Anda di halaman 1dari 27

PERCOBAAN VI

PENGARUH PERUBAHAN pH TERHADAP


STABILITAS KIMIA BAHAN OBAT

A. Tujuan
1. Memahami pengaruh perubahan pH terhadap stabilitas suatu bahan obat
2. Memahami cara menentukan tetapan laju peruraian bahan obat pada pH
tertentu

B. Dasar Teori
1. Stabilitas
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi
kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama
penyimpanan (Moechtar, 1989).
Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa pasien
menerima dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil ditemukan degradasi efek
terapi aktif. Farmasi bertanggung jawab untuk memastikan produk yang
diproduksi bersifat stabil yang dipasarkan dalam batas-batas tanggal kadaluwarsa.
Komunitas apoteker memerlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi stabilitas bahwa produknya benar dan dapat disimpan, pemilihan
wadah yang tepat untuk mengeluarkan obat tersebut, mengantisipasi interaksi
ketika pencampuran beberapa bahan obat, persiapan, dan menginformasikan
kepada pasien setiap perubahan yang mungkin terjadi setelah obat telah diberikan.
(Parrot, 1978)
Obat harus disimpan pada konsdisi yang tepat untuk menjamin
kestabilannya selama periodenya. Faktor lingkungan seperti suhu, radiasi, cahaya
terutama oksigen, karbon dioksida, uap air dan kelembaban juga dapat
mempengaruhi stabilitas. Obat harus terjamin mutunya agar obat tersebut efektif
saat dikonsumsi oleh pasien sehingga akan menghasilkan efek terapi yang
maksimal (Athijah, 2011).
Faktor yang mempengaruhi stabilitas pigmen antara lain: suhu, oksigen, pH,
cahaya, pelarut, asam askorbat, ion logam, dan keberadaan sulfur dioksida.
(Suparmi, 2009)
Proses jalannya penguraian (perubahan kimia, fisika dan mikrobiologis)
adalah terpenting untuk mengetahui waktu yang mana bahan obat atau sistem
bahan obat dibawah persyaratan lingkungan tertentu. Memenuhi tuntutan yang
telah dilaporkan. Untuk mendeteksi perbandingan stabilitas maka dipakai 2
metode yakni
a. Tes daya tahan waktu panjang yang mengantarkan bahwa obat selama ruang
waktu yang diminati disimpan di bawa persyaratan penyimpanan (suhu,
cahaya, udara dan kelembapan) yang dituntut atau diharapkan di dalam lemari
pendingin atau ruang pendingin dan dalam jarak waktu yang cocok dan pada
akhir percobaan dikontrol kandungan bahan obat atau nilai efektifnya, sifat
mikrobiologis, maupun sifat sensoris dan keadaan galeniknya yang dapat
dideteksi dengan metode fisika.
b. Tes daya tahan dipercepat dilakukan dibawah pembebanan panas, dengan ini
digunakan membuat peraturan kinetika reaksi. Penguraian dipelajari pada
suhu yang lebih tinggi daripada suhu ruang dan kemudian diekstrapolasikan
pada suhu penyimpanan.
(Voight, 1994)
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya
biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang
lama untuk sampai ketangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan
dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan
hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahaykan jiwa
pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat
tersebut optimum.
Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan-
bahan dari formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan
suatu stabilitas kimia dan farmasi serta mempersatukannya sebelum
memformulasikan menjadi bentuk-bentuk sediaan.
(Ansel, 1989)
Tanggal kadaluarsa merupakan gambaran dari stabilitas obat dalam
penyimpanan. Stabilitas obat merupakan kemampuan suatu produk untuk
bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan
penggunaan. Sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat

122
produk dibuat. Kestabilan obat dapat dilihat dari beberapa hal dengan suatu
perubahan dalam penampilan fisik seperti warna, bau, rasa dan tekstur. Sedangkan
dalam hal lain perubahan kimia dapat terjadi yang tidak bisa dibuktikan sendiri
dan hanya bias dibuktikan melalui analisis kimia. Tanggal kadaluarsa menyatakan
waktu dimana kandungan suatu obat telah mencapai 90 % dari kadar yang tertera
pada etiket jika disimpan pada tempat dan suhu yang sesuai. Berarti sekitar 10 %
dari kandungan obat telah mengalami penguraian. Disinilah letak perlu
ditentukannya tanggal kadaluarsa. 10 % kandungan obat yang terurai tidak
diketahui secara pasti menjadi zat apa setelah mengalami penguraian, apakah
menjadi senyawa yang tidak aktif atau bahkan berubah menjadi senyawa yang
bersifat toksik. Efek terapi yang diinginkan pun menjadi menurun karena
penguraian yang terjadi (Martin, 2008).
Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro
suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan
terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-
alkali, oksigen, cahaya, kelembaban dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan
rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu
ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua
molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).
Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah
labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-
masing bahan dan sifat kimia fisika dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah
faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu
menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan. Skala kualitas yang
penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah kandungan bahan aktif,
keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik, secara
miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala
perubahan yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope.
Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara internasional ditolerir suatu
penurunan sebanyak 10 % dari kandungan sebenarnya (Voight, 1994).
2. Pengaruh pH Terhadap Stabilitas

123
pH adalah suatu ukuran keasaman suatu larutan. Pengertian pH dalam
aplikasinya berbeda-beda. Di dalam sistem yang sering digunakan ( NBS sistem,
NBS = National Bureau of Standards), pH digambarkan dalam persamaan pH =
-log HA, dimana HA adalah aktivitas ion hidrogen dalam suatu larutan. Laju
reaksi dalam larutan berair sangat mudah dipengaruhi oleh adanya pH sebagai
akibat adanya proses katalisis. Untuk mengetahui pengaruh pH maka faktor-faktor
lainnya yang berpengaruh seperti suhu, kekuatan ionik dan komposisi pelarut
harus dibuat tetap. Pengaruh pH dapat diketahui dari bentuk profil pH laju
degradasi dari hubungan antara antara pH dan log k tanpa pengaruh dapar. Dari
profil tersebut dapat diketahui pH yang stabil, katalisis reaksi dan persamaan laju
reaksi stabilitas suatu obat.
Tiga bentuk profil pH laju degradasi yang dikenal yaitu bentuk V, bentuk
Sigmoid (S) dan bentuk Parabola atau kombinasi dari bentuk tersebut. Bentuk
profil yang dihasilkan tergantung pada sifat-sifat zat dan reaksi yang terjadi.
Bentuk V terjadi bila obat bersifat tak terionkan. Keuntungan dari profil log k Vs
pH dalam bentuk V adalah dapat digunakan pada pH rendah maupun tinggi ketika
reaksi di katalisis oleh asam dan basa.
Terkadang profil pH laju degradasi mengikuti bentuk Sigmoid (S). bentuk
ini terjadi jika obat mengalami disosiasi asam basa 1 kali. Keuntungan profil log k
Vs k dalam bentuk sigmoid ini adalah bahwa plot log k Vs pH dapat berubah
menjadi bentuk sebaliknya. Bentuk parabola memiliki dua titik infleksi yang
terjadi karena asam basa mengalami disosiasi 2 kali. Seperti bentuk sigmoid,
bentuk ini bisa terjadi dari kombinasi bentuk parabola dengan bentuk V pada
profil pH laju (Connors et al, 1986).
Jika memungkinkan secara fisiologis, larutan obat harus diformulasikan
sedikit mungkin ke pH stabilitas optimumnya. Jika penguraian hidrolisis obatnya
terkatalisis asam dan basa umum, yaitu penguraian terkatalisis oleh bagian asam
dan basa dari garam dapar disamping H+ dan OH- , konsentrasi dapar harus dibuat
minimum.
Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau
diperlambat secara ekponensial oleh nilai pH yang naik atau turun dari rentang
pH-nya. Nilai pH yang di luar rentang dan paparan terhadap temperatur yang

124
tinggi adalah faktor yang mudah mengkibatkan efek klinik dari obat secara
signifikan, akibat dari reaksi hidrolisis dan oksidasi. Larutan obat atau suspensi
obat dapat stabil dalam beberapa hari, beberapa minggu, atau bertahun-tahun pada
formulasi aslinya, tetapi ketika dicampurkan dengan larutan lain yang dapat
mempengaruhi nilai pH-nya, senyawa aktif dapat terdegradasi dalam hitungan
menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan
garamnya biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk
mempertahankan pH-nya pada rentang dimana terjadinya degradasi obat
minimum. Pengaruh pH pada kestabilan fisik sistem dua fase contohnya emulsi
juga penting, sebagai contoh kestabilan emulsi intravena lemak dirusak oleh pH
asam.
(Lachman, 1986)
3. Spektrofotometer

Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan serapan


sinar monokromatis oleh suatu lajut larutan berwarna pada panjang gelombang
spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan
detector foto tube. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu
pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi.
Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan
dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas
untuk komponen yang berbeda.
Benda bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik memancarkan
spektrum yang lebar terdiri atas panjang gelombang. Panjang gelombang yang
dikaitkan dengan cahaya tampak itu mampu mempengaruhi selaput pelangi mata
manusia dan karenanya menimbulkan kesan subjektif akan ketampakan (vision).
Namun, banyak radiasi yang dipancarkan oleh benda panas terletak di luar daerah
dimana mata itu peka, mengenai daerah UV dan inframerah dari spektrum yang
terletak di kiri dan kanan daerah tampak. Dalam analisis secara spektrofotometer
dapat tiga daerah panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu :
a. Daerah UV : = 200 380 nm.
b. Daerah visible (tampak) : = 380 700 nm.

125
c. Daerah inframerah (IR) : = 700 0,3 nm.
Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert Beer, bila
cahaya monokromatik (Io) melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya
tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It).
Transmitans adalah perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan
ketika melewati sampel (It) dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum
melewati sampel (Io). adalah absorpsifitas molar atau koefisien molar
extinction, nilainya dipengaruhi oleh sifat-sifat khas dari materi yang diradiasi.
Jika konsentrasi dalam satuan gram/liter maka dapat diganti dengan disebut
sebagai absorpsivitas spesifik. Persyaratan hukum Lambert Beer, antara lain:

a. Radiasi yang digunakan harus monokromatik.


b. Energi radiasi yang diabsorpsi oleh sampel tidak menimbulkan
reaksi kimia, jadi proses yang terjadi benar-benar absorpsi sampel (larutan)
yang mengabsorpsi harus homogen, tidak terjadi fluoresensi atau
phosporesensi.
c. Indeks refraksi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi, jadi
larutan tidak pekat (harus encer).
(Underwood, 2002)
4. Uraian Bahan
a. Vitamin C
Nama resmi : Acidum Ascorbicum
Nama lain : Asam askorbat
Rumus Molekul : C6H8O6
BM : 176,13
Pemerian : Serbuk atau hablur putih atau agak kuning, tidak
berbau rasa asam, karena pengaruh cahaya jadi
gelap.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol,
praktis tidak larut dalam klorofom
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
(Depkes RI, 1979)
Vitamin C stabil pada pH asam. Vitamin C sangat sensitif terhadap
pemanasan, bahkan pemanasan yang tergolong ringan (sedikit diatas suhu kamar).

126
Vitamin C juga sensitif terhadap sinar, senyawa oksidator (seperti : Iodium,
Hydrogen Peroksida) dan logam (besi). Vitamin C mudah teroksidasi, terutama
bila terlarut dalam suatu pelarut (misalnya air). Vitamin C teroksidasi dalam
larutan oleh oksigen, dengan memberikan 2 elektron pada senyawa oksidator.
Vitamin C akan berubah menjadi bentuk teroksidasi yaitu asam dehidroaskorbat.

(Bwidjanarko, 2008)

b. Natrium Dihidrogen Fosfat


Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau; rasa asam dan asin.
Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air.
BM : 156,01
c. Dinatrium Hidrogen Fosfat
Pemerian : Hablur tidak berwarna; tidak berbau; rasa asin.
Dalam udara kering merapuh.
Kelarutan : Larut dalam 5 bagian air; sukar larut dalam etanol
(95%) P.
BM : 358,14
d. Natrium Sitrat
Pemerian : Tidak berbau, tidak berwarna, Kristal,

monosiklik atau serbuk kristalin putih dengan


rasa asin yang dingin.
Kelarutan : 1 bagian natrium sitrat larut dalam 1,5 bagian
air; 0,6 bagian air mendidih, praktis tidak
larut dalam etanol(95%)
BM : 294
e. Asam Sitrat
Pemerian : Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur
granul sampai halus, putih: tidak berbau atau
praktis tidak berbau: rasa sangat asam. Bentuk
hidrat mekar dalam udara kering.

127
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam
etanol, agak sukar larut dalam eter.

BM : 210,14

(Depkes RI, 1979)

128
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Gelas kimia 50 mL
b. Kuvet
c. Labu takar 100 mL
d. Labu takar 50 mL
e. pH meter
f. Pipet gondok 10 mL
g. Pipet volume 10 mL
h. Pro pipet
i. Spektrofotometer UV-Visible
j. Spatula
2. Bahan
a. Alumunium foil
b. Air Suling
c. Vitamin C
d. NaH2PO4 (Natrium Dihidrogen Fosfat)
e. Na2HPO4 (Dinatrium Hidrogen Fosfat)
f. Asam sitrat
g. Natrium sitrat

D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan stok Buffer Fosfat
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Ditimbang 1,7799 g Na2HPO4 kemudian dilarutkan dengan aquades
secukupnya.
c. Dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu ditambahkan aquades sampai
tanda batas.
d. Ditimbang 1,5601 g NaH2PO4 kemudian dilarutkan dengan aquades
secukupnya.
e. Dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu ditambahkan aquades sampai
tanda batas.
2. Pembuatan stok asam sitrat dan natrium sitrat
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Ditimbang 4,2028 g asam sitrat kemudian dilarutkan dengan aquades
secukupnya.

129
c. Dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu ditambahkan aquades sampai
tanda batas.
d. Ditimbang 5,8824 g natrium sitrat kemudian dilarutkan dengan aquades
secukupnya.
e. Dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu ditambahkan aquades sampai
tanda batas.
3. Pengaruh perubahan pH terhadap stabilitas kimia bahan obat
a. Pembuatan buffer fosfat pH 6
1) Dimasukkan Na2HPO4 sebanyak 6,15 mL dan NaH2PO4 sebanyak 43,85 mL
ke dalam gelas kimia dan diaduk hingga homogen.
2) Diukur pH larutan menggunanakn pH meter dan dipindahkan ke dalam labu
takar 50 mL.
b. Pembuatan buffer fosfat pH 7
1) Dimasukkan Na2HPO4 sebanyak 30,55 mL dan NaH2PO4 sebanyak 19,45 mL
ke dalam gelas kimia dan di aduk hingga homogen.
2) Diukur pH larutan menggunanakn pH meter dan dipindahkan ke dalam labu
takar 50 mL.
c. Pembuatan buffer fosfat pH 8
1) Dimasukkan Na2HPO4 sebanyak 47,35 mL dan NaH2PO4 sebanyak 2,65 mL
ke dalam gelas kimia dan di aduk hingga homogen.
2) Diukur pH larutan menggunanakn pH meter dan dipindahkan ke dalam labu
takar 50 mL.
d. Pembuatan buffer sitrat pH 3,6
1) Dimasukkan asam sitrat sebanyak 12 mL dan natrium sitrat sebanyak 38 mL
ke dalam gelas kimia dan di aduk hingga homogen.
2) Diukur pH larutan menggunanakn pH meter dan dipindahkan ke dalam labu
takar 50 mL.
e. Pembuatan buffer sitrat pH 4,5
1) Dimasukkan asam sitrat sebanyak 27,5 mL dan natrium sitrat sebanyak 22,5
mL ke dalam gelas kimia dan di aduk hingga homogen.

130
2) Diukur pH larutan menggunanakn pH meter dan dipindahkan ke dalam labu
takar 50 mL.
f. Pembuatan buffer sitrat pH 5,3
1) Dimasukkan asam sitrat sebanyak 17,5 mL dan natrium sitrat sebanyak
32,5mL ke dalam gelas kimia dan di aduk hingga homogen.
2) Diukur pH larutan menggunakan pH meter dan dipindahkan ke dalam labu
takar 50 mL.
g. Pembuatan vitamin C 500 bpj
1) Ditimbang vitamin C sebanyak 0,025 gram.
2) Dilarutkan vitamin C dengan sedikit air di dalam gelas kimia.
3) Dipindahkan secara kuantitatif dengan ke dalam labu ukur 50 mL.
4) Ditambahkan aquades hingga volume 50 mL dan dihomogenkan.
5) Dipipet 1 mL vitamin C dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL,
ditambahkan buffer masing-masing pH dan dihomogenkan.
h. Pengamatan absorbansi larutan Vitamin C 10 bpj dengan spektrofotometer
UV-Visible
1) Dimasukkan campuran Vitamin C dengan buffer ke dalam masing-masing
kuvet.
2) Diamati absorbansi larutan Vitamin C 10 bpj dengam masing-masing pH
pada menit ke 0, 15, 30, 45 dan 60 menit.
3) Dibuat kurva pH (x) dan log (y).

E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Hasil Pengamatan
a. Penentuan persamaan regresi vitamin C
Konsentrasi
Absorbansi
(ppm)
3 0,486

131
6 0,498
8 0,501
12 0,514
15 0,517
Persamaan regresi linier vitamin C : y = bx + a
= 0,002x + 0,480
r = 0,9834
b. Pengaruh pH terhadap stabilitas
max pH= 6,0
Absorbansi Kadar log C
adalah 244 nm
Buffer sitrat
pH 3,06 T0 3,981 1750,5 3,2431
T15 3,977 1748,5 3,2427
T30 3,975 1747,5 3,2424
T45 3,973 1746,5 3,2422
T60 3,963 1741,5 3,2409
pH 3,86 T0 3,994 1757 3,2448
T15 3,990 1755 3,2443
T30 3,986 1753 3,2438
T45 3,982 1751 3,2432
T60 3,975 1747,5 3,2424
pH 4,67 T0 3,980 1750 3,2430
T15 3,977 1748,5 3,2427
T30 3,976 1748 3,2425
T45 3,970 1745 3,2418
T60 3,81 1665 3,2214

Buffer fosfat
pH 5,85 T0 3,967 1743,5 3,2414
T15 3,954 1737 3,2398
T30 3,950 1735 3,2393
T45 3,945 1732,5 3,2387
T60 3,942 1731 3,2383
pH 6,86 T0 3,969 1744,5 3,2417
T15 3,963 1741,5 3,2409
T30 3,954 1737 3,2398
T45 3,946 1733 3,2388
T60 3,944 1732 3,2385
pH 7,84 T0 3,963 1741,5 3,2409
T15 3,953 1736,5 3,2397
T30 3,947 1733,5 3,2389

132
T45 3,938 1729 3,2378
T60 3,935 1727,5 3,2374
c. Penetuan nilai k (vitamin C)
Buffer sitrat
pH k log k
3,06 0,3063 -0,5139
3,86 0,3524 -0,4529
4,67 2,6623 0,4253
Buffer fosfat
5,85 0,4514 -0,3454
6,86 0,5366 -0,2703
7,48 0,5435 -0,2648

133
2. Perhitungan
a. Buffer sitrat
y = 0,002x-0,480
y - 0 , 480
x = 0 , 002

Keterangan : x = kadar vitamin C


y = absorbansi
1) pH 3,06
a) t = 0
3 , 981-0 , 480
x=
0 , 002
= 1750 ,5

b) t = 15
3 , 977-0 , 480
x=
0 , 002

= 1748,5

c) t = 30
3 , 975-0 , 480
x=
0 , 002

= 1747 ,5

d) t = 45
3 , 973-0 , 480
x=
0 , 002

= 1746 ,5

e) t = 60
3 , 963-0 , 480
x=
0 , 002

= 1741, 5

2) pH 3,86
a) t = 0

134
3,994-0,480
x=
0,002

= 1757

b) t = 15
3,990-0,480
x=
0,002

= 1755

c) t = 30
3,986-0,480
x=
0,002

= 1753

d) t = 45
3,982-0,480
x=
0,002

= 1751

e) t = 60
3,975-0,480
x=
0,002

= 1747,5

3) pH 4,67
a) t = 0
3,980-0,480
x=
0,002

= 1750

b) t = 15
3,977-0,480
x=
0,002

135
= 1748,5

c) t = 30
3,976-0,480
x=
0,002

= 1748

d) t = 45
3,970-0,480
x=
0,002

= 1745

e) t = 60
3,81-0,480
x=
0,002

= 1665

b. Buffer fosfat
y = 0,002x-0,480
y - 0 , 480
x = 0 , 002

Keterangan : x = kadar vitamin C


y = absorbansi
1) pH 5,85
a) t = 0
3,967-0,480
x=
0,002

= 1743,5

b) t = 15
3,954-0,480
x=
0,002

= 1737

c) t = 30

136
3,950-0,480
x=
0,002

= 1735

d) t = 45
3,945-0,480
x=
0,002

= 1732,5

e) t = 60
3,942-0,480
x=
0,002

= 1731

2) pH 6,86
a) t = 0
3,969-0,480
x=
0,002

= 1744,5

b) t = 15
3,963-0,480
x=
0,002

= 1741,5

c) t = 30
3,954-0,480
x=
0,002

= 1737

d) t = 45
3,946-0,480
x=
0,002

137
= 1733

e) t = 60
3,944-0,480
x=
0,002

= 1732

3) pH 7,84
a) t = 0
3,963-0,480
x=
0,002

= 1741,5

b) t = 15
3,953-0,480
x=
0,002

= 1736,5

c) t = 30
3,947-0,480
x=
0,002

= 1733,5

d) t = 45
3,938-0,480
x=
0,002

= 1729

e) t = 60
3,935-0,480
x=
0,002

= 1727,5

c. Penentuan nilai k
1) Buffer sitrat
a) pH 3,06

138
y = -0,133x + 1750
-k
= -0,133
2,303

k = 0,3063

b) pH 3,86
y = -0,153x + 1757

-k
= -0,153
2,303

k = 0,3524

c) pH 4,67
y = -1,156x + 1766

-k
= -1,156
2,303

k = 2,6623

1) Buffer fosfat
a) pH 5,85
y = -0,196x + 1741

-k
= -0,196
2,303

k = 0,4514

b) pH 6,86
y = -0,233x + 1744

-k
= -0,233
2,303

k = 0,5366

c) pH 7,84

139
y = -0,236x + 1740

-k
= -0,236
2,303

k = 0,5435

3. Grafik
a. Penentuan persamaan regresi vitamin C
0.52
f(x) = 0x + 0.48
0.5 R = 0.97
A 0.48
Absorbansi
Linear (Absorbansi)
0.46
2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi (ppm)

b. Pengaruh pH terhadap stabilitas


1) Buffer sitrat
a) pH 3,06
1755

1750 f(x) = - 0.13x + 1750.9


R = 0.88
1745
Kadar
kadar
1740
Linear (kadar)
1735
0 10 20 30 40 50 60 70

Waktu (Menit)

b) pH 3,86

140
1760

1755 f(x) = - 0.15x + 1757.3


R = 0.98
1750
Kadar
kadar
1745 Linear (kadar)

1740
0 10 20 30 40 50 60 70

Waktu (Menit)

c) pH 4,67
1800

1750 f(x) = - 1.16x + 1766


R = 0.55
1700
Kadar
kadar
1650
Linear (kadar)
1600
0 10 20 30 40 50 60 70

Waktu (Menit)

2) Buffer fosfat
a) pH 5,85
1745
1740 f(x) = - 0.2x + 1741.7
1735 R = 0.91
Kadar 1730
kadar
1725
Linear (kadar)
1720
0 10 20 30 40 50 60 70

Waktu (Menit)

b) pH 6,86

141
1750
1745
f(x) = - 0.22x + 1744.3
1740 R = 0.97
Kadar 1735
kadar
1730 Linear (kadar)
1725
0 10 20 30 40 50 60 70

Waktu (Menit)

c) pH 7,84
1745
1740
f(x) = - 0.24x + 1740.7
1735 R = 0.98
Kadar 1730
kadar
1725 Linear (kadar)
1720
0 10 20 30 40 50 60 70

Waktu (Menit)

142
c. Penentuan nilai k
3

2.5

1.5
Nilai k
1 nilai k

0.5

0
2 3 4 5 6 7 8

pH

143
F. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap stabilitas
kimia bahan obat. Stabilitas didefinisikan sebagai kemempuan suatu produk untuk
bertahan dalam batas yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan dan
penggunaan. Stabilitas suatu bahan obat dipengaruhi beberapa faktor, seperti pH,
temperatur, kelembapan, cahaya, pelarut yang digunakan serta sifat fisikokimia
dari bahan obat itu sendiri. Percobaan ini melibatkan pengaruh pH terhadap
kestabilan bahan obat. Bahan yang diuji stabilitasnnya yaitu vitamin c atau asam
askorbat. Vitamin C atau asam askorbat ialah senyawa yang mudah mengalami
degradasi oleh proses oksidasi sehingga sangat rentan oleh pengaruh kondisi
lingkungan sekitarnya. Tujuan dari percobaan ini adalah memahami pengaruh
perubahan pH terhadap stabilitas, memahami cara penentuan tetapan laju
peruraian bahan obat pada pH tertentu dan memahami dan menghitung energi
aktivasi dalam peruraian suatu bahan obat karena pengaruh pH.
Vitamin C mempunyai dua bentuk molekul aktif yaitu bentuk tereduksi
(asam askorbat) dan bentuk teroksidasi (asam dehidro askorbat). Bila asam
dehidroaskorbat teroksidasi lebih lanjut akan berubah menjadi asam
diketoglukonat yang tidak aktif secara biologis. Percobaan dilakukan dengan
menggunakan dua larutan buffer yakni larutan buffer fosfat dan larutan buffer
sitrat. Buffer fosfat adalah suatu sistem larutan penyangga yang terbentuk dari
campuran larutan natrium dihidrogen fosfat (NaH 2PO4) dengan larutan dinatrium
hidrogen fosfat (Na2HPO4) dan buffer sitrat adalah suatu sistem larutan penyangga
yang terbentuk dari campuran larutan asam sitrat dengan larutan natrium sitrat.
Kombinasi antara asam lemah dengan basa konjugat inilah yang menciptakan
suatu sistem larutan yang dapat mempertahankan kesetimbangan reaksi
pembentukan dan penguraian ion-ion didalamnya sehingga dengan penambahan
sedikit asam maupun sedikit basa, pH tidak berubah atau berubah sedikit dari pH
yang dimilikinya.

Pembuatan buffer fosfat dimulai dengan membuat larutan NaH2PO4 sebagai


asam lemah dan Na2HPO4 sebagai basa konjugatnya. Sedangkan pembuatan
buffer sitrat dimulai dengan membuat larutan natrium sitrat sebagai asam lemah

144
dan asam sitrat sebagai basa konjugatnya. Setelah itu dibuat larutan vitamin C 10
bpj dalam dapar fosfat dan sitrat. pH yang dibuat untuk untuk mengukur stabilitas
vitamin C untuk buffer fosfat 5.85, 6,86 dan 7,48 sedangkan untuk buffer sitrat
3,06, 3,86, dan 4,67. Vitamin C yang digunakan dibuat dalam konsentrasi 10 bpj
yaitu dengan melarutkan 100 mg vitamin C dalam 100 mL aquades. Lalu, d iambil
1 mL larutan vitamin C dan ditambahkan larutan dapar hingga 10 mL.

Masing-masing larutan tersebut didiamkan selama 0, 15, 30, 45, dan 60


menit. Kemudian dibaca absorbansinya pada alat spektrofotometri UV-Vis.
Mekanisme kerja spektrofotometer dimulai ketika dihasilkannya cahaya
polikromatik dari sumber cahaya. Sistem monokromator mengubah gelombang
cahaya polikromatis menjadi monokromatis. Cahaya tersebut kemudian menuju
ke kuvet (tempat sampel/sel). Ketika sinar masuk ke kuvet yang berisi sampel dan
terdapat elektron yang memiliki ikatan rangkap, maka sinar tersebut akan
mengeksitasi elektron yang terdapat dalam sampel. Gugus kromofor dalam
sampel akan menyerap sinar, dan jumlah sinar yang diserap sebagai absorbansi
dan terbaca oleh detektor. Panjang gelombang yang digunakan adalah 244 nm
yang merupakan panjang gelombang maksimum untuk vitamin C. Tujuan
digunakannnya panjang gelombang maksimum yaitu agar absorbansi yang terbaca
lebih valid dan maksimum. Penentuan absorbansinya nilai absorbansi vitamin C
semakin menurun seiring dengan terurainya vitamin C. Semakin tinggi
absorbansinya maka semakin besar kadar konsentrasi vitamin C dalam sampel.
Penentuan kadar vitamin C dilakukan dengan memasukkan absorbansi yang
didapat kedalam persamaan regresi linear yang sebelumnya telah dibuat
berdasarkan data pencarian panjang gelombang maksimum vitamin C pada kadar
3 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 12 ppm, 15 ppm. Diperoleh hasil yang kemudian
berdasarkan hasil kadar vitamin C, dihitung vitamin C dengan menggunakan
persamaan laju reaksi orde satu karena karena menggunakan nilai plot dari kurva
yang mendekati 1, selain itu dari grafik yang diperoleh terlihat bahwa kecepatan
reaksi berjalan sebanding dengan konsentrasi sampel yang di uji, vitamin C
bersifat tidak stabil dan konsentrasinya akan terus berkurang seiring waktu yang
bertambah.

145
Penentuan pH optimum kerja vitamin C dilakukan dengan memplot nilai pH
dengan nilai log k yang didapat dari persamaan-persamaan regresi linier setiap
perlakuan pH. Nilai yang menyatakan pH optimum vitamin C yaitu nilai ketika
harga k terkecil. Nilai k terkecil menunjukkan laju reaksi penguraian vitamin C
pada pH tersebut berjalan lebih lambat dari pH lain. Vitamin C menunjukan
degradasi maksimum pada pH 4 dan degradasi minimum pada pH 5,6 dalam
dapar asam sitrat dan fosfat. Diperoleh nilai k terkecil pada pH 3,06 dan nilai k
terbesar pada pH 4,67 sehingga dapat dikatakan pada pH 3,06 vitamin C mulai
mengalami degradasi yang berjalan lambat sedangkan pada pH 4,67 vitamin C
mengalami degradasi maksimum.
Percobaan yang dilakukan ini memiliki banyak kelemahan sehingga data
yang dihasilkan tidak valid. Dimana seharusnya hasil absorbansi vitamin C yang
diperoleh pada t0 sesuai dengan absorbansi pada kurva baku dengan konsentrasi
antara 8 ppm dan 12 ppm karena menggunakan vitamin C dengan konsentrasi 10
ppm. Selain itu seharusnya setiap pH mempunyai kurva baku masing-masing
sehingga penentuan kadar vitamin C lebih valid. Faktor yang mempengaruhi tidak
validnya data yang diperoleh selain kekurangan yang telah disebutkan yaitu
pengaruh kesalahan perhitungan yang dilakukan praktikan menggunakan
spektrofotometer dan sifat vitamin C yang mudah teroksidasi pada saat proses
persiapan sampel sebelum pengukuran.
Manfaat mempelajari pengaruh pH terhadap stabilitas bahan atau sediaan
obat adalah membantu proses formulasi yang baik sehingga obat tidak cepat
terurai akibat kurang optimalnya pH sistem sediaan, agar ketika siap digunakan
pasien obat diharapkan tetap dalam kondisi atau jumlah yang sama seperti saat
pembuatannya.

146
G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Stabilitas vitamin C sangat dipengaruhi oleh nilai pH optimumnya. pH
vitamin C diatas pH optimum menyebabkan laju penguraiannya semakin
besar atau semakin cepat terurai
2. Kestabilan bahan obat dapat ditentukan dengan berdasarkan nilai konstanta
peruraian dengan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer,
semakin kecil nilai konstanta peruraian maka laju peruraian semakin lambat.

147

Anda mungkin juga menyukai