Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, pembangunan di bidang farmasi masih terfokus pada
tersediannya obat bermutu, aman dan terjamin efikasinya, serta terjangkau
masyarakat. Sejalan dengan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat serta
semakin kompleksnya upaya pelayanan kesehatan terutama yang menyangkut
terapi obat telah menuntut apoteker untuk memberikan perhatiannya pada
orientasi pelayanan farmasi ke arah peduli pasien dengan sasaran akhir yakni
dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan adanya program pelayanan
farmasi klinik. Untuk mencapai tujuan pembangunan di bidang obat, perlu adanya
standar pelayanan kefarmasian (Priyanto, 2008).
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu
penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk
disalurkan dan digunakan pada pengobatan serta pencegahan penyakit. Farmasi
mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan, aksi farmakologis,
pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan
sediaan obat (medicine).
Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan
suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama
dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Banyak faktor yang mempengaruhi
stabilitas produk farmasi, seperti stabilitas dari bahan aktif, interaksi antara bahan
aktif dan bahan tambahan, proses pembuatan, proses pengemasan dan kondisi
lingkungan selama pengangkutan, penyimpanan, dan penanganan serta jangka
waktu produk antara pembuatan hingga pemakaian.
Dalam jangka waktu tertentu suatu bahan kimia atau bahan obat
mengalami perubahan. Perubahan ini dapat disebabkan oleh suhu, pH,
kompleksasi, garam dan ester, mikrobiologi, jenis pelarut, surfaktan, modifikasi
struktur kimia, dan cahaya. Obat yang telah mengalami perubahan ini ada yang

1
sama sekali sudah tidak berkhasiat lagi atau justru memberikan efek toksis.
Keadaan ini tentu memberikan efek yang sangat fatal, terutama bagi pasien.
Karena peruraian obat ini dapat memberikan pengaruh terhadap khasiat
obat, maka kestabilan suatu obat sangat penting untuk diketahui. Selain itu dengan
mengetahui kestabilan obat atau suatu bahan kimia, maka kita dapat
memperlakukan bahan-bahan obat tersebut dengan sebagaimana mestinya,
terutama dalam hal penyimpanannya untuk mencegah terjadinya peruraian dan
peningkatan stabilitasnya.
Pada percobaan stabilitas obat ini akan ditentukan kestabilan paracetamol
pada suhu dan jenis pelarut dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan
jenis pelarut alkohol. Menurut Skoog and West (1971), adapun prinsip kerja
spektrofotometer UV-Vis berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh
suatu larutan dengan jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap
memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif.
Penentuan stabilitas obat ini penting untuk efek terapeutik dari obat tersebut.
Dapat dilihat dari pengulasan diatas bahwa dengan mengetahui kestabilan
suatu obat maka kita dapat menentukan umur penyimpanan dari obat tersebut,
sehingga kita perlu melakukan uji stabilitas obat.
1.2 Maksud Percobaan
Adapun maksud pada percobaan yaitu
1. Mengetahui dan memahami cara kestabilan obat pada jenis pelarut dengan
suhu 30ºC dan 60ºC
2. Mengetahui waktu lama penyimpanan suatu sediaan obat
1.3 Tujuan percobaan
Adapun tujuan pada percobaan yaitu
1. Menetapkan kestabilan paracetamol pada jenis pelarut alkohol 70% dan
pada suhu yaitu 30°C dan 60°C
2. Melakukan perhitungan waktu lama penyimpanan suatu sediaan obat
melalui metode grafik, penentuan orde reaksi, perhitungan paruh waktu,
dan K pada suhu 25°C

2
1.4 Prinsip Percobaan
Penentuan stabilitas dari paracetamol pada suhu dan penilaian absorbansi
dengan spektrofotometer UV-Vis berdasarkan nilai konstanta kecepatan (k) dan
waktu paruh yang diperoleh dari grafik yang hubungannya antara waktu dan
konsentrasi, dimana konsentrasi paracetamol ditetapkan dengan metode
pengenceran menggunakan jenis pelarut alkohol 70%.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Stabilitas Obat
Pada umumnya penelitian kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara
kinetika kimia, cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga praktis
digunakan dalam bidang farmasi. hal-hal penting yang diperhatikan dalam penentuan
kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah kecepatan reaksi, faktor-
faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi dan cara penentuannya (Lachman,1994).
Stabilitas diartikan bawa obat (bahan obat, sediaan obat) disimpan dalam
kondisi penyimpanan dan pengangkutannya tidak menunjukkan perubahan sama
sekali atau berubah dalam batas batas yang diperoleh (Voigt, 1995).
Stabilitas obat adalah kemampuan obat atau produk untuk mempertahankan
sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat atau
diproduksi. Identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian dalam batasan yang
ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan (Joshita, 2008).
Stabilitas sediaan farmasi tergantung pada profit sifat fisika dan kimia pada
sediaan yang dibuat (termasuk eksipien dan sistem kemasan yang digunakan untuk
formulasi sediaan) dan fraksi lingkungan seperti suhu, kelembaban dan cahaya
(Joshita, 2008).
Beberapa jenis perubahan stabilitas obat atau produk farmasi yang
diperlakukan untuk dipertimbangkan adalah perubahan fisika, kimia, dan
mikrobiologi. Stabilitas fisika meliputi penampilan, konsistensi, warna,aroma, rasa,
kekerasan, kerapuhan, kelarutan, pengendapan, perubahan berat, adanya uap, bentuk,
dan ukuran partikel (Jenkins,1957).
Suatu obat dapat dikatakan stabil jika kadarnya tidak berkurang dalam
penyimpanan. Adapun ketika obat berubah warna, bau, dan bentuk serta terdapat
cemaran mikroba maka dapat disimpulkan bahwa obat tersebut tidak stabil (Fitriani,
2015).

4
2.1.2 Paracetamol
Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik-antipiretik
yang sangat populer. Parasetamol dapat tersedia dalam berbagai macam sediaan
tablet, kapsul, sirup, eliksir, suspensi dan supositoria. Parasetamol pada umumnya
diberikan dalam bentuk tablet yang mengandung 500 mg bahan aktif. Parasetamol
juga sering dikombinasikan dengan bahan obat lain dalam satu formulasi (Sudjadi,
2015).
Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan cara titrimetri dengan metode
diazotasi, spektrofotometri (baik UV maupun dengan cara spektrofotometri visibel)
dan dengan teknik berdasarkan kromatografi (Sudjadi, 2015).
2.1.3 Spektrofotometer
Adapun alat yang digunakan yaitu spektrofotometer. Spektrofotometer adalah
alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer ialah alat yang
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Spektrometer
memiliki alat pengurai seperti prisma yang dapat menyeleksi panjang gelombang dari
sinar putih.Sedangkan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsikan.
Pada fotometer terdapat filter dari berbagai warna yang memiliki spesifikasi
melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Spektrofotometer menghasilkan
sinar dan spektrum dengan panjang gelombang dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi, spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar,
2003: 325).
Analisis kuantitatif adalah analisis untuk menentukan jumlah (kadar) absolut
atau relatif dari suatu elemen atau spesies yang ada di dalam sampel. Ilmu kimia
farmasi analisis kuantitatif dapat didefinisikan sebagai penerapan berbagai metode
dan prosedur kimia analisis kuantitatif untuk melakukan analisis secara kuantitatif

5
terhadap bahan-bahan atau sediaan yang digunakan dalam farmasi, obat dalam
jaringan tubuh, dan sebagainya (Gandjar, 2015).
Aspek kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV-Vis yaitu, suatu berkas
radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang
diteruskan diukur besarnya.Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan
membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap
jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang
mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk
menyebabkan terjadinya perubahan tenaga (Gandjar, 2015)
Dalam mempertimbangkan stabilitas kimia farmasi yaitu untuk mengetahui
urutan reaksi, yang diperoleh secara eksperimental dengan mengukur laju reaksi
sebagai fungsi dari konsentrasi obat merendahkan.Urutan keseluruhan reaksi adalah
jumlah dari eksponen istilah konsentrasi tingkat ekspresi. Urutan sehubungan dengan
tiap reaktan itu eksponen dari istilah konsentrasi individu dalam tingkat ekspresi
(Parrot,1978).
Ada beberapa metode penentuan laju reaksi untuk menguji stabilitas, di
antaranya:
a. Metode substitusi
Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi
disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde
reaksi.jika persamaan itu menghasilkan harga K yang tetap konstan dalam
batas-batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan
orde tersebut. (Martin dkk., 2008).
b. Metode grafik
Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde
reaksi tersebut.Jika konsentrasi di plot terhadap t dan didapat garis lurus,
reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log (a-x) terhadap t
menghasilkan garis lurus. Suatu reaksi orde kedua akan memberikan garis
lurus bila 1/ (a-x) diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika

6
plot 1 /(a-x)² terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan sama
konsentrasi mula-mulanya, reaksi adalah orde ketiga (Martin dkk., 2008).
a. Metode waktu paruh
Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi
awal, a. Waktu paruh reaksi orde pertama tidak bergantung pada a; waktu
paruh untuk reaksi orde kedua, dimana a = b sebanding dengan 1/a dari
dalam reaksi orde ketiga, dimana a = b = c, sebanding dengan 1/a².
Umumnya berhubungan antar hasil di atas memperlihatkan waktu paruh
suatu reaksi dengan konsentrasi seluruh reaktan sama (Martin dkk., 2008).
Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan antara lain :
a. pH
pH adalah suatu ukuran keasaman suatu air (larutan). Pengertian pH
dalam aplikasinya berbeda-beda. Didalam sistem yang sering digunakan
( NBS sistem, NBS = National Bureau of Standards), pH digambarkandalam
persamaan pH = -log aH, dimana aH adalah aktivitas ion hidrogen dalam
suatu larutan Laju reaksi dalam larutan berair sangat mudah dipengaruhi
oleh adanya pH sebagai akibatadanya proses katalisis. Untuk mengetahui
pengaruh pH maka faktor-faktor lainnya yang berpengaruh sepertisuhu,
kekuatan ionik dan komposisi pelarut harus dibuat tetap (Connors et al,
1986).
b. Jenis pelarut
Penggantian air sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yang
konstanta dielektriknya lebih rendah, umumnya menyebabkan kecepatan
hidrolisis menurunsecara berarti. Contoh pelarut bukan air adalah : etanol,
glikol, glukosa, larutanmanitol, dan amida tersubstitusi (Lachman, et al.,
1986).
c. Kompleksasi
Laju hidrolisis dapat dipengaruhi oleh pembentukan kompleks
dengan dua cara, yaitu oleh efek sterik atau polar (Lachman, et al., 1986).

7
d. Surfaktan
Menurut Riegelman (1960). Keberadaan surfaktan akan
meningkatkan stabilitas secara bermakna. bahan surfaktan nonionik, kationik
dan anionik dapat menstabilkan obat terhadap katalis basa Modiikasi struktur
kimia sejumlah laporan kepustakaan menunjukkan bahan substituen tertentu
yang ditambahkan pada rantai alkil atauasil dari ester alifatik atau aromatik
atau pada inti benzen dari ester aromatik menyebabkan penurunan laju
hidrolisis (Lachman, et al.,1986).
e. Garam dan ester
Teknik lain yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas obat-
obatan yang terurai melalui hidrolisis adalahdengan mengurangi
kelarutannya melalui pembentukan garam atau esternya yang sukar larut.
Biasanya hanya pada bagian obat larut mengalami peruraian hidrolisis
(Lachman, et al., 1986).
Komponen penyusun dapar dapat mengurangi stabilitas obat oleh akibat
katalisis asam umum (KAU) atau katalisis basa umum (KBU).
Lajudegradasi obat akibat pengaruh dapar dapat ditentukan dengan
persamaan berikut (Zhou,2008).
Dalam banyak hal, tingkat reaksi kimia sederhana dapat dibedakan menjadi
empat yaitu:
a. Reaksi orde nol
Pada reaksi ini faktor yang menentukan bukan kadar tetapi hal lain
misalnya kelarutan atau senyawa cahayapada beberapa reaksi fotokimia. Jika
kelarutan menjadi faktor penentu hanya sejumlah kecil obat terlarut sajayang
mengalami peruraian (Lachman,1994),
Laju degradasi obat (-dD/dt) secara matematis dapat digunakansebagai
berikut :
dD/dt = Ko
Pengintegralan persamaan (1) menghasilkan persamaan (2) sebagai berikut:

8
(D) = (Do) – ko . t
Menurut persamaan , kurva hubungan antara (D) dan t menghasilkan
garis lurus dengan slope sebesar-Ko dan intersep sebesar Do adalah kadar
Reaktan Mula-mula dan Ko adalah laju reaksi. Satuan Ko adalah M waktu –
(K), jika satuan D adalah M. Waktu paro (t1/2) yaitu waktu yang diperlukan
untuk separuhreaktan mengalami degradasi. Persamaan waktu paro
diperoleh dengan mensubstitusikan (D) = (Do)/2 kedalam persamaan
sehingga diperoleh (Connors dkk,1986).
b. Reaksi orde satu reaksi orde satu terjadi jika berkurangnya jumlah
reaktan sebanding dengan jumlah reaktan tersisa. Reaksi orde satu dapat
dinyatakan sebagai berikut (Connors dkk,1986).
c. Reaksi orde satu semu
Reaksi orde satu semu dapat didefinisikan sebagai reaksi orde dua
atau peningkatan yang dibuat berkelakuanseperti reaksi orde satu. Keadaan
itu berlaku bila salah satu zat yang bereaksi ada dalam jumlah yang
sangatberlebihan atau tetap pada kadar tertentu dibandingkan zat lainnya.
Dengan demikian laju reaksi ditentukanoleh satu reaktan meskipun ada dua
reaktan karena tidak mengalami perubahan kadar yang berarti selamareaksi
peruraian (Lachman dkk,1994).
d. Reaksi orde dua
Reaksi orde dua dinyatakan sebagai :
Produk Jika laju reaksi tergantung pada kadar D dan E yang masing-
masing dipangkatkan (K), maka laju penguraian D= laju penguraian E dan
keduanya sebanding dengan hasil kadar reaktan. -d(D)/dt = -d(E)/dt = k2 (D)
(E)Jika D = E maka persamaan menjadi :-d(D)/dt = k2 (Do) Pengintegralan
persamaan akan diperoleh persamaan yaitu :1/(D) = 1/(Do) + k2.t Dengan
demikian plot (K)/(D) terhadap waktu (t) akan memberikan garis lurus dengan
slope sebesar k2, dengan D adalah kadar reaktan setelah waktu (t), Do adalah
kadar reaktan mula-mula, k2 adalah laju reaksi dengan satuan k2 adalah M-1,

9
waktu-1, waktu paro. Untuk reaksi dengan kinetika orde dua diperoleh dengan
mensubstitusikan D = Do/2 ke dalam persamaan, sehingga t1/2 memiliki
persamaan sebagai berikut :t1/2 = 1/{k2(Do)} Waktu kadaluwarsa (t90)
diperoleh dengan mensubstitusikan D =0,9 Do kedalam persamaan 1/(D) =
1/(Do) + k2 .t dan t90 yang diperoleh adalah :t90 = (K)/9(Do)k.
1. Alkohol (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
BM : 46,07 g/mol
RM : C2H5OH
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap


dan mudah bergerak; bau khas, rasa panas, mudah
terbakar, dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform P, dan eter
P
Khasiat : Antiseptik untuk membunuh kuman
Kegunaan : Sebagai zat pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya,
ditempat sejuk jauh dari nyala api
2. Paracetamol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama Lain : Acetaminophen
Rumus Molekul : C8H9 NO2
Berat Molekul : 151,16 g/mol

10
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa


pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian   etanol
(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian
gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P; larut
dalam larutan alkali hidroksida.
Khasiat : Analgetikum, antipiretikum, tetapi tidak untuk
radang. Dewasa ini paracetamol dianggap
sebagai zat antinyeri yang paling aman untuk
swamedikasi (pengobatan sendiri). (Tjay dan
Rahardja, 2008)
Kegunaan : Zat aktif
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.

11
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksaan
Waktu pelaksanaan praktikum pada rabu 18 November 2020 di Laboratorium
teknologi farmasi kampus 1 Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Pada praktikum kali ini alat-alat yang digunakan yaitu Alu, Gelas ukur, kain
kasar, kain halus, lumpang, mikro pipet, sudip, spektrofotometer UV-Vis, timbangan,
vial.
3.2.2 Bahan
Pada praktikum kali ini bahan yang diguanakan yaitu alkohol 70%,
Kertas perkamen, Paracetamol 0,01g, Tisu.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan Larutan Induk
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70%.
3. Dibuat larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm.
4. Dilarutkan 0,1 g paracetamol dalam 100 ml alkohol 70%.
3.3.2 Pembuatan Larutan Stok
1 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70%.
3. Dibuat larutan stok dengan konsentrasi 100 ppm.
4. Diambil 1 ml dari larutan induk dan dicukupkan sebanyak 10 ml dari alkohol
70%.
3.3.3 Pembuatan Larutan Standar
1. Untuk konsentrasi 1 ppm
Diambil 0,1 ml dari larutan stok dan dicukupkan sebanyak 10 ml dengan
alkohol 70%.

12
1. Untuk konsentrasi 2 ppm
Diambil 0,2 ml dari larutan stok dan dicukupkan sebanyak 10 ml dengan
alkohol 70%.
2. Untuk konsentrasi 3 ppm
Diambil 0,3 ml dari larutan stok dan dicukupkan 10 ml dengan alkohol 70%.
4. Untuk konsentrasi 4 ppm
Diambil 0,4 ml dari larutan stok dan dicukupkan 10 ml dengan alkohol 70%.
5. Untuk konsentrasi 5 ppm
Diambil 0,5 ml dari larutan stok dan dicukupkan 10 ml dengan alkohol 70%.
3.3.4 Perhitungan Nilai Absprban Paracetamol Murni
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70%.
3. Dimasukkan larutan standar yang konsentrasi 1 ppm kedalam
Spektofotometer UV-Vis untuk dihitung nilai absorbansinya.
4. Dicatat hasil yang didapatkan
5. Diulangi Langkah 3 dan 4 untuk larutan standar dengan konsentrasi 2 ppm, 3
ppm, 4 ppm dan 5 ppm.
6. Diambil larutan paracetamol yang nilai absorbansinya tinggi.
3.3.5 Perhitungan Nilai Absorbansi
1. Diambil larutan paracetamol yng memiliki absorbansinya tinggi.
2. Dibagi kedalam 4 vial dengan bagian yang sama.
3. Disimpan 2 vial pada suhu kamar masing-masing selama 10-15 menit.
4. Disimpan 2 vial pada suhu 600C masing-masing selama 10-15 menit.
5. Dihitung nilai absorbansinya.

13
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Tabel pengamatan
Sampel Absorbansi
Paracetamol 1 ppm 0,370
Paracetamol 2 ppm 0.420 4.2 Perhitungan
Paracetamol 3 ppm 0.510 a. Pembuatan larutan induk
Paracetamol 4 ppm 0.890
Paracetamol 5 ppm 0.970 1.000.000 = 1000
Paracetamol pada suhu 30°C 10 menit 0.779
Paracetamol pada suhu 30°C 15 menit 0.890 X
×
Paracetamol pada suhu 60°C 10 menit 0.660 100
Paracetamol pada suhu 60°C 15 menit 0.250

ppm
1000× 100
= 0.1 g
1.000.000
b. pembuatan larutan stok
X
× 1.000 = 100 ppm
100
100
x10 = 0.1 ml
1000
c. Pembuatan larutan standar
X
× 100 = 1 ppm
10
1× 10
X= = 01 ml
100
X
× 100 = 2 ppm
10
2× 10
X= = 02 ml
100
X
× 100 = 3 ppm
10
3× 10
X= = 03 ml
100

14
X
× 100 = 4 ppm
10
4 × 10
X= = 04 ml
100
X
× 100 = 5 ppm
10
5× 10
X= = 05 ml
100
d. Kurva baku

KURVA BAKU
ABSORBANSI

0.8
0.6 f(x) = 0.08 x + 0.29
0.4 R² = 0.87
0.2
Linear ()
0
0 1 2 3 4 5 6 7
KONSENTRASI (PPM)

4.2.4 Kurva baku

Konsentrasi Absorbansi Dimana :


(ppm) a = 0.2887
1 0,372
2 0.381 b= 0,0751
3 0.578 r = √ 0,8701= 0.9327
4 0.602
5 0.657

4.2.5 Perhitungan Konsentrasi Paracetamol


Suhu
Waktu (menit) 30°C 60°C
10 0.550 0.647
15 0.605 0.588
Untuk suhu 30°C

15
1. Waktu 10 menit
y = a + bx
0.850 = 0.2887 + 0,0751x
0.850 – 0.2887= 0.0751x
0.2613 = 0,0751x
0,2613
x =
0,0751
x = 3,479
3. Waktu 15 menit
y = a + bx
0.905 = 0.2887 + 0,0751x
0.905 – 0.2887= 0.0751x
0.3163 = 0,0751x
0,3163
x =
0,0751
x = 4,211
Untuk Suhu 60oC
1. Waktu 10 menit
y = a + bx
0.945 = 0.2887 + 0,0751x
0.945 – 0.2887= 0.0751x
0.3563 = 0,0751x
0,3563
x =
0,0751
x = 4,770
2. Waktu 15 menit
y = a + bx
0.888 = 0.2887 + 0,0751x
0.888 – 0.2887= 0.0751x

16
0.2993 = 0,0751x
0,2993
x =
0,0751
x = 3,985
Suhu
Waktu (menit) 30°C 60°C
10 3,479 4,770
15 4,211 3,985

4.2.6 Perhitungan Koefisien Korelasi


1. Suhu 30oC

Waktu
Konsentrasi (C) Log C 1/C
(menit)
10 3,479 0,541 1,848
15 4,211 0,624 1,602

2. Suhu 60oC

Waktu
Konsentrasi (C) Log C 1/C
(menit)
10 4,770 0,678 1,474
15 3,985 0,600 1,666
4.2.7 Penetapan Orde Reaksi
1. Untuk orde 0, regrasikan antara waktu dan konsentrasi (C) masing-masing
suhu
2. Untuk orde 1, regrasikan antara waktu dan log C pada masing-masing suhu
3. Untuk orde 2, regrasikan antara waktu dengan 1/C
Suhu 30oC

Orde Regrasi Hasil


0 a 2,015

17
b 0,1464
c 1
a 0,375
1 b 0,0166
c 1
a 2,34
2 b -0,0492
c -1

Suhu 60oC

Orde Regrasi Hasil

a 6,34
0 b -0,157
c -1
a 0,834
1 b -0,0156
c -1
a 1,09
2 b 0,0384
c 1

Suhu
Orde o
30 C 60oC
1 -1
0
1 1 -1

2 -1 1

18
4.2.8 Penentuan Nilai Mutlak
1. Nilai b didapatkan dari perhitungan orde 2 (regrasi antara waktu dan 1/C pada
masing-masing suhu)
2. Nilai K untuk orde 0 dan 2 adalah b=K sedangkan pada orde 1 adalah (K=-b x
2,303)
Suh b
K
u
30oC -0,0492 0,113
60oC 0,0384 -0,0884
4.2.9 Penentuan Nilai K pada suhu 25oC dan Usia Simpannya
Keterangan; suhu (K) = 273 + suhu 9(oC)
1. Untuk suhu 30oC
T = 273 + 30oC
= 303 K

2. Untuk suhu 60oC


T = 273 + 60oC
= 333 K

3. Untuk suhu 25oC


T = 273 +25oC
= 298 K
Untuk nilai 1/T(x)
1. Untuk suhu 30 oC
x = 1/303 = 0.0033
2. Suhu 60 oC
x =1/333 = 0.0030

19
3. Untuk suhu 25 oC
x = 1/298 = 0.00335
Suh Suhu (K) 1/T (X) K Log K
u
30oC 303 0.0033 0.113 -0,946
60oC 333 0.0030 -0.0884 -1.053
0.0033
25oC 298
5
o
Perhitungan untuk 25 C pada orde 1 dan 2
Log K = Log A – Ea = 2.303 T
y = a + bx
y = Log K
Untuk dapat nilai K Pada suhu 25oC maka diregresikan antara x dengan Log
K didapatkan nilai
a = -2,1024
b = 071,33
r =1
y = a + bx
= -2,1024 + (071,33x 0.00353)
= -2,1024 + 2,2489
= 0.1465
y = Log K
K = Anti Log y
K = Anti Log -0.1465
K = 1,4011
Perhitungan paru waktu
CO
Orde 0 = t ½ =
K
0.693
Orde 1 = t ½ =
K

20
1
Orde 2 = t ½ =
COK
Pada hasil yang didapatkan mengikuti orde 1dan orde 2 jadi, didapatkan hasil
untuk paruh pada suhu 25oC
Co = 0.1 g / 100 ml
= 1000 ppm
Untuk orde reaksi 1
0.693
t½=
K
0.693
=
1,4011
= 0,4946 menit
Untuk orde 2
1
t½=
COK
1
=
1000× 1,4011
1
=
1,4011
= 0,173 menit
Waktu lama penyimpanan
0.105
t 90 =
K
0.105
=
1,4011
= 0.0749 menit
= 0,00124 Jam
= 5,2013 Hari
= 1,7100 Bulan

21
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Dalam praktikum kali ini, pada percobaan stabilitas obat, dilakukan pengujian
stablitas yang dipengaruhi oleh jenis pelarut dan suhu. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui pada suhu berapa obat dapat stabil dengan baik dan pada suhu berapa
waktu lama penyimpanan suatu sediaan obat.
Pada praktikum stabilitas obat ini, bahan yang digunakan adalah paracetamol.
Dimana dilakukan penentuan stabilitas obat paracetamol menggunakan metode grafik
berdasarkan nilai konstanta kecepatan reaksi, waktu paruh T1/2 dan T90 (waktu
kadaluwarsa) untuk penentuan umur simpan sediaan tablet paracetamol dan
menggunakan spektrofotometer untuk mengukur serapan absorbansi, juga
menggunakan oven dengan beberapa suhu seperti 30°C dan 60°C.
Sebelum melakukan praktikum, alat-alat yang akan digunakan dibersihkan
terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol 70% agar terbebas dari benda-benda
asing yang menempel di permukaan alat-alat tersebut. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Pratiwi (2008), alkohol 70% berfungsi sebagai antiseptik sehingga alat yang
dibersihkan dengan alkohol 70% akan menghindari alat dari mikroorganisme.
Langkah awal yang akan dilakukan adalah membuat larutan induk. Larutan
induk adalah cairan sisa hasil dari kristalisasi dan tersisa setelah zat yang mudah atau
teratur mengkristal dihilangkan (Merriam, 2020). Sebelum dilakukan pengujian,
terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan. Selanjutnya alat yang akan digunakan
dibersihkan dengan alkohol 70%. Tujuan dibersihkannya alat menggunakan alkohol
70% karena menurut Pratiwi (2008), alkohol 70% berfungsi sebagai antiseptik
sehingga alat yang dibersihkan dengan alkohol 70% akan menghindari alat dari
mikroorganisme. Selanjutnya dilarutkan 0,1 gram parasetamol dalam 10 ml alkohol
70%. Sebelum dilarutkan terlebih dahulu paracetamol digerus. Paracetamol digerus

22
searah dengan jarum jam. Hal ini sesuai dengan pendapat Tjitrosoepomo (1985), yang
mengatakan bahwa tujuan obat digerus searah dengan jarum jam adalah agar obat
yang digerus dapat tercampur dengan rata. Pada praktikum ini digunakan sampel
parasetamol, karena menurut Tietjen (2004) dan Setiawan (2010) parasetamol
dianggap stabil dan mudah di dapatkan, dan dilakukan penambahan alkohol bertujuan
untuk melarutkan parasetamol.
Kemudian membuat larutan stok. Larutan stok merupakan larutan yang berisi
satu atau lebih komponen media yang konsentrasinya lebih tinggi daripada
konsentrasi komponen tersebut dalam formulasi media yang akan dibuat (Yusnita,
2003). Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan.
Selanjutnya alat yang akan digunakan dibersihkan dengan alkohol 70%. Tujuan
dibersihkannya alat menggunakan alkohol 70% karena menurut Pratiwi (2008),
alkohol 70% berfungsi sebagai antiseptik sehingga alat yang dibersihkan dengan
alkohol 70% akan menghindari alat dari mikroorganisme. Selanjutnya dilarutkan 0,1
gram parasetamol dalam 10 ml alkohol 70%. Selanjutnya dibuat larutan stok dengan
konsentrasi 100 ppm. Setelah itu, diambil 1 ml dari larutan induk dan dicukupkan
sebanyak 10 ml dengan alkohol 70%.
Larutan stok dibuat dengan tujuan untuk memudahkan pengambilan bahan-
bahan kimia khususnya yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, tak perlu
kering menimbang karena hal ini kurang praktis. Larutan stok tersebut dipipet
menggunakan mikropipet, menurut Sanders (2012) mikropipet berfungsi untuk
mentransfer larutan secara tepat dalam skala μL yang pada ujungnya terdapat tip
untuk tempat larutan. Larutan stock dijadikan dalam 10 ppm dengan cara yaitu
diambil 0,l larutan induk kemudian dilarutkan dengan 10 ml alkohol.
Kemudian membuat larutan standar. Larutan standar adalah larutan yang
konsentrasinya sudah diketahui secara pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan
standar dibedakan menjadi larutan standar primer dan larutan standar sekunder.
Larutan standar primer adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang
dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi. Larutan standar sekunder

23
adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu
zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil
standardisasi (Day underwood, 1999). Pada larutan standar dibuat dalam konsentrasi
1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm dan 5 ppm. Pembuatan larutan sampel dibuat dengan
pengenceran bertingkat yaitu dengan cara dipipet sebanyak 0.2, 0.3, 0.4 dan 0,5 ml.
Kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri UV-VIS.
Selanjutnya larutan tersebut dimasukan kedalam vial dan ditambah dengan
larutan blangko. Tujuan ditambahkan larutan belangko menurut Depkes RI (1979)
untuk membuat konsentrasi pelarut menjadi nol agar tidak akan tertukar dengan
detektor pada saat membaca nilai absorbansi. Larutan tersebut dimasukkan kedalam
oven dengan waktu 10 dan 15 menit di suhu 30°C dan 60°C.
Adapun tujuan dilakukan pada berbagai suhu ini adalah dimaksudkan untuk
membedakan atau mengetahui pada suhu berapa obat dapat stabil dengan baik dan
pada suhu berapa obat akan terurai dengan cepat. Jika larutan paracetamol disimpan
pada suhu kamar maka obat tersebut lebih stabil dibandingkan paracetamol disimpan
pada suhu panas. Menurut saya karena ada beberapa obat tidak tahan pada suhu
panas bahkan ada obat yang disimpan pada suhu dingin atau beku. Seperti halnya
yang disampaikan oleh (CPOB,2012). bahwa suhu ruang atau suhu kamar merupakan
kondisi penyimpanan yang paling longgar dimana suhunya menyesuaikan dengan
kondisi geografis industri diindonesia dimana suhu ruang itu yaitu tidak boleh
melebihi dari 30oC. Tetapi suhu penyimpanan tidak mempengaruhi waktu paruh dan
usia simpan.
Larutan yang telah dioven dikeluarkan dari oven dan didinginkan selama 5
menit dengan tujuan untuk menghentikan reaksi pengurainnya setelah itu diukur nilai
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer. Digunakannya
spektrofotometer sesuai dengan pendapat Sastrohamidjojo (2007), spektrofotometer
merupakan alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan
cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca yang disebut kuvet
yang sebagian dari cahaya tersebut akan di serap dan sisanya akan dilewatkan

24
sehingga nilai absorbansi dari cahaya yang di serap sebanding dengan konsentrasi
larutan di dalam kuvet. Setelah itu, dilakukan juga perbandingan absorbansi yang
didapatkan dengan metode-metode kurva, penentuan orde reaksi, perhitungan paruh
waktu, dan K pada suhu 25°C.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil mengikuti orde 1
dan 2. Jadi didapatkan hasil untuk paruh waktu pada suhu 25°C. Waktu lama
penyimpanan pada orde reaksi adalah 0,0749 menit, 0,00124 jam, 5,2013 hari dan
1,7100 bulan.
Adapun kemungkinan kesalahan yang terjadi pada saat praktikum adalah
konsentrasi yang kurang tepat, penentuan nilai yang tidak sesuai menyebabkan hasil
yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

25
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa suhu tidak mempengaruhi penyimpanan ataupun umur simpan suatu
produk tetapi hanya mempengaruhi kestabilan fisiknya.
6 Saran untuk Jurusan
Saran saya untuk jurusan farmasi agar bisa menjaga kebersihan
disekitaran lingkungan farmasi, dan juga mengingat aturan protokol, karena
mengingat pandemi yang masih terus berlanjut hingga saat ini.
6.2.2 Saran untuk Laboratorium
Untuk laboratorium agar diperlengkap lagi alat-alat yang akan digunakan pada
saat melakukan praktikum dan juga jika terdapat alat-alat yang sudah rusak, dimohon
agar segara diperbaiki karena mengingat banyak percobaan yang akan dilakukan di
laboratorium teknologi farmasi ini.
6.2.3 Saran untukAsisten
Saran saya untuk asisten farmasi fisika secara keseluruhan yaitu agar lebih
mengetahui kemampuan setiap praktikannya. Dan untuk saran asisten terutama yang
memegang percobaan stabilitas obat ini, selain saran diatas, sebenarnya saya tidak
mempunyai saran untuk asisten percobaan ini karena terlalu baik hati untuk
diberi saran.

26

Anda mungkin juga menyukai