Anda di halaman 1dari 29

PENDALAMAN MATERI SEJARAH INDONESIA

PPG DALAM JABATAN


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

SUMBER DAN METODE PENELITIAN SEJARAH


Nina Witasari

A. Sumber-sumber Sejarah
Seseorang yang mempelajari sejarah, harus memiliki cara pandang yang benar
tentang sejarah. Sejarah bukan serangkaian fakta yang kering dan mati, melainkan
memiliki makna yang dalam bagi kehidupan manusia. Sejarah adalah rekonstruksi
masa lalu, melalui sumber dan data yang diolah menjadi fakta-fakta yang kemudian
dijalin menjadi sebuah penjelasan yang kronologis tentang sesuatu, peristiwa maupun
tentang seseorang. Sumber sejarah seringkali disebut juga “data sejarah”. Data sejarah
itu sendiri berarti bahan sejarah yang memerlukan pengolahan, penyeleksian, dan
pengkatagorian. Adapun klasifikasi sumber sejarah itu dapat dibedakan menurut
bahannya, asal usul atau urutan penyampaiannya, dan tujuan sumber itu dibuat. Jenis
sumber sejarah berdasarkan bahannya.

Sumber tertulis
Kumpulan data verbal yang berbentuk tulisan, dalam arti sempit biasa disebut dengan
dokumen. Adapun dokumen dalam arti yang luas meliputi monument, artefak, foto-
foto, dan sebagainya. Data yang tercantum dalam bahan-bahan documenter itu pada
dasarnya merupakan alat untuk mempelajari permasalahan tertentu, terutama tentang
permasalahan yang tidaka dapat diobservasi lagi atau tidak dapat diingat lagi.
Pengkategorian dokumen tertulis secara luaslagi ditunjukkan louis Gottschalk (1983:
60-77) menjadi 8 jenis sebagai berikut: (1) rekaman sejaman: instruksi, rekaman
stenografis dan fonografis, surat-surat keluarga, dan buku-buku catatan dan memori
pribadi, (2) Laporan konfidensial: berita resmi militer dan diplomatik, jurnal atau
buku harian, dan surat-surat pribadi, (3) laporan umum: surat-surat kabar, memoir dan
otobiografi, sejarah resmi atau diotorisasi, (4) Questionnare tertulis tentang informasi
dan opini, (5) Dokumen-dokumen pemerintah: laporan badan pemerintahan, undang-
undang dan peraturan-peraturan, (6) pernyataan Opini: tajuk rencana, esei, pidato,

1
2

brosur, surat kepada redaksi, dan sebagainya, (7)Fiksi, nyanyian, dan puisi, (8) cerita
rakyat atau folklore, nama-nama tempat, dan pepatah atau peribahsa. Hubungan
antara konsep dan data dari dokumen-dokumen, digambarkan oleh sartono kartodirjo
bahwa data social secara konseptual bisal dilihat dari ciri-ciri setiap bentuk bahan
documenter dibawah ini.
a. Otobiografi. Data otobiografi sangat berguna bagi psikologi, karena di dalam
dokumen seperti itu termuat faktor-faktor subyektif, seperti segi-segi affektif,
motivasi, harapan-harapan, dan pengalaman, termasuk juga di dalamnya
interpretasi serta konseptualisasi terhadap faktor-faktor itu. Otobiografi dapat pula
memberikan data tentang factor-faktor obyektif, umpamanya nilai sosial, proses
sosial, situasi sosial, dan perubahan sosial. Contoh otobiografi Muhammad Natsir
karya Yusuf Abdullah Puar.
b. Surat pribadi, catatan atau buku harian dan memoirs. Surat pribadi sebgai
bahan dokumenter biasanya memuat hal-hal yang penting. Contoh yang paling
akrab dengan sejarah masyarakat Indonesia adalah surat-surat R.A. Kartini
kepada nyonya Abendanon, yang terkumpul dalam buku Habis gelap Terbitlah
Terang. Buku harian merupakan dokumen yang sangat pribadi sifatnya. Dokumen
semacam ini jarang sekali didapatkan, apalagi untuk masa lampau boleh dikatakan
tidak ada sama sekali. Satu contoh diantara catatan harian yang langka ialah
Jakarta diary dari Mochtar Lubis, yang banyak memuat data tentang situasi
masyarakat Indonesia pada masa demokrasi terpimpin. Memoirs merupakan kiah
perjalanan, sehingga bisa didapatkan data tentang keadaan suatu negeri, kota, atau
daerah. Misalnya kisah perjalanan yang ditulis oleh Tome Pires dalam Suma
Oriental.

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
3

c. Surat Kabar. Data yang dimuat dalam surat kabar kadang telah menunjukkan
fakta, disamping juga merupakan opini, interpretasi, dan pikiran-pikiran
spekulatif. Subjektivitas surat kabar cukup jelas, karena pada umumnya
merupakan penyaluran aspirasi dari golongan politik atau social tertentu.
Bagaimanapun surat kabat tetap berguna untuk melengkapi dokumen-dokumen
lain, bahkan merupakan dokumen inti untuk membantu penentuan tanggal dari
sumber lain.

d. Dokumen pemerintah. Di dalam dokumen pemerintah biasanya dimuat


keputusan-keputusan, berita-berita, laporan-laporan pemerintah tentang
peristiwa-peristiwa, laporan tahunan, data statistik, pernyataan pemerintah, daftar
personalia dalam birokrasi dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini lebih bersifat

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
4

sepihak (pemerintah), tidak mencerminkan pikiran, ide, sentimen, aktivitas serta


hubungan sosial pada rakyat.

e. Cerita Roman. Karya sastra seperti roman dan novel pada dasarnya bukan hanya
merupakan karya ekspresif seseorang pengarang, tetapi didalamnya juga kadang
terungkap data yang menyangkut keadaan sosial dari periode tertentu. Bahkan
penggambaran keadaan sosial itu cenderung lebih mendekati kenyataan dan tidak
dilukiskan semata-mata menurut fantasia tau imajinasi yang bebas. Misalnya serat
musyawaratan para wali, tokoh-tokoh dalam cerita ini menunjukkan struktur
keagamaan, serat centini yaitu karangan yang menggambarkan kehidupan sosial
dari periode awal dan pertengahan Mataram.

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
5

Sumber Tak Tertulis


Termasuk dalam kategori sumber tak tertulis itu adalah artifak dan sumber lisan.
Artifact dapat berupa foto-foto, bangunan, atau alat-alat. Sumber tidak tertulis yang
lain adalah sumber lisan. Sumber ini secara metodologis merupakan bahan inti bagi
sejarah lisan. Garaghan (1957:259-260) mengklasisfikasikan sumber yang dimaksud
menjadi dua kategori:
a. Penyebaran lisan tentang kejadian-kejadian yang baru, dalam arti lain tentang
peristiwa-peristiwa yang masih terekam dalam ingatan orang. Data lisan seperti
ini dapat dicapai melalui dua jalan: pertama, melalui saksi mata yang paling dekat
dengan kejadian, dan kedua, melalui saksi perantara karena sulit meruntut kembali
saksi terdekat.

Gambar kegiatan wawancara dengan salah satu korban meluapnya sungai


Huaycoloro, Peru, 16 Maret 2017

b. Penyebaran lisan tentang peristiwa-peristiwa yang tipis kemungkinan terjadinya.


Sumber ini lebih dikenal dengan istilah tradisi lisan (oral tradition), yakni
informasi-informasi tentang kejadian sejarah disebarkan dari mulut ke mulut;
saksi terdekat maupun saksi perantara tidak dikenal, kecuali saksi yang
menghubungkan informasi itu kepada pendengar.

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
6

Fr. Thomas Rosica dalam sebuah wawancara sebagai CEO the Salt and Light
Catholic Media Foundation, dalam program acara WITNESS di kanal TV CBS

Sejarah Lisan
Sejarah lisan secara sederhana dapat dipahami sebagai peristiwa-peristiwa sejarah
terpilih yang terdapat di dalam ingatan hampir setiap individu manusia. Dengan
pemahaman seperti itu, menjadi jelas ada di mana sebenarnya sejarah lisan. Sejarah
lisan ada di dalam memori manusia. Untuk itu, agar sejarah lisan dapat digunakan
sebagai sumber sejarah, perlu ada upaya untuk mengeluarkannya dari memori
individu manusia. Tanpa itu, bisa jadi sejarah lisan tidak akan pernah bisa digunakan
sebagai sumber sejarah dan akan menjadi hak milik abadi sang pemilik kisah. Dalam
kaitannya dengan upaya untuk mengeluarkan sejarah lisan dari memori individu
manusia maka akan sampailah pada pembicaraan tentang cara, teknik, atau metode
untuk mengeluarkannya. Cara, teknik, atau metode untuk mengeluarkan sejarah lisan
ini untuk mudahnya bisa disebut sebagai metode sejarah lisan.

Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penelitian Sejarah Lisan


Metode sejarah lisan adalah suatu metode pengumpulan data atau bahan guna
penulisan sejarah yang dilakukan sejarawan melalui wawancara terhadap para pelaku
sejarah yang ingin diteliti. Di Indonesia metode wawancara dalam penulisan sejarah
mulai dikembangkan dengan diawali adanya proyek sejarah lisan yang ditangani oleh
Badan Arsip Nasional. Berkembangnya metode wawancara dalam penulisan sejarah
di Indonesia dilatarbelakangi oleh sulitnya menemukan jejak masa lampau berupa
dokumen yang sezaman serta makin berkembangnya perhatian studi sejarah

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
7

yangmengarah ke subyek masyarakat berupa orng kecil dalam peristiwa kecil yang
biasanya tidak meninggalkan jejak berupa dokumen.
Wawancara adalah kegiatan melakukan tanya jawab dengan narasumber untuk
mendapatkan keterangan tertentu. Wawacara merupakan teknik pengumpulan data
yang amat penting dalam penelitian survey selain teknik utama berupa Observasi.
Oleh karena itu, dalam penelitian survei, teknik wawancara merupakan pembantu
utama dari metode Observasi. Adapun teknik pengumpulan data dengan wawancara
terbagi menjadi tiga macam:
a. Poll Type Interview. Wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan
dengan jawaban yang telah ditentukan, narasumber tinggal memilih jawaban yang
ada.
b. Open Type Interview. Wawancara dilakuakn dengan cara pertanyaan ditentukan
terlebih dahulu, sedangkan narasumber dapat menjawab bebas.
c. Nonstructured Interview. Wawancara dilakukan dengan cara pertanyaan ataupun
jawaban tidak ditentukan sebelumnya. Teknik wawancara merupakan teknik yang
bersifat pelengkap artinya wawancara digunakan untuk melengkapi data atau
informasi yang berasal dari sumber dokumen. amun apabila dumber dokumen
tidak ada barulah informasi hasil wawancara dapat dianggap sebagai bahan pokok
penelitian.

Garraghan menyebutkan sejumlah terminologi mengenai sumber lisan yang kedua,


oral tradition, sebagai berikut:
a. Fabel (fable), yaitu cerita yang aktornya terdiri dari binatang-binatang buas,
burung-burung, makhluk hidup yang bukan manusia atau personifikasi abstrak
lainnya yang mengambil perwatakan manusia. Contohnya karya Hayy Ibn
Yaqdan seperti dalam ilustrasi berikut,

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
8

b. Dongeng (tale) suatu cerita yang berkaitan dengan waktu, tempat dan actor yang
tidak menentu. Contohnya Dongeng Si Kabayan.

c. Mitos (myth) suatu cerita atau sejenisnya yang bersumber seperti halnya sejarah,
tetapi sarat dengan khayalan. Contohnya kisah para wali yang seringkali
mengarah kepada bentuk mitos logis oleh para pengagumnya.

d. Legenda (legend) suatu cerita yang dalam berbagai hal berisi kebenaran, termasuk
di dalamnya elemen-elemen historis seringkali mengandung isi aktual. Contohnya
situs kota Troya Lama diketemukan berdasarkan legenda Helen of Troy atau
Great Horse of Troy.

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
9

e. Saga, yaitu cerita yang berpusat pada tokoh pahlawan. Saga biasanya merupakan
cerita yang diambil dari fakta atau kebenaran dalam literatur dengan
mengungkapkan tokoh-tokoh pahlawan dan nilai-nilai kepahlawanannya.

B. Langkah dalam penelitian Sejarah


Sejarawan Louis Gottschalk mengemukakan bahwa fakta sejarah merupakan
keterangan yang disimpulkan dari bahan sejarah melalui kritik sejarah. Dalam pada
itu, berbagai dokumen peristiwa sejarah merupakan fakta sejarah, yang disebut data.
Data merupakan bahan yang perlu diolah, diseleksi dan dikategorikan atas dasar
kriteria seleksi tertentu baru kemudian menjadi fakta.
Gilbert J. Garraghan (1957:33), bahwa metode penelitian sejarah adalah
seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber
sejarah secara efektif, menilainya secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-
hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Secara lebih ringkas, setiap langkah ini
berturut-turut biasa juga diistilahkan dengan heuristik, kritik atau verifikasi,

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
10

interpretasi, dan historiografi. Sebelum keempat langkah ini sebenarnya ada satu
kegiatan penting, yang oleh Kuntowijoyo (1995:98) ditambahkannya menjadi lima
tahap penelitian sejarah, yaitu pemilihan topik dan rencana penelitian.
a. Pemilihan Topik Penelitian. Topik penelitian adalah masalah atau objek yang
harus dipecahkan atau diatasi melalui penelitian ilmiah. Topik tidak sama dengan
judul, karena yang dimaksud dengan judul adalah abstraksi dari maslaah atau topic
yang dirumuskan dalam bentuk kalimat. Kuntowijoyo (1996:90) topik sebaiknya
dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual. Dua syarat ini
dapat dipahami, bahwa topik itu bisa ditemukan atas (1) kegemaran tertentu atau
pengenalan yang lebih dekat tentang hal yang terjadi disekitarnya atau pengalaman
peneliti, dan (2) keterkaitan peneliti dengan disiplin ilmu atau aktivitasnya dalam
masyarakat.
b. Teknik penyusunan Rencana Penelitian. Rencana penelitian bis ajuga disebut
usul atau proposal penelitian. Perencanaan penellitian pada pokoknya
merupakanserentetan petunjuk yang disusun secara logis dan sistematis. Suatu
perencanaan penelitian dalam bidang ilmiah apapapun, dan khususnya bidang
sejarah, membutuhkan pemikiran yang seksama sehingga seringkali memakan
waktu yang tidak sebentar. Isi proposal penelitian pada umumnya terdiri atas:
1) Latar Belakang. Dalam latar belakang biasanya diidentikkan dengan suatu
masalah yang akan diteliti. Dalam hal ini uraian mengenai latar belakang suatu
politik hayalah garis besarnya saja. Dalam latar belakang perlu dikemukakan
keaslian penelitian, yaitu menjelaskan bahwa masalah yang perlu dihadapi
belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu, atau dinyatakan tegas beda
penelitian ini dengan yang sudah pernah dilakukan.
2) Perumusan masalah. Bentuk perumusan masalah pada umumnya berupa
kalimat pertanyaan, tetapi bisa juga dalam kalimat pernyataan yang bersifat
menggugah perhatian.
3) Tujuan dan Kegunaan Penelitian. Tujuan penelitian adalah tindak lanjut
terhadap masalah yang diidentifikasikan, sehingga apa yang dituju hendaklah
sesuai dengan urutan masalah yang telah dirumuskan.

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
11

4) Lingkup Penelitian. Hal ini dimaksudkan agar peneliti tidak terjerumus dalam
sekian banyak data yang diteliti. Oleh karena itu luasan dan batsan penelitian
dalam tempat dan waktu perlu dijelaskan.
5) Tinjauan Pustaka. Bagian ini berisi uraian sistematis tentang hasil-hasil
penelitian terdahulu dan yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan
dilakukan.
6) Landasan Teori. Penyusunan landasan teori pada umumnya dapat berbentuk
uraian kualitatif, model matematis, atau persamaan-persamaan yang langsung
berkaitan dengan bidang ilmu yang diteliti.
7) Hipotesis. Isi hipotesis adalah kesimpulan sementara yang dinyatakan dari
landasan teori atau tinjauan pustaka.
8) Metode Penelitian. Dalam penyusunan rencana penelitian, peneliti akan
dihadapkan pada tahap pemilihan metode atau teknik pelaksanaan penelitian.
Sedikitnya ada lima macam metode penelitian yang bisa dipilih: historis,
deskriptif, korelasional, eksperimental, dan kuasi-eksperimental (surakhmad,
1984). Metode historis bertumpu pada empat langkah kegiatan: heuristik,
kritik, interpretasi, dan historiografi.
c. Teknik pengumpulan sumber. Teknik yang dimaksud bisa dinamakan heuristik,
yaitu suatu teknik, suatu seni, bukan suatu ilmu. Heuristic seringkali merupakan
suatu keterampilan dalam menemukan, menangani, dan memperinci bibliografi,
atau mengklarifikasi dan merawat catatan-catatan.
d. Teknik Verifikasi; Kritik Sumber. Seorang peneliti sejarah perlu meneliti
dengan cermat semua teks dari sumber-sumber itu serta merasa yakin dalam
memahami kata perkata serta ungkapan teks-teks itu dengan benar, baik yang
masih berupa manuskrip maupun yang sudah dicetak, sebelum peneliti
memanfaatkan segala informasi yang terdapat di dalam teks-teks tadi. Dalam hal
ini yang juga harus diuji adalah keabsahan tentang keaslian sumber (otentitas) yang
dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang kesahihan sumber
(kredibilitas)yang ditelusuri melalui kritik intern.
1) Keaslian sumber (Otensitas). Peneliti melakukan pengujian atas alsli da
tidaknya sumber berarti ia menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang
ditemukan. Otentitas itu minimal dapat diuji berdasarkan lima pernyataan

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
12

pokok yaitu: kapan sumber itu dibuat?, dimana sumber dibuat?, siapa yang
membuat?, dari bahan apa sumber dibuat?, apakah sumber itu dalam bentuk
asli?
2) Kesahihan sumber. Penyebab kesahihan sumber sangatlah kompleks, selain
kekeliruan bisa juga karena perspeksi perasaan, karena ilusi dan halusinasi,
sintesis dari kenyataan yang dirasakan dalam reporoduksi dan komunikasi,
dan kekeliruan lebih sering terjadi dalam catatan sejarah.

e. Teknik Interpretasi. Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga


dengan analisis sejarah. Didalam proses interpretasi sejarah, seorang peneliti harus
berusaha mencapai pengertian factor-faktor yang menyebabkan terjadinya
peristiwa. Didalam proses interpretasi sejarah, seorang peneliti harus berusaha
mencapai pengertian faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa. Dalam
meninterpretasikan sejarah, peneliti kadang terpaksa membuat dugaan yang
dibayangkan dari data yang ada dan berusaha untuk menemukan penjelasannya
sesuai dengan dugaan-dugaan itu. Metode interpretasi sejarah pada umumnya
sering diarahkan kepada pandangan para ahli filsafat, sehingga sejarawan bisa
mendapatkan kemungkinan jalan pemecah dalam menghadapi masalah historis.
f. Teknik penulisan: Historiografi. Historiografi merupakan cara penulisan,
pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Peneliti
sejarah hendaknya memiliki kemampuan mengungkapkan bahasa yang dipakai
untuk menulis secara baik, harus mengerti bagaimana memilih kata dan gaya
bahasa yang mengungkapkan maksudnya. Hal yang membedakan penulisan
sejarah dari penulisan ilmiah bidang ilmiah bidang lain ialah penekanannya pada
aspek kronologis. Karena itu alur pemaparan fakta harus selalu diurutkan
kronologisnya, sekalipun yang yang ditunjukkan di dalam pokok setiap pembahsan
adalah tema tertentu tetap saja harus yang sesuai dengan batasan waktu tertentu
pula.

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
13

Alur tahapan penelitian sejarah


Di dalam tahapan akhir penelitian sejarah ada kegiatan lain yang tidak kalah penting
yaitu Analisis dan Sintesis Sumber Sejarah.

Secara garis besar keduanya akan dijelaskan sebagai berikut:


Analisis. Secara etimologis, kata ‘analisis’ yang dalam Bahasa Inggris ‘analysis’
berasal dari leksem bahasa Yunani analyein (gabungan morfem ana- dan lyein)
berarti ‘melonggarkan’ atau ‘memisahkan’ (memisahkan keseluruhan menjadi
bagian-bagian). Dalam Kamus Meriam-Webster (2009: CD-ROM version), kata
‘analisis’ memiliki beberapa dimensi makna. Dua di antaranya yang berkaitan dengan
filsafat dimaknai dengan “a method in philosophy of resolving complex expressions
into simpler or more basic ones” (metode dalam filsafat yang menguraikan ungkapan
yang rumit ke dalam bentuk yang lebih sederhana atau yang lebih mudah)
dan“clarification of an expression by an elucidation of its use in discourse”
(klarifikasi ungkapan dengan cara menjelaskan penggunaannya dalam wacana).
Selain itu, dalam konteks kebahasaan, ‘analisis’ dimaknai sebagai penyederhanaan
bentuk kata dengan memisahkan akar kata dari imbuhannya sebagai salah satu metode
bedah bahasa. Jika analisis (Meriam Webster, 2009) dikategorikan sebagai metode
berpikir dalam mengungkapkan pengetahuan dan kebijaksanaan, maka tentu di
dalamnya terdapat serangkaian fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang digunakan
untuk menguraikan ataupun menyederhanakan ungkapan atau hasil pemikiran. Hal
ini dimaksudkan sebagai upaya menjelaskan setiap entitas yang dikandung dalam
ungkapan pemikiran dan perasaan manusia.

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
14

Menurut istilah, ‘analisis’ merupakan bentuk kegiatan logika yang menyarikan


kebenaran konkret suatu proposisi, dan memusatkan perhatian mula-mula dan
terutama pada forma telanjangnya (yang pada dasarnya matematis), yaitu nilai
kebenarannya (Palmquist, 2000). Dalam filsafat analitik (positivisme), analisis
dirumuskan oleh Russel (1997) dengan pernyataan, “Dalam percobaan yang
dilakukan secara serius, tidaklah selayaknya kita tempuh dengan menggunakan
bahasa biasa, sebab susunan bahasa biasa itu selain buruk, juga bermakna ganda arti.
Oleh karena itu saya bermaksud meyakinkan bahwa sikap bersikeras atau kepala batu
untuk tetap menggunakan bahasa biasa dalam mengungkapkan pemikiran kita adalah
penghalang besar bagi kemajuan filsafat.” Analisis pada akhirnya dimaknai sebagai
kegiatan berpikir yang melakukan perincian terhadap istilah-istilah atau pernyataan-
pernyataan ke dalam bagian-bagiannya agar dapat menangkap makna yang
dikandungnya atau memahami komponen terlebih dahulu kemudian menguraikan
komponen.
Sintesis. Sintesis merupakan bentuk lain dari kegiatan atau metode berpikir.
Secara sederhana, Russel menyatakan bahwa sintesa logik berarti menentukan makna
pernyataan atas dasar empirik. Meskipun demikian, kebenaran proposisi Russel perlu
dianalisis dengan membedah pengertian yang dikemukakan. Secara etimologis,
sintesis berasal dari bahasa Yunani syntithenai (syn- + tithenai) yang berarti
‘meletakkan’ atau ‘menempatkan’ (Meriam-Webster Dictionary, 2009). Lebih lanjut,
dalam suber yang sama, entri sintesis diartikan sebagai komposisi atau kombinasi
bagian-bagian atau elemen-elemen yang membentuk satu kesatuan. Selain itu, sintesis
juga diartikan sebagai kombinasi konsep yang berlainan menjadi satu secara koheren,
dan penalaran induktif atau kombinasi dialektika dari tesis dan antitesis untuk
memperoleh kebenaran yang lebih tinggi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) sintesis diartikan sebagai
“paduan berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan yang selaras atau
penentuan hukum yang umum berdasarkan hukum yang khusus.” Pengertian ini
sejalan dengan pendapat Kattsof (1986) yang menyatakan bahwa logika sintesis
adalah kegiatan berpikir logis yang melakukan penggabungan semua pengetahuan
yang diperoleh untuk menyusun suatu pandangan atau konsep. Sintesis dalam filsafat
merupakan kombinasi bagain atau elemen untuk menghasilkan pandangan atau sistem

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
15

yang lebih legkap atau sempurna. Koherensi yang dihasilkan dianggap mampu
menunjukkkan kebenaran secara lengkap daripada hanya sebagai kumpulan dari
bagian-bagaian. Istilah sintesis juga merujuk pada peningkatan derajat kebenaran
yang mengkombinasikan kebenaran tesis dan antitesis dalam filsafat dialektika Hegel
berkebangsaan Jerman abad ke-19. Filsafat Jean-Paul Sartre menekankan jenis
eksistensi sintesis. Dalam Being and Nothingness, kesadaran (pour-soi) selalu
mencoba menjadi ada (en-soi), untuk mencapai sebuah sintesis sebagaimana adanya
antara ke-ada-an dan ketiadaan. Dengan demikian, jelaslah kiranya bahwa analisis
dan sintesis merupakan bentuk kegiatan berpikir atau berlogika yang menggunakan
bahasa dan referensinya sebagai alat bedah nalar bagi proposisi untuk menyatakan
kebenaran sebuah pernyataan.

Relasi Ganda dalam Analisis Sintesis


Istilah “analisis” dan “sintesis”, sebagai label pembedaan metode argumentasi antara
yang deduktif dan induktif setidak-tidaknya seusia dengan Euklides. Dalam Elements-
nya, Euklides menerangkan sejelas-jelasnya bahwa dua metode ini sebaiknya tidak
dipahami sebagai saling terpisah, tetapi saling melengkapi. Metodenya
memperlihatkan ketepatan teorema-teorema geometrisnya dengan mula-mula
menggunakan metode argumentasi analitik (deduktif), dan kemudian mendukung
simpulannya dengan penalaran sintetik (induktif). Proses praktis penyusunan deduksi
(berlawanan dengan bentuk tertulisnya) berawal dengan perumusan suatu simpulan,
lalu pembuktiannya dengan pencarian dua atau lebih asumsi yang benar yang bisa
berfungsi sebagai landasannya. Proses induksi berawal dengan pengumpulan
potongan-potongan bukti empiris, lalu ini digunakan sebagai landasan untuk menarik
kesimpulan.
Sebagai sebuah metode, penelitian sejarah juga memerlukan pendekatan ilmu
lain untuk membantu menganalisis berbagai fenomena terkait sumber yang tersedia.
Dalam kerangka itulah modul ini juga dilengkapi dengan pengetahuan mengenai
pendekatan sejarah yang menjelaskan dari segi mana kajian sejarah hendak dilakukan,
dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkannya, dan lain
sebagainya. Deskripsi dan rekonstruksi yang diperoleh akan banyak ditentukan oleh
jenis pendekatan yang dipergunakan. Oleh sebab itu ilmu sejarah tidak segan-segan

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
16

melintasi serta menggunakan berbagai bidang disiplin atau ilmu untuk menunjang
studi dan penelitiannya, yang di dalam ilmu sejarah sudah sejak awal telah dikenalnya
dan disebut sebagai Ilmu-ilmu Bantu Sejarah (sciences auxiliary to history).

Pendekatan-pendekatan dalam Sejarah


a. Pendekatan Manusia. Penelitian sejarah selalu berarti penelitian tentang sejarah
manusia. Fungsi dan tugas penelitian sejarah ialah untuk merekonstruksi sejarah
masa lampau manusia (the human past) sebagaimana adanya (as it was). Harus
disadari sepenuhnya bahwa betapapun cermatnya suatu penelitian sejarah, dengan
tugas rekonstruksi semacam itu seorang sejarawan akan masih tetap menghadapi
sejumlah problem yang tidak mudah. Dengan memberikan aksentuasi "sejarah
manusia" untuk mengingatkan bahwa penelitian dan rekonstruksi sejarah
hendaknya lebih berperspektif pada konsep manusia seutuhnya. Manusia adalah
makhluk rohani dan jasmani. Rohani dengan manifestasinya dalam bentuk akal,
rasa, dan kehendak, yang menjadi sumber eksistensi kemanusiaannya, namun
eksistensi hanya nyata dalam realitas di dalam alam jasmani. Perkembangan
rohani manusia menjadi nampak dalam wadah agama, kebudayaan, peradaban,
ilmu pengetahuan, seni dan teknologi. Manusia juga beraspek individu sekaligus
sosial, unik (partikular) sekaligus umum (general). Keduanya sekaligus
merupakan keutuhan (integritas), kesatuan (entitas), dan keseluruhan (totalitas).
Rekonstruksi sejarah pun hendaknya utuh dan menyeluruh.
b. Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial. Melalui pendekatan ilmu-ilmu sosial
dimungkinkan ilmu sejarah memperoleh pemahaman yang lebih utuh mengenai
makna-makna peristiwa sejarah. Thomas C. Cochran, misalnya, telah menerapkan
konsep peranan sosial (social role) dalam melaksanakan eksplorasi dan eksplanasi
mengenai berbagai sikap, motivasi serta peranan tokoh masyarakat Amerika pada
Abad XIX. Konsep mobilitas sosial (social mobility) telah membuktikan sangat
berguna dalam studi berbagai segi masyarakat masa lampau.
c. Pendekatan Sosiologi. Pendekatan sosiologi dalam ilmu sejarah, menurut Max
Weber, dimaksudkan sebagai upaya pemahanan interpretatif dalam kerangka
memberikan penjelasan (eksplanasi) kausal terhadap perilaku-perilaku sosial
dalam sejarah. Sejauh ini perilaku-perilaku sosial tersebut lebih dilekatkan pada

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
17

makna subjektif dari seorang individu (pemimpin atau tokoh), dan bukannya
perilaku massa. Pendekatan sosiologi dalam ilmu sejarah menghasilkan sejarah
sosial. Bidang garapannya pun sangat luas dan beraneka ragam. Kebanyakan
sejarah sosial berkaitan erat dengan sejarah sosial-ekonomi. Tulisan Marc Bloch
mengenai French Rural History, Sartono Kartodirdjo tentang Peasants' Revolt of
Banten. Kelas sosial, terutama kaum buruh, menjadi bidang garapan juga bagi
sejarah sosial di Inggris. Demikian pula proses transformasi sosial dengan
berkembangnya pembagian kerja sosial yang kian rumit dan diferensiasi sosial
yang menjadi sangat bervariasi dan terbentuknya aneka ragam institusi sosial juga
tidak pernah luput dari pengamatan sejarwan sosial. Tema-tema seperti :
kemiskinan, perbanditan, kekerasan dan, kriminalitas dapat menjadi bahan tulisan
sejarah sosial. Di pihak lain seperti kesalehan, kekesatriaan, pertumbuhan
penduduk, migrasi, urbanisasi, transportsasi, kesejahteraan, dan lain-lain telah
banyak dikaji dan semakin menarik minat para peneliti sejarah (Kuntowijoyo,
1993 : 42-43).
d. Pendekatan Antropologi. Pendekatan antropologi mengungkapkan nilai-nilai,
status dan gaya hidup, sistem kepercayaan dan pola hidup, yang mendasari
perilaku tokoh sejarah (Sartono Kartodirdjo, 1992 : 4). Antropologi dan sejarah
pada hakikatnya memiliki objek kajian yang sama, ialah manusia dan pelbagai
dimensi kehidupannya. Hanya bedanya sejarah lebih membatasi diri kajiannya
pada peristiwa-peristiwa masa lampau, sedang antropologi lebih tertuju pada
unsur-unsur kebudayaannya. Kedua disiplin ilmu itu dapat dikatakan hampir
tumpang tindih, sehingga seorang antropolog terkemuka, Evans-Pritchard,
menyatakan bahwa "Antropologi adalah Sejarah". Hal yang sama dikemukakan
pula oleh Arnold J. Toynbee (1889-1975) yang menyatakan bahwa tugas seorang
sejarawan tidak jauh berbeda dari seorang antropolog, ialah melalui studi
komparasi berusaha mempelajari siklus kehidupan masyarakat, kemudian dari
masing-masing kebudayaan dan peradaban mereka ditarik sifat-sifatnya yang
universal (umum). Fakta yang dikaji dari kedua disiplin ilmu, antropologi dan
sejarah, adalah sama pula. Terdapat tiga jenis fakta, ialah : artifact, socifact, dan
mentifact. Fakta menunjuk kepada kejadian atau peristiwa sejarah. Sebagai suatu
konstruk, fakta sejarah pada dasarnya sebagai hasil strukturisasi seseorang

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
18

terhadap suatu peristiwa sejarah. Maka artifact sebagai benda fisik adalah konkret
dan merupakan hasil buatan. Sebagai proses artifact menunjuk hasil proses
pembuatan yang telah terjadi di masa lampau. Analog dengan hal itu maka
socifact menunjuk kepada peristiwa sosial yang telah mengkristalisasi dalam
pranata, lembaga, organisasi dan lain sebagainya. Sedang mentifact menunjuk
kepada produk ide dan pikiran manusia. Ketiganya, artifact, socifact, dan
mentifact, adalah produk masa lampau atau sejarah, dan hanya dapat dipahami
oleh keduanya, antropologi dan sejarah, dengan melacak proses
perkembangannya melalui sejarah. Studi ini jelas menunjukkan titik temu dan titik
konvergensi pendekatan antropologi dan pendekatan sejarah.
Secara metodologis pendekatan antropologi memperluas jangkauan kajian
sejarah yang mencakup (Sartono Kartodirdjo, 1992 : 156):
1) kehidupan masyarakat secara komprehensif dengan mencakup pelbagai
dimensi kehidupan sebagai totalitas sejarah;
2) aspek-aspek kehidupan (ekonomi, sosial, politik) dengan mencakup nilai-
nilai yang menjadi landasan aspek-aspek kehidupan tersebut;
3) golongan-golongan sosial beserta subkulturnya yang merupakan satu
identitas kelompoknya;
4) sejarah kesenian dalam pelbagai aspek dan dimensinya, serta melacak ikatan
kebudayaan sosialnya;
5) sejarah unsur-unsur kebudayaan : sastra, senitari, senirupa, arsitektur, dan lain
sebagainya;
6) pelbagai gaya hidup, antara lain : jenis makanan, mode pakaian, permainan,
hiburan, etos kerja, dan lain sebagainya.
Pendek kata segala bidang kegiatan manusia dapat dicakup dalam sejarah
kebudayaan. Dalam sejarah kebudayaan dimensi politik tidak termasuk di
dalamnya, meskipun menurut definisi yang luas kehidupan politik pun termasuk
dalam kebudayaan.
e. Pendekatan Ilmu Politik. Pengertian politik dapat bermacam-macam sesuai dari
sudut mana memandangnya. Namun pada umumnya definisi politik menyangkut
kegiatan yang berhubungan dengan negara dan pemerintahan. Fokus perhatian
ilmu politik, karenanya, lebih tertuju pada gejala-gejala masyarakat seperti

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
19

pengaruh dan kekuasaan, kepentingan dan partai politik, keputusan dan kebijakan,
konflik dan konsesnsus, rekrutmen dan perilaku kepemimpinan, masa dan
pemilih, budaya politik, sosialisasi politik, masa dan pemilih, dan lain sebagainya.
Apabila politik diartikan sebagai polity (kebijakan), maka definisi politik lebih
dikaitkan dengan pola distribusi kekuasaan. Jelas pula bahwa pola pembagian
kekuasaan akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sosial, ekonomi, dan
kultural. Posisi sosial, status ekonomi, dan otoritas kepemimpinan sesorang dapat
memberi peluang untuk memperoleh kekuasaan. Otoritas kepemimpinan
senantiasa menjadi faktor kunci dalam proses politik. Max Weber membedakan
tiga jenis otoritas : (1) Otoritas karismatik, yakni berdasarkan pengaruh dan
kewibawaan pribadi; (2) Otoritas tradisional, yakni berdasarkan pewarisan; dan
(3) Otoritas legal-rasional, yakni berdasarkan jabatan serta kemampuannya.
Semula politik menjadi tulang punggung sejarah. Politics is the backbone of
history. Pernyataan ini menunjukkan peranan politik dalam penulisan sejarah pada
masa lampau. . Pada saat sekarang sejarah politik nampak masih menonjol, namun
tidak sedominan seperti dahulu. Maka ungkapannya pun bergeser menjadi
"History is past politics, politics is present history." Sejarah adalah politik masa
lalu, politik adalah sejarah masa kini.
Pendekatan politik dalam penulisan sejarah menghasilkan sejarah politik.
Sejarah politik dapat menggunakan berbagai pendekatan sesuai dengan topik yang
dipilih. Setidaknya terdapat 8 (delapan) macam pendekatan, meskipun antara
pendekatan yang satu dengan lainnya sering saling tumpang-tidih (Kuntowijoyo,
1993 : 177-182), ialah sebagai berikut.
1) Sejarah intelektual. Aspirasi pokok sejarah intelektual ialah adanya Zeitgeist
(jiwa zaman) dan pandangan sejarah idealistik yang berpendapat bahwa
pikiran-pikiran mempengaruhi perilaku. Contoh tulisan Herbert Feith dan
Lance Castle yang berjudul : Pemikiran Politik Indonesia, 1945-1965.
(Jakarta : LP3ES, 1988).
2) Sejarah konstitusional. Dari konstitusi suatu bangsa dapat diketahui filsafat
hidup, dasar pemikiran waktu membangun bangsa, dan struktur pemerintahan
yang dibangun. Dalam konstitusi juga terlihat kepentingan, konsensus, dan
konsesi yang diberikan kepada masing-masing kepentingan. Contohnya ialah

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
20

buku Herbert Feith. (1962). The Decline of Constitutional Democracy in


Indonesia (Ithaca : Cornell University Press).
3) Sejarah institusional. Isinya mengenai sistem politik dengan perangkat
(lembaga, struktur, institusi), baik negara (kabinet, birokrasi, parlemen,
militer) dan non Negara (ormas, orsospol, LSM). Paling banyak ditulis orang
mengenai partai. Contoh : Ahmad Syafii Maarif. (1988). Islam dan Politik
Indonesia pada Demokrasi Terpimpin. (Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga
Press).
4) Sejarah behavioral, ialah mengenai perilaku (behavior) negara dan partai-
partai politik dalam sosialisasi gagasan, rekrutmen pemimpin/anggota, dan
pelaksanaan tindakan politik termasuk dalam sejarah perilaku. Contoh :
tulisan Clifford Geertz. (1960). The Religion of Java. (Glencoe : The Free
Press).
5) Sejarah komparatif. Isinya mengenai kajian komparatif tentang kehidupan
politik di Indonesia. Contoh : tulisan R. William Liddle. (1972). Culture and
Politics in Indonesia.(Ithaca : N.Y. Cornell University Press).
6) Sejarah sosial. Berisi sejarah kelompok-kelompok sosial (ulama, santri,
pengusaha, petani, mahasiswa, dan pemuda) dengan aspirasi politiknya
sesuiai dengan kepentingannya. Misalnya : Heru Cahyono. (1992). Peranan
Ulama dalam Golkar. (Jakarta : Sinar Harapan).
7) Studi Kasus, ialah mengenai studi kasus-kasus politik. Contoh: Laboratorium
Ilmu Politik FISIP UI. (1997). Evaluasi Pemilu Orde Baru. (Bandung,
Mizan).
8) Biografis. Tentang biografi politik. Contoh : J.D. Legge. (1972). Sukarno: A
Political Biography. (London :The Pinguin Press)

f. Pendekatan Psikologi dan Psikoanalisis. Dengan menggunakan pendekatan


psikologi dan psikoanalis studi sejarah tidak saja sekedar mampu mengungkap
gejala-gejala di permukaan saja, namun lebih jauh mampu menembus memasuki
ke dalam kehidupan kejiwaan, sehingga dapat dengan lebih baik untuk memahami
perilaku manusia dan masyarakatnya di masa lampau. Terobosan pertama yang
paling terkenal dalam menerapkan psikologi dalam (depth psychology) pada studi

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
21

ilmu sejarah dilakukan oleh Erik H. Erikson. Ternyata konsep-konsep mengenai


krisis identitas di masa remaja dapat digunakan untuk mengeksplanasi perilaku
tokoh-tokoh sejarah terkemuka. Mengenai mengapa Martin Luther tampil sebagai
reformator, Mahatma Gandhi menjadi seorang pemimpin gerakan anti kekerasan
(non violence) di India, dan Adolf Hitler tanmpil sebagai seorang yang anti
Semitis, serta Sukarno sebagai orang anti kolonialisme dan imperialisme, dapat
dilacak kembali melalui analisis kehidupan tokoh-tokoh tersebut di masa remaja
mereka. Dengan demikian pendekatan psycho history yang dirintis oleh Erik H
Erikson telah membuka suatu dimensi baru dalam studi sejarah. Pendekatan
psycho history juga dapat dikembangkan menjadi konsep psikologi sosial
(sociopsychological) untuk menjelaskan perilaku sekelompok anggota
masyarakat. Tentu saja permasalahannya menjadi semakin kompleks. Richard
Hostadter, misalnya, dalam karya tulisannya The Age of Reform (1955) berupaya
menjelaskan bangkitnya gerakan-gerakan sosial pada Abad XIX dan XX di
Amerika. Menurunnya status dan prestise masyarakat kelas menengah di Amerika
pada peralihan menuju Abad XX mendorong tampilnya pemimpin-pemimpin
gerakan progresif. Mereka bergerak dan melakukan perlawanan terhadap orang-
orang industrialis kaya baru dan boss-boss mereka yang cenderung korup (Allan
J.Lichtman, 1978 : 138).
g. Pendekatan Kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah upaya untuk
mendeskripsikan gejala-gejala alam dan sosial dengan menggunakan angka-
angka. Quantum, quantitas dalam bahasa Latin berarti jumlah. Oleh sebab
menggunakan angka-angka, maka pendekatan kuantitatif mempersyaratkan
adanya pengukuran (measurement) terhadap tingkatan ciri-ciri tertentu dari suatu
gejala yang diamati. Pengamatan kuantitatif berupaya menemukan cirri-ciri
tersebut, untuk kemudian diukur berdasarkan kriteria-kriteria pengukuran yang
telah ditentukan. Hasil pengukuran itu berupa angka-angka yang menggambarkan
kuantitas atau derajat kualitas dari kenyataan dan eksistensi gejala alam yang
diukurnya. Data-data angka hasil pengukuran dari gejala-gejala alam yang diamati
itulah yang kemudian dianalisis, dicari derajat kuantitas, atau kualitasnya,
dipelajari hubungannya antara gejala yang satu dengan lainnya, dikaji
pengaruhnya terhadap suatu gejala, hubungan seba-akibatnya, pendek kata

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
22

dianalisis sesuai dengan tujuan penelti. Pendekatan kuantitatif dalam penelitian


dan penulisan sejarah menghasilkan apa yang disebut sejarah kuantitatif
(quantitative history). Sejarah kuantitatif pertama-tama dikenal di Perancis sekitar
tahun 1930-an, yang mulai berkembang pada tahun 1949 dan 1950-an. Studi
Crane Brinton (1930) mengenai keanggotaan partai Yakobin dalam revolusi
Prancis, analisis Donald Greer (1935) tentang korban-korban masa Pemerintahan
Teror pada dasarnya merupakan usaha-usaha kuantifikasi penulisan sejarah sosial
(Harry Ritter, 1986: 351-352).
Menjelang tahun 1960-an sejarah kuantitatif mulai merembes ke Amerika
Serikat dengan pertama-tama mengambil bentuk sejarah ekonometrik
(econometric history) yang dirintis oleh sejarawan Lee Benson (1957, 1961) yang
penulisannya diilhami dan didasari pada penerapan orientasi statistic dari-dari
teori behaviorisme dsalam ilmu-ilmu sosial-politik. Beberapa penelitian mulai
memperluas penggunaan analisis statistic, tidak saja dalam sejarah-sejarah
ekonomu, politik dan sosial, melainkan juga dalam sejarash-sejarah cultural dan
intelektual dengan menggunakan metode seperti halnya content analysis. Sejak
saat itu karya-karya sejarah mulai dihiasi dengan gambar-gambar grafik, chart,
table, persentase, bahkan kadang-kadang memasukkan komputasi statistic Kai-
Kuadrat dan regresi.
Metode sejarah hingga sekarang lebih cenderung menggunakan pendekatan
kualitatif. Harus diakui pendekatan kualitatif mengandung banyak kelemahan.
Kelemahan-kelemahan itu adalah bersumber pada tiadanya kriteria yang jelas
dalam penyusunan instrumentasi yang digunakan untuk mengukur kebenaran data
dan fakta, serta tiadanya kaidah-kaidah umum, apalagi khusus, dalam metode dan
teknik menganalisis hubungan antar berbagai peristiwa sejarah, hingga dengan
demikian dalam menganlisis hubungannya, lebih banyak ditentukan oleh intuisi
dan imaginasi peneliti yang kadar kebenarannya tidak dapat diuji secarsa empirik.
Generalisasi sejarah tak pernah mendasarkan diri pada infeerensi dari hubungan
antara besarnya sampel dengan jumlah populasi.
Penggunaan pendekatan kuantitatif dalam metode sejarah dapat
memperkecil kelemahan-kelemahan tersebut di satu pihak, dan dapat
memperbesar bobot ilmiahnya dalam analisis peristiwa-peristiwa sejsarah di lain

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
23

pihak. Penalaran berdasarkan tata-fikir dan prosedur statistik setidak-tidaknya


dapat mengendalikan (mengontrol) analisis dan interpretasi berdasarkan pada
pendapat-pendapat pribadi. Lebih jauh tata-fikir dan prosedur statistik dalam
metode sejarah dapat membantu metodologi sejarah dalam mengefektifkan tugas-
tugas ilmiahnya, ialah untuk memberikan penjelasan (eksplanasi), meramalkan
(prediksi), dan mengendalikan (kontrol) terhadap gejala-gejala atau peristiwa-
peristiwa sejarah. Dalam melakukan generalisasi, dengan demikian, sejarawan
harus menjadi lebih berhati-hati dan dalam menganalisis hubungan kausal yang
kompleks dan rumit dari berbagai peristiwa kiranya tidak mungkin lagi dapat
diselesaikan dengan baik tanpa bantuan pendekatan kuantitatif. Pendek kata
penggunaan pendekatan kuantitatif dapat mempertajam wawasan metode sejarah.

C. Guna mempelajari Sejarah


Pada umumnya, orang tidak akan mempelajari sesuatu jika tidak ada maksud dan
kegunaannya, demikian juga dengan mempelajari Sejarah. Sejarah mempunyai
kegunaan secara intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik, sejarah itu berguna sebagai
pengetahuan, sedangkan secara ekstrinsik yaitu kebermanfaatan di luar dirinya.
Guna Intrinsik
Setidaknya ada empat guna sejarah secara intrinsik, yaitu (1) sejarah sebagai ilmu, (2)
sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau, (3) sejarah sebagai pernyataan
pendapat, (4) sejarah sebagai profesi.
a. Sejarah sebagai ilmu. Sejarah adalah ilmu yang terbuka. kenyataan bahwa sejarah
menggunakan bahasa sehari-hari, tidak menggunakan istilah istilah teknis,
memperkuat keterbukaan itu. keterbukaan itu membuat siapapun dapat mengaku
sebagai sejarawan secara sah, asal hasilnya dapat di pertanggungjawabkan sebagai
ilmu. sejarah sebagai ilmu dapat berkembang dengan berbagai cara: (1)
perkembangan dalam filsafat, (2) perkembangan dalam teori sejarah, (3)
perkembangan dalam ilmu ilmu lain, dan (4) perkembangan dalam metode sejarah.
perkembangan dalam sejarah selalu berarti bahwa sejarah selalu responsif terhadap
kebutuhan masyarakat akan informasi.
b. Sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau. Bersama dengan mitos, sejarah
adalah cara untuk mengetahui masa lampau. bangsa yang belum mengenal tulisan

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
24

mengandalkan mitos, dan yang sudah mengenal tulisan umum nya mengandalkan
sejarah. ada setidaknya dua sikap terhadap sejarah setelah orang mengetahui masa
lampau nya, yaitu (1) melestarikan, atau (2) menolak.
c. Sejarah sebagai pernyataan pendapat. Banyak penulis sejarah yang
menggunakan ilmu nya untuk menyatakan pendapat. bentuk pernyataan pendapat
ada dua, yaitu (1) konsensus, dan (2) konflik. Pertama, aliran yang menekankan
konsensus diantaranya terdapat dalam tesis garis depan dan tesis tentang
individualisme. tesis garis depan (frontier thesis) mengatakan bahwa Amerika
selalu menghadapi garis depan. sejak kedatangan nya di tempat baru, yang terjadi
ialah masyarakat yang selalu memperluas daerah nya. demikianlah, kepergian
orang orang Amerika ke seluruh dunia hanya lah kelanjutan dari garis depan itu.
yang terjadi dengan individualisme juga demikian. sejak dulu kedatangan orang
Amerika di daerah baru adalah untuk memperoleh kemerdekaan individual. mula
mula individualisme Amerika berupa kemerdekaan beragama. kalau kemerdekaan
individual kemudian berarti kebebasan berusaha, hal itu hanyalah bentuk lain dari
individualisme. juga kalau kemudian Amerika jadi pembela dunia merdeka.
Kedua, aliran yang menekankan konflik biasanya mengajukan tesis
persengkongkolan (conspiracy). demikianlah, misalnya, perang saudara di
Amerika adalah hasil persengkongkolan kaum industrialis dan kaum politisi.
semboyan "free soil, free Labor" adalah dalih kaum industrialis untuk
mendapatkan tenaga. perang itu terjadi karena pihak Utara melakukan provokasi.
juga ada persengkongkolan pada perang dunia II. Amerika memasuki PD II adalah
akibat dari " military industrial complex" yang merupakan hasil persengkongkolan
kaum industrialis dengan kaum militer. menjelang PD II sebenarnya Amerika
Hawai tidak dalam bahaya ("no clear and present danger"), sehingga sebenarnya
tak ada alasan untuk berperang.
d. Sejarah sebagai profesi. Tidak semua lulusan sejarah dapat terampung dalam
profesi kesejarahan. Ada lulusan yang jadi karyawan pengusaha sepatu,
pengalengan ikan, perusahaan farmasi, dan tidak sedikit yang jadi guru diluar
ilmunya. Semua tempat itu tentu saja memerlukan orang yang dapat menulis
sejarah, tetapi kita tidak dapat mengharapkan semua orang untuk mempunyai
idealisme.

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
25

Guna Ekstrinsik
Sejarah dapat digunakan sebagai liberal educatio untuk mempersiapkan peserta didik
supaya mereka siap secara filosofis. Secara umum sejarah mempunyai fungsi
pendidikan, yaitu sebagai pendidikan (a) moral, (b) penalaran, (c) politik, (d)
kebijakan, (e) perubahan, (f) masa depan, (g) keindahan, dan (h) ilmu bantu. selain
sebagai pendidikan, sejarah juga berfungsi sebagai (i) latar belakang, (j) rujukan, dan
(k) bukti.
a. Sejarah sebagai pendidikan moral. Sejarah yang diajarkan melalui pelajaran
kewarganegaraan di sekolah maupun dulu lewat penataran P-4 pada masyarakat
mempunyai maksud agar pancasila menjadi tolak ukur benar-salah, baik-buruk,
berhak-tidak, merdeka-terjajah, cinta-benci, dermawan-pelit, serta berani-takut
dalam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, sejarah tidak boleh
bersikap hitam-putih seperti itu. Kalau pendidikan moral harus berbicara benar-
salah, dan sastra hanya tergantung pada imajinasi pengarang, maka sejarah harus
berbicara dengan fakta.
b. Sejarah sebagai pendidikan penalaran. Seorang yang belajar sejarah tidak akan
berpikir monokausal, pikiran yang menyatakan bahwa sebab terjadinya peistiwa
itu hanya satu. Sejarah harus berpikir [lurikausal, yang menjadi penyeab itu banyal.
Dengan demikian akan melihat segala sesuatu mempunyai banyak segi. Dengan
kata lain, sejarawan harus berpikir secara multidimensi. Sejarah memaksa orang
memperhitungkan waktu. Berpikir secara sejarah berarti berpikir berdasarkan
perkembangan. Orang harus memperhitungkan msa lalu untuk dapat
membicarakan masa kini, dan masa kini untuk masa depan. Sejarah dapat menjadi
ilmu manajemen perkembangan.
c. Sejarah sebagai pendidikan politik. Tujuan dari opendidikan politik itu ialah
dukungan atas politik kekuasaan dengan mendorong perbuatan-perbuatan
revolusioner dan menyingkirkan kaum kontrarevolusi.
d. Sejarah sebagai pendidikan kebijakan. Sejarah semacam ini diperlukan oleh
semua lembaga penelitian. Untuk menentukan suatu kebijakan, dibutuhkan
pandangan tentang lingkungan alam, masyarakat, dan sejarah. Kita juga tidak bisa

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
26

membayangkan bagaimana perundangan dan peraturan pemerintahan dibuat tanpa


mengetahui latar belakang sejarah.
e. Sejarah sebagai pendidikan perubahan. Pendidikan perubahan diperlukan oleh
polisi, ormas-ormas, usaha-usaha, bahkan pribadi-pribadi. Dalam dunia yang
semakin smepit ini, tidak ada yang lebih cepat daripada perubahan. Kaum politisi
yang tidak dapat mengantisipasi gelagat perubahan akan ketinggalan. Definisi
sejarah ialah ilmu tentang perubahan akan banyak membantu. Sepanjang sejarah
tidak mempelajari waktu waktu yang terlalu jauh, sejarah bisa relevan dengan
perubahan.
f. Sejarah sebagai pendidikan masa depan. Di beberapa universitas maju, seperti
Amerika, history of the future sudah diajarkan. Sebagai negara yang mengalami
industrialisasi belakangan, indonesia mempunyai keuntungan, karena dapat belajar
dari negara industrial dan negara pascaindustrial. Dari Jepang kita dapat belajar
bagaimana mempunyai industri besar tanpa mematikan industri kecil. Benar,
bahwa kedua negara mengalami industrialisasi dalam keadaan yang berbeda,tetapi
keduanya sama-sama bangsa Timur dan sama-sama mempunyai tradisi. Bahkan
dari negara seperti malaysia kita dapat belajar. Dari malaysia kita bisa belajar
bagaimana dalam waktu yang relatif singkat mereka dapat mengangkat ekonomi
bumiputera.
g. Sejarah sebagai pendidikan keindahan. Pengalaman estetik akan datang melaui
mata waktu kita ke candi, istana, tarian, kuburan, kota, dan monumen. Waktu kita
mendengarkan gamelan, gamelan juga akan terbayang para bangsawan. Demikian
pula keindahan dapat terangsang lewat bacaan.
h. Sejarah sebagai ilmu bantu. Sejarah sebagai ilmu antarbidang yang paripurna,
the ultimate interdisiplinarian, akan dapat memenuhi tugas itu dengan baik.
sejarah dapat mengantarkan orang secara baik, karena sejarah memberikan
bantuan untuk berbagai macam disiplin.
i. Sejarah sebagai latar belakang. Seorang kader sebuah LSM yang bergerak di
bidang koperasi, wanita, atau perburuhan tidak akan terampil menangani
permasalahannya tanpa menegtahui latar belakang sosial, gerakannya dan LSM
nya. Mereka tentu saja juga dituntut untuk tahu latar belakang lingkungan
kerjanya.

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
27

j. Sejarah sebagai rujukan. Barangkali, yang tidak memerlukan referensi hanya


orang-orang genius dan yang terburu-buru. Demikianlah soeharto, yang relatif
pendidikannya rendah, mampu memimpin selama lebih dari tiga dasawarsa.
Komandan pasukan di medan tempur pastilah tidak sempatmembaca buku hanya
untuk mengetahui bagaimana tentara sekutu mengalahkan jerman di arnhem.
k. Sejarah sebagai bukti. Sejarah selalu dipakai untuk membenarkan perbuatan.
Misalnya pemerintah orde baru menggunakan bukti-bukti sejarah atas
keberhasilan pembangunan untuk tetap memelihara stabilitas nasional dan
mempertahankan pancasila. Sekarang ini ada kecenderungan untuk mencari hari
jadi. Hampir setiap kabupaten mempunyai hari jadi. Semakin tua hari jadi itu
semakin baik, seolah menjadi bukti keberadaan daerah itu.

D. Rangkuman
Selamat, Anda telah berhasil menyelesaikan modul tentang Sumbe dan Metode
Penelitian Sejarah. Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dalam modul ini adalah
sebagai berikut.
1. Sumber sejarah seringkali disebut juga “data sejarah”. Data sejarah itu sendiri
berarti bahan sejarah yang memerlukan pengolahan, penyeleksian, dan
pengkatagorian. Adapun klasifikasi sumber sejarah itu dapat dibedakan menurut
bahannya, asal usul atau urutan penyampaiannya, dan tujuan sumber itu
dibuat.Jenis sumber sejarah berdasarkan bahannya dipisahkan menjadi dua,
sumber tertulis dan sumber tak tertulis. Melalui proses penyaringan dan uji
validitas dari sumber sejarah maka didapatkanlah sejumlah fakta. Fakta sejarah
merupakan keterangan yang disimpulkan dari bahan sejarah melalui kritik sejarah.
Dalam pada itu, berbagai dokumen peristiwa sejarah merupakan fakta sejarah,
yang disebut data. Data merupakan bahan yang perlu diolah, diseleksi dan
dikategorikan atas dasar kriteria seleksi tertentu baru kemudian menjadi fakta.
Pengolahan data Sejarah menggunakan metode khusus yang disebut metode
penelitian Sejarah.
2. Metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk
mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis,
dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis.

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
28

Secara lebih ringkas, setiap langkah ini berturut-turut biasa juga diistilahkan
dengan heuristic, kritik atau verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Sebelum
keempat langkah ini sebenarnya ada satu kegiatan penting, yang oleh
Kuntowijoyo (1995:98) ditambahkannya menjadi lima tahap penelitian sejarah,
yaitu pemilihan topic dan rencana penelitian.
3. Sejarah mempunyai kegunaan secara intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik,
sejarah itu berguna sebagai pengetahuan, sedangkan secara ekstrinsik yaitu
kebermanfaatan di luar dirinya.

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
29

DAFTAR PUSTAKA

Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Ombak.


Abdurrahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Dienaputra, Reiza D. 2006. Konsep Dan Metode Sejarah Lisan. Bandung: Minor Books.
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: Indonesia University Press.
Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kattsoff, O. L. 1986. Pengantar FIlsafat. Alih Bahasa Soejono Soemargono. Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya
Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Noor, Deliar. 1956. Pengantar ke Pemikiran I. Medan: Dwipa.
Usman, Hasan. 1986. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana
dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN.
Website:
http://eprints.unsri.ac.id/3680/1/1._Metodologi_Sejarah_Dan_Implementasin_Dalam_P
enelitiaN.pdf

~ Nina Witasari ~
Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan
© Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai