Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH FARMASI FISIKA

“STABILITAS OBAT”

Dosen Pengampu :
apt. Fitra Indah Wiratantri, S. Farm

Disusun oleh :
1. Rahel Christin Joane Thomas A28227153
2. Katharina Martha Sadipun A28227154
3. Talitha Habibah A28227155
4. Nibras Mufida Ar-Rumaysa A28227156
5. Ardine Kusuma Safitri A28227157

S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2023/2024
I. PENDAHULUAN
Obat adalah bahan kimia atau paduan bahan kimia yang dimaksudkan untuk
dipakai dalam mendiagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan dan
menyembuhkan penyakit, gejala penyakit, luka, kelainan fisik dan mental, pada
manusia atau hewan, ataupun untuk maksud meningkatkan kesegaran fisik
maupun mental dan bahan ini tidak tergolong makanan atau minuman (Moningka,
2007).

Stabilitas Diartikan Bahwa Obat (Bahan Obat,Sediaan Obat), Disimpan Dalam


Kondisi Penyimpanan Dan Pengangkutannya Tidak Menunjukkan Perubahan
Sama Sekali Atau Berubah Dalam Batas-Batas Yang Diperoleh(Voigt,1994:607).
Stabilitas Dalam Bidang Farmasi Tergantung Pada Profil Sifat Fisika Dan Kimia
Pada Sediaan Yang Dibuat Termasuk Eksipien Dan Sistem Kemasan Yang
Digunakan Untuk Formulasi Sediaan Dan Fraksi Lingkungan Seperti Suhu,
Kelembapab, Dan Cahaya (Joshita,2008:5).
Beberapa jenis perubahan stabilitas obat atau produk farmasi yang
diperlakukan untuk dipertimbangkan adalah perubahan fisika, kimia, dan
mikrobiologi. Stabilitas fisika meliputi penampilan, konsistensi, wama, aroma,
rasa, kekerasan, kerapuhan, kelarutan, pengendapan, perubahan berat, adanya
uap, bentuk, dan ukuran partikel (Jenkins, 1957: 73).
Stabilitas kimia meliputi degradasi formulasi obat, kehilangan potensi (bahan
aktif), kehilangan bahan-bahan tambahan (pengawet, antioksidan,dan lainnya).
Stabilitas mikrobiologi meliputi perkembangbiakan mikroorganisme pada sediaan
non steril, sterilisasi, dan perubahan fektivitas pengawet (Jenkins, 1957: 73).
Adapun efek-efek tidak diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan produk
farmasi yaitu hilangnya zat aktif, naiknya konsentrasi zat aktif, bahan obat
berubah, hilangnya keseragaman kandungan, menurunnya status mikrobiologi,
hilangnya kekedapan kemasan, modifikasi faktor hubungan fungsional, serta
faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan Cahaya (Joshita, 2008: 8).
Stabilitas obat adah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat
dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya saat dibuat (identitas,
kekuatan, kualitas, dan kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan (Joshita, 2008).
Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa pasien menerima
dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil ditemukan degradasi efek terapi aktif.
farmasi diproduksi bertanggung jawab untuk memastikan ia merupakan produk
yang stabil yang dipasarkan dalam batas-batas tanggal kedaluwarsa. apoteker
komunitas memerlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
stabilitas bahwa ia benar dapat menyimpan obat-obatan, pemilihan wadah yang
tepat untuk mengeluarkan obat tersebut, mengantisipasi interaksi Ketika
pencampuran beberapa bahan obat, persiapan, dan menginformasikan kepada
pasien setiap perubahan yang mungkin terjadi setelah obat telah diberikan (Parrot,
1978).
Pada umumnya penelitian kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara
kinetika kimia, cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga praktis
digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal penting yang diperhatikan dalam
penentuan
kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah : kecepatan reaksi, faktor-
faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi dan cara penentuannya (Lachman,
1994).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain adalah
panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan lain-lain dignakan
dalam formula sediaan obat tersebut. Sebagai contoh senyawa-senyawa ester dan
amida seperti amil nitrat dan kloramfenikol adalah merupakan zat-zat yang
mudah terhidrolisa dengan adanya lembab, sedangkan vitamin C mudah sekali
mengalami oksidasi (Lachman, 1994).
Pemeriksaan kestabilan obat mutlak diperlukan agar obat dapat sampai pada
titik tangkapnya dengan kadar yang tepat, sehingga dapat memberikan efek terapi
yang dikehendaki, penetapan kadar obat dilakukan untuk menjaga mutu obat
sesuai dengan ketetapan dalam Farmakope Indonesia. Stabilitas obat dapat
dipengaruhi oleh Faktor luar yang mempengaruhi antara lain suhu, kelembapan,
udara dan cahaya.
II. ISI
Suatu obat dapat dikatakan stabil jika kadarnya tidak berkurang dalam
penyimpanan.Adapun ketika obat berubah warna, bau, dan bentuk serta terdapat
cemaran mikroba maka dapat disimpulkan bahwa obat tersebut tidak stabil
(Fitriani, 2015).
Evaluasi pada formulasi obat khususnya untuk uji stabilitas dapat digunakan 2
metode yaitu uji stabilitas real time dan uji stabilitas dipercepat. Untuk kedua
metode tersebut yang harus dilakukan adalah mengambil 10 atau lebih formulasi
lalu ditempatkan pada kondisi real time (misalnya 5o C) dan kondisi saat stabilitas
dipercepat (misalnya 30℃ / 65% RH). Waktu yang dibutuhkan untuk menguji
stabilitas tersebut adalah 6 sampai 2 tahun atau untuk masing-masing formulasi
adalah 1 sampai 3 bulan penelitian (Kelly. 2008).
Contoh efek yang merugikan saat suatu obat tidak stabil antara lain lidokain
dapat meningkat kadar zat aktifnya jika kehilangan aliran perfusi sehingga
terkadang pelarut dapat menguap dan menyebabkan zat aktif lidokain dapat
meningkat, parameter yang dapat dilakukan untuk menguji stabilitas lidokain
tersebut adalah dengan menguji stabilitas dalamwadah terakhir.
Contoh lain adalah pembentukan epianhydrotetracycline dari tetrasiklin dapat
menjadi toksik karena terjadi degradasi komponen obat, sehingga parameter yang
dapat dilakukan untuk menguji stabilitas obat tersebut adalah dengan menghitung
jumlah produk yang terdegradasi selama shelf-life (Bajaj, 2012).
ada 5 tipe stabilitas yaitu ; (5,10)
1. Stabilitas kimia berarti bahwa setiap zat aktif dalam sediaan tetap memiliki
sifat kimia dan potensi.sesuai dengan persyaratan baku.
2. Stabilitas fisika menunjukkan bahwa sifat-sifat fisika yang semula, termasuk
bentuk, homogenitas,kelarutan dan sebagainya tidak berubah.
3. Stabilitas mikrobiologi berarti bahwa sterilitas dan resistensi terhadap
berkembang biaknya mikroorganisme tetap piasih memenuhi persyaratan, dan
bahan pengawet yang terkandung masih tetap efektif dalam batao-batas
tertentu.
4. Stabilitas terapeutik berarti bahwa, efek terapeutik tidak berubah.
5. Stabilitas toksikologis menunjukkan bahwa tidak terlihat peningkatan
toksisitas.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STABILITAS OBAT

Stabilitas obat dipengaruhi oleh adanya factor- faktor internal dan eksternal. Faktor
internal yaitu adanya interaksi bahan obat dalam sediaan sedangkan Factor eksternal
meliputi :

a. Oksigen
Oksigen merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam reaksi oksidasi.
Reaksi oksidasi ini dapat mempengaruhi kestabilan obat karena dapat mendegradasi
obat tersebut.
b. Suhu
Suhu yang tinggi dapat mempengaruhi semua reaksi kimia. Kenaikan suhu akan
mempercepat reaksi kimia suatu obat. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan
stabilitas obat menjadi berkurang dan akhirnya menyebabkan penurunan kadar dari
obat tersebut
c. pH
pH dapat mempengaruhi tingkat dekomposisi obat,. Obat biasanya stabil pada pH 4
sampai 8. Dengan adanya penambahan asam ataupun basa dapat menyebabkan
penguraian larutan obat menjadi dipercepat dan menyebabkan obat menjadi tidak
stabil.
d. Cahaya
Cahaya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada sediaan karena reaksi
fotodekomposisi dari obat .
e. Mikroorganisme
Pertumbuhan mikroorganisme menyebabkan meningkatnya toksisitas karena
degradasi obat atau zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme itu.
f. Kelembaban
Lembab udara mempunyai pengaruh yang, cukup berarti bagi bahan obat atau sediaan
farmasi dalam bentuk padat terutama yang bersifat higroskopis dan tidak stabil
dengan adanya air. Uap air yang diserap merupakan media reaksi kimia dari bahan
obat yang mengakibatkan terjadinya peruraian. Mekanisme peruraian bahan obat
dimulai dengan adanya adsorpsi uap air dari udara oleh molekul-bahan obat sehingga
terbentuk lapisan air pada permukaannya, kemudian diikuti dengan melarutnya bahan
obat dalam lapisan air tersebut dan peruraian bahan obat terjadi seperti halnya dalam
larutan. (Gokani, H. Rina D, N. Kinjal, 2012).

KRETERIA UNTUK PENERIMAAN STABILITAS

Terdapat kriteria untuk penerimaan stabilitas, antara lain:

1. Jenis stabilitas
Sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan obat kondisi dari sediaan harus
bertahan.
2. Kimia
Setiap zat aktif mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensi yang tertera pada
etiket dalam batas yang dinyatakan.
3. Fisika
Sifat fisik awal, termasuk penampilan, kesesuaian, keseragaman, disolusi dan
kemampuan untuk disuspensikan.
4. Mikrobiologi
Zat antimikroba yang ada akan mempertahankan efektifitas dalam batas yang
ditetapkan, perlu adanya sterilisasi terhadap pertumbuhan mikroba.
5. Terapi
Efek yang ditimbulkan tidak berubah
6. Toksikologi
Ketidakterjadinya peningkatan bermakna dalam toksisitas (Depkes RI. 1995)

MACAM – MACAM UJI STABILITAS

Uji stabilitas dibagi menjadi 2 macam, yaitu:

1. Uji stabilitas selama penyimpnan :


Penyimpanan sediaan suatu bahan obat selama jangka waktu tertentu dengan
kondisi penyimpanan meliputi suhu, Cahaya, udara, dan kelembapan sediaan bahan
obat yang tersimpan dalam ruangan maupun lemari es dpat dilakukan control terhadap
kandungan bahan obat ataupun keefektifannya, sifat mikrobiologinya serta
sensoriknya dan kondidsi galenic suatu sediaan yang dideteksi (Voigh,1994).
2. Uji stabilitas dipercepat
Reaksi yang digunakan dalam penguraian pada suhu tinggi akan
diekstrapolasikan pada suhu penyimpanan yang ditentukan terhadap kecepatan
penguraian yang dikonsentrasikan, dan kecepatan reaksi terhadap suuhu (Voigh,
1994).

PROSES – PROSES PERUBAHAN STABILITAS

Proses perubahan stabilitas meliputi sebagai berikut;


1. Perubahan fisika
Dalam sediaan bahan obat menunjukan adanya polimorfin yang berarti sediaan obat
tersebut mampu untuk berada dalam berbagai modifikasi Penyebab perubahan itu
salah satunya adalah perubahan lingkungan, dan penyimpanan Suatu sediaan obat
mengalami transformasi polimorfin yang menyebabkan terjadinya perubahan dan
resorbsi bahan obat (Voigh, 1994).
Perubahan fisik suatu sediaan pada penyimpanan dapat terlihat parah atau lebih parah
daripada ketidakstabilan kimia bahan yang berkhasiat Perubahan yang terjadi dapat
terlihat dari perubahan bentuk hablur, bertambah atau berkurangnya laju alır disolusi,
waktu disintegrası, pecahnya emulsi, penggumpalan suspensi, perubah warna, dan
adanya endapan dalam sediaan larutan (Laclunan, 1994).
2. Perubahan kimia
Perubahan secara kimia ini terjadi melalui jalur hidrolises, oksidasi- roduksi,
rasemisasi, dekarboksilasi, pemecahan cincin, dan fotolisis.
a. Proses hidrolitik
Menurut Voight, 1994 mengatakan bahwa reaksi penguraian mengalamu
mekanisme hidrolisis yang akan dikatalisı oleh asam dan basa Hidrolisis asam
merupakan reaksi kesetimbangan yang diakibatkan oleh terbentuknya anion
asam dengan muatan yang stabil Hidrolisis suatu sediaan akan bergantung
pada pli yang akan menyebabkan proses degradası.
b. Proses oksidasi
Suatu reaksi oksidasi akan berbentuk proses penguraian yang umumnya tidak
memiliki atau sangat rendah keefektifannya dan bersifat toksik. Reaksi yang
berkelanjutan dapat menyebabkan terjadinya perubahan yang nyata dalam sifat
bahan seperti rasa, bau, dan penampilannya (Voight, 1994).
Suatu zat dapat disebut dengan teroksidasi bila zat tersebut melepaskan
elektron, jika suatu zat teroksidasi maka diperoleh atom atau radikal
elekronegatif. Bentuk penguraian oksidatif yang terjadi yaitu autooksidasi
yang melibatkan proses berantai radikal bebas. Autooksidasi yaitu reaksi
bahan apapun dengan oksidasi molekuler. Radikal bebas terbentuk pada reaksi
yang menyangkut pembelahan ikatan homolitik suatu ikatan kovalen, sehingga
atom-atom yang terlibat untuk menahan suatu elektron dari ikatan kovalen
semula (Lachman, 1994).
c. Dekarboksilasi
Upaya untuk menstabilisasi suatu sediaan obat dapat dilakukan dengan jalan
mengatur pH, melindungi dari cahaya, dan menghindari dari pemanasan.
Dekarboksilasi tergantung pada pH dari sediaan obat (Voight, 1994).
d. Rasemisasi
Dalam reaksi rasemisasi suatu zat aktif kehilangan aktifitasnya tanpa
mengubah susunan kimiawinya apabila terjadi reaksi ini maka dapat
mempengaruhi kestabilitas suatu formulası farmasi, karena efek biologis
bentuk dekstro mungkin jauh lebih kecil daripada efek bentuk
levo (Lachman, 1994).
e. Fotolisis
Fotolisis dapat diartikan sebagai penguraian senyawa farmasi akibat serapan
energi radiasi dalam bentuk cahaya. Reaksi fotolisis yaitu suatu sistem
fotolisisakan menghasilkan radikal bebas yang mengalami reaksi lebih lanjut,
apabila molekul yang mengerap radiasi maka akan terlibat dalam reaksi
utama. Apabila molekul penyerapan radiasi tidak langsung ikut bereaksi
melainkan dapat meneruskan energi pada molekul lain yang bereaksi maka zat
penyerapan itu disebut dengan photosensitizer (Lachman, 1994).
III. KESIMPULAN
1. Stabilitas Diartikan Bahwa Obat (Bahan Obat,Sediaan Obat), Disimpan Dalam
Kondisi Penyimpanan Dan Pengangkutannya Tidak Menunjukkan Perubahan
Sama Sekali Atau Berubah Dalam Batas-Batas Yang Diperoleh. Stabilitas obat
adah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat dan
karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya saat dibuat (identitas,
kekuatan, kualitas, dan kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain adalah
panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan lain-lain
dignakan dalam formula sediaan obat tersebut. Jenis perubahan stabilitas obat
atau produk farmasi yang diperlakukan untuk dipertimbangkan adalah
perubahan fisika, kimia, dan mikrobiologi. Uji stabilitas dibagi menjadi dua
yaitu Uji Stabilitas selama penyimpanan dan Uji stabilitas dipercepat. Terdapat
beberapa proses perubahan stabilitas antara lain Perubahan fisika, Perubahan
Kimia ( terjadi melalui jalur hidrolises, oksidasi- roduksi, rasemisasi,
dekarboksilasi, pemecahan cincin, dan fotolisis)
3. Dari beberapa jurnal yang membahas mengenai stabilitas obat sediaan
suspensi membuktikan bahwa suhu adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi stabilitas obat sediaan suspensi karena dengan perbedaan suhu
akan mempengaruhi pH, kadar dan lain-lain dan pada akhirnya akan
mempengaruhi efek dari obat tersebut. Sehingga perlu diperhatikan di suhu
berapakah suatu obat dapat stabil dalam penyimpanan. Semakin tinggi suhu
penyimpanan semakin rendah stabilitas obat dilihat dari hasil yang didapatkan
penurunan kadar Sampel yang tidak termasuk range.
DAFTAR PUSTAKA

Fitriani, Y.N., INHS. Cakra., Yuliati, N., Aryantini. D., 2015. Formulasi and Evaluasi
Stabilitas Fisik Suspensi Ubi Cilembu (Ipomea batatas L.) dengan Suspending Agent CMC
Na dan PGS Sebagai Antihiperkolesterol. Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan. Volume 2.
Nomor 1.

Kelly. 2008. Accelerated Stability During Formulation Development of Early Stage


Protein Therapeutics – Pros and Cons of Contrasting Approaches. KBI Biopharma.

Bajaj, S., Singla. D., Sakhuja. N., 2012. Stability Testing of Pharmaceutical Products.
Journal of Applied Pharmaceutical Science 02 (03): 129-138

Gokani., Desai., N. Kinjal., Rina. H. 2012. Stability Study : Regulatory


Requirenment.

International Journal of Advances in Pharmaceutical Analysis. Vol 2. No 3 : 62-67

Jenkins, F.A. and White, H.E. (1957) Fundamentals of Optics. McGraw-Hill, New
York

Joshita, 2008. Kestabilan Obat http://staff.ui.ac.id/internal/130674809/ material/


Kestabilan obatkuliahS2.pd. ( Diakses 7 Juni 2012)

Lachman Leon, dkk, 1994, "Teori dan Praktek Farmasi Industri II", Universitas
Indonesia, Jakarta.

Martin, A, dkk., 1993, "Farmasi Fisik", UI - Press, Jakarta. Fundamental

Moechtar, 1989, Farmasi Fisika: Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah Mada
University Press, Jogjakarta

Moningka, B.H. 2007. Ringkasan Farmakologi. Manado : UNSRAT-Press

Parrot,E.L.1970."Pharmaceutical Technology Pharmaceutical". Burgess Publishing

Voight, R., 1994, "Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Ed. IV", UGM - Press,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai