Anda di halaman 1dari 8

PERCOBAAN IV

STABILITAS
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu
bahan obat
2. Memahami dan menjelaskan pengaruh perubahan suhu terhadap kestabilan suatu
bahan obat
3. Memahami cara menentukan tetapan laju peruraian bahan obat pada suhu tertentu
4. Memahami dan menghitung pengaruh energy aktivasi dalam peruraian suatu
bahan obat karena pengaruh perubahan suhu

II. TEORI UMUM


Stabilitas diartikan bahwa obat (bahan obat, sediaan obat), disimpan dalam
kondisi penyimpanan dan pengangkutannya tidak menunjukkan perubahan sama sekali
atau berubah dalam batas-batas yang diperoleh (Voigt, 1995).
Stabilitas obat adalah kemampuan obat atau produk untuk mempertahankan sifat
dan katakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat atau diproduksi.
Identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian dalam batasan yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan. Stabilitas sediaan farmasi tergantung pada profil
sifat fisika dan kimia pada sediaan yang dibuat (termasuk eksipien dan sistem kemasan
yang digunakan untuk formulasi sediaan) dan fraksi lingkungan seperti suhu,
kelembapan, dan cahaya (Joshita, 2008).
Beberapa jenis perubahan stabilitas obat atau produk farmasi yang diperlakukan
untuk dipertimbangkan adalah perubahan fisika, kimia, dan mikrobiologi. Stabilitas fisika
meliputi penampilan, konsistensi, warna, aroma, rasa, kekerasan, kerapuhan, kelarutan,
pengendapan, perubahan berat, adanya uap, bentuk, dan ukuran partikel. Stabilitas kimia
meliputi degradasi formulasi obat, kehilangan potensi (bahan aktif), kehilangan bahan-
bahan tambahan (pengawet, antioksidan, dan lainnya). Stabilitas mikrobiologi meliputi
perkembangbiakan mikroorganisme pada sediaan non steril, sterilisasi, dan perubahan
fektivitas pengawet (Jenkins, 1957).
Adapun efek-efek tidak diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan produk
farmasi yaitu hilangnya zat aktif, naiknya konsentrasi zat aktif, bahan obat berubah,
hilangnya keseragaman kandungan, menurunnya status mikrobiologi, hilangnya
kekedapan kemasan, modifikasi faktor hubungan fungsional, serta faktor lingkungan
seperti suhu, kelembapan, dan cahaya (Joshita, 2008).
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat
formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya
diproduksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke
tangan pasien yang membutuhkan. Obat yang disimpan dalam jangka waktu lama dapat
mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima pasien berkurang. Adanya
hasil uraian zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh
karena itu, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan sutau zat
sehingga dapat dipilih pembuatan sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga
(Anonim, 2015).
Sejumlah besar zat kemoterapi modern ini adalah asam lemah atau basa lemah.
kelarutan zat-zat ini dapat dengan mudah atau nyata dipengaruhi oleh pH lingkungan.
Melalui pemakaian hukum aksi massa , kelarutan obat – obat asam – asam lemah maupun
basa – basa lemah dapat diramalkan, sebagai fungsi pH, dengan derajat ketetapan yang
besar. Dalam memilih pH lingkungan untuk kelarutan yang memadai ada beberapa faktor
yang lainnya yang perlu diperhatikan , pH memenuhi persyratan kelarutan tidak harus
bertentangan dengan persyaratan produk lain. Jika pH kritis untuk menjaga kelarutan
obat , sistem tersebut harus dapar dalam kisaran pH yang diinginkan, dapar harus aman
secara biologis, mempunyai sedikit atau tidak mempunyai efek merusak terhadap
stabilitas produk akhir (Lachman, 1994).
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang
berkaitan dengan bidang kefarmasian, mulai dari pengusaha obat sampai ke pasien.
Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk obat atau sediaan yang
dihasilkannya cukup stabil sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup
lama dimana obat tidak berubah menjadi zat tidak berkhasiat atau racun. Ahli farmasi
harus mengetahui ketidakstabilan potensial obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita
harus diyakinkan bahwa obat yang digunakannya akan sampai pada tempat pengobatan
dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai efek pengobatan yang diinginkan (Martin,
1993).
Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimaksudkan dalam rantai
peristiwa ini (Martin, 1993) :
1. Kestabilan dan tak tercakup proses laju umumnya adalah suatu yang
menyebabkan ketidak aktifan obat melalui penguraian obat, atau melalui
hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kimia yang kurang
diinginkan dari obat tersebut.
2. Disolusi, disini yang diperhatikan terutama kecepatan berubahnya obat dalam
bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.
3. Proses absorbsi, distribusi, dan eliminasi beberapa proses berkaitan dengan laju
absorbsi obat ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan laju
pengeluaran obat setelah proses distribusi dengan berbagai faktor, seperti
metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalur-jalur
penglepasan.
4. Kerja obat pada tingkat molekular obat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat
dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan suatu proses laju.
Ada beberapa pendekatan untuk kestabilan dari preparat-preparat farmasi yang
mengandung obat-obat yang cenderung mengurai dengan hidrolisis.Barangkali paling
nyata adalah reduksi atau eliminasi air dari sistem farmasi.Bahkan bentuk-bentuk sediaan
padat yang mengandung obat-obat labil air harus dilindungi dari kelembaban atmosfer.
Ini dapat dibantu dengan menggunakan suatu penyalut pelindung tahan air menyelimuti
tablet atau dengan menutup dan menjaga obat dalam wadah tertutup kuat (Ansel, 1989).
Pada masa lalu banyak perusahaan farmasi mengadakan evaluasi mengenai
kestabilan sediaan farmasi dengan pengamatan selama atau lebih, sesuai dengan waktu
normal yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam penggunaan.Metode seperti itu
memakan waktu dan tidak ekonomis.Penelitian yang dipercepat pada temperatur tinggi
juga banyak dilakukan oleh banyak perusahaan, tetapi kriterianya sering merupakan
kriteria buatan yang tidak didasarkan pada prinsip-prinsip dasar kinetik. Contohnya,
beberapa perusahaan menggunakan aturan bahwa penyimpanan cairan pada 37ºC
mempercepat penguraian 2 kali lajunya pada temperatur normal, sementara perusahaan
lain mengandaikan bahwa kondisi tersebut mempercepat penguraian dengan 20 x laju
normal. Telah dibuktikan bahwa koefisien temperatur buatan dan kestabilan tidak dapat
diterapkan pada sediaan-sediaan cair dan sediaan farmasi yang lain. Perkiraan waktu
penyimpanan harus diikuti dengan analisis yang dirancang secara hati-hati untuk
bermacam-macam bahan dalam tiap produk jika hasilnya cukup berarti (Martin, 1993).

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
1. Beaker glass 100ml, 500ml
2. Erlenmeyer 100ml
3. Labu ukur 100ml
4. Gelas ukur 5ml, 100ml
5. Pipet ukur dan ball filler
6. Buret coklat
7. Batang pengaduk
8. Klem dan statif
9. Penjepit kayu
10. Thermometer
11. Penangas elektrik
12. Alumunium foil
13. Sendok tanduk
14. Timbangan analitik
3.2 Bahan
1. Larutan vitamin C 100mg/ml
2. Larutan H2SO4 0,5 M
3. Larutan standar Na2S2O4 0,1 M
4. Larutan KIO3 0,02 M
5. KI
6. Aquadest
7. Indicator kanji
8. Es batu
IV. PROSEDUR KERJA
Pembuatan Larutan Vitamin C
1. Timbang 10 tablet vitamin C (cap IPI) untuk mengetahui bobot totalnya
2. Gerus dengan mortir dan masukkan ke dalam beaker glass
3. Tambahkan aquadest secukupnya, diaduk sampai larut dan masukkan ke dalam labu
ukur 100ml
4. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu ukur 100ml, kocok sampai homogen
5. Larutan disaring dan dilakukan pengenceran deng an cara mengambil 2ml larutan baku
vitamin C, masukkan ke dalam labu ukur 100ml
6. Tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu ukur 100ml, kocok sampai homogen
7. Siapkan tabung reaksi sebanyak 5 buah yang berisi masing-masing 10ml sampel
vitamin C
8. Tabung reaksi yang berisi 10ml larutan vitamin C dipanaskan pada penangas air dengan
suhu 27ᴏC, 30 ᴏC, 50 ᴏC, 70 ᴏC, 90 ᴏC selama 15 menit
9. Dinginkan dan lakukan pengukuran absorbansi larutan baku vitamin C menggunakan
alat spektrofotometer UV-VIS untuk menentukan panjang gelumbang maksimumnya
dan ulangi sebanyak 3 kali
10. Catatlah dalam tabel dan buatlah grafik dalam kurva menggunakan kertas millimeter

V. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


5.1 Hasil Absorbansi Larutan Baku Dan Larutan Sampel Vitamin C
Nama Sampel Suhu Absorbansi Rata-rata
absorbansi
1 2 3
Larutan Baku 27ᴏC 0,698 0,698 0,698 0,698
Vitamin C
Larutan Sampel 27 ᴏC 0,698 0,698 0,698 0,698
Vitamin C 30 ᴏC 0,353 0,503 0,491 0,449
50 ᴏC 0,109 0,494 0,248 0,284
70 ᴏC 0,108 0,508 0,367 0,328
90 ᴏC 0,123 0,452 0,213 0,263
5.2 Hasil Perhitungan Kadar Larutan Baku Dan Sampel Vitamin C
Nama Sampel Suhu Absorbansi Rata-rata
absorbansi
1 2 3
Larutan Baku 27ᴏC 100% 100% 100% 100%
Vitamin C
Larutan Sampel 27 ᴏC 100% 100% 100% 100%
Vitamin C 30 ᴏC 50,57% 72,06% 70,34% 64,32%
50 ᴏC 15,61% 70,77% 35,53% 40,63%
70 ᴏC 15,47% 72,77% 52,57% 46,93%
90 ᴏC 61,11% 64,75% 30,51% 52,12%

Perhitungan
Larutan Baku: 0,698
 Suhu 27ᴏC
Kadar: 100%
 Suhu 30ᴏC
0,353
Kadar 1. × 100% = 50,57%
0,698
0,503
2. 0,698 × 100% = 72,06%
0,491
3. 0,698 × 100% = 70,34%

Rata-rata: 64,32%
 Suhu 50 ᴏC
0,109
Kadar 1. 0,698 × 100% = 15,61%
0,494
2. × 100% = 70,77%
0,698
0,248
3. 0,698 × 100% = 35,53%

Rata-rata: 40,63%
 Suhu 70 ᴏC
0,108
Kadar 1. 0,698 × 100% = 15,47%
0,508
2. 0,698 × 100% = 72,77%
0,367
3. 0,698 × 100% = 52,57%

Rata-rata: 46,93%

 Suhu 90 ᴏC
0,472
Kadar 1. 0,698 × 100% = 61,11%
0,452
2. 0,698 × 100% = 64,75%
0,213
3. 0,698 × 100% = 30,51%

Rata-rata: 52,12%
VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN
VIII. SOAL-SOAL PENUNTUN
1. Berdasarkan hasil percobaan diatas, berapakah orde peruraian vitamin C dan jelaskan
alasannya?
Jawab:
2. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suatu obat?
Jawab:
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”. UMI : Makassar.

Ansel C. Howard. 1989. “ Pengantar Bentuk Sedian Farmasi Edisi Keempat”. UI-Press :
Jakarta.

Jenkins. 1957. “Farmasi Fisika”. UGM Press : Yogyakarta.

Joshita. 2008. “Obat-Obat untuk Paramedis”. UI Press : Jakarta.

Lachman. 1994. “Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 3”. UI-Press, Jakarta.

Martin Alfred. 1993. “ Farmasi Fisik 2 Edisi Ketiga”. UI Press : Jakarta.


Voigt, R. 1995. ”Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”. UGM Press : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai