Anda di halaman 1dari 19

Keganasan dan Kelainan pada Darah

Mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061
Fax: (021) 563-1731

___________________________________________________________________________

Pendahuluan

Keganasan pada darah dengan meningkatnya jumlah eritrosit absolut dan volume
darah total biasa dikenal dalam dunia medis dengan istilah polisitemia vera. Suku kata
polisitemia sendiri berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti poly (banyak), cyt (sel),
dan hemia (darah) adalah suatu kelainan pada sistem mieloproliferatif dimana terbentuknya
klon abnormal pada hemopoitik sel induk dengan meningkatnya sensitivitas pada growth
factors yang berbeda yang menyebabkan adanya maturasi yang mengakibatkan peningkatan
sel-sel.1

Biasanya pada polisitemia vera didapatkan viskositas darah yang sangat meningkat
sehingga pembuluh darah yang dilalui oleh aliran darah akan melambat. Selain itu akan
didapatkan volume darah yang meningkat yang mengakibatkan alur balik vena pun
meningkat. Hampir seluruh tekanan darah arteri pada penderita polisitemia didapatkan
normal, walaupun mungkin pada kira-kira sepertiga penderita polisitemia vera bisa
didapatkan tekanan darah arteri yang meningkat. Hal ini menandakan bahwa mekanisme
pengaturan tekanan darah dapat mengimbangi kenaikan viskositas darah, yang mungkin
dapat menaikkan resistensi perifer serta akan meningkatkan tekanan arteri dalam batas
tertentu. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
polisitemia vera.2,3

Anamnesa
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan

1 Keganasan dan Kelainan pada Darah


dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang
dikeluhkan oleh pasien.

Tujuan melakukan anamnesis adalah mengembangkan pemahaman mengenai masalah


medis pasien dan membuat diagnosis banding. Walaupun telah banyak kemajuan dalam
pemeriksaan diagnostik modern, namun anamnesis klinis masih sangat dipelukan untuk
mendapatkan diagnosis yang akurat. Akan tetapi, proses ini juga memungkinkan dokter untuk
mengenal pasiennya serta memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar
belakang sosial pasien.

Seorang dokter biasanya akan berusaha memperoleh informasi:


1. Nama, usia, tinggi, berat badan.
2. Masalah atau keluhan utama pasien dan riwayatnya.
3. Riwayat kesehatan pada masa lalu (seperti penyakit berat, operasi/pembedahan, atau
penyakit yang tengah diderita oleh pasien)
4. Kelainan pada organ.
5. Riwayat keluarga.
6. Riwayat penyakit pada masa kanak-kanak.
7. Status social-ekonomi, pekerjaan, penggunaan obat, tembakau, alokohol.
8. Penggunaan obat rutin.

Pada kasus yang kita peroleh, kita dapat menentukan anamnesis sebagai berikut :
1. Keluhan Utama :
Seorang pria datang dengan keluhan sakit kepala hebat sejak satu bulan lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sakit kepala hebat sejak 1 bulan SMRS. Selain pusing pasien juga merasa cepat lelah
dan berdebar-debar. Pemeriksaan fisik: kulit wajah kemerahan, conjungtiva tidak
anemis, pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Hasil lab: Hb 19g/dL.
Menanyakan kepada pasien :
- Tanyakan sejak kapan timbulnya rasa sakit ?
- Tanyakan pada pasien keluhan yang dirasakan sudah berapa lama ?
- Bagaimana sifat nyerinya, dalam bentuk serangan atau terus menerus ?
- Dimana lokasi nyeri, menetap atau berpindah dan menjalar ?
- Apakah progresif, makin lama makin berat atau makin sering ?
2 Keganasan dan Kelainan pada Darah
- Adakah gejala sistemik lain, seperti demam, berdebar-debar dan lain sebagainya ?
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami hal yang serupa ?
- Adakah riwayat kelainan darah ?
4. Riwayat Obat-obatan
- Apakah pasien sedang menjalani terapi dengan antibiotik? Atau memiliki alergi
dengan antibiotik tertentu ?
- Apakah setelah menggunakan obat, pasien bertambah baik atau semakin
memburuk ?
5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
- Adakah riwayat kelainan darah dalam keluarga ?
6. Riwayat Sosioekonomi
- Apakah ini menganggu kehidupan atau pekerjaannya ?

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital


Pemeriksaan yang pertama dilakukan ketika pasien datang adalah pemeriksaan tanda-
tanda vital. Untuk melihat apakah pasien datang dalam keadaan kompos mentis atau tidak,
melihat apakah pasien datang tampak sakit ringan atau berat. Pada kasus yang didapatkan
dijelaskan bahwa hasil pemeriksaan fisik pasien sebagai berikut:

Pemeriksaan fisik: Kulit wajah kemerahan, conjungtiva tidak anemis, pemeriksaan


lainnya dalam batas normal. Hasil lab: Hb: 19g/dL. Ht: 65%, Trombosit: 60.000, Leukosit:
28.000, Eritrosit: 6.000.000, Retikulosit: 2.5%.

Pada penyakit polisitemia vera biasanya akan didapatkan kelainan fisik sebagai berikut:4

a. Muka penderita akan terlihat merah. Disekitar kulit muka, leher, telinga dan selaput
lendir akan terlihat gambaran pembuluh darah. Pada pemeriksaan di kedua mata,
konjungtiva pasien akan terlihat sangat merah karena adanya pelebaran dari pembuluh
darah. Dapat terlihat adanya perubahan hiperviskositas pada fundus, termasuk vena
retina yang melebar dan berkelok-kelok dan harus dicari adanya perdarahan.

b. Inspeksi lidah dapat dilakukan untuk melihat apakah terdapat sianosis sentral.

3 Keganasan dan Kelainan pada Darah


c.Pemeriksaan sistem kardiovaskular lebih baik dilakukan untuk memastikan apakah
terdapat pembesaran jantung yang disertai bising sistolik.

d. Pemeriksaan sistem pernapasan dilakukan untuk mengetahui adanya tanda penyakit


paru kronik yang disertai dengan ronkhi basah.

e. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari apakah terdapat pembesaran limpa


(splenomegali) atau tidak. Pada penderita polisitemia vera dapat ditemukan
pembesaran limpa serta pembesaran hepar. Pembesarannya bersifat keras dan tidak
terdapat nyeri tekan.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dari polisitemia vera adalah


dengan melakukan uji laboratorium meliputi hal-hal sebagai berikut:5

1. Eritrosit
Peningkatan lebih dari 6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom
normositik kecuali jika terdapat transisi ke arah metaplasia mieloid.

2. Granulosit
Meningkat lebih dari setengah kasus polisitemia vera, akan meningkat berkisar antara
12 hingga 25.000 /mL hingga mencapai 60.000 /mL.

3. Trombosit
Berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat meningkat lebih dari 1 juta/mL yang
sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal.

4. B12 serum
B12 serum dapat meningkat tetapi dapat pula menurun, pada ± 30% kasus dan UBBC
(Unsaturated B12 Binding Capasity ) meningkat pada 75% lebih pada kasus
polisitemia vera.

5. Pemeriksaan Sumsum Tulang (SST)


Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan
penyakit mieloproliferatif. Sitologi SST menunjukkan peningkatan selularitas seri

4 Keganasan dan Kelainan pada Darah


eritrosit, megakariosit dan mielosit. Sedangkan dari gambaran histopatologi sumsum
tulang adanya bentuk morfologi megakariosit yang patologis/abnormal dan sedikit
fibrosis merupakan petanda patognomonik polisitemia.

6. Peningkatan hemoglobin berkisar 18-24 gr/dl.

7. Peningkatan hematokrit dapat mencapai lebih dari 60 %.

8. Viskositas darah meningkat 5-8 kali normal.

9. Pemeriksaan Sitogenetik
Pada pasien policitemia yang belum mendapat pengobatan P53 atau kemoterapi
sitostatik dapat dijumpai kelainan mielodisplasia sindrom dengan kariotip deletion
20q, deletion 13q, trisomi 8, trisomi 9, trisomi 1q, deletion 5q atau monosomi 5,
deletion 7q atau monosomi 7.

10. Serum eritropoitin


Pada polisitemia vera serum eritropoitin menurun atau normal sedangkan pada
Polisitemia sekunder serum eritropoitin meningkat.

11. Pemeriksaan JAK2V617F


Ditemukan 90% pasien polisitemia vera. Di India tahun 2006 didapatkan positif
pemeriksaan JAK2V617F pada 80% pasien polisitemia vera.

Diagnosis Kerja

Polisitemia vera merupakan penyakit mieloproliferatif, sehingga dapat menyulitkan


dalam menegakkan diagnosis karena gambaran klinis yang hampir sama, sehingga tahun
1970 Polycythenia Vera Study Group menetapkan kriteria diagnosis berdasarkan kriteria
mayor dan kriteria minor.

Pada kriteria mayor :1-3


1. Massa eritrosit: laki-laki >36 ml/kg, perempuan > 32 ml/kg
2. Saturasi Oksigen > 92 %
5 Keganasan dan Kelainan pada Darah
3. Splenomegali

Pada kriteria minor :1-3


1. Trombositosis > 400.000 /mm3
2. Lekositosis > 12.000 /mm3
3. Aktivasi Alkali fosfatase lekosit >100 ( tanpa ada demam / infeksi )
4. B 12 serum > 900 pg / ml atau UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity) > 2200
pg/ml

Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera harus didapatkan kriteria sebagai berikut:1-3
a. 3 kriteria mayor, atau
b. 2 kriteria mayor pertama + 2 kriteria minor

Beberapa kriteria (alkali fosfatase lekosit, B12 serum,UBBC) dianggap kurang


sensitif, sehingga dilakukan revisi kriteria diagnostik polisitemia vera sebagai berikut:

Kriteria kategori A :1-3


A1. Peningkatan massa eritrosit lebih dari 25 % diatas rata-rata angka normal.
A2. Tidak ada penyebab polisitemia sekunder.
A3. Splenomegali
A4. Petanda klon abnormal (Kariotipe abnormal).

Kriteria kategori B :1-3


B1. Trombositosis : lebih dari 400.000/mm3
B2. Leukositosis : lebih dari 12.000/mm3 (tidak ada infeksi).
B3. Splenomegali pada pemeriksaan radio isotop atau ultrasonografi
B4. Penurunan serum eritropoitin.

Diagnosis Polisitemia Vera harus didapatkan: Kategori A1 +A2 atau A3 atau A4 atau
Kategori A1 + A2 dan 2 kriteria kategori B. Sejak ditemukan mutasi JAK2V617F tahun 2005,
maka diusulkan pemeriksaan JAK2 sebagai kriteria diagnosis Polisitemia Vera.1-3
Diagnosis Banding

6 Keganasan dan Kelainan pada Darah


Kemungkinan diagnosis banding dari kasus ini adalah klasifikasi dari perbedaan
polisitemia itu sendiri. Yang dimana klasifikasinya adalah sebagai berikut:6

a. Polisitemia Sekunder
Biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah lekosit dan trombosit, pada
pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit menurun (pada PV normal). Kadar alkali
fosfatase normal (pada PV meningkat). Pada polisitemia sekunder biasanya
didapatkan kelainan dasar penyakit seperti kelainan jantung bawaan, arterio venous
shunt, penyakit paru obstruktif menahun. Penyebab lain yang jarang dijumpai seperti
tumor otak, tumor ginjal, cushing sindrome, dan lain-lain. Hipoksemia biasanya
disertai dengan sianosis dan clubbing. Pada polisitemia sekunder biasanya tidak
disertai dengan penambahan jumlah leukosit dan trombosit.

b. Polisitemia Relatif
Tidak disertai peninggian jumlah lekosit dan trombosit. Terjadi akibat berkurangnya
volume plasma karena dehidrasi atau renjatan hipovolemik, tidak terdapat peninggian
jumlah leukosit dan trombosit.

c. Polisitemia Stres
Biasanya ditemukan pada laki-laki dengan hipertensi yang labil. Secara klinis sukar
dibedakan dengan polisitemia vera stadium awal, untuk mengetahuinya diperlukan
observasi yang agak lama. Pada polisitemia stres pada riwayat penyakitnya
didapatkan adanya riwayat stres emosional.

Etiologi

Etiologi dari polisitemia vera masih belum diketahui secara pasti apakah disebabkan
adanya rangsangan ke sumsum tulang akibat adanya hipoksia atau melalui rangsangan
hormonal. Namun sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, polisitemia
bisa terjadi karena adanya sebagian populasi eritrosit yang abnormal. Berbeda dengan
keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin untuk
proses pematangannya. Hal ini jelas membedakannya dari eritrositosis atau polisitemia
sekunder dimana eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis (wajar sebagai kompensasi
atas kebutuhan oksigen yang menigkat), biasanya pada keadaan dengan saturasi oksigen

7 Keganasan dan Kelainan pada Darah


arteiral rendah, atau eritropoetin tersebut meningkat secara non fisiologis (tidak wajar) pada
sindrom paraneoplastik manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin.1,3

Faktor Resiko

Pada kategori resiko rendah biasanya didapatkan oleh usia muda dibawah umur 60
tahun dan tidak ada riwayat trombositosis dan jumlah trombosit kurang dari 150.000 / mm3.
Pada kategori resiko sedang biasanya mengenai umur yang sama dengan kategori resiko
rendah yaitu dibawah umur 60 tahun dan tidak ada riwayat trombositosis namun salah satu
dari platelet count dapat lebih tinggi dari 150.000 / mm3 dan bisa didapatkan adanya faktor
resiko kelainan jantung. Sedangkan pada kategori resiko tinggi akan mengenai usia 60 tahun
ke atas atau orang tua yang positif didiagnosa polisitemia vera.

Faktor resiko dari polisitemia dapat dibedakan sebagai berikut:7

1. Usia > 60 tahun, dengan sejarah trombositosis.


2. Hipoksia dari penyakit paru-paru (kronis) jangka panjang dan merokok. Akibat dari
hipoksia adalah peningkatan jumlah eritropoietin. Dengan adanya peningkatan jumlah
eritropoietin oleh ginjal, akan mengakibatkan peningkatan pembentukan sel darah
merah di sumsum tulang.
3. Penerimaan karbon monoksida (CO) kronis. Hemoglobin mempunyai afinitas yang
lebih tinggi terhadap CO daripada oksigen.
4. Orang yang tinggal di dataran tinggi mungkin juga mempunyai resiko polisitemia
pada tingkat oksigen lingkungan yang rendah.
5. Orang dengan mutasi genetik (yaitu pada gen Janus kinase-2 atau JAK-2), jenis
polisitemia familial dan keabnormalan hemoglobin juga membawa faktor resiko.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit
akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan
aliran darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport oksigen.
Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala
dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ yaitu berupa:1-3
1. Hiperviskositas

8 Keganasan dan Kelainan pada Darah


Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang
kemudian akan menyebabkan :
 Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan
eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
 Penurunan laju transport oksigen

Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai


gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di
otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.

2. Penurunan shear rate.


Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu
agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya
perdarahan walaupun jumlah trombosit > 450.000/mm3. Perdarahan terjadi pada 10 -
30 % kasus polisitemia vera, manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis dan
perdarahan gastrointestinal.

3. Trombositosis (hitung trombosit > 400.000/mm3).


Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada polisitemia vera tidak ada korelasi
trombositosis dengan trombosis.

4. Basofilia
Lima puluh persen kasus polisitemia vera datang dengan gatal (pruritus) di seluruh
tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang
dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin
dalam darah sebagai akibat meningkatnya basofilia. Terjadinya gastritis dan
perdarahan lambung terjadi karena peningkatan kadar histamin.

5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini
terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.

6. Hepatomegali

9 Keganasan dan Kelainan pada Darah


Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya
splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas
hemopoesis ekstramedular.

7. Gout
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah
sekuentrasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat
darah akan meningkat. Di sisi lain laju fitrasi gromerular menurun karena penurunan
shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia.

8. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat.


Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi asam folat dan
vitamin B12. Hal ini dijumpai pada ± 30% kasus polisitemia vera karena penggunaan
untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat
vitamin B12.

9. Muka kemerah-merahan (Plethora )


Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva hiperemis
sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.

10. Keluhan lain yang tidak khas seperti:


Cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus, perasaan panas.

11. Manifestasi perdarahan (10-20 %)


Dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan gastrointestinal menyerupai ulkus
peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan viskositas darah akan menyebabkan
ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien polisitemia vera yang tidak diterapi
beresiko terjadinya perdarahan waktu operasi atau trauma.1,3,5

Perjalanan Klinis

Perjalanan klinis dari polisitemia vera dibagi menjadi beberapa fase, yaitu:1-3

a. Fase eritrositik atau fase polisitemia

10 Keganasan dan Kelainan pada Darah


Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan jumlah
eritrosit yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan
flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam batas normal.

b. Fase burn out (terbakar habis ) atau spent out (terpakai habis)
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki
periode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi
trombositosis dan leukositosis biasanya menetap.

c. Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan
klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieloid. Kadang-kadang
terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati,. kelenjar getah bening dan ginjal.

d. Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh
komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada
kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata pasien yang diobati berkisar antara 8 dan
15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapat pengobatan hanya 18 bulan.
Dibandingkan dengan pengobatan flebotomi saja, resiko terjadinya leukimia akut
meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien
mendapat obat sitostatik seperti klorambusil.

Patogenesis

Patogenesis utama berasal dari peningkatan volume darah dan pengentalan yang
dihasilkan oleh eritrositosis. Bendungan yang melimpah pada semua jaringan dan alat tubuh
merupakan ciri khas polisitemia vera. Hati membesar dan sering mengandung fokus-fokus
metaplasi mieloid. Limpa juga agak membesar, mencapai 250 sampai 300 gram, dan sangat
kenyal. Sinus-sinus limpa dipadati oleh sel darah merah, seperti juga semua pembuluh darah
limpa. Pembuluh darah utama secara seragam melebar, biasanya karena pengentalan darah
yang kekurangan oksigen.1,3

11 Keganasan dan Kelainan pada Darah


Akibat peningkatan kekentalan dan bendungan vaskuler, trombosis dan infark sering
terjadi paling sering mengenai jantung, limpa dan ginjal. Perdarahan terjadi pada kira-kira
sepertiga penderita, mungkin karena pelebaran pembuluh darah dan kelainan fungsi
trombosit. Biasanya mengenai saluran pencernaan, orofaring atau otak. Meskipun dikatakan
perdarahan ini kadang-kadang terjadi spontan, lebih sering terjadi setelah berbagai trauma
minor ataupun tindakan bedah. Ulkus peptikum dinyatakan pada kira-kira seperlima
penderita.

Polisitemia vera sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, terjadi
karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon sel induk darah yang abnormal.
Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan
eritropoetin untuk proses pematangannya.1,3

Penyakit polisitemia vera juga berkaitan dengan proliferasi berlebihan prekursor


eritroid, granulositik dan megakariositik. Di sini eritrositosis merupakan manifestasi primer.
Konsentrasi eritropoetin dalam serum pada polisitemia vera rendah tetapi tidak menghilang.
Prekursor eritroid pada pasien Polisitemia berespon terhadap eritropoetin dan mungkin
hipersensitif terhadap kerja hormon ini. Sel sumsum tulang dari pasien polisitemia vera
membentuk koloni prekursor eritroid dalam biakan tanpa ditambahkan eritropoetin.
Fenomena ini jarang dijumpai pada penyakit lain. Banyak dari pembentukan koloni eritroid
endogen pada polisitemia vera ini dihambat oleh penambahan antibodi terhadap eritropoetin,
yang mengisyaratkan peningkatan kepekaan terhadap eritropoetin. Namun sebagian
pembentukan sel darah merah pada polisitemia vera mungkin autonom dalam kaitannya
dengan eritropoetin. Selain itu terdapat peningkatan progenitor mieloid dan megakariositik di
sumsum tulang, yang mengisyaratkan bahwa panmielosis pada polisitemia vera ditandai oleh
ekspansi cadangan sel prekursor.1,3

Di dalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian nilai
hematokrit. Terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma dapat mencapai >
49% pada wanita (kadar Hb > 16 mg/dL) dan > 52% pada pria (kadar Hb > 17 mg/dL), serta
di dapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit > 6 juta/mL).1-3

12 Keganasan dan Kelainan pada Darah


Epidemiologi

Polisitemia vera biasanya muncul pada usia pertengahan akhir yang mengenai pasien
pada umur 40 hingga 60 tahun, walaupun kadang-kadang ditemukan kurang lebih 5% pada
mereka yang berusia lebih muda. Angka kejadian polisitemia vera ialah 7/1.000.000
penduduk dalam setahun. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras atau bangsa dan terdapat
sedikit predominansi pada laki-laki.1,3

Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan meliputi hal-hal sebagai berikut:1-3,8


1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengendalikan
eritropoesis dengan flebotomi.

2. Menghindari pembedahan efektif pada fase eritrositik atau polisitemia yang belum
terkendali.

3. Menghindari pengobatan berlebihan.

4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien
usia muda.

5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi


sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan :

a. Trombositosis persisten di atas 800.000/mL, terutama jika disertai gejala


trombosis.

b. Leukositosis progresif.

c. Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik.

d.Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar


dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

Media pengobatan dari polisitemia vera adalah sebagai berikut:1,3,8


1. Flebotomi
Indikasi flebotomi :
a. Polisitemia vera fase polisitemia

13 Keganasan dan Kelainan pada Darah


b. Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55% (target Ht ≤ 55%)

c. Polisitemia sekunder non fisiologis bergantung pada derajat penatalaksanaan


terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.

Tujuan flebotomi :1,3


a. Mempertahankan Ht ≤ 42 % pada wanita dan ≤ 47 % pada pria.

b. Mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate.

Prosedur flebotomi :1,3


1. 250 – 500 cc darah dikeluarkan dengan blood donor collection set standar setiap 2
hari. Pada pasien dengan usia lebih dari 55 tahun atau penyakit vascular aterosklerotik
yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip isovolemik yaitu
mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma, untuk
mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung karena status hipovolemik.

2. Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah. Defisiensi besi
merupakan efek samping pengobatan flebotomi berulang. Gejala defisiensi besi
seperti glositis, keilosis, disfagia dan astenia cepat hilang dengan pemberian preparat
besi.

2. Kemoterapi Sitostatika
Indikasi kemoterapi sitostatika :
a. Hanya untuk polisitemia vera.

b. Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 3 kali sebulan.

c. Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis.

d. Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antitistamin.

e. Splenomegali simtomatik atau mengancam ruptur limpa.

Prosedur pemberian kemoterapi sitostatik :1,3


A. Hidroksiurea (Hydrea 500 mg/tablet)

14 Keganasan dan Kelainan pada Darah


Dengan dosis 800-1200 mg/m2/hari atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15
mg/kg BB/kali, jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian
intermiten untuk pemeliharaan.

B. Klorambusil (Leukeran 5 mg/tablet)

Dengan dosis induksi 0,1 – 0,2 mg/kg BB/hari selama 3 – 6 minggu dan dosis
pemeliharaan 0,4 mg/kg BB tiap minggu.

C. Busulfan (Myleran 2 mg/tablet)


Dosis 0,06 mg/kg BB/hari atau 1,8 mg/m2/hari, jika telah mencapai target dapat
dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan.
D. Interferon alfa
Efektif daripada terapi lain, untuk menghindari komplikasi hematologi yang
berhubungan dengan plebotomi atau terapi hidroksiurea dan dapat memperlambat
perkembangan mielofibrosis. Dosis 1 juta/unit 3x seminggu.

Pemberian obat dihentikan jika hematokrit :1,3


a. Pada pria ≤ 47% dan memberikannya lagi jika > 52%

b. Pada wanita ≤ 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.

3. Fosfor Radioaktif ( P32 )1-3


Sebelum pemberian terapi ini sebaiknya dilakukan plebotomi hingga hematrokit
normal. P32 pertama kali diberikan dengan dosis ± 2-3 mCi/m2 secara iv, apabila
diberikan peroral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu
pemberian P32 pertama :
- Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.

- Tidak mendapatkan hasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama dan
diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.

4. Kemoterapi biologi ( Sitokin )1,3,8

Tujuan pengobatan terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit >


800.000/mm3). Produk biologi yang digunakan Interferon alfa (Intron –A 3 dan 5 juta
IU, Roveron –A 3 dan 9 juta IU) digunakan terutama pada keadaan trombositemia

15 Keganasan dan Kelainan pada Darah


yang tidak dapat dikendalikan. Dosis yang dianjurkan 2 juta IU/m2/ subkutan atau IM
3 kali seminggu.
Kebanyakan klinisi mengkombinasikan dengan sitostatik siklofosfamid (Cytoxan 25
mg dan 50 mg/tablet) dengan dosis 100 mg/m2/hari, selama 10 – 14 hari atau target
telah tercapai (hitung trombosit < 800.000 / mm3) kemudian dapat dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 100 mg/m2 1-2 kali seminggu.

5. Pengobatan Suportif1,3,8

a. Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-300 mg/hari oral pada pasien dengan
penyakit yang aktif dengan memperlihatkan fungsi ginjal.

b. Pruritus ini disebabkan oleh adanya proliferasi sel mast dan basofil atau pelepasan
prostaglandin dan serotonin. Terapinya dapat diberikan antihistamin jika keluhan ini
muncul selepas diterapi dengan plebotomi.

c. Gastritis atau Ulkus peptikum dapat diberikan sebagai penghambat reseptor H2.

d. Trombositosis dan disfungsi trombosit dapat diberikan dosis rendah aspirin (40-100
mg perhari) untuk mencegah terjadinya trombosis.

Terapi polisitemia vera yang direkomendasikan :1,3,8


1. Plebotomi untuk mempertahankan hematokrit < 45%.
2. Aspirin dosis rendah (jika tidak ada kontra indikasi)
3.Terapi faktor resiko trombosis secara agresif (perokok hipertensi
hiperkolesterolemia, obesitas)
4. Pertimbangkan sitoreduksi jika :
(i) Pasien tidak toleransi dengan plebotomi
(ii) Trombositosis
(iii) Spenomegali progresif
5. Pilihan terapi sitoreduksi :
(i) Umur < 40 tahun – Interferon α
(ii) Umur > 40 tahun – Hidroksiurea

Pembedahan pada pasien polisitemia vera dibedakan menjadi:1,3

16 Keganasan dan Kelainan pada Darah


A. Pembedahan Darurat
Pembedahan pada pasien polisitemia vera sebaiknya ditunda atau dihindari. Dalam
keadaan darurat, dilakukan plebotomi agresif dengan prinsip isovolemik dengan
mengganti plasma yang terbuang dengan plasmafusin 4% atau cairan plasma
ekspander lainnya, bukan cairan isotonis / garam fisiologis, suatu prosedur yang
merupakan tindakan penyelamatan hidup. Splenektomi sangat berbahaya untuk
dilakukan pada semua fase polisitemia, dan harus dihindari karena dalam perjalanan
penyakitnya jika terjadi fibrosis sumsum tulang organ inilah yang diharapkan sebagai
pengganti.

B. Pembedahan Berencana
Pembedahaan berencana dapat dilakukan setelah pasien terkendali. Lebih dari 75%
pasien dengan polisitemia vera tidak terkendali atau belum diobati akan mengalami
perdarahan atau komplikasi trombosis pada pembedahan. Diperkirakan sepertiga dari
pasien tersebut akan meninggal. Angka komplikasi akan menurun jika eritrositosis
sudah dikendalikan sebelum pembedahan.
The European Collaboration on Low dose Aspirin in Polycythemia Vera (ECLAP)
merekomendasikan penggunaan aspirin dosis rendah untuk semua pasien polisitemia
vera kecuali pada pasien yang ada riwayat perdarahan. Diagnosa awal dan
penggunaan aspirin dan sitoreduksi menurunkan insiden tromboisis.

Komplikasi

Komplikasi dari polisitemia vera dapat mengakibatkan hal-hal seperti:1-3,9

a. Trombosis
Terjadi disebabkan oleh karena hiperviskositas, arteriosklerosis dan trombositosis.
b. Perdarahan
Disebabkan karena regangan pembuluh darah akibat adanya hipervolemia dan
gangguan fungsi trombosit.
c. Gagal jantung
Disebabkan karena beban jantung terlalu berat akibat dari hipervolemia,
hiperviskositas, hipertusi dan kemungkinan infark miokard akibat trombosis.

17 Keganasan dan Kelainan pada Darah


d. Leukemia mieloblastik
Sering terjadi pada pasien yang diberikan terapi dengan radioterapi atau fosfor
radioaktif.
e. Mielofibrosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dapat kemoterapi intensif.
f. Gout dan nefrolitiasis
Disebabkan karena tingginya kadar asam urat dalam tubuh.

Prognosis

Polisitemia adalah penyakit kronis dan bila tanpa pengobatan kelangsungan hidup
penderita rata-rata 18 bulan. Dengan plebotomi kelangsungan hidup 14 tahun, dengan terapi
P32 kelangsungan hidup 12 tahun dan 9 tahun pada penderita dengan terapi klorambusil.

Penyebab utama morbiditi dan mortaliti adalah : 1,3,9


1. Trombosis, dilaporkan pada 15-60 % pasien, tergantung pada pengendalian
penyakit tersebut dan 10-40 % penyebab utama kematian.

2. Kompilkasi perdarahan timbul 15-35 % pada pasien polisitemia vera dan 6- 30%
menyebabkan kematian.

3. Terdapat 3-10 % pasien polisitemia vera berkembang menjadi mielofibrosis dan


pansitopenia.

4. Polisitemia vera dapat berkembang menjadi leukemia akut dan sindrom


mielodisplasia pada 1,5 % pasien dengan pengobatan hanya plebotomi. Peningkatan
resiko tranformasi 13,5 % dalam 5 tahun dengan pengobatan Klorambusil dan 10,2 %
dalam 6-10 tahun pada pasien dengan terapi P32. Terdapat juga 6% dalam 15 tahun
resiko terjadinya tranformasi pada pasien dengan pengobatan Hidroksiurea. Insiden
leukemia akut meningkat pada pasien yang mendapat P32 atau kemoterapi dengan
Khlorambusil.

18 Keganasan dan Kelainan pada Darah


Kesimpulan

Melalui tinjauan pustaka diatas telah dipaparkan apa yang menimbulkan keluhan pada
pasien tersebut. Diambil hipotesis bahwa pasien tersebut menderita keganasan kelainan darah
yang dikenal dengan polisitemia vera. Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang,
differential diagnosis, working diagnosis, etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis,
penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis, tinjauan pustaka ini mencoba untuk
menjelaskan faktor yang mempengaruhi sehingga pasien datang dengan keluhan tersebut.

Daftar Pustaka

1. Prenggono MD. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Dalam: Polisitemia vera. Edisi ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2007.h.692-5.
2. George TI. Polycythemia Vera. In: Chronic myeloproliferative syndromes. Wintrobes
Atlas of Clinical Hematology;2007.p.104-8.
3. Supandiman I, Sumahtri R. Pedoman diagnosis dan terapi hematologi onkologi
medik. Dalam: Polisitemia vera. Jakarta: EGC;2003.h.83-90.
4. Mazza, Joseph J. Classification. In: Myeloproliferative diseases. Manual of Clinical
Hematology;2002.p.93-8.
5. Hillman, Robert S, Kenneth A. Polycythemia. Hematology in Clinical
Practice;2005.p.1-25.
6. Stuart BJ, Viera AJ. Polycythemia Vera. In: Polycythemia primary and secondary.
Practical Diagnosis of Hematologyc Disorders;2000.p.221-7.
7. Tefferi A. Polycthemia Vera. In: Comprehensive review and clinical
recommendations. Mayo Clin Proc;2003.p.78,174-194.
8. Campbell PJ, Green AR. Management of polycythemia vera and essential
thrombocythemia. Washington: American Society of Hematology;2005.p.201-8.
9. Shimoda K. Myeloproliferative disorders. In: Education book. Thailand: The XXXIInd
World Congress of The International Society of Hematology;2008.p.283-5.

19 Keganasan dan Kelainan pada Darah

Anda mungkin juga menyukai