Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu

produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan

penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat

(Vadas, 2000).. Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas produk farmasi, seperti

stabilitas dari bahan aktif, interaksi antara bahan aktif dan bahan tambahan, proses

pembuatan, proses pengemasan dan kondisi lingkungan selama pengangkutan,

penyimpanan, dan penanganan serta jangka waktu produk antara pembuatan hingga

pemakaian (Vadas, 2000). Stabilitas produk obat dibagi menjadi stabilitas secara kimia

dan stabilitas secara fisika. Faktor-faktor fisika seperti panas, cahaya, dan kelembapan,

mungkin akan menyebabkan atau mempercepat reaksi kimia, maka setiap menentukan

stabilitas kimia, stabilitas fisika juga harus ditentukan (Vadas, 2000). Stabilitas produk

farmasi tersebut meliputi serbuk, tablet, krim, salep, suppositoria, emulsi dan sirup yang

kestabilannya merupakan faktor penting yang tidak dapat dipisahkan.

Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau

tanpa bahan penambahan bahan pewangi, dan zat obat. Sirup merupakan sediaan yang

menyenangkan untuk pemberian suatu bentuk cairan dari suatu obat yang rasanya tidak

enak, sirup efektif dalam pemberian obat untuk anak-anak, karena rasanya yang enak

biasanya menghilangkan keengganan pada anak-anak untuk meminum obat (Ansel,

1989). Sirup juga mempunyai nilai lebih antara lain dapat digunakan oleh hampir semua

usia, cepat diabsorpsi, sehingga cepat menimbulkan efek. Setiap obat yang dapat larut

dalam air dan stabil dalam larutan berair dapat dibuat menjadi sediaan sirup (Ansel,

1989). Dalam pembuatan makalah ini kan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi

kestabilan sediaan sirup dilhat dari berbagi sudut.


B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian uji stabilitas sediaan obat dalam bentuk sediaan sirup?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kestabilan sediaan sirup?

3. Apa perbedaan uji stabilitas sediaan menurut ICH, CPO dan WHO?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian uji stabilitas sediaan obat dalam bentuk sediaan sirup.

2. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan sediaan sirup.

3. Mengetahui perbedaan uji stabilitas sediaan menurut ICH, CPO dan WHO.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stabilitas Obat

Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat

dan karateristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (identitas,

kualitas, kuantitas dan kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode

penyimpanan dan penggunaa (Shelf life). Stabilitas juga di definisikan sebagai

kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode

penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya

pada saat dibuat. Faktor lingkungan seperti suhu (temperatur), radiasi, cahaya, udara

(terutama oksigen, karbondioksida dan uap air) serta kelembaban dapat mempengaruhi

stabilitas.

Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan kemanjuran

dari produk obat. Sebuah produk obat, yang tidak cukup stabil, dapat mengakibatkan

perubahan fisik (seperti kekerasan, laju disolusi dan fase pemisahan) serta karakteristik

kimia (pembentukan zat dekomposisi risiko tinggi Selama penyimpanan ataupun

transportasi, obat bisa mengalami perubahan secara fisik maupun kimia, sehingga

diperlukan suatu uji stabilitas terhadap produk yang akan dipasarkan.

Ada lima jenis stabilitas yang umum dikenal, yaitu :

1. Stabilitas kimia, tiap zat aktif mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensiasi

yang tertera pada etiket dalam batas yang dinyatakan dalam spesifikasi.

2. Stabilitas fisika, mempertahankan sifat fisika awal, termasuk penampilan,

kesesuaian, keseragaman, disolusi dan kemampuan untuk disuspensikan.

3. Stabilitas mikrobiologi, sterilisasi atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba

dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang tertera. Zat antimikroba yang ada

mempertahankan efektifitas dalam batas yang ditetapkan.


4. Stabilitas farmakologi, efek terapi tidak berubah selama usia guna sediaan.

5. Stabilitas toksikologi, tidak terjadi peningkatan bermakna dalam toksisitas

selama usia guna sediaan.

B. Jenis Stabilitas Obat

1. Stabilitas Fisika

Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk

yang tergantung waktu (periode penyimpanan). contoh dari perubahan fisika

antara lain : migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau,

perubahan tekstur atau penampilan. Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi :

pemeriksaan organoleptik, homogenitas, ph dan bobot jenis.

Kriteria stabilitas fisika:

a. Penampilan fisika meliputi; warna, bau, rasa, tekstur, bentuk sediaan

b. Keseragaman bobot

c. Keseragaman kandungan

d. Suhu

e. Disolusi

f. Kekentalan

g. Bobot jenis

h. Visikositas

Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dengan bentuk energi

yang telah ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar

lainnya. Dengan menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari

molekul-molekul yang hubungannya sangat dekat, kesimpulannya adalah :

a. Menggambarkan susunan ruang dari molekul obat.

b. Memberikan keterangan untuk sifat kimia atau fisik relatif dari sebuah

molekul.
c. Memberikan metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat

farmasi tertentu.

Ketidakstabilan Fisik

Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa

memperdulikan kesempurnaan prosesnya.

a. Perubahan struktur kristal

Banyak bahan obat menunjkkan perilaku polomorfi, yang disebabkan oleh

perubahan lingkungan, yang tidak terdeteksi secara organoleptis. Akan tetapi

umumnya menyebabkan terjadinya perubahan dalam perilaku pembebasan dan

resorpsi bahan obat.

b. Perubahan kondisi distribusi

Dengan aktifnya daya gravitasi akan terjadi fenomena pemisahan pada sistem

cairan banyak fase, namun dalam stadium lanjut dapat terlihat sebagai

sedimentasi atau pengapungan.

c. Perubahan konsisitensi atau kondisi agregat

Sediaan obat semi padat seperti salep atau pasta selama penyimpanan dapat

mengalami pengerasan.

d. Perubahan perbandingan kelarutan

Pada sistem dispersi molekular (misalnya larutan bahan obat) dapat terjadi

pemisahan bahan terlarut (kristalisasi atau pengedapan) melalui perubahan

konsentrasi akibat penguapan bahan pelarut. e. Perubahan perbandingan hidratasi

Melalui pengambilan atau pelepasan cairan dapat mempengaruhi perbandingan

hidratasi senyawa sekaligus sifatnya secara nyata.

2. Stabilitas Farmakologi

Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul

obat dengan bagian molekul dari obyek biologis yaitu resptor spesifik. Untuk dapat
berinteraksi dengan reseptor spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa

bioaktif harus mempunyai stuktur sterik dan distribusi muatan yang spesifi pula.

Dasar dari aktivitas bioogis adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai dari

saat obat diberikan sampai terjadinya respons biologis.

Fasa-fasa yang mempengaruhi aktivitas obat

a. Fasa farmasetik

b. Fasa Farmakokinetik

c. Fasa Farmakodinmik

3. Stabilitas Kimia

Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk

mempertahanakan integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada

etiket dalam batas waktu yang ditentukan. Pengumpulan dan pengolahan data

merupakan langkah menentukan baik buruknya sediaan yang dihasilkan, meskipun

tidak menutup kemungkinan adanya parameter lain yang harus diperhatikan. Data

yang harus dikumpulkan untuk jenis sediaan yang berbeda tidak sama, begitu juga

untuk jenis sediaan sama tetapi cara pemberiannya lain. Jadi sangat bervariasi

tergantung pada jenis sediaan, cara pemberian, stabilitas zat aktif dan lain-lain.

Data yang paling dibutuhkan adalah data sifat, kimia, kimiafisik, dan kerja

farmakologi zat aktif (data primer), didukung sifat zat pembantu (data sekunder).

Secara reaksi kimia zat aktif dapat terurai karena beberapa faktor diantaranya ialah,

oksigen (oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), cahaya (fotolisis),

karbondioksida (turunnya pH larutan), sesepora ion logam sebagai katalisator

reaksi oksidasi. Jadi jelasnya faktor luar juga mempengaruhi ketidakstabilan kimia

seperti, suhu, kelembaban udara dan cahaya.

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Kimia


Masing-masing bahan tambahan baik yang memiliki efek terapetik atau non

terapetik dapat mempengaruhi stabilitas senyawa aktif dan sediaan. Faktor

kondisi lingkungan yang utama yang dapat mengurangi stabilitas termasuk di

dalamnya Paparan temperatur yang ekstrim, cahaya, kelembaban dan CO2.

Faktor utama dari bentuk sediaan yang dapat mempengaruhi stabilitas obat,

termasuk ukuran partikel, pH, komposisi sistem pelarutan, kompatibilitas anion

dan kation, kekuatan larutan ionik, kemasan primer, bahan tambahan kimia

yang spesifik dan ikatan kimia dan difusi dari obat dan bahan tambahan. Dalam

berbagai bentuk sediaan reaksi-reaksi ini dapat mengakibatkan rusaknya

kandungan zat aktif antara lain adalah:

1) Hidrolisis

2) Epimerisasi

3) Dekarboksilasi

4) Dehidrasi

5) Oksidasi

6) Dekomposisi fotokimia

7) Kekuatan Ion

8) h. Perubahan Nilai pH

9) Interionik

10) Kestabilan bentuk padat

11) Temperatur

4. Stabilitas Mikrobiologi

Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana tetap

sediaan bebas dari mikroorganisme atau memenuhi syarat batas miroorganisme

hingga batas waktu tertentu.5 Terdapat berbagai macam zat aktif obat, zat

tambahan serta berbagai bentuk sediaan dan cara pemberian obat. Tiap zat, cara
pemberian dan bentuk sediaan memiliki karakteristik fisika-kimia tersendiri dan

umumnya rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme dan/atau memang sudah

mengandung mikroorganisme yang dapat mempengaruhi mutu sediaan karena

berpotensi menyebabkan penyakit, efek yang tidak diharapkan pada terapi atau

penggunaan obat dan kosmetik. Oleh karena itu farmakope telah mengatur

ketentuan mengenai kandungan mikroorganisme pada sediaan obat maupun

kosmetik dalam rangka memberikan hasil akhir berupa obat dan kosmetika yang

efektif dan aman untuk digunakan atau dikonsumsi manusia. Stabilitas

mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi untuk menjaga atau

mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorgansme yang terdapat

dalam sediaan tersebut hingga jangka waktu tertentu yang diinginkan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Mikrobiologi

Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan dapat dipengaruhi oleh beberap factor,

antara lain:

a. Faktor Sifat Fisika-Kimia Zat aktif dan Zat tambahan

Sifat fisika kimia zat aktif maupun zat tambahan dapat mempengaruhi stabilitas

mikrobiologi sediaan. Zat yang bersifat higroskopik atau hidrofilik rentan

terhadap kontaminasi mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan adanya air

yang merupakan media pertumbuhan bagi mikroorganisme.

b. Faktor Kontaminasi dari Bahan Baku dan Proses

Bahan baku alami dalam bantuk air yang bebas serbuk atau granula dapat

menjadi tempat tumbuhnya mikroorganisme, virus atau pun toksin mikroba.

Analisa terhadap bahan-bahan ini dapat menunjukkan keberadaan bakteri,

spora Clostridium, Staphylococci, kapang dan khusunya toksin fungi/jamur.

Kemungkinan keberadaan mereka mungkin sudah ada semenjak tahap

persiapan produksi. Bahan alami yang diekstrak, diproduksi maupun


disediakan dalam bantuk cair juga rentan terhadap kontaminasi

mikroorganisme. Cara pengawetan yang tidak tepat ketiga digunakan utuk

menghasilkan produk dalam bentuk larutan, disperse atau pun emulsi dapat

mendukung pertumbuhan mikroorganisme Gram negative seperti Enterobacter

spp., E. coli, Citrobacter spp., Pseudomonas spp dan lainnya.

5. Stabilitas Toksikologi

tabilitas toksikologi adalah ukuran yang menujukkan ketahanan suatu

senyawa/bahan akan adanya pengaruh kimia, fisika, mikrobiologi dan farmakologi

yang tidak menyebabkan peningkatan toksisitas secara signifikan. Efek toksik

dapat dibedakan, menjadi :

a. Efek toksik akut, mempunyai korelasi langsung dengan absorpsi zat toksik

b. Efek toksik kronis, zat toksik dalam jumlah kecil diabsorpsi sepanjang jangka

waktu lama, terakumulasi, mencapai konsentrasi toksik akhirnya timbul

keracunan.

Toksisitas jangka panjang, efek toksik baru muncul setelah periode waktu laten

yang lama sebagai contoh kerja karsinogenik dan mutagenik. Penggolongan

toksikologi dengan cara lain berdasarkan jenis zat dan keadaan yang

mengakibatkan kerja toksik, yaitu : kerja / efek tidak diinginkan, keracunan

akut pada dosis berlebih, pengujian terhadap toksisitas dan toleransi pada fase

praklinik.

Zat kimia disebut xenobiotik (xeno = asing), dimana setiap zat kimia

baru harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya

secara luas. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas adalah :

a. Dosis

Dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun. Untuk setiap zat

kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama
sekali atau dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan

kematian.

b. Faktor bahan penyusun

1) stabilitas bahan aktif

2) bahan pembantu

c. Faktor luar

1) cara pembuatan

2) bahan pengemas

Terbagi atas 2, yaitu bahan pengemas primer yaitu bahan pengemas yang

langsung bersentuhan atau kontak dengan sediaan (wadahnya), dan

bahan pengemas sekunder, yaitu bahan pengemas yang tidak

bersentuhan langsung dengan sediaan.

d. Kondisi penyimpanan yang meliputi suhu, tekanan, kelembapan dan

cahaya Suhu penyimpanan sediaan harus dijelaskan karena menyangkut

aspek stabilitas dan masa kadaluwarsa sediaan. Suhu penyimpanan

menurut farmakope indonesia terdiri dari:

1) Dingin adalah pada suhu tidak lebih dari 8°C.

2) Sejuk adalah penyimpanan pada suhu antara 8°C dan 15°C.

3) Suhu Kamar adalah penyimpanan pada suhu ruang kerja. Suhu kamar

terkendali adalah suhu yang diatur antara 15°C dan 30°C.

4) Hangat adalah penyimpanan pada suhu antara 30°C dan 40°C.

5) Panas berlebih adalah penyimpanan pada suhu di atas 40°C.

Perlindungan dari pembekuan selain resiko kerusakan kemasan (wadah),

pembekuan suatu sediaan (artikel) dapat menyebabkan kehilangan kekuatan /

potensi, atau merusak dan mengubah sifat sediaan. Pada etiket / label kemasan

harus dicantumkan petunjuk untuk melindungi sediaan / artikel dari pembekuan.


Penyimpanan di bawah kondisi tidak khusus jika tidak ada petunjuk khusus

penyimpanan atau pemabatasan dalam monografi, maka kondisi penyimpanan

termasuk perlindungan terhadap kelembapan, pembekuan dan panas berlebihan.

Uji stabilitas sediaan di bagi menjadi beberapa cara yaitu :

1) Menurut WHO

WHO adalah salah satu badan PBB yang bertindak sebagai koordinator

kesehatan umum.

Uji stabilitas menurut WHO

i) Menurut WHO Q1A tidak sesuai untuk di gunakan secara universal karena

tidak memperhatikan iklim ekstrim di banyak negara.

ii) Dokumen hanya berlaku untuk obat baru dan bentuk sediaanya,tidak

memperhatikan obat dan sediaan yang sudah beredar di negara-negara

anggota WHO (established ).

2) Cara pengujian dengan tanpa memperhatikan pengaruh cahaya

i) Semua zat di ekspose 30 hari pada kondisi udara suhu 500c dan100 %RH.

ii) Jika pada periode pengujian ini tidah terdeteksi adanya degradasi lanjutkan

denga suhu di naikkan sampai 700C selama 3-7 hari lagi. Uji hasil degradasi menggunakan

TLC, sedangkan zat tidak terurai dengan analisa semikuantitafif.

3) Rekomendasi dokumen WHO

i) Untuk produk yang dipasarkan secara global diuji menurut kondisi zona

iklim IV

ii) Real time dengan kondisi sedekat mungkin dengan keadaan sistem distribusi

( minimal 12 bulan )

iii) Uji dipercepat 40oC+-200c/17%RH+-5%/6 bulan atau 3 bulan pada 45o-

50oCdan RH75 %
iv) Zona iklim 2 uji dipercepat 40oC+-20C/75%RH+-5%/3bulan atau

disarankan 6 bulan jika barang aktif kurang stabil atau untuk produk di

mana jumlah data tersedia terbatas. Alternatif tidak lebih dari 150 C diatas

suhu penyimpanan jangka panjang dan kondisi lembab yang relevan.

v) Uji stabilitas sediaan cair disarankan pada suhu yang lebih rendah misalnya

> 0 -10 sampai - 200C siklus freeze-thaw dan kondisi pendinginan 2-8 C.

Ekspose terhadap cahaya juga memungkinkan.

vi) Pengujian dilakukan pada 3 batch kecuali jika barang aktif digunakan sangat

stabil.batch harus representative mewakili proses manufaktur dan dibuat

dengan skalapilot atau skala produksi penuh

vii)Bacth produksi harus pula diuji setiap bacth selang tahun untuk skala yang

stabil ; unuk produk yang frofil stabilitasnya sudah diketahui satu batch

setiap 3-5 tahun kecuali perubahan besar dari produk misalnya formula atau

proses / metode manufaktur.

viii) Bacth untuk uji stabilitas harus terinci, nomor bacth, tanggal manufaktur,

ukuran bacth, kemasan dan sebagainya.

4) Pengambilan sampel untuk produk baru

i) Metode penentuan harus indikatif terhadap stabilitas yang digunakan untuk

mengakuantifasi hasil urai dan zat terurai harus spesifik dan sensitifitas

cukup.

ii) Metode aplikasi harus sesuai untuk menjamin eksifien masih efektif dan tidah

berubah selama masa simpan yang diusulkan

iii) Suatu produk dinyatakan stabil jika tidak menunjukkan degradasi bersama,

tidak terjadi perubahan fisika, kimia, mikrobiologi, sifat biologi dan produk

tetap dalam batas spesifikasi, release atau simpan.


iv) Hasil uji stabilitas di tampilkan dalam bentuk tabel

v) Report studi harus termasuk informasi design studi, hasil dan kesimpulan,

evaluasi stabilitas, rekomendasi untuk kondisi penyimpanan dan usia guna

terkait dengan formulasi tertentu dan metode produksi.

vi) Beberapa ekstrapolasi data real time bila ditunjang data uji dipercepat dapat

pula berguna.

5) Uji stabilitas menurut ICH

ICH (International Conference on Harmonization) adalah konferensi

internasional mengenai harmonisasi.

Menurut ICH berubahan bermakna pada uji dipercepat:

i) Kehilangan 5% potensi dari kadar awal 1 batch

ii) Bila hasil urai < dari nilai batas spesifikasi

iii) Produk melewati batas pH-nya

iv) Disolusi melewati batas spesifikasi untuk 12 kapsul/tablet

v) Gagal memenuhi spesifikasi penampilan dan sifat-sifat fisika seperti warna,

pengerasan,dsb

vi) Q1B (PHOTOSTABILITY TESTING)

vii)Pengujian bahan berkhasiat

viii) Pengujian produk formulasi di luar kemasan langsung

ix) Pengujian sediaan jadi dalam kemasan langsung jika ada gejala fotostabilitas

x) Pengujian sediaan jadi dalam kemasan yang akan dipanaskan.

6) Uji stabilitas sediaan menurut CPOB

Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) menyangkut seluruh aspek

produksi dan pengendalian mutu dan bertujuan untuk menjamin bahwa produk

obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan


sesuai dengan tujuan penggunaannya Pada pembuatan obat, pengawasan

menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen

menerima obat yang bemutu tinggi.

Pembuatan secara sembarangan tidak dapat dibenarkan bagi obat yang

digunakan untuk menyelamatkan jiwa atau memulihkan atau memelihara

kesehatan.Cara. .Bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan

memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten

sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang

ditetapkan.
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.

Jakarta: UI-Press. Halaman: 326-342.

Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV.

Moechtar, 1989. Farmasi fisik: Bagian Larutan dan Sistem Dispersi. Gadjah

Mada University Press: Jogjakarta.

Nairin, J.G. 2000. Solutions, Emultions, Suspensions, and Extracts. dalam

Remington: The Science and Practice of Pharmacy. Volume 1.

Editor: Alfonso Gennaro. London: Lippincott Williams & Wilkins.

Halaman 730-734.

Yunus, Fitri Khoiruni. 2013. Uji Stabilitas menurut WHO.

https://id.scribd.com/doc/219945495/Uji- Stabilitas-pdf. Diakses tanggal 22

September 2016.

Vadas, E.B. 2010. Stability of Pharmaceutical Products. dalam Remington:

The Science and Practice of Pharmacy. Volume 1. Editor: Alfonso

Gennaro. London: Lippincott Williams & Wilkins. Halaman 988-989.


WHO. 1997. Quality Assurance of Pharmaceuticals: A Compendium

Guidelines and Related Materials. Volume 1. Geneva: World Health

Organization. Halaman 45-65.


Winarso, A., dkk. 2014. Stabilitas Fisik dan Mutu Hedonik Sirup dari Bahan

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Poltekkes Kemenkes Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai