Suriah merupakan salah satu pusat peradaban paling tua di muka bumi. Penggalian
oleh para arkeolog pada 1975 di Kota Ebla bagian utara Suriah menunjukkan, sebuah
kerajaan Semit sempat berdiri dan menyebar dari Laut Merah ke Turki dan
Mesopotamia pada 2500-2400 SM.
Etnis Suriah diketahui merupakan etnis Semit dengan 90 persen terdiri atas warga
Muslim, 74 persen Sunni dan 16 persen terdiri atas kelompok Muslim lainnya
termasuk Alawi, Syiah dan Druze. Sementara 10 persen adalah warga Kristen.
Pada 1920, sebuah kerajaan Arab dibawah kekuasaan Raja Faysal dari keluarga
Hashimiah didirikan di Suriah. Tidak hanya menjadi raja Suriah namun Raja Faysal
juga menjadi Raja di Irak. Kekuasaannya di Suriah berakhir seiring dengan kekalahan
pasukannya melawan Prancis dalam pertempuran Maysalun.
Namun penjajahan ini sendiri tidak berlangsung lama karena kelompok nasionalis
Suriah mendesak agar Prancis segera menarik keluar pasukannya dari Suriah pada
April 1946. Suriah pun ditinggalkan Prancis dalam kendali pemerintahan republik
yang telah lebih dulu terbentuk ketika Prancis memegang mandat PBB atas negara itu.
negeri yang berbatasan dengan Yordania dan Irak ini sering berganti-
ganti penguasa. Negeri ini amat strategis posisinya karena di samping
dulunya dipakai jadi jalur perdagangan utama antara Timur dan Barat, ia
bisa dipakai sebagai jalur untuk membebaskan al-Aqsha. Awalnya
dibawah kekuasaan Kekaisaran Romawi (Byzantium).
Barulah di era Amirul mukminin Umar bin Khattab, kota Damaskus pada
September 635 M berhasil direbut pasukan Abu ubaidah al-Jarrah dan
Khalid bin Walid dari cengkraman Byzantium. Di Damaskus ini terdapat
makam beberapa tokoh Muslim terkemuka, diantaranya Mu’awiyah,
Shalahuddin al-ayyubi, Nuruddin zanki, hingga Ibn Arabi (Ahmad Rofi’
Usmani,