Anda di halaman 1dari 7

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI II

“BAGAIMANA FAKTOR LINGKUNGAN, SEPERTI CAHAYA DAN


SUHU, MEMPENGARUHI STABILITAS SEDIAAN FARMASI.
RANCANG STRATEGI FORMULASI UNTUK MELINDUNGI
OBAT DARI PENGARUH LINGKUNGAN”

DISUSUN OLEH:

NAMA : PUTRI NADYA SHIFA

NIM : 105131110521

KELAS : 21C

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

2024
Obat adalah bahan kimia atau paduan bahan kimia yang dimaksudkan untuk
dipakai dalam mendiagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan dan
menyembuhkan penyakit, gejala penyakit, luka, kelainan fisik dan mental, pada
manusia atau hewan, ataupun untuk maksud meningkatkan kesegaran fisik maupun
mental dan bahan ini tidak tergolong makanan atau minuman. (Waney, 2012)
Stabilitas sediaan farmasi merupakan salah satu kriteria yang sangat penting
untuksuatu hasil produksi yang baik. Stabilitas merupakan suatu aplikasi produk
untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang
dimilikinya saat dibuat dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan (Joshita, 2008). Sediaan yang berasal dari bahan
alam cenderung memiliki stabilitas yang cukup rendah yang sangat dipengaruhi
oleh proses prapanen, pasca panen hingga proses ekstraksi. Sediaan yang berasal
dari bahan alam memiliki beragam kandungan senyawa yang saling mempengaruhi
sehingga ketidakstabilan sediaan akan mengakibatkan perubahan yang sangat
mempengaruhi efikasi dari sediaan tersebut. (Vadas, 2010).
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan
dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan,
sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (Dirjen
Pom, 1995). Ada enam kriteria untuk tingkat penerimaan stabilitas, yaitu:
1. Jenis stabilitas
Kondisi yang dipertahankan sepanjang periode penyimpanan dan.
penggunaan obat.
2. Kimia
Tiap zat aktif mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensi yang tertera
pada etiket dalam batas yang dinyatakan.
3. Fisika
Mempertahankan sifat fisika awal, termasuk penampilan, kesesuaian
keseragaman, disolusi dan kemampuan untuk disuspensikan.
4. Mikrobiologi
Sterilisasi atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba dipertahankan
sesuai dengan persyaratan yang dinyatakan. Zat antimikroba yang ada
mempertahankan efektifitas dalam batas yang ditetapkan.
5. Terapi
Efek terapi tidak berubah.
6. Toksikologi
Tidak terjadi peningkatan bermakna dalam toksisitas (Depkes RI, 1995).

Ketidakstabilan produk obat dapat menyebabkan penurunan hingga


hilangnya khasiat, obat dapat berubah menjadi toksis, atau terjadi perubahan
penampilan dari sediaan farmasi (warna, bau, rasa, konsistensi, dan lain-lain)
sehingga dapat merugikan pengguna. Suatu produk yang tidak stabil diketahui
berdasarkan perubahan sifat fisika, kimia, dan penampilan suatu produk. Faktor
yang dapat mempengaruhi stabilitas produk farmasi yakni zat aktif, interaksi antara
zat aktif dengan eksipien, proses sediaan dibuat, proses sediaan dikemas, kondisi
lingkungan semasa pengiriman produk, penyimpanan, perlakuan, dan jangka waktu
dari pembuatan produk sampai pemakaian. Selain itu faktor lingkungan juga bisa
mempengaruhi stabilitas seperti temperatur, radiasi, cahaya, dan udara. Selain itu
proses formulasi juga dapat berpengaruh misalnya pada ukuran partikel, pH dan
sifat pelarut yang dapat mempengaruhi stabilitas sediaan (Vadas, 2010). Faktor
yang menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat dapat dikelompokkan menjadi :
a) Stabilitas bahan pembantu dikarenakan bahan kimia dan bahan kimia
fisikanya.
b) Faktor karena suhu, kelembapan, udara dan cahaya yang menginduksi atau
mempercepat jalannya reaksi.

Efek teraupetik suatu obat tergantung dari banyak faktor antara lain cara dan
bentuk pemberian, efek fisikokimiawi yang menentukan reabsorbsi,
biotransformasi, dan ekskresinya dalam tubuh. Selain itu, faktor individu serta
kondisi fisiologi pengguna juga sangat berpengaruh. Hal yang juga penting adalah
stabilitas dari obat itu sendiri. Suatu obat akan memberikan efek teraupetik yang
baik jika obat tersebut dalam keadaan baik. Stabilitas obat yang baik mempengaruhi
mutu obat, mutu semua obat yang boleh beredar harus terjamin baik dan diharapkan
obat akan sampai ke pasien dalam keadaan baik. Penyimpanan obat yang kurang
baik merupakan salah satu masalah dalam upaya peningkatan mutu obat (Luawo,
2015)
Penyimpanan obat pada kondisi suhu udara yang sangat panas,
kelembaban ruangan yang tinggi dan terpapar cahaya dapat merusak mutu
obat. Perubahan suhu merupakan salah satu faktor luar yang menyebabkan
ketidakstabilan sediaan farmasi. Syarat mutlak bahwa setiap obat yang beredar
harus aman (safety), bermutu (quality), dan bermanfaat (efficacy). Faktanya,
obat tidak segera digunakan setelah dibuat. Distribusi dari gudang
pabrik hingga ke tangan pasien memerlukan waktu yang tidak dapat ditentukan,
dalam hitungan bulan, bahkan tahun. Selama distribusi banyak sekali faktor
lingkungan yang mungkin saja mempengaruhi mutu obat, seperti suhu,
cahaya, dan kelembaban. Oleh karena itu, perlu adanya sistem yang dapat
menjamin syarat mutlak itu terpenuhi, bukan hanya saat obat didaftarkan,
atau setelah diproduksi di pabriknya, namun saat obat didistribusikan, hingga
saat digunakan oleh pasien. Uji stabilitas dimaksudkan untuk menjamin
kualitas produk yang telah diluluskan dan beredar di pasaran. Uji stabilitas
yang dilakukan bermanfaat untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan
seperti suhu dan kelembaban terhadap parameter–parameter stabilitas produk
seperti kadar zat aktif (Luawo, 2015).
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang
diterima agar aman (tidak hilang) terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan
mutunya tetap terjamin. Penyimpanan obat merupakan salah satu indikator penting
dalam pengelolaan obatPenyimpanan obat yang tepat dan sesuai dengan standar
pengamanan yang telah ditetapkan akan sangat membantu dalam menjaga stok obat
yang telah dipersiapkan Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan kondisi
penyimpanan sebagai. Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan kondisi
penyimpanan sebagai berikut : (Mangindara dkk., 2012)
1. Penyimpanan
a. Memelihara mutu obat
b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c. Menjaga kelangsungan persediaan
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan

2. Kondisi Penyimpanan
a. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor luar yang menyebabkan
ketidakstabilan obat (Waney, 2012). Suhu tinggi (panas) dapat
menginduksi reaksi-reaksi oksidasi, polimorfisma, dan peruraian dari
obat. (Priyanti, 1989)
Suhu Pada umumnya kecepatan reaksi kimia akan meningkat
secara eksponensial pada setiap kenaikan suhu 10°. Hubungan ini dapat
diamati pada hampir semua reaksi hidrolisis obat dan beberapa reaksi
oksidasi obat. Faktor aktual dari peningkatan kecepatan tergantung pada
energi aktivasi dari reaksi tertentu. Energi aktivasi adalah suatu fungsi
dari ikatan reaktif spesifik dan formulasi obat (misalnya pelarut, pH,
bahan tambahan). Sebagai contoh, obat dapat terhidrolisis jika
mengalami peningkatan suhu 20°, seperti dari dingin menjadi suhu
ruang yang terkontrol (Lihat Persyaratan dan Ketentuan Umum). Shelf
life obat pada suhu ruang terkontrol menurun ¼ sampai 1/25 dari shelf
lifenya pada keadaan suhu lemari pendingin. (Dirjen pom,1979)
Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan sehingga
mempercepat kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut
maka perlu dilakukan upaya-upaya berikut : (Mangindara dkk., 2012)
1) Ventilasi harus baik, jendela dibuka.
2) Simpan obat di tempat yang kering.
3) Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan terbuka.
4) Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC, karena makin
panas udara di dalam ruangan maka udara semakin lembab.
5) Biarkan pengering (silica gel) tetap dalam wadah tablet dan kapsul.
6) Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki
7) Obat seperti salep, krim dan suppositoria sangat sensitif terhadap
pengaruh panas, dapat meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari
udara panas. Sebagai contoh, salep oksitetrasiklin akan lumer bila
suhu penyimpanan tinggi dan akan mempengaruhi kualitas salep
tersebut. Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus
disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 4 - 8 °C.

b. Cahaya/Sinar Matahari
Cahaya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada sediaan
karena reaksi fotodekomposisi dari obat. (Priyanti, 1989)
Sediaan farmasi yang mengandung bahan aktif sensitif terhadap
cahaya harus disimpan dengan tepat yaitu terlindung dari cahaya
khususnya di tempat pelayanan farmasi seperti apotek dan instalasi
farmasi di rumah sakit. Salah satu satu contohnya sediaan vitamin C
dalam bentuk injeksi perlu disimpan terlindung dari cahaya karena akan
mengalami penurunan 50-60% aktifitas dalam waktu 24 jam.
(Puspitasari, 2023)
Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena
pengaruh sinar matahari. Sebagai contoh, injeksi klorpromazin yang
terkena sinar matahari akan berubah warna menjadi kuning terang
sebelum tanggal kadaluwarsa. Cara mencegah kerusakan karena sinar
matahari antara lain: (Mangindara dkk., 2012)
1) Jendela-jendela diberi gorden.
2) Kaca jendela dicat putih.
Referensi
Dirjen pom, 1979, Farmakope Indonesia edisi III, Jakarta
Dirjen pom, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Jakarta
Joshita. D, MS. (2008). Kestabilan Obat, Program S2 Ilmu Kefarmasian,
Departemen Farmasi FMIPA, Universitas Indonesia.
Luawo, 2015, pengaruh suhu terhadap stabilitas berbagai produk tablet nifedipin.
FMIPA Unsrat.
Mangindara, dkk, 2012, Stability Study: Regulatory Requirenment. International
Journal of Advances in Pharmaceutical Analysis. Vol 2. No 3: 62-67
Priyanti, 1989, pengaruh kelembaban terhadap stabilitas kadar rifampisina dalam
sirup kering. UNAIR
Puspitasari, 2023, pengaruh tempat penyimpanan di apotek terhadap kadar vitamin
c dalam sediaan tablet. JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 9(1), 85-93
Vadas, E. B. (2010). Stability of Pharmaceutical Products. The Science and
Practice of Pharmacy Vol. 1: 988-989.
Waney, 2012, pengaruh suhu terhadap stabilitas serta penεταραν kadar tablet
furosemida menggunakan spektrofotometer uv-vis. PHARMACON VOL.1
No.2

Anda mungkin juga menyukai