Anda di halaman 1dari 6

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT WAVA HUSADA KESAMBEN

NOMOR : 005/SK/DIR/1/2019
TENTANG
MANAJEMEN PENGATURAN SAMPAH B3 DAN LIMBAH
RUMAH SAKIT WAVA HUSADA KESAMBEN

Menimbang : a. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan terhadap pasien maka perlu
dilakukan pengawasan terhadap Pengaturan Sampah B3 dan Limbah rumah sakit
guna menjamin standart mutu yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.
b. Rumah sakit sebagai sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan yang dalam pelaksanaannya akan menimbulkan dampak
positif maupun negative di sektor Sampah B3 dan Limbah.
c. Rumah sakit bertanggung jawab untuk mengelola limbah medis dengan benar dan
sesuai persyaratan demi menjaga kesehatan lingkungan sekitarnya sebagai sarana
pelayanan kesehatan.

Mengigat : a. Undang - Undang Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 44 tentang Rumah sakit
b. Undang – Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
c. Undang - undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
d. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
e. PP Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3)
f. Per Men LH No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label
Bahan Berbahaya dan Beracun

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT WAVA HUSADA KESAMBEN TENTANG
MANAJEMEN PENGATURAN SAMPAH B3 DAN LIMBAH RUMAH SAKIT WAVA HUSADA
KESAMBEN
Kedua : Pedoman Manajemen Pengaturan Sampah B3 dan Limbah sebagaimana yang
tercantum dalam lampiran ini.
Ketiga : Pedoman Manajemen Pengaturan Sampah B3 dan Limbah yang terdapat pada Diktum
KEDUA akan dijadikan acuan oleh setiap tenaga kesehatan di Rumah Sakit
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan;

Ditetapkan di : Kesamben
Pada Tanggal : 15 November 2018
DIREKTUR RS WAVA HUSADA KESAMBEN

dr. DWI BAMBANG ARI WIBOWO


NIK. 01. 0518. 015
LAMPIRAN KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT WAVA HUSADA KESAMBEN
NOMOR : 005/SK/DIR/1/2019
TENTANG : MANAJEMEN PENGATURAN SAMPAH B3
DAN LIMBAH
TANGGAL : 15 November 2018

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan
dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik,
sampah, limbah cair, air bersih, dan serangga/binatang pengganggu. Namun menciptakan
kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat kompleks
berhubungan dengan berbagai aspek antara lain budaya/kebiasaan, prilaku masyarakat, kondisi
lingkungan, sosial dan teknologi.
Jika di bandingkan dengan institusi lain mungkin jenis sampah dan limbah rumah sakit adalah
yang terkomplit, tempat yang paling banyak di kunjungi oleh masyarakat ketika sakit ini
mengeluarkan berbagai jenis sampah dan limbah. Masyarakat di dalam lingkungan rumah sakit
yang terdiri dari pasien, pengunjung dan karyawan memberikan kontribusi kuat terhadap
pengotoran lingkungan rumah sakit. Aktivitas pelayanan dan perkantoran, pedagang asongan,
prilaku membuang sampah dan meludah sembarangan, prilaku merokok dan sejumlah barang
atau bingkisan yang dibawa oleh pengunjung/tamu menambah jumlah sampah dan mengotori
lingkungan rumah sakit.
Beberapa waktu lalu, pemberitaan mengenai sampah medis yang ditemukan di pasaran sebagai
mainan anak-anak, menjadi perhatian publik. Seperti diketahui bahwa seharusnya sampah
medis seperti alat infus, alat suntik, dan sarung tangan harus dimusnahkan setelah digunakan,
jangan sampai jatuh ke tangan masyarakat. Hal ini mendapat tanggapan langsung dari Menteri
Kesehatan RI waktu itu, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih MPH, di sela-sela sambutannya saat
membuka Konferensi Nasional I Promosi Kesehatan Rumah Sakit bertema New Challenges of
Health Promoting Hospital in Indonesia di Bandung, Selasa malam (6/3/12). “Apabila rumah
sakit belum memiliki alat penanganan medis sendiri, harus memiliki mekanisme kerjasama
dengan rumah sakit yang lebih besar agar dapat ditangani. Ini harus diupayakan”, ujar Menkes.
Pada kesempatan tersebut Menkes menegaskan, tiga hal yang harus diperhatikan oleh para
penyelenggara pelayanan kesehatan, khususnya penyelenggara rumah sakit, bahwa sarana
pelayanan kesehatan harus menjadi tempat yang aman bagi para pekerjanya, pasiennya, dan
masyarakat di sekitarnya.
Tanggapan mengenai permasalahan tersebut juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Bina
Upaya Kesehatan (BUK), dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak)
ke sejumlah rumah sakit di wilayah DKI Jakarta dan Depok, Jawa Barat, guna melakukan
pengecekan secara langsung standar pembuangan dan pengolahan limbah yang dilakukan
rumah sakit pada Selasa siang (6/3/12). “Secara garis besar, sistem pembuangan dan
pengolahan limbah rumah sakit sudah berjalan, tetapi masih harus disempurnakan. Yang harus
diperhatikan adalah jangan sampai sampah medis tercecer, apalagi dimanfaatkan oleh orang-
orang yang tidak bertanggungjawab, bahkan sampai berdampak pada penyakit-penyakit yang
dapat membahayakan masyarakat”, jelas Dirjen BUK. Menurut Dirjen BUK, bila terdapat rumah
sakit yang melanggar standar pembuangan limbah dan pengelolaannya, Kementerian akan
menindak tegas pengelola rumah sakit tersebut. “Limbah RS berbeda dengan limbah rumah
tangga. Sebab limbah RS yang tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan penyakit”, tandas

PENGATURAN SAMPAH B3 DAN LIMBAH - Hal 2


Dirjen BUK. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian
Kesehatan RI.
Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik.
Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius.
Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru
memperbesar permasalahan limbah medis.
Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis
termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian limbah medis termasuk
kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah
medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic
dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah
infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada
petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah
infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur,
bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang
diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan
beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan
akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak, AIDS,
influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia.
Penaganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional. Isu ini
telah menjadi agenda pertemuan internasional yang penting. Pada tanggal 8 Agustus 2007 telah
dilakukan pertemuan High Level Meeting on Environmental and Health South-East and East-
Asian Countries di Bangkok. Dimana salah satu hasil pertemuan awal Thematic Working Group
(TWG) on Solid and Hazardous Waste yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah
yang terkait dengan limbah domestik dan limbah medis. Selanjutnya pada tanggal 28-29
Februari 2008 dilakukan pertemuan pertama (TWG) on Solid and Hazardous Waste di Singapura
membahas tentang pengelolaan limbah medis dan domestik di masing masing negara.

B. KARAKTERISTIK LIMBAH RUMAH SAKIT


Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan
instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat
dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua
kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan non medis baik padat maupun cair.
Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi
atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-
bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan
pengamanan tertentu. Bentuk limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang
terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini
memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.
Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh,
bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
2. Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a. Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi dengan penyakit
menular (perawatan intensif)

PENGATURAN SAMPAH B3 DAN LIMBAH - Hal 3


b. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik
dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
3. Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya
dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
4. Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan
obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah
yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu
diatas 1000oc.

5. Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang
karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-
obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi
diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi
obat-obatan.
6. Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan
medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
7. Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari
penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain :
tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat,
cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu
baik fisik, kimia dan biologi.
8. Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan
juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis
atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/
administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien,
sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur
dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik
fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam
mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll).
Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah
sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang
tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD,
TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain.
Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas,
maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses
manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental
Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah
satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001
perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.
1. Pemisahan
Golongan A

PENGATURAN SAMPAH B3 DAN LIMBAH - Hal 4


Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan
hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang mudah dijangkau bak
sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong plastik
tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga
perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak
sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh
atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan
cara sebagai berikut :
a. Sampah dari haemodialisis
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga
digunakan autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga
uap panas bisa menembus secara efektif. (Catatan: Autoclaving adalah pemanasan
dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).
b. Limbah dari unit lain :
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa
menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman. Semua
jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis atau
kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator. Perkakas
laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator.
Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi bagian
laboratorium.
Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini
hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan
interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam
bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan dengan incinerator.
Keberagaman sampah/limbah rumah sakit memerlukan penanganan yang baik sebelum
proses pembuangan. Sayang sebagian besar pengelolaan limbah medis (medical waste) RS
masih di bawah standar lingkungan karena umumnya dibuang ke tempat pembuangan akhir
(TPA) sampah dengan sistem open dumping atau dibuang di sembarang tempat. Bila
pengelolaan limbah tak dilaksanakan secara saniter, akan menyebabkan gangguan bagi
masyarakat di sekitar RS dan pengguna limbah medis. Agen penyakit limbah RS memasuki
manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat, atau benda. Agen penyakit bisa ditularkan
pada masyarakat sekitar, pemakai limbah medis, dan pengantar orang sakit.
Berbagai cara dilakukan RS untuk mengolah limbahnya. Tahap penanganan limbah adalah
pewadahan, pengumpulan, pemindahan pada transfer depo, pengangkutan, pemilahan,
pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini bisa berupa
sanitary fill, secured landfill, dan open dumping.
Mencegah limbah RS memasuki lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi keterpajanan
(exposure) masyarakat. Tindakan ini bisa mencegah bahaya dan risiko infeksi pengguna
limbah. Tindakan pencegahan lain yang mudah, jangan mencampur limbah secara bersama.
Untuk itu tiap RS harus berhati-hati dalam membuang limbah medis.

C. KESIMPULAN
Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena
buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh
pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang
paling rentan. Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu
kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga,

PENGATURAN SAMPAH B3 DAN LIMBAH - Hal 5


pengunjung/pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan
kesehatan akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit,
lebih-lebih lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana
mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah kualitas lingkungan menjadi menurun
dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan
tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit
yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit.
Aspek pengelolaan limbah telah berkembang pesat seiring lajunya pembangunan. Konsep lama
yang lebih menekankan pengelolaan limbah setelah terjadinya limbah (end-of-pipe approach)
membawa konsekuensi ekonomi biaya tinggi. Kini telah berkembang pemikiran pengelolaan
limbah dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan. Dengan pendekatan sistem itu, tak
hanya cara mengelola limbah sebagai by product (output), tetapi juga meminimalisasi limbah.
Pengelolaan limbah RS ini mengacu Peraturan Menkes No 986/Menkes/Per/XI/ 1992 dan
Keputusan Dirjen P2M PLP No HK.00.06.6.44,tentang petunjuk teknis Penyehatan Lingkungan
Rumah Sakit. Intinya limbah yang dibuang harus tak berbahaya, tak infeksius, dan merupakan
limbah yang tidak dapat digunakan kembali.
Rumah sakit sebagai bagian lingkungan yang menyatu dengan masyarakat harus menerapkan
prinsip ini demi menjamin keamanan limbah medis yang dihasilkan dan tak melahirkan masalah
baru bagi kesehatan di Indonesia.
Ditetapkan di : Kesamben
Pada Tanggal : 15 November 2018
Direktur, RS. WAVA HUSADA KESAMBEN

dr. DWI BAMBANG ARI WIBOWO


NIK. 01. 0518. 015

PENGATURAN SAMPAH B3 DAN LIMBAH - Hal 6

Anda mungkin juga menyukai