Anda di halaman 1dari 8

1.

Neuroblastoma
Neuroblastoma adalah jenis kanker langka yang berkembang dari neuroblast atau sel-sel saraf
yang belum matang pada anak-anak. Pada kasus neuroblastoma, neuroblast yang seharusnya tumbuh
dan berfungsi sebagai sel saraf justru membentuk benjolan berupa tumor padat.
Neuroblastoma lebih sering terjadi pada salah satu kelenjar andrenal di atas ginjal, atau pada
jaringan saraf tulang belakang yang membentang dari leher, dada, perut, hingga panggul. Penyakit
kanker langka ini dapat menyebar dengan cepat ke organ lain, seperti sumsum tulang, kelenjar getah
bening, tulang, hati, serta kulit. Sebagian besar kasus neuroblastoma terjadi pada anak-anak usia 5
tahun ke bawah.

 Gejala Neuroblastoma
Gejala neuroblastoma bisa bermacam-macam, tergantung pada bagian tubuh yang terserang.
Gejala awal dapat terlihat samar dan sulit ditemukan. Neuroblastoma yang menyerang daerah
perut ditandai dengan nyeri perut, konstipasi, kulit perut yang terasa keras apabila disentuh,
perut menjadi bengkak, selera makan berkurang, dan penurunan berat badan. Jika kondisi ini
timbul di dada, dapat menimbulkan gejala berupa nyeri dada, sesak napas disertai mengi, dan
perubahan pada mata (ukuran pupil menjadi berbeda dan kelopak mata turun). Sedangkan
apabila neuroblastoma menyerang saraf tulang belakang, maka bagian tubuh bawah bisa
menjadi lemah, mati rasa, atau mengalami gangguan pergerakan. Perkembangan neuroblastoma
dapat digolongkan menjadi 4 stadium, yaitu:

 Stadium 1 − Kanker berada pada satu tempat, belum menyebar, dan dapat dihilangkan
dengan operasi.
 Stadium 2 − Kanker belum menyebar dan masih berada di satu tempat, namun tidak mudah
dihilangkan dengan operasi.
 Stadium 3 − Tumor tidak bisa dihilangkan melalui operasi karena ukurannya yang besar.
 Stadium 4 − Kanker sudah menyebar ke organ lain.

 Penyebab Neuroblastoma
Sel dan serat saraf, serta sel kelenjar adrenal manusia berkembang dari neuroblast atau sel
saraf yang belum matang. Perubahan ini terjadi saat janin berkembang di dalam rahim. Setelah
manusia lahir, tidak ada lagi neuroblast yang tersisa. Jika pun masih ada, akan berangsur-angsur
matang atau hilang dengan sendirinya. Pada kasus neuroblastoma, sisa neuroblast yang ada
tersebut bukannya menjadi matang atau menghilang, melainkan terus berkembang dan
membentuk tumor. Sama seperti jenis kanker lainnya, hingga saat ini para ahli belum bisa
memastikan penyebab yang menyebabkan cikal bakal sel saraf ini tidak matang dan berkembang
menjadi neuroblastoma. Kendati demikian, para ilmuwan menduga adanya kerusakan pada
genneuroblast, yang membuatnya membelah diri tanpa terkendali dan menjadi tumor.

 Diagnosis Neuroblastoma
seorang yang menderita neuroblastoma berdasarkan gejala yang ada dan pemeriksaan
penunjang lainnya, seperti tes darah atau urine. Penderita neuroblastoma memiliki kadar zat
katekolamin yang sangat tinggi di dalam tubuhnya. Melalui tes darah atau urine, kelebihan
katekolamin tersebut bisa diketahui. Untuk memastikan diagnosis, dokter akan menjankan
pemeriksaan lanjutan, seperti USG, CT scan, dan MRI. Prosedur-prosedur ini bertujuan untuk
melihat kondisi tumor di bagian tubuh secara lebih mendetail. Sedangkan untuk melihat
penyebaran sel kanker, dokter dapat melakukan pemindaian MIBG (meta-iodobenzyl-
guanidine). Bahan radioaktif tersebut disuntikkan pada darah yang mengikat sel neuroblastoma.
Dengan tes ini, dokter dapat memastikan penyebaran kanker sudah terjadi atau belum. Selain itu,
dokter juga bisa melakukan biopsi, yaitu pengambilan dan pengujian sampel sel kanker di
laboratorium. Salah satunya adalah aspirasi dan biopsi sumsum tulang, yang dilakukan apabila
neuroblastoma dicurigai sudah menyebar ke sumsum tulang.

 Komplikasi Neuroblastoma
Komplikasi yang dapat muncul pada penderita neuroblastoma antara lain:

 Penyebaran sel kanker (metastasis). Sel kanker dapat menyebar hingga ke bagian tubuh lain, seperti
sumsum tulang, hati, kulit, atau tulang.
 Sindrom paraneoplastik. Sel neuroblastoma dapat mengeluarkan zat tertentu yang berefek pada sel
normal, sehingga menimbulkan gejala sindrom paraneoplastik, seperti gangguan koordinasi atau
pergerakan mata yang cepat.
 Patah tulang belakang. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan tumor hingga tulang belakang,
sehingga menekan saraf tulang belakang dan menimbulkan rasa nyeri atau kelumpuhan.

(https://www.alodokter.com/neuroblastoma )
2. Diabetes
Diabetes (diabetes melitus) adalah penyakit jangka panjang atau kronis yang ditandai dengan
kadar gula darah (glukosa) yang jauh di atas normal. Glukosa sangat penting bagi kesehatan kita
karena merupakan sumber energi utama bagi otak maupun sel-sel yang membentuk otot serta
jaringan pada tubuh kita.
Penyakit ini memiliki dua jenis utama, yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2.
 Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu, bahkan beberapa
hari saja. Sedangkan banyak penderita diabetes tipe 2 yang tidak menyadari bahwa mereka telah
mengidap diabetes selama bertahun-tahun karena gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa
gejala diabetes tipe 1 dan tipe 2 meliputi:

 Sering merasa haus.


 Sering buang air kecil, terutama di malam hari.
 Rasa lapar yang ekstrem.
 Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.
 Berkurangnya massa otot.
 Terdapat keton dalam air seni. Keton adalah produk sampingan dari metabolisme otot dan
lemak yang terjadi ketika produksi insulin tidak cukup.
 Kelelahan.
 Pandangan yang kabur.
 Luka yang lama sembuh.
 Sering mengalami infeksi, misalnya pada gusi, kulit, vagina, atau saluran kemih.

Apabila Anda mengalami gejala-gejala tersebut, segera periksakan diri Anda ke dokter.
Pendeteksian sedini mungkin memungkinkan kita untuk mencegah bertambah parahnya kondisi
diabetes kita.
o Pengaruh Hormon Insulin dan Diabetes
Seluruh sel dalam tubuh manusia membutuhkan glukosa agar dapat bekerja dengan
normal. Kadar zat gula dalam darah biasanya dikendalikan oleh hormon insulin yang
diproduksi oleh pankreas, yaitu organ yang terletak di belakang lambung.
Tetapi organ pankreas milik penderita diabetes tidak mampu memproduksi hormon
insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insulin, sel-sel tubuh tidak dapat menyerap dan
mengolah glukosa menjadi energi.

 Sekilas Tentang Diabetes Tipe 1


Penderita diabetes tipe 1 sangat bergantung kepada insulin karena sistem kekebalan
tubuh penderita akan menyerang dan menghancurkan sel-sel pankreas yang
memproduksi insulin. Hal ini memicu peningkatan kadar glukosa sehingga terjadi
kerusakan pada organ-organ tubuh. Hingga saat ini, penyebab di balik diabetes tipe 1
belum diketahui secara pasti. Penderita jenis diabetes ini umumnya berusia di bawah 40
tahun, biasanya muncul pada masa remaja atau anak-anak. Karena itu, diabetes tipe 1
juga disebut sebagai diabetes anak-anak. Diabetes tipe 1 lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan diabetes tipe 2. Di antara 10 orang penderita diabetes, diperkirakan
hanya sekitar 1 orang yang mengidap tipe 1. Selain harus menerima suntikan insulin
setiap hari, penderita diabetes tipe 1 juga disarankan untuk menjaga kadar glukosa dalam
darah agar tetap seimbang. Misalnya dengan menerapkan pola makan sehat dan
menjalani tes darah secara rutin.

 Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang lebih umum terjadi. Sekitar 90 persen
penderita diabetes di dunia mengidap diabetes tipe ini. Diabetes jenis ini disebabkan oleh
kurangnya produksi insulin dalam tubuh atau sel-sel tubuh yang menjadi kurang sensitif
terhadap insulin. Kekurangpekaan sel-sel tubuh ini dikenal dengan istilah resistensi terhadap
insulin. Gejala pada penderita diabetes tipe ini biasanya dapat dikendalikan dengan pola makan
sehat dan memantau kadar glukosa dalam darah. Tetapi, tetaplah waspada karena penyakit ini
akan terus berkembang dalam tubuh dan lambat laun Anda akan membutuhkan langkah
pengobatan. Diabetes tipe 2 sering dihubungkan dengan obesitas. Memang tidak semua orang
yang mengidap obesitas akan otomatis menderita diabetes tipe 2. Tetapi, makin tinggi indeks
massa tubuh seseorang, maka risiko diabetes tipe ini juga meningkat. Diabetes akibat obesitas
umumnya menyerang para manula.
 Risiko Diabetes Kehamilan
Diabetes juga kerap menyerang para ibu hamil. Terdapat sebagian wanita yang
memiliki kadar glukosa dalam darah yang sangat tinggi selama masa kehamilan,
sehingga tubuh mereka tidak dapat memproduksi cukup insulin untuk menyerapnya.
Diabetes yang dikenal sebagai diabetes kehamilan ini dapat terjadi pada sekitar 15
hingga 18 orang di antara 100 wanita yang hamil. Penderita diabetes tipe 1 yang hamil
juga akan memiliki risiko tinggi karena dapat berdampak pada ibu serta janin. Sangatlah
penting bagi penderita diabetes yang sedang hamil untuk menjaga keseimbangan kadar
gula darahnya. Ibu yang sedang hamil sebaiknya lebih cermat memantau kadar gula
darah pada trimester kedua (minggu 14-26). Pada masa itulah diabetes kehamilan
umumnya berkembang dan kemudian hilang setelah melahirkan. Meski demikian, risiko
diabetes tipe 2 pada wanita yang pernah mengalami diabetes kehamilan adalah sekitar
tiga kali lebih tinggi dibandingkan populasi pada umumnya.

(https://www.alodokter.com/diabetes )

3. Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut adalah peradangan yang terjadi di dalam pankreas dalam waktu yang cukup
singkat. Pankreas sendiri merupakan sebuah organ berukuran kecil yang terletak di belakang organ
lambung dan di bawah tulang iga. Organ ini memproduksi enzim-enzim yang berfungsi mencerna
karbohidrat, lemak, dan protein dari makanan yang kita makan, dan membantu metabolisme dalam
tubuh melalui produksi hormon. Meskipun berlangsung relatif singkat, peradangan yang
ditimbulkan oleh pankreatitis akut dapat menyebabkan kerusakan serius pada pankreas serta
komplikasi fatal.

 Penyebab Pankreatitis Akut


Secara umum, enzim-enzim pencernaan yang diproduksi pankreas hanya akan
teraktivasi saat sudah mencapai usus halus. Dalam kasus pankreatitis akut, enzim
tersebut teraktivasi di dalam pankreas dan memicu reaksi kimia yang dapat
mengakibatkan peradangan pada pankreas. Meskipun terdapat beberapa faktor yang
dipercaya menjadi pemicu utama, seperti penyumbatan batu empedu dan minuman
beralkohol, belum ada bukti spesifik yang mendukung mengapa hal tersebut terjadi.
Selain konsumsi minuman beralkohol dan penyumbatan batu empedu, ada beberapa
hal lain yang diduga bisa menyebabkan pankreatitis akut terjadi. Di antaranya adalah
kerusakan pankreas akibat cedera atau operasi di bagian perut, hipertrigliserida (kadar
trigliserida darah yang tinggi), kadar kalsium tinggi dalam darah, infeksi, parasit, efek
samping antibiotik dan kemoterapi, kelainan autoimun, serta penyakit fibrosis kistik.
Pankreatitis akut bisa diderita oleh segala kelompok usia, meskipun umumnya terjadi
pada kelompok usia paruh baya hingga tua. Pada laki-laki, penyakit ini biasanya terkait
dengan konsumsi minuman beralkohol. Sedangkan pada perempuan, pankreatitis akut
biasanya terkait dengan batu empedu. Risiko terkena pankreatitis akut berat pun
meningkat jika sudah memasuki usia di atas 70 tahun, perokok, pecandu minuman
beralkohol, dan penderitaobesitas.
 Gejala Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut biasanya ditandai dengan gejala berupa:

 Nyeri tumpul hebat (rasa sakit seperti ditekan atau diremas) di sekitar bagian perut atas.
Nyeri ini bisa bertambah buruk dan menjalar sepanjang punggung hingga bagian bawah
tulang belikat kiri.
 Demam.
 Mual atau muntah.
 Diare.
 Perut terasa sakit saat disentuh atau mengalami pembengkakan.
 Kulit dan bagian putih mata menjadi menguning (penyakit kuning).

Rasa nyeri yang dirasakan bisa terasa memburuk dengan cepat, apalagi saat penderita
berbaring, makan (terutama makanan berlemak), dan minum. Pada kasus yang
disebabkan oleh alkohol, gejala nyeri pankreatitis akut biasanya muncul dalam waktu
enam hingga 12 jam setelah penderita mengonsumsi minuman beralkohol. Sedangkan
pada kasus pankreatitis akut yang dipicu oleh batu empedu, gejala nyeri biasanya muncul
setelah penderita mengonsumsi makanan dalam porsi besar. Selain itu, gejala dehidrasi
atau hipotensi dapat terjadi ketika kondisi memburuk dan mempengaruhi organ tubuh
lainnya, seperti jantung, paru-paru, atau ginjal. Segera temui dokter jika gejala terus
dialami agar dapat dilakukan pemeriksaan.

 Diagnosis Pankreatitis Akut


Selain menanyakan gejala yang dirasakan pasien dan melakukan pemeriksaan fisik
pada area yang dirasa sakit, pemeriksaan lebih spesifik juga perlu dilakukan. Dokter akan
melakukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan tingkat keparahan pankreatitis akut
serta risiko adanya masalah serius atau komplikasi lainnya, misalnya gagal organ.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan tersebut di antaranya adalah:

 Pemeriksaan darah untuk menentukan kadar amilase dan lipase pankreas.


 Pemindaian dengan USG, CT scan, atau MRI.
 Endoskopi pankreas (ERCP), yaitu metode pemeriksaan menggunakan selang khusus
berkamera yang dimasukkan ke dalam saluran pankreas melalui mulut. Metode ini
umumnya akan dilanjutkan dengan pengambilan foto Rontgen atau biopsi apabila
diperlukan.
 Pengobatan Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut diobati dan dipantau di rumah sakit. Pengobatan suportif, seperti
oksigen dan cairan infus, akan diberikan. Selain itu juga obat-obatan pereda sakit atau
antibiotik apabila jaringan di sekitar pankreas terinfeksi. Pada kasus yang cukup berat,
pasien tidak boleh mengonsumsi makanan padat karena akan membuat pankreas bekerja
keras, sehingga memerlukan pemberian nutrisi cair lewat selang yang dimasukkan melalui
hidung. Biasanya makanan padat tidak akan diberikan sampai pasien pulih sepenuhnya.
Sebagian besar pasien pankreas akut diperbolehkan pulang ke rumah setelah menjalani
perawatan selama lima hingga sepuluh hari. Untuk kasus parah (terutama yang telah
berkembang menjadi komplikasi), pengobatan akan membutuhkan waktu lebih lama dan
mungkin dilakukan di ruang perawatan intensif atau ICU. Setelah kondisi pasien stabil,
penyebab yang mendasari perlu ditangani. Jika pankreatitis akut disebabkan oleh
penyumbatan batu empedu, maka prosedur pengangkatan batu empedu melalui
pembedahan biasa ataupun bedah endoskopik perlu dilakukan. Pengobatan batu empedu
biasanya dilakukan di rumah sakit melalui rawat inap, sehingga memudahkan dokter untuk
memantau kondisi pasien, serta mencegah kondisi menjadi semakin memburuk. Jika
pankreatitis akut disebabkan oleh kecanduan minuman beralkohol, maka pasien akan
diminta untuk menghentikan kebiasaan tersebut, misalnya melalui rehabilitasi, konseling
rutin, atau pemberian obat acamprosate yang dapat menurunkan keinginan mengonsumsi
minuman beralkohol.

 Komplikasi Pankreatitis Akut


Beberapa komplikasi yang bisa muncul akibat pankreatitis akut adalah:

 Pankreatitis kronis atau kondisi dimana pankreas mengalami peradangan dan kerusakan
secara permanen.
 Pseudocysts atau munculnya kantung-kantung cairan di permukaan pankreas yang dapat
menimbulkan gejala perut kembung, nyeri perut, dan gangguan pencernaan.
 Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), yaitu menyebarnya peradangan
pankreas ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan satu atau lebih organ mengalami
kegagalan fungsi. Kondisi ini ditandai dengan napas dan detak jantung cepat, serta
demam tinggi.
 Nekrosis pankreas atau kematian jaringan pankreas akibat terganggunya pasokan darah
ke organ tersebut. Jaringan yang mati ini rentan terhadap infeksi bakteri. Jika tidak
segera ditangani maka efeknya bisa seperti SIRS yang mana bakteri dapat menyebar
melalui darah dan merusak organ lainnya.
 Pencegahan Pankreatitis Akut
Karena pankreatitis akut erat kaitannya dengan konsumsi minuman beralkohol dan
penyumbatan batu empedu, maka langkah pencegahan yang paling efektif adalah dengan
cara menghindari dua faktor risiko tersebut, misalnya:

 Mengurangi atau menghentikan konsumsi minuman beralkohol.


 Menghindari atau membatasi makanan berkolesterol tinggi guna mencegah terbentuknya
batu empedu, seperti daging berlemak, makanan berminyak, dan makanan-makanan yang
mengandung banyak mentega.
 Mengonsumsi makanan yang kaya akan serat, seperti sayur, buah, dan biji-bijian utuh.

Pankreatitis akut juga rentan dialami penderita obesitas, karena itu penerapan diet dan
olahraga secara teratur diperlukan sebagai langkah pencegahan.

Anda mungkin juga menyukai