11.478 9.593 1.788
3 0.50 11.379 13.738 10.261 15.553 8.387 12.670 12.122 2.833
4 0.75 12.951 12.951 12.951 14.225 10.346 14.283 12.951 2.257
5 1.00 10.059 10.589 8.531 13.079 12.084 12.428 11.342 1.818
6 1.50 8.025 7.954 6.844 10.733 11.073 9.473 9.215 1.805
7 2.00 6.812 6.719 5.705 8.780 9.859 8.343 7.881 1.660
8 3.00 5.123 4.569 3.616 6.615 6.394 5.748 5.389 1.271
9 4.00 3.758 2.704 2.306 5.098 4.667 4.583 3.872 1.271
10 5.00 2.569 1.646 1.204 3.055 3.302 2.988 2.439 0.946
11 6.00 1.526 1.137 0.609 2.140 2.116 2.456 1.692 0.782
12 8.00 0.907 0.631 0.456 0.698 1.198 1.256 0.848 0.358
13 10.00 0.493 0.514 0.272 0.481 0.784 0.851 0.580 0.237
14 12.00 0.360 0.350 0.176 0.320 0.441 0.654 0.388 0.176
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope


Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Rusdiana Taofik, Fauzi Sjuib, Sukmadjaja Asyarie. Interaksi Farmakokinetik


Kombinasi Obat Parasetamol dan Fenilpropanolamin Hidroklorida Sebagai
Komponen Obat Flu. Available at: www.pustaka.unpad.ac.id Opened at: 8
Maret 2017

Shargel, L. dan Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi


Kedua. Surabaya: Airlangga University Press.

Shargel, L.dkk. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kelima.


Surabaya: Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai