Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

UJI STABILITAS OBAT JANGKA PANJANG DAN DIPERCEPAT

DAN PRODUK FITOFARMAKA YANG ADA DI INDONESIA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bahan Alam Farmasi

Oleh :

31117012 ELI KARMILA

Farmasi 3A

STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

2019-2020
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang. Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Uji Stabilitas Obat Jangka Panjang Dan
Dipercepat Dan Produk Fitofarmaka Yang Ada Di Indonesia” yang diajukan
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Bahan Alam Farmasi.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Tak terkecuali dosen mata kuliah
Bahan Alam Farmasi, Bapak Hendy Suhendy, M. Farm., Apt.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan lapang dada saya menerima segala saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Kami berharap semoga makalah tentang “Uji Stabilitas Obat Jangka


Panjang Dan Dipercepat Dan Produk Fitofarmaka Yang Ada Di Indonesia” ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi kepada pembaca.

Tasikmalaya, Oktober 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Stabilitas dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai ketahanan suatu


produk sesuai dengan batas-batas tertentu selama penyimpanan dan
penggunaanya atau umur simpan suatu produk dimana produk tersebut masih
mempunyai sifat dan karakteristik yang sama seperti pada waktu pembuatan.
Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas dari sediaan farmasi, antara lain
stabilitas bahan aktif, interaksi antara bahan aktif dengan bahan tambahan,
proses pembuatan bentuk sediaan, kemasan, cara pengemasan dan kondisi
lingkungan yang dialami selama pengiriman, penyimpanan, penanganan dan
jarak waktu antara pembuatan dan penggunaan. Faktor lingkungan seperti
temperatur, radiasi cahaya dan udara (khususnya oksigen, karbon dioksida dan
uap air) juga mempengaruhi stabilitas. Demikian pula faktor formulasi seperti
ukuran partikel, pH, sifat dari air dan sifat pelarutnya dapat mempengaruhi
stabilitas (Osol et al, 1980).

Stabilitas sediaan farmasi merupakan salah satu kriteria yang amat


penting untuk suatu hasil produksi yang baik. Ketidakstabilan produk obat
dapat mengakibatkan terjadinya penurunan sampai dengan hilangnya khasiat
obat, obat dapat berubah menjadi toksik atau terjadinya perubahan penampilan
sediaan (warna, bau, rasa, konsistensi dan lain-lain) yang akibatnya merugikan
bagi si pemakai. Ketidakstabilan suatu sediaan farmasi dapat dideteksi melalui
perubahan sifat fisika, kimia serta penampilan dari suatu sediaan farmasi.
Besarnya perubahan kimia sediaan farmasi ditentukan dari laju penguraian obat
melalui hubungan antara kadar obat dengan waktu, atau berdasarkan derajat
degradasi dari suatu obat yang jika dipandang dari segi kimia, stabilitas obat
dapat diketahui dari ada atau tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan.
(Ansel, 1989; Lachman et al,1994).

Indonesia memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940


spesies di antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat (180 spesies telah
dimanfaatkan oleh industri jamu tradisional) merupakan potensi pasar obat
herbal dan fitofarmaka. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di
Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang
lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar
Husodo(Jawa),Usada(Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen
Serat Primbon Jampi.

Dengan melihat jumlah tanaman di Indonesia yang berlimpah dan baru


180 tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri maka
peluang bagi profesi kefarmasian untuk meningkatkan peran sediaan herbal
dalam pembangunan kesehatan masih terbuka lebar. Standardisasi bahan baku
dan obat jadi, pembuktian efek farmakologi dan informasi tingkat keamanan
obat herbal merupakan tantangan bagi farmasi agar obat herbal semakin dapat
diterima oleh masyarakat luas.

2. Rumusan Masalah
a. Apa itu stabilitas obat?
b. Apa saja jenis-jenis uji stabilitas obat?
c. Produk fitofarmaka apa saja yang ada di indonesia?
3. Tujuan
a. Mengetahui pentingnya uji stabilitas terhadap sediaan farmasi.
b. Mengetahui apa saja jenis-jenis uji stabilitas obat.
c. Mengetahui apa saja produk fitofarmaka yang ada di indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Stabilitas obat

Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan


sifat dan karateristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat
(identitas, kualitas, kuantitas dan kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaa (Shelf life). Stabilitas juga di
definisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang
ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan
karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Faktor
lingkungan seperti suhu (temperatur), radiasi, cahaya, udara (terutama oksigen,
karbondioksida dan uap air) serta kelembaban dapat mempengaruhi stabilitas.

Expiration date adalah waktu yang tertera pada kemasan yang


menunjukkan batas waktu diperbolehkannya obat tersebut dikonsumsi karena
diharapkan masih memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.

Shelf-life (waktu simpan) adalah periode penggunaan dan penyimpanan


yaitu waktu dimana suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan
dalam wadahnya yang sesuai dengan kondisi penjualan di pasar.

Uji stabilitas ini bertujuan untuk membuktikan bagaimana mutu zat aktif atau
produk obat berubah seiring waktu, dibawah pengaruh faktor lingkungan seperti
temperatur, kelembaban, dan cahaya.

Metode Pengujian Stabilitas Obat :

1. Uji Stabilitas Jangka Panjang

Untuk produk baru biasanya pengujian dilakukan pada suhu kamar yang
dikendalikan (300C ± 20C ) dengan kelembaban nisbi ruangan 75% ±5%, kecuali
untuk obat yang peka terhadap suhu dilakukan pada suhu rendah (50C ± 20C)
dengan rentang waktu pengujian pada bulan 0, 3, 9, 12, 18, 24,36, 48, dan 60.
Biasanya pengujian dilakukan sampai bulan ke-36, tetapi apabila masih
memenuhi syarat pengujian harus diteruskan sampai bulan ke-60.

2. Uji Stabilitas Dipercepat

Untuk produk baru biasanya pengujian dilakukan pada suhu ekstrim yang
dikendalikan (400C ± 20C ) dengan kelembaban nisbi ruangan 75% ± 5%, kecuali
untuk obat yang peka terhadap suhu dilakukan pada suhu ruangan (250C ± 20C)
dengan kelembaban nisbi ruangan 60% ± 5%. Rentang waktu pengujian untuk uji
stabilitas dipercepat dilakukan pada bulan 0, 1, 2, 3, dan 6. Biasanya pengujian
pada bulan ke-6 hanya untuk senyawa obat baru. Pengujian stabilitas dipercepat
menggunakan alat ”Climatic Chamber” untuk menjaga agar suhu ekstrim dan
kelembaban nisbi terkendali.

Uji stabilitas dipercepat adalah uji yang dirancang untuk meningkatkan


laju degradasi kimia dan perubahan fisika obat dengan membuat suatu kondisi
penyimpanan yang dilebihkan. Uji ini merupakan bagian dari uji stabilitas resmi.
Data yang diperoleh dari uji ini, selain dari data yang diperoleh dari uji stabilitas
real time (jangka panjang), dapat digunakan untuk menilai efek kimia jangka
panjang dalam kondisi penyimpanan biasa dan untuk mengevaluasi dampak
penyimpangan jangka pendek diluar kondisi pem=nyimpanan pada penandaan,
seperti yang mungkin terjadi selama pengiriman produk. Hasil studi uji stabilitas
dipercepat tidak selalu dapat memprediksi perubahan fisika.
Pada uji stabilitas dipercepat, peraturan kinetika reaksi dpt dipergunakan,
di mana penguraian dipelajari pd suhu tinggi dan tdk pd suhu kamar, kemudian
diekstrapolasi pd suhu penyimpanannya. Pengujian dilakukan pada 3 batch
kecuali jika bahan aktif sudah dikenal cukup stabil. Batch harus representative
mewakili proses manufaktur dan dibuat skala pilot atau skala produksi penuh.
Analisis Stabilitas Dipercepat :

a. Tentukan orde reaksi


b. Harga k pada setiap suhu dihitung dari gradien.
c. Harga k dapat diplotkan pada suhu yang dikehendaki
d. Waktu simpan produk dihitung dari tetapan laju sesuai dengan derajat
penguraian (orde reaksi)

Cara menentukan orde reaksi :

a. Dengan mensubstitusikan konsentrasi zat yang diperoleh ke dalam


persamaan orde reaksi, bila diperoleh harga k yang relative konstan berarti
reaksi berjalan pada orde tersebut

b. Dengan membuat grafik hubungan antara konsentrasi yang diperoleh


terhadap t. jika sesuai dengan salah satu grafik, maka reaksi berjalan pada
orde tersebut.

Orde II

- Grafik orde nol: c vs t

- Grafik orde satu: log c vs t

- Grafik orde dua:1/c vs t

 Metode waktu paruh: Waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk
terurai setengahnya dari konsentrasi mula-mula

Dibuat dua percobaan dengan konsentrasi berbeda:


 Menentukan konstanta laju reaksi:

Y= Bx + A

Y Log Ct

A Log Co

B K/2,303

Xt

 Kondisi Penyimpanan:
a. Pengaruh suhu: persamaan Arrhenius
b. Pengaruh kelembaban:hidrolisis obat
c. Pengaruh cahaya:oksidasi obat
 Persamaan Arrhenius:

Dari persamaan Arrhenius terlihat bahwa laju reaksi (dalam hal ini
diwakili konstanta laju reaksi) semakin besar saat reaksi terjadi pada
temperatur tinggi yang disertai dengan energi aktivasi rendah.
B. Produk fitofarmaka yang ada di indonesia

Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan


keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis
bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004 ).

Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk
menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa
didorong menggunakan herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian
secara ilimiah. Jenis sediaan obat ini masih belum begitu populer di kalangan
masyarakat, dibandingkan jamu-jamuan dan herbal terstandar. Akan tetapi pada
dasarnya sediaan fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga
berasal dari bahan-bahan alami. Dalam ilmu pengobatan, fitofarmaka dapat
diartikan sebagai sediaan jamu-jamuan yang telah tersentuh oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian, khasiat dan penggunaan
fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif daripada sediaan jamu-jamuan biasa,
karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas.

Walaupun sama-sama diracik dari bahan alami, namun Fitofarmaka jauh


mengungguli sediaan jamu biasa, bahkan sediaan ini juga sudah dapat disetarakan
dengan obat-obatan modern. Ini disebabkan fitofarmaka telah melewati beberapa
proses yang setara dengan obat-obatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah
melewati standardisasi mutu, baik dalam proses pembuatan hingga pengemasan
produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat.
Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam pengujian yaitu uji
preklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dll dengan menggunakan hewan
percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia. Fitofarmaka
dapat dikatakan sebagai obat herbal tertinggi dari Jamu dan Herbal Terstandar
karena proses pembuatannya sudah mengadopsi CPOB dan sampai uji klinik pada
manusia.

1. Dasar Pengembangan Fitofarmaka


a. Pedoman Pengembangan Fitofarmaka
1) Kep. Menkes RI No.760/MENKES/SK/IX/1992 ttg Pedoman Fitofarmaka
2) SK Menkes RI No. 0584/MENKES/SK/VI/1995 ttg Sentra Pengembangan
dan Penerapan Pengobatan Tradisional
3) Kep. Menkes RI no.56/MENKES/SK/I/2000 ttg Pedoman Pelaksanaan Uji
Klinik Obat Tradisional
4) Kep. Kepala Badan POM RI no : HK.00.05.4.1380 tgl 2 Maret 2005 ttg
Pedoman CPOTB

b. Dasar Pemikiran Pengembangan Obat Tradisional menjadi Fitofarmaka


Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh
masyarakat dalam usaha pengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan
atau dokter umumnya masih enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya.
Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau menggunakan
obat tradisional karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat
tradisional pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan
warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar
dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat. Untuk itulah dikembangkan Obat
Tradisional menjadi fitofarmaka.

2. Proses Standardisasi Fitofarmaka


a. Kriteria Fitofarmaka
1) Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
2) Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
3) Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan
dalam produk jadi
4) Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
b. Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka (Dep. Kes RI)
1) Tahap Seleksi
2) Tahap Biological Screening
3) Tahap Penelitian Farmakodinamik
4) Tahap Pengujian Toksisitas Lanjut (multiple doses)
5) Tahap Pengembangan Sediaan (formulasi)
6) Tahap Uji Klinik Pada Manusia
Ada 4 fase yaitu:
 Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat
 Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas
 Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jumlah yang lebih besar dari fase 2
 Fase 4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek
samping yang tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik
fase 1-3.

c. Keuntungan Strandardisasi Fitofarmaka :


 Menghasilkan efek terapeutik yang konsisten, reproducible & derajat
keamanannya tinggi (dosis terkontrol).
 Semakin banyak obat tradisional dengan efikasi klinis yang dapat diuji pra
klinik maupun klinik.
 Kebanyakan uji klinik telah menggunakan ekstrak terstandar.

4. Jenis Uji Fitofarmaka


a. Uji Toksisitas
b. Uji Toksisitas Sub Akut
c. Uji Toksisitas Kronik
d. Uji Farmakodinamik/efek farmakologik
e. Uji klinik
5. Obat Tradisional yang dikembangkan menjadi Fitofarmaka
Jenis-jenis Obat Tradisional Yang dikembangkan Menjadi Fitofarmaka
Sesuai lampiran Permenkes RI No.760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September
1992 berikut ini adalah daftar obat tradisional yang harus dikembangkan menjadi
Fitofarmaka yaitu :
a. Antelmintik g. Anti herpes genitalis
b. Anti ansietas (anti cemas) h. Anti hiperlipidemia
c. Anti asma i. Anti hipertensi
d. Anti diabetes (hipoglikemik) j. Anti hipertiroidisma
e. Anti diare k. Anti histamin
f. Anti hepatitis kronik l. Anti inflamasi (anti Rematik)
m. Anti kanker q. Disentri
n. Anti malaria r. Dispepsia (gastritis)
o. Anti TBC s. Diuretik
p. Antitusif / ekspektoransia

6. Produk Fitofarmaka
Daftar Nama Obat Fitofarmaka
a. Diabmeneer Nyonya Meneer – Fitofarmaka Diabetes (Kencing Manis)
mengandung ekstrak momordica fructis yang membantu mengurangi
konsentrasi gula darah.

b. Stimuno Dexa Medica – Fitofarmaka Modulator Imun (Imunomodulator);


ekstrak Phylanthus niruri atau meniran di dalamnya berkhasiat
merangsang tubuh lebih banyak memproduksi lebih banyak antibodi dan
mengaktifkan sistem kekebalan tubuh agar bekerja optimal.
c. Tensigard Phapros – Fitofarmaka Hipertensi (Darah Tinggi); ekstrak apii
herba dan ekstrak orthosiphonis berkhasiat untuk menurunkan tekanan
darah sistolik dan diastolik.

d. Rheumaneer Nyonya Meneer – Fitofarmaka Rematik; mengandung


ekstrak Curcumae Rhizoma yang berkhasiat melancarkan peredaran darah,
menghilangkan nyeri dan kaku sendi, menghangatkan, dan menyegarkan
badan.

e. X-Gra Phapros – Fitofarmaka Lemah Syahwat (Impoten Aphrodisiaka);


terbuat dari ekstrak ginseng, royal jelly, ekstrak ganoderma, dan lainnya.
Obat ini berkhasiat meningkatkan stamina pria dan membantu mengatasi
disfungsi ereksi serta ejakulasi dini.
f. Nodiar Kimia Farma – Fitofarmaka Diare (Mencret); yang terbuat dari
ekstrak apel dan rimpang kurkuma. Kandungan attapulgite dan pectin di
dalamnya diklaim dapat mengabsorpsi virus, bakteri, gas, dan toksin yang
terdapat dalam usus.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Stabilitas sediaan farmasi merupakan salah satu kriteria yang amat penting
untuk suatu hasil produksi yang baik. Ketidakstabilan produk obat dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan sampai dengan hilangnya khasiat obat, obat
dapat berubah menjadi toksik atau terjadinya perubahan penampilan sediaan
(warna, bau, rasa, konsistensi dan lain-lain) yang akibatnya merugikan bagi si
pemakai.
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis
bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004 ).
DAFTAR PUSTAKA

Osol A. et al, 1980. Remington's Pharmaceutical Sciences , l6th ed, Mack


PublishingCompany. Easton-Pensivania.

Lachman, L. Lieberman, H. A. Kanig, J. L.1986. Teori dan Praktek Farmasi


Industri. Jakarta: Universitas Indonesia.Ansel H.C,1989. Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi. ed 4 Penerjemah FaridaIbrahim. Jakarta:
Universitas Indonesia Press

Badan POM RI. (2004). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.00.05.4.2411 Tahun 2004 tentang Ketentuan
Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia
: Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Badan POM RI (2005). Peraturan


Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor
HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar Dan
Fitofarmaka: Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Badan POM RI (2005). Pedoman Cara
Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik Jakarta Pengawasan Obat
dan Makanan RI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai