Anda di halaman 1dari 26

USULAN PENELITIAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BENTUK

USAHA DAGANG (UD) SEBAGAI USAHA

PERSEORANGAN

VIRIYANANTA GOTAMA
DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
1.3.1. Tujuan Umum .................................................................................. 6
1.3.2. Tujuan Khusus ................................................................................. 6
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7
1.4.1. Manfaat Teoritis............................................................................... 7
1.4.2. Manfaat Praktis ................................................................................ 7
1.5. Landasan Teoritis ........................................................................................ 7
1.6. Metode Penelitian ......................................................................................18
1.6.1. Jenis Penelitian ..............................................................................18
1.6.2. Jenis Pendekatan ............................................................................18
1.6.3. Sumber Bahan Hukum ...................................................................19
1.6.4. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum .............................................20
1.6.5. Tehnik Analisis Bahan Hukum ......................................................20
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembagunan dibidang ekonomi masih menjadi perhatian yang sangat


serius dari pemerintah, terlebih-lebih pada era globalisasi seperti sekarang ini.
Salah satu sector yang terus diperhatikan oleh pemerintah adalah sector usaha
koperasi dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Sebagaimana ditegaskan dalam RPJMN 2004 – 2009, dalam konteks


pemberdayaan IMKM akan dilakukan usaha-usaha untuk memperluas basis dan
kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru.1 Dari situ kemudian
muncul pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan usaha, baik usaha
kelompok maupun usaha perorangan.

Perekonomian nasihonal digerakan oleh para pelaku ekonomi, baik


perorangan maupun institusi yang mempunyai tujuan memperoleh keuntungan.2
Para pelaku ekonomi melakukan kegiatan ekonomi dengan menggunakan
bentuk usaha yang bervariasi dan menjalankan usaha yang bervariasi pula.

Selain bervariasi dalam bentuk usaha, jenis usaha dan ruang lingkup
usaha, para pelaku ekonomi sangan bervariasi pula dalam ekstensinya hokum
nasional dan kedudukan institusinya.

Mengenai hal ini Sri Redjeki Hartono mengungkapkan :

Pelaku ekonomi di Indonesia pada hakekatnya sangat bervariasi, baik


mengenai eksistensinya dibidang peraturan, kegiatan maupun
kedudukan institusinya perorangan dengan kekuatan modal yang
relative terbatas. Pada strata menengah ke atas dapat dijumpai beberapa

1Anonim, 2006, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Sinar Grafika, Jakarta, hal. 212.
2Neni Sri Imaniyati, 2009, Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi, Graha Ilmu,
Yogyakarta, hal. 3.
bentuk badan usaha, baik yang bukan badan hokum maupun yang
mempunyai status badan hokum, yaitu perseroan atau koperasi sebagai
suatu korporasi.3

Sehubungan dengan kegiatan ekonomi masyarakat, maka dijumpai


adanya bentuk usaha, baik bentuk usaha kelompok maupun bentuk usaha
perorangan. Bentuk-bentuk usaha ini merupakan salah satu aspek perusahaan
dari sekian aspek yang ada. Sebagaimana dikemukakan oleh Heidjrachman
Ranupandojo, sebagai berikut :

Pembicaraan tentang aspek perusahaan adalah meliputi :

1. Tujuan perusahaan
2. Berdirinya perusahaan
3. Bentuk-bentuk hokum perusahaan (organisasi perusahaan)
4. Lingkunagn perusahaan
5. Manajemen perusahaan
6. Fungsi operasional perusahaan
7. Pengembangan perusahaan. Serta
8. Penciutan dan likuidasi perusahaan.4

Dalam praktek di Indonesia ada tiga bentuk usaha (bentuk perusahaan),


yaitu usaha swasta, usaha Negara, dan usaha koperasi. Dilihat dari segi hokum
perusahaan, masing-masing dari bentuk usaha tersebut memeliki karakteristik
yang berbeda satu sama lain, baik menyangkut status badan usahanya,
pengaturan maupun tanggung jawabnya.

3 Sri Redjeki Hartono, 2003, Pengembangan Koperasi Sebagai Pelaku Ekonomi di Indonesia, Makalah
disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Pengembangan Hukum Nasional VII, Denpasar 14-18 Juli 2003, hal. 1.
4 Heidjrachman Ranupandojo dan Sukanto Reksohadriprodjo, 1982, Pengantar Ekonomi Perusahaan Buku 2,

BPFE, Yogyakarta, hal.4.


Bentuk usaha swasta adalah bentuk usaha yang modalnya dimiliki
seluruh atau sebagian besar oleh pihak swasta baik secara individu (perorangan)
5
maupun kelompok. yang termasuk kelompok usaha swasta ini adalah
perusahaan perorangan atau Usaha Dagang (UD), Persekutan Firma (Fa),
Pesekutuan Komanditer (CV), dan Perseroan Terbatas (PT).

Semebtara usaha Negara atau perusahaan Negara, atau yang sekarang


dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tidak diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD),6 tetapi diatur dalam undang-undang
tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003. Pada ketentuan pasal
1 angka 1 dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, Badan Usaha Milik
Negara diberikan pengertian sebagai berikut :

Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah


badan usaha yang seluruh atau sebagian besarnya modalnya dimiliki
oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan.

Sedangkan koperasi adalah merupakan bentuk usaha yang berkaitan


langsung dengan kepentingan anggota koperasi itu sendiri guna menunjang
usaha maupun kesejahteraannya. 7 Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No.
25 Tahun 1992 diberikan pengertian koperasi sebagai berikut :

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau


badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatan berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan atas azas kekeluargaan.

5 Sanusi Bintang dan Dahlan, 2000, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
hal. 4.
6 CST. Kansil, 1985, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 89.
7 Muhammad Djumhana, 1994, Hukum Ekonomi Sosial Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 232.
Salah satu bentuk usaha swasta adalah usaha yang dimiliki oleh
perseorangan dalam bentuk Usaha Dagang (UD) atau ada juga pihak yang
menyebutnya perusahaan dagang (PD). Sebagai bentuk usaha dagang,
modalnya dimiliki oleh satu orang pengusaha, melakukan kegiatan usaha dalam
bidang usaha tertentu. Bidang usaha yang dijalankan terdiri dari berbagai
macam usaha, misalnya usaha dibidang leveransir bahan-bahan bagunan usaha
dibidang penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga, usaha dibidang
penyaluran hasil-hasil peternakan, dan sebagainya.

Seperti dikemukakan oleh Tukirin Sy. Sastroresono, tidak terlalu sulit,


bahkan mudah untuk mendapatkan contoh perusahaan dagang atau usaha
dagang (UD). Suatu contoh dengan aneka macam kegiatannya, sebuah warung
masnisan, sebuah percetakan, suatu usaha foto copy dan banyak lagi contoh
8
lain, semua itu merupakan perusahaan dagang. Selanjutnya Tukirin Sy.
Sastroresono menyatakan :

Perusahaan Dagang atau Usaha Dagang (UD) adalah suatu bentuk


perusahaan perseorangan. Sebagai perusahaan perseorangan dengan
sendirinya adalah perusahaan yang dilakukan oleh satu orang
pengusaha. Maksudnya ialah bahwa yang menjadi pengusaha hanya satu
orang, modal perusahaan itu milik satu orang. Walaupun di toko itu
terdapat banyak orang yang bekerja, mereka bukan pengusaha, mereka
bukan pemilik perusahaan, mereka itu adalah pembantu-pembantu
perusahaan, mereka itu adalah buruh. 9

Sebagaimana perusahaan bentuk usaha dagang ini tujuannya adalah


mencari laba atau keuntungan sesuai dengan bidang usaha yang dijalankannya.
Namun bila melihat kenyataannya di masyarakat, tidak selamanya usaha

8 Tukirin Sy. Sastroresono, 1987, Materi Pokok Hukum Dagang dan Hukum Perdata, Karunika, Jakarta, hal. 72.
9 Ibid.
tersebut membawa keuntungan, tetapi ada juga yang mengalami kerugian, baik
karena perbuatan karyawan/buruh maupun karena kesalahan menajemen
perusahaan yang bersumber pada salah kelola dari pemilik.

Kerugian yang dialami tidak saja oleh Usaha Dagang (UD) sebagai
suatu perusahaan, tetapi terkadang jiga dialami oleh pohak ketiga atau para
kreditur. Bila hal ini terjadi tentu menimbulkan berbagai persoalan hokum,
terutama menyangkut masalah tanggung jawab usaha dagang (UD) sebagai
perusahaan perseorangan.

Seperti diketahui baik secara sendiri atau melalui orang-orang


pembantunya, seperti karyawan/buruh Usaha Dagang (UD) mengadakan
hubungan dengan pihak ketiga. Disini menimbulkan pertanyaan dan
permasalahan hokum menyangkut tanggung jawab UD atas terjadinya perikatan
atau hubungan hokum tersebut. Bias terjadi perbuatan itu, termasuk perbuatan
melawan hukum, dari karyawan/buruh yang meminta tanggung jawab dari UD
sebagai perusahaan.

Selain itu, dalam pengamatan di lapangan tampak tidak ada kepastian


hukum menyangkut perndirian Usaha Dagang (UD). Berbeda dengan bentuk
usaha yang lainnya seperti ; Koperasi, dan Perseroan Terbatas (PT), jelas
persyaratan dan prosedur pendiriannya. Untuk Usaha Dagang (UD) tidak jelas
bagaimana syarat dan prosedurnya untuk mendirikannya.

Permasalahan hukum Usaha Dagang (UD) dimaksud di atas semakin


meminta perhatian mengigat belum adanya peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang UD. Hingga saat ini belum ada peraturan secara resmi
yang megatur tentang UD, dan oleh karenanya ini termasuk norma kosong. Di
satu sisi belum ada peraturan yang mengatur tentang UD, namun pada sisi lain
bentuk UD ini demikian eksis di masyarakat.
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dipaparkan di atas,


maka dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apa persyaratan dan bagaimana prosedur untuk mendirikan bentuk Usaha


Dagang (UD) ?
2. Begaimana tanggung jawab Usaha Dagang (UD) sebagai perusahaan
perseorangan atau perikatannya yang dilakukan dengan pihak ketiga ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang


komprehensif manyangkut aspek hukum berkaitan dengan bentuk
Usaha Dagang (UD), baik meneganai legalitas (pendirian), status
hukum, hubungan hukum pihak-pihak maupun tanggung jawab
hukumnya.

1.3.2. Tujuan Khusu


1. Untuk mengetahui dan memahami tentang persayaratan dan
prosedur yang harus ditempuh dalam mendirikian bentuk Usaha
Dagang (UD).
2. Untuk mengatuhi dan memahami tentang tanggung jawab Usaha
Dagang (UD) sebagai perseorangan atas perikatannya yang
dilakukan dengan pihak ketiga.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil peneilitian ini diharapkan dapat


memberikan manfaat positif bagi pertumbuhan dan perkembangan
ilmu hukum dimasa mendatang. Khususnya perkembangan dibidang
hukum perusahaan, yang pada dewasa ini keberadaanya sangat
dibutuhkan dalam bidang ekonomi dan bisnis.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi


para pelaku bisnis. Selain itu yang lebih pentik, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah sebagi
pengambil kebijakan dalam menyiapkan perangkat hukum yang lebih
memadai berkaitan dengan aktifitas Usaha Dagang (UD).

1.5. Landasan Teoritis

Guna mengkaji suatu permasalah hukum secara lebih mendalam dan


komprehensif diperlukan teori yang berupa asumsi konsep, definisi dan
proposisi untuk menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan
cara merumuskan hubungan antara konsep. 10 Dalam bentuknya yang paling
sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua variable atau lebih yang
telah diuji kebenarannya.11

Teori juga sangat diperlukan dalam penulisan karya ilmiah dalam


tatanan hukum positif kongkrit. Hal ini sesau dengan pendapat Jan Gijssels dan
Mark Van Hoecke “Een degelijk inzicht in dezerchtsteoretische kueesties wordt
blikens het voonvoord beschouwd al seen noodzakelijke basis voor elke

10 Burhan Ashofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 19.
11 Soerjono Soekanto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 30.
wettenschappelijke stadia van een kongkreet positief rechtsstelsel.12 (dalam
teori hukum diperlukan suatu pandangan yang merupakan pendahuluan dan
dianggap mutalk perlu ada sebagi dasar dari studi ilmu pengatetahuan terhadap
aturan hukum positif).

Teori itu sendiri adalah merupakan serangkaian proposisi atau


keterangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam suatu system
keterangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam suatu system deduksi
yang mengemukakan penjelasan atau suatu gejala. Sementara itu pada suatu
penelitian, teori memeliki fungsi sebagai pemeberi arahan kepada peneliti
dalam melakukan penelitian.

Dalam upaya membahas permasalahan dalam peneilitian ini


diperguanakan sejumpalh teori, prisnsip atau azas hukum serta doktrin dari para
sarjana yang relevan sebagai berikut :

1. Teori Negara Hukum

Menurut Mochtar Kusumaatmadja memberikan pengertian negara


hukum sebagai negara yang berdasarkan hukum, diaman kekuasaan tunduk
pada hukum dan semua orang sama dihadapan hukum.13

Sementara Hamid S. Attamini mengartikan negara hukum sebagai


negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan
penyelenggara negara. Kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan
dibawah kekuasaan negara. 14

12 Jan Gijssels and Mark Van Hoecke, 1982, What is Rechtsteorie ?, Anteheepen, Nederland, hal. 57.
13 Mochtar Kusumaatmadja, 1995, Pemantapan Cita Hukum dan Azas-Azas Hukum Nasional Dimata Kini dan
Masa Yang Akan Datang, Makalah, Jakarta, hal. 1.
14 Hamid S. Attamimi, 1992, Teori Perundang-Undangan Indonesia, Pidato Pnegukuhan Jabatan Guru Besar Pada

Fakultas Hukum Universitas Indoensia, Jakarta tanggal 25 april 1991, hal. 8.


Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum (Rechtstaat)
menurut Burkens apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Azas Legalitas, setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas


peraturan perundang-undangan (wettelijke grouslag). Dengan dasar
ini, undang-undang dalam arti termil dan undang-undang itu sendiri
merupakan tumpuan dasar tindak pemerintahaan.
2. Pembagian kekuasaan, syarat ini mengandung makna bahwa
kekuasaan negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan.
3. Hak-hak dasar (ground rechten), merupakan sasaran perlindungan
dari pemerintah terhadap rakyat dan sekaligus membatasi
kekuasaan pembentukan undang-undang.
4. Pengawasan pengadilan bagi rakyat tersedia.15

Menurut Munir Fuady, agar suatu negara dapat dikategorikan sebagai


negara hukum, negara tersebut harus memenuhi bebrapa persyaratan. Adapun
syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Perlindungan hak-hak rakyat oleh pemerintah


2. Kekuasaan lembaga negara tidak absolut
3. Berlakunya prinsip Trias Politica
4. Pemberlakuan system check and balance
5. Mekanisme pelaksanaan kelembagaan negara yang demokratis
6. Kekuasaan lemabaga kehakiman yang bebas
7. System pemerintahan yang transparan
8. Adanya kebebasan pers
9. Adanya keadilan dan kepastian hukum
10. Akuntabilitas public dari pemerintah dan pelaksanaan prinsip good
governance

15 Burkens MC., et.al., 1990, Begrinselen Van De Democratiche Rechtsstaat, Tjeenk Willink Zwole, hal. 29.
11. System hukum yang tertib beradasarkan konstitusi
12. Keikutsertaan rakyat untuk memilih para pemimpin dibidang
eksekutif, legislatif, bahkan juga yudikatif samapai batas-batas
tertentu.
13. Adanya system yang jelas terhadap pengujuan suatu produk
legislatif, eksekutif, maupun yudikatif untuk disesuaikan dengan
konstitusi
14. Dalam negara hukum, segala kekuasaan negara harus dijalankan
sesuai konstitusi dan hukum yang berlaku
15. Negara hukum harus meberlakukan prinsip due process yang
substansial
16. Prosedur penangkapan, penggeledahan, pemeriksaan, penyidikan,
penuntutan, penahanan, penghukuman, ….. sesuai prinsip due
proses yang procedural
17. Perlakuan yang sama diantara warga negara di depan hukum
18. Pemberlakuan prinsip majority role minority protection
19. Proses impeachment yang fair dan obyektif
20. Prosedur pengadilan yang fair, efisien, reasonable, dan transparan
21. Mekanisme yang fair, efisien, reasonable, dan transparan tentang…
melaui PTUN
22. Penafsirannya yang kontemporer terhadap konsep negara hukum
…. Pemerintahan yang modern.16

Berdasarkan konsep dan ciri-ciri negara hukum seperti yang


dikemukakan di atas, maka salah satu syarat atau ciri negara hukum menurut
Burkens adalah adanya azas legalitas yang bahwanya setiap tindak pemerintah,
termasuk tindak pemerintahan dibidang ekonomi dan perdagangan (aktivitas
dunia usaha) harus didasarkan peraturan perundang-undangan. Demikian pula

16 Munir Faudy, 2009, Teori Negara Hukum Moderen (Rechtstaat), PT. Refika Aditma, Bandung, hal. 177-178.
halnya menyangkut eksistensi bentuk Usaha Dagang (UD) dengan aktivitas
yang dijalankan hendaknya didasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang ada.

Namun saying hingga kni peraturan perundang-undangan yang


diharapkan menjadi dasar penyelenggaraan Usaha Dagang (UD) belum ada.
Legalitas pendirian dari UD itu sendiri hingga kni masih menjadi pusat
perhatian para pemerhati hukum. Mengigat belum ada peraturan perundang-
undangan yang mengaturnya, maka tidak jelas pula apa syarat bagaimana
prosedur untuk mendirikian UD itu secara legal di Indonesia.

Indonesia adalah negara hukum, dan dengan begitu seluruh aktivitas


individu dan badan-badan pemerintah maupun swasta harus didasarkan hukum
(dalam arti peraturan perundang-undangan) guna terciptanya jaminan kepastian
hukum. Sebagaimana dikemukana Sudargo Gautama sebagai berikut :

Negara Indonesia adalah negara hukum, demikian ditegaskan dalam


pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasara Republik Indonesia Tahun
1945. Hal ini menunjukan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh
penguasa dan masyarakat harus berdasarkan pada hukum, bukan
berdasarkan kekuasaan dan harus mencermikan rasa keadilan dan
kepastian hukum.17

2. Teori Tujuan / Fungsi Hukum

Hukum itu banyak seginya dan tidak mungkin dapat dituangkan hanya
ke dalam beberapa kalimat saja. Oleh karena itu, jika ada yang mencoba
merumuskan hukum dalam suatu definisi, sudah dapat dipastikan definisi
tersebut tidak sempurna.18

17 Sudargo Gautama, 1973, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, hal. 22-23.
18 Lili Rasyidi, 1985, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu?, Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 3.
Kendatipun demikian, sebagai pegangan dapat kiranya diberikan
pemahaman bahwa hukum adalah merupakan himpunan peraturan (baik tertulis
maupun tidak tertulis) yang mengatur perlikaku kehidupan manusia dalam
masyarakat dengan tujuan tercipta adanya keamanan, ketertibabn, keadilan dan
kepastian hukum dalam masyarakat.

Kaitanya dengan pengertian hukum, Zuisheimer membedakan hukum


normatif, hukum ideal dan hukum wajar, dengan uraian dan penjelasan sebagai
berikut :

a. Hukum normative ialah hukum yang tampak dalam peraturan


perundang-undangan serta hukum yang tidak tertulis dalam
peraturan perundang-undangan, tetapi toh diindahkan oleh
masyarakat karena keyakinan, peraturan hidup itu seudah
sewajarnya wajib ditaati.
b. Hukum ideal ialah hukum yang dicita-citakan. Hukum ini pada
hakikatnya berakar pada perasaan murni manusia dari segala
bangsa. Hukum inilah yang dapat memenuhi perasaan keadilan
semua bangsa di seluruh dunia. Hukum ini yang benar-benar
objektif.
c. Hukum wajar, ialah hukum seperti yang terjadi dan tampak sehari-
hari. Tidak jarang hukum yang tampak sehari-hari meyimpang dari
hukum normative (tercantum dalam perundang-undangan) karena
tidak diambil oleh alat-alat kekuasaan pemerintah, pelanggaran
tersebut oleh masyarakat yang bersangkutan lamabat laun dianggap
biasa (misalnya kendaraan pada malam hari tanpa lampu,
mengendarai sepeda motor tanpa helem pada malam hari).19

19 Pipin Syarifin, 1998, Pengantar Ilmu Hukum, Pustaka Setia, Bandung, hal. 28.
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja memberikan pandangan tentang
hukum sebagai berikut :

Hukum itu tidak saja merupakan azas-azas dan kaedah-kaedah yang


mengatur kehidupan masnusia dalam masyarakat, melainkan meliputi
pula lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses yang
mewujudkan berlakukan kaedah-kaedah itu dalam kenyataan.20

Berdasarkan konsep hukum tersebut Mochtar Kusumaatmadja


mengemukakan bahwa fungsi hukum itu adalah sarana untuk menjamin
ketertiban dan kepastian hukum, serta sarana untuk pembahuruan masyarakat.21
Bertolak dari konsep hukum dan fungsi hukum tersebut, ia berpendapat bahwa
pembianaan hukum nasional di Indonesia harus diarahkan pada usaha-usaha :

1. Memperbaharui peraturan-peraturan hukum termasuk penciptaan


yang baru dengan menyesuaikan pada tuntutan perkembangan
jaman tanpa mengabaikan keasadaran hukum dalam masyarakat.
2. Menertibkan fungsi lembaga-lembaga hukum sesuai proporsinya
masing-masing.
3. Meningkatkan kemampuan dan kewibawaan para penegak hukum
4. Membina kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap
para penguasa dan para pejabat pemerintah kearah penegakan
hukum keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia, dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945.22

Hukum berkembang dan hidup dalam masyarakat dengan berbagai


tujuan dan fungsinya. Dalam analisis terakhir, tujuan pokok dari hukum apabila

20 Mochtar Kusumaatmadja, 1972, Pembinaan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan Nasional, Bina Cipta,
Bandung, hal. 11. (Selanjutnya disebut Mochtar Kusumaatmadja 1).
21 Ibid.
22 Ibid.
hendak direduksi pada satu hal saja, adalah ketertiban (order). Ketertiban adalah
tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban
ini syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang
teratur. Di samping ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah terciptanya
keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan
zamannya. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya
kepastian dalam pergaulan antara manusia dalam masyarakat.23

Sajipto Raharjo dalam salah satu karya tulisnya yang berjudul Hukum
Dalam Perspektif Sosial, mengemukakan bahwa : “Salah satu tujuan yang
sekaligus merupakan sendi dari hukum adalah : kepastian. Hukum ingin
menciptakan suatu kepastian hukum dalam hubungan antara orang-orang dalam
masyarakat dan untuk itu ia terlebih dahulu harus menciptakan suatu kepastian
pula di dalam tubuhnya sendiri. Tuntutan yang terakhir ini medatangkan beban
formal yang wajib dipenuhinya, yaitu susunan tata aturan yang penuh
konsistensi.24

Hukum sebagai kaedah menurut Bachsan Mustafa mempunyai fungsi


sebagai berikut :

1. Menjamin kepastian hukum


2. Menjamin keadilan social
3. Berfungsi sebagai pengayom / perlindungan.25

Dari paparan di atas yang mengacu pada pandangan para sarjana dengan
teori-teori hukumnya, betapa eksistensi hukum sangat diperlukan dalam
mengatur kehidupan manusia. Tanpa hukum kehidupan manusia akan liar.26

23 Mochtar Kusumaatmadja, 2006, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, hal. 3.
(Mochtar Kusumaatmadja II).
24 Moch. Isnaeni, 1996, Hipotik Pesawat Udara di Indonesia, CV. Dharma Pembangunan, Alumni, Bandung, hal.

84.
25 Bachsan Mustafa, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 20.
26 Bambang Sutiyoso, 2006, Metode Penemuan Hukum, UII Press, Yogyakarta, hal. 2.
Tidak ada panduan atau pegangan untuk bertingkah laku, bagaimana
semestianya dan seharusnya, sehingga karenanya pula tidak ada kepastian
hukum.

Hukum yang dimasksud dalam konteks tulisan ini adalah hukum


normative menurut Zinsheimer, yaitu hukum dalam bentuk peraturan
perundang-undangan, sebagai hukum yang harus tersedia dalam mengatur
aktivitas Usaha Dagang (UD), terutama yang berhubungan dengan persyaratan
dan prosedur pendirian dan aspek tanggung jawab Usaha Dagang (UD) sebagai
usaha perseorangan.

Hukum (peraturan Perundang-undangan) yang mengatur Usaha Dagang


(UD) sangat dibutuhkan dalam mewujudkan adanya kepastian hukum sebagai
salah satu tujuan/fungsi hukum. Berdasarkan konsep dan fungsi hukum,
mengacu pada pendangan Mochtar Kusumaatmadja, harus ada usaha-usaha
yang mengarah pada pembentukan/penciptaan hukum sesuai dengan tuntutan
kebutuhan dan perkembangan jaman.

Azas kepastian hukum adalah azas dalam negara hukum mengutamakan


landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan pemerintah.27 Kepastian hukum dibidang kegiatan
usaha, terutama kegiatan Usaha Dagang (UD) akan tercipta apabila ada hukum
( peraturan perundang-undangan) yang mengatur dibidang itu.

Selama ini kelemahan utama bidang hukum yang sering dihadapi oleh
pelaku usaha (pelaku ekonomi) di Indonesia adalah masalah ketidakpastian
hukum,28 padahal kepastian hukum juga dibutuhkan untuk mengatur dunia

27 Kurniawan, 2010, Kedudukan dan Kekuatan Putusan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Dalam
Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, Disertasi Universitas Brawijaya, Malang, hal. 373.
28 Adi Sulistiyono dan Muhamad Rustamaji, 2009, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, Masmedia Buana

Pustaka, Sidoarjo, hal. 21.


usaha. Ketidakpastian hukum dimaksud salah satunya bersumber pada
ketiadaan/kekosongan hukum (peraturan) yang mengaturnya.

3. Teori Tanggung Jawab

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggung jawab adalah


keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh
dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Begitu jiga bertanggung
jawab artinya berkewajiban menaggung, memikul tanggung jawab.29

Sementara Agnes M. Toar, memberikan pengertian tanggung jawab


adalah suatu kata yang sudah secara umum dipakai didalam masyarakat.
Dikalangan para ahli hukum, baik praktisi maupun teoritisi, untuk tanggung
jawab diistilahkan “responsibility” (verantwoor delijkheid) maupun “ liability”
(mansprakelijkheid).30

Tanggung jawab menurut pengertian hukum adalah kewajiban memikul


pertanggungjawaban dan memikul kerugian yang diderita (bila diatur) baik
dalam hukum maupun dalam administrasi.31

Menurut Muhamad Siddiq.Tgk. Armia, tanggung jawab merupakan


hasil yang ditimbulkan dari suatu perbuatan. Ketika seseorang melakukan
perbuatan, maka perbuatannya akan berdampak pada orang lain, dan dampak
atau akibat itu harus ditanggung oleh yang melakukan perbuatan tersebut.
Tanggung jawab dituntut karena ada suatu kesalahanyang dapat merugikan hak
dan kepentingan orang lain.32

29 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 899.
30 Agnes M. Toar, 1990, Tanggung Jawab Produk; Sejarah dan Perkembangannya, Kerjasama Ilmu Hukum

Belanda-Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Denpasar, Bali 13-14 Januari 1990, hal. 1.
31 Azrul Azwar, 1989, Pengantar Administrasi Kesehatan, PT. Bina Rupa Aksara, Jakarta, hal. 1.
32 Muhamad Siddiq Tgk. Armia, 2009, Perkembangan Pemikiran Teori-Teori Ilmu Hukum, Pradnya Paramita,

Jakarta, hal. 63.


Dalam pandangan M. Yatimin Abdullah, bahwa dari segi etika, manusia
hidup sebagai makhluk social tidak bias bebas berbuat apa saja, tetapi harus
33
bertanggung jawab. Pertanggungjawaban menusia bertujuaan kepada segala
perbuatan, tindakan, sikap hidup sebagai pribadi, anggota keluarga, rumah
tangga, masyarakat, dan negara. Manusia memiliki tanggung jawab terhadap
Tuhan dan sesama manusia, meliputi semua aspek kehidupan.34

Menurut H.E. Saefullah, mereka yang menjalankan kegiatan atau


menjalakan usaha untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri adalah
wajar bila ia harus bertanggung jawab dan menaggung resiko akibat kegiatan
atau usahanya itu.35

Selanjutnya menurut H.E. Saefullah :

Tujuan utama dari penerapan prinsip tanggung jawab dalam system


hukum pada masyarakat primitif adalah untuk memelihara kerukunan
antara individu-individu dengan cara peneyelsaian yang dapat mencegah
terjadinya pembalasan dendam. Tapi dalam jaman modern ini dasar
faksafah dan tujuan utama dari penerapan prinsip tanggung jawab
adalah pertimbangan nilai-nilai dan rasa keadilan social secara luas, baik
dilihat dari moral maupun dari segi kehidupan social.36

Dengan demikian bagi Usaha Dagang (UD) yang melakukan kegiatan


usaha baik secara hukum maupun secara moral wajib bertanggung jawab atas
usaha yang dijalankan, apalagi atas usaha yang dijalankannya itu membawa
kerugian bagi pihak lain.

33 M. Yatimini Abdullah, 2006, Pengantar Studi Etika, PT. Radja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 296.
34 Ibid.
35 H.E. Saefullah, (tanpa tahun), Beberapa Masalah Pokok Tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara, Pusat

Penerbitan Universitas LPPM-UNISBA, Bandung, hal. 8.


36 H.E. Saefullah, Loc, Cit.
Dalam hubungan hukum pihak Usaha Dagang (UD) sebagai usaha
perorangan dengan pihak ketiga, melahirkan hak dan kewajiban yang mesti
harus dipatuhi oleh kedua belah pihak. Dari kewajiban pihak Usaha Dagang
(UD) itu juga melahirkan adanya tanggung jawab berkaitan dengan adanya
hubungan hukum tersebut.

1.6. Metode Penelitian


1.6.1. Jenis Penelitian

Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang


berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara
metodologi, sistematis dan konsisten.37 Ilmu hukum mengenal dua
jenis penelitian, yakni penelitian hukum normatif dan penelitian
hukum empiris.38 Penelitian kaitannya dengan penulisan tesis ini
termasuk penelitian hukum normatid, yaitu penelitian ilmiah untuk
menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normative.39 Menurut Seorjono Soekanto, penelitian hukum normatif
adalah penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum yang
didasarkan pada data sekunder.40

1.6.2. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum normatif dikenal adanya beberapa


jenis pendekatan yang dipergunakan. Adapun jenis-jenis pendekatan
dimaksud adalah :

37 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal. 42.
38 Soerjono Soekanto dan Sri Mahamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT, Radja
Grafindo Persada, Jakarta, hal. 50.
39 Ibid. hal. 15.
40 Ibid.
1. Pendekatan kasus (the case approach)
2. Pendekatan perundang-undangan (the statue approach)
3. Pendekatan fakta (the fact approach)
4. Pendekatan analisis konsep hukum (analytical and conceptual
approach)
5. Pendekatan phrase (word and phrase approach)
6. Pendekatan sejara (historical approach)
7. Pendekatan perbandingan (cpmparative approach).41

Dalam penelitian tesis ini dipergunakan pendekatan perundang-


undangan (the statue approach), pendekatan fakta (the fact approach),
dan pendekatan konsep hukum (analytical and conceptual approach)

1.6.3. Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah


bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Adapun bahan-bahan hukum dimaksud adalah :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai


kekuatan mengikat, yaitu :
a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Tentang Perseroan
Terbatas
b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van
Kophandle)
c. Kita Undang-Undang Hukum Perdata ( Burgelijke Wetboek)
d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, Tentang Badan
Usaha Milik Negara

41Anonim, 2006, Pedoman Penelitian Usulan Penelitian dan Penulisan Tesis Ilmu Hukum, Program Magister
Ilmu Hukum Universitas Udayana, Denpasar, hal. 8.
e. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, Tentang
Perkoperasian.
2. Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer yang meliputi :
literature, artikel, makalah dan bahan-bahan tertulis lainnya yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang membertikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, yaitu berupa kamus hukum dan kamus
bahasa Indonesia.

1.6.4. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum


Mengigat penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif,
maka pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumen.
Bahan hukum yang diperoleh dari hasil inventarisasi, kemudian
diidentifikasi dan diklasifikasikan sesuai dengan bentuk dan jenisnya
serta kemudian mencatat dan menyusun secara sistematis. Tujuan dari
tehnik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-
teori, pendapat-pendapat, penemuan-penemuan yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian.42

1.6.5. Tehnik Analisi Bahan Hukum


Bahan hukum yang berhasil dikumpulkan, baik bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, dianalisi
dengan menggunakan tehnik deskripsi, interprestasi, dan argumentasi.
Pengertian dari masing-masing tehnik analisi dimaksud adalah sebagai
berikut :

42Ronny Hanitidjo Soemitro, 1998, Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal.
98.
1. Tehnik deskripsi, adalah uraian apa adanya terhadap suatu kondisi
atau proposisi-proposisi hukum maupun non hukum.
2. Tehnik interprestasi, adalah penggunaan jenis-jenis penafsiran
dalam ilmu hukum, terutama penafsiran konteksualnya.
3. Tehnik argumentasi, yaitu penilaian tepat atau tidak tepat, benar
atau salah, sah atau tidak sah terhadap suatu pandangan atau
proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang
tertera dalam bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
DAFTAR BACAAN

Buku

Adi Sulistiyono dan Muhamad Rustamaji, 2009, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima,
Masmedia Buana Pustaka, Sidoarjo.

Azrul Azwar, 1989, Pengantar Administrasi Kesehatan, PT. Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Bachsan Mustafa, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Bambang Sutiyoso, 2006, Metode Penemuan Hukum, UII Press, Yogyakarta.

Burhan Ashofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.

Burkens MC., et.al., 1990, Begrinselen Van De Democratiche Rechtsstaat, Tjeenk Willink
Zwole.

CST. Kansil, 1985, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

H.E. Saefullah, (tanpa tahun), Beberapa Masalah Pokok Tentang Tanggung Jawab
Pengangkutan Udara, Pusat Penerbitan Universitas LPPM-UNISBA, Bandung.

Heidjrachman Ranupandojo dan Sukanto Reksohadriprodjo, 1982, Pengantar Ekonomi


Perusahaan Buku 2, BPFE, Yogyakarta.

Jan Gijssels and Mark Van Hoecke, 1982, What is Rechtsteorie ?, Anteheepen, Nederland.

Lili Rasyidi, 1985, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu?, Remaja Rosdakarya, Bandung.

M. Yatimini Abdullah, 2006, Pengantar Studi Etika, PT. Radja Grafindo Persada, Jakarta.

Moch. Isnaeni, 1996, Hipotik Pesawat Udara di Indonesia, CV. Dharma Pembangunan,
Alumni, Bandung.

Mochtar Kusumaatmadja, 2006, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni,


Bandung.

Mochtar Kusumaatmadja, 1972, Pembinaan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan


Nasional, Bina Cipta, Bandung.

Muhamad Siddiq Tgk. Armia, 2009, Perkembangan Pemikiran Teori-Teori Ilmu Hukum,
Pradnya Paramita, Jakarta.

Muhammad Djumhana, 1994, Hukum Ekonomi Sosial Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Munir Faudy, 2009, Teori Negara Hukum Moderen (Rechtstaat), PT. Refika Aditma,
Bandung.

Neni Sri Imaniyati, 2009, Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi,
Graha Ilmu, Yogyakarta.

Pipin Syarifin, 1998, Pengantar Ilmu Hukum, Pustaka Setia, Bandung.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,


1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Ronny Hanitidjo Soemitro, 1998, Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta.

Sanusi Bintang dan Dahlan, 2000, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.

Soerjono Soekanto dan Sri Mahamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT, Radja Grafindo Persada, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sudargo Gautama, 1973, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung.

Tukirin Sy. Sastroresono, 1987, Materi Pokok Hukum Dagang dan Hukum Perdata,
Karunika, Jakarta.

Artikel, Makalah, Jurnal, Disertasi,

Agnes M. Toar, 1990, Tanggung Jawab Produk; Sejarah dan Perkembangannya, Kerjasama
Ilmu Hukum Belanda-Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Denpasar, Bali 13-14
Januari 1990.

Anonim, 2006, Pedoman Penelitian Usulan Penelitian dan Penulisan Tesis Ilmu Hukum,
Program Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, Denpasar.

Anonim, 2006, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Sinar Grafika,
Jakarta.
Hamid S. Attamimi, 1992, Teori Perundang-Undangan Indonesia, Pidato Pnegukuhan
Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Hukum Universitas Indoensia, Jakarta tanggal 25
april 1991.

Kurniawan, 2010, Kedudukan dan Kekuatan Putusan Penyelesaian Sengketa Konsumen


(BPSK) Dalam Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, Disertasi Universitas
Brawijaya, Malang.

Mochtar Kusumaatmadja, 1995, Pemantapan Cita Hukum dan Azas-Azas Hukum Nasional
Dimata Kini dan Masa Yang Akan Datang, Makalah, Jakarta.

Sri Redjeki Hartono, 2003, Pengembangan Koperasi Sebagai Pelaku Ekonomi di Indonesia,
Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Pengembangan Hukum Nasional
VII, Denpasar 14-18 Juli 2003.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Kophandle)

Kita Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijke wetboek)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik Negara

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

Anda mungkin juga menyukai