BAB I Sejarah Otonomi Khusus Papua
BAB I Sejarah Otonomi Khusus Papua
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses sejarah integrasi Provinsi Irian Barat yang saat ini disebut Provinsi
Sumatera, Borneo dan Celebes), pulau-pulau Sunda Kecil yaitu Bali, Lombok, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, serta Maluku. Berdasarkan pada alasan
keamanan Indonesia dari arah Pasifik, maka diperlukan menguasai Papua. Wilayah
Papua yang dahulu dikenal dengan nama West New Guinea menjadi wilayah sengketa
gencatan senjata dan politik diplomasi serta perundingan. Diawali dengan Konferensi
Perjanjian Linggar Jati Maret 1947 dan Konvensi Meja Bundar yang selanjutnya
mengamanahkan pada Pasal 73 tentang Hak Penentuan Nasib Sendiri tanggal 26 Juni
1
Melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua, penamaan Provinsi Irian
Barat diganti menjadi Provinsi Papua.
2
Agus. A. Alua. Dialog Nasional Papua dan Indonesia, Sekretariat Presidium Dewan Papua dan Biro Peneliti
STFT Fajar Timur, Jayapura, 2002. Halaman 61.
1
1945 Pemerintah Belanda berkewajiban mempersiapkan Papua menjadi sebuah
negara, sehingga hal tersebut menciptakan status quo West New Guinea.3 H.J Sorolea
dalam buku Azas-Azas Tatanegara Nederlands New Guinea Jilid II, yang
diterjemahkan oleh P. J Merkelijn dalam John Anari4 menegaskan, hal ini disebabkan
karena Papua adalah suatu daerah yang belum berpemerintahan Sendiri (Non Self
PVK (Papoea Vrijwilleger Korps), serta memasukkan New Guinea ke Daftar Komisi
Pasifik Selatan (South Pacific Commition) melalui Perjanjian yang ditanda tangani
pada tanggal 6 Februari 1947 di Canbera oleh Australia, Perancis, Inggris, Nederland,
New Zealand dan Amerika Serikat. Maksud perjanjian ini adalah untuk memperkuat
kerja sama internasional supaya dimajukan kemakmuran ekonomis dan sosial dari
Pasifik.
Setelah KMB penamaan West New Guinea diubah menjadi Provinsi Irian
Barat, kata Irian5 diartikan dengan Ikut Republik Indonesia Anti Netherland, namun
Irian Barat ke dalam negara Indonesia sepenuhnya. Pada 19 Desember 1961 Presiden
3
John Anari, Kegagalan Dekolonisasi dan Ilegal Referendum di Papua Barat, WPLO, 2012. Halaman 10.
4
Ibid., Halaman 10.
5
Irian diawali sebagai penamaan sebuah gerakan yang dipimpin oleh Soegoro Atmoprasodjo yakni mantan
pemuka Taman Siswa, yang pada saat itu diangkat oleh Pemerintah Belanda menjadi Direktur Sekolah Pemerintah
atau Bestuur School, Ia membentuk gerakan bawah tanah yang diberi nama Irian (Ikut Republik Indonesia Anti
Nederlands) bersama para murid di Sekolah Pemerintah.
2
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda;
Irian Barat yang berkedudukan di Makasar pada tanggal 11 Januari 1962, yang
Agustus 1962 melalui perjanjian New York dan pada tanggal 1 Oktober 1962
menjadi dasar Indonesia menyepakati metode integrasi Irian Barat melalui pemberian
Hak Penentuan Nasib Sendiri atau Self Determination kepada rakyat penduduk asli
Papua. Hak Penentuan Nasib Sendiri Papua dibuat dengan metode Penentuan
Pendapat Rakyat yang selanjutnya disebut dengan Pepera pada tahun 1969 dengan
selanjutnya disebut DPM. Hasil resmi yang disiarkan secara internasional, bahwa
terdapat 1.024 wakil-wakil orang Irian memilih bergabung dengan Indonesia. 7 Hasil
Kesatuan Republik Indonesia, yang disahkan dalam Laporan Utusan PBB Resolusi
6
Tim Peneliti Kontras, Laporan Penelitian Bisnis Militer, Kontras, Boven Digoel Papua, 2004. Halaman 8.
7
Widjojo dkk, Papua Road Map Negotiating the past, improving the Present and Securing the Future, LIPI,
Jakarta, 2009. Halaman 3.
3
2504 tentang Hasil Pepera 1969. Dibawah pemerintahan Presiden Soeharto Provinsi
Irian Barat berganti nama menjadi Provinsi Irian Jaya dan resmi menjadi provinsi ke-
26 di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963 melalui Penetapan Presiden atau selanjutnya
disebut Penpres Nomor 1 Tahun 1963 untuk Provinsi Papua yang berkedudukan di
Jayapura.
mengubah keadaan sikap berbagai rakyat Irian Jaya bahwa wilayah Irian Jaya
senyatanya telah bersatu dengan NKRI. Setelah Hasil Pepera disahkan, terjadi sebuah
penolakan dari beberapa kelompok yang tidak menghendaki Papua (Red-Irian Jaya)
bersatu dengan NKRI, sejak tahun 1960 an aksi penolakan sudah ada namun
intensitasnya rendah. Adanya gerakan perlawanan yang dilakukan oleh warga Papua
sebagai Gerakan Separatis8 Papua. Pada tanggal 1 Juli 1971 Brigjen Seth J
Rumkorem, mantan anggota intelijen dari Komando Daerah Militer atau selanjutnya
pada bulan Juli 1982. Tanggal 14 Desember 1988 Thomas Wanggai doktor di bidang
8
Separatis dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah mengasingkan diri, kelompok yang mengasingkan dirinya
dari suatu wilayah dan lainnya. Pengertian pada umumnya separatism adalah salah satu cara untuk meraih tujuan
mencapai kemerdekaan. Perspektif hukum pidana islam dikenal dengan sebutan bughat yakni pemberontakan
terhadap suatu pemerintahan.
4
memproklamasikan Negara Melanesia Barat di lapangan Mandala Jayapura.9 Di
tingkat internasional, gerakan ini lebih dikenal dengan nama Free Papua Movement.
dukungan dari dunia Internasional, termasuk Amerika Serikat dan Australia.10 Otto
Periode tahun 1969 s/d 2000 keadaan Papua masih menjadi wilayah konflik,
disebut dengan DOM di Papua. Kebijakan Hard Power12 yang dijalankan oleh
tindak kekerasan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia yang selalu menjadi alasan
kebijakan Hard Power yang menjadi landasan DOM di Papua antara lain;13
9
Tim Peneliti Kontras, Op.Cit., Halaman 9.
10
D. Muhammad, ‘Politisi Australia dan Pasifik Siapkan Gerakan Papua Merdeka’ (online), 2012.
<http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/02/24/lzuio6-politisi-australia-dan-pasifiksiapkan
gerakan-papua-merdeka>, diakses 11 November 2013.
11
Otto Syamsuddin Ishaq, 50 Tahun Konflik Papua, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 1
Desember 2011. Halaman 8.
12
Untuk memperjuangkan atau mempertahankan kepentingannya, baik pusat maupun daerah tidak jarang
menggunakan power, apakah itu dengan hard power (mengedepankan tindakan militer atau kekerasan dan sanksi)
atau soft power (dengan dialog atau perundingan).
13
Neles Tebay, Upaya Lintas Agama demi Perdamaian di Papua Barat, Missio, Jayapura 2009. Halaman 5-7.
5
2. Operasi militer kedua dinamakan Operasi Brathayudha yang dimulai pada
tahun 1967. Operasi yang berlangsung dalam waktu dua tahun ini menelan
3. Operasi militer ketiga adalah Operasi Wibawa yang dilakukan sejak tahun
warga Papua.
diluncurkan tahun 1981 dan menelan korban jiwa sedikitnya 1.000 orang
6. Operasi militer keenam adalah Operasi Galang I dan II terjadi pada tahun
6
dan kelaparan setelah menyelamatkan diri ke dalam hutan. Pada tahun
tetap dilanjutkan.
10. Operasi militer besar kesepuluh dilakukan pada tahun 2001 di kabupaten
11. Operasi militer kesebelas berlangsung antara bulan April dan November
berlangsung.
sehingga keadaan pergolakan di Papua dan separatis dapat diketahui secara dini dan
14
Ibid., Halaman 10-11.
7
Pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk membentuk sejumlah Komando
Militer baru di Provinsi Papua, untuk seluruh wilayah Papua Barat saat ini ada satu
komando militer yang disebut Komando Daerah Militer atau selanjutnya disebut
dengan Kodam, dengan markas besar di Jayapura. di bawah Kodam terdapat tiga
Komando Resort Militer atau selanjutnya disebut dengan Korem yaitu Korem
171/Praja Vira Tama di kota Sorong, Korem 172/Praja Vira Yakthi di Jayapura dan
Korem 173/Praja Vira Braja di Biak. Pemerintah membentuk komando resor militer
Korem, terdapat Komando Distrik Militer atau selanjutnya disebut dengan Kodim.
sembilan Kodim yang sudah ada. Pembentukan Korem dan Kodim yang baru
dari langkah pemerintah membentuk beberapa batalion baru di Papua Barat, saat ini
militer di Papua. Menteri Pertahanan Kabinet Bersatu Jilid kesatu Juwono Sudarsono,
mengumumkan bahwa sekitar 15.000 pasukan akan dikirim ke Papua pada tahun
15
Ridam Max Sijabat, Protest Increase against heavy military presence in Papua, dalam The Jakarta Post, 3
December 2005.
8
pemberlakuan otonomi khusus sebuah formalitas yang belum teresensikan secara
sadar mengakui pemerintahan daerah Provinsi Papua dan Papua Barat sesuai amanah
daya manusia di Provinsi Papua sulit berkembang dan optimal dengan kebijakan
menjadi agenda utama pada masa pemerintahan di zaman reformasi, yang kemudian
1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya
Habibie dengan 100 orang wakil Papua pada tanggal 26 Febuari 1999 di istana
9
berkeinginan memisahkan diri dari Indonesia yang ditegaskan oleh wakil rakyat
Dialog yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie dengan rakyat
Papua Barat terjawab pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dengan
menawarkan status otonomi khusus untuk menggapi tuntutan hak menentukan nasib
sendiri. Ketegasan status otonomi khusus untuk Papua dapat terealisasi pada masa
ialah dengan mengeluarkan dua kebijakan dengan sifat mendesak sebagai rangkaian
Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong yang selanjutnya disebut UU Pemekaran
Provinsi Irian Jaya, disahkannya peraturan tersebut bertujuan sebagai salah satu
bentuk dari pengakomodiran aspirasi rakyat Papua, yang memiliki luas wilayah
16
Wilayah Papua disebut sebagai Papua Barat sebelum lahirnya UU Pemekaran Papua yang membagi wilayah
Papua menjadi Provinsi Papua Barat dan Papua Timur.
17
Neles Tebay, Op.Cit., Halaman 25.
10
hingga 404.669 KM2, sehingga diperlukan suatu pemekaran wilayah untuk
disebut dengan Otsus, yang diberikan kepada Papua sebagai salah satu konsep dari
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua, yang selanjutnya disebut dengan UU Otsus Papua. Sebelum lahirnya
UU Otsus Papua tahun 2001, Pemerintah Indonesia telah menerapkan regulasi awal
Irian untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Peraturan tersebut tidak mendapat
persetujuan sepenuhnya dari masyarakat Papua, sehingga konflik antar suku dan
Papua.19
pertama Undang-Undang Dasar 1945 yang selanjutnya disebut dengan UUD 1945
11
Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk
bersifat istimewa.
Pada masa perumusan UUD 1945 melalui sidang BPUPKI tahun 1945, terjadi
ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Ketua Panitia Kecil Perancang UUD 1945
menegaskan bahwa pada Pasal 16 rancangan UUD kedua, Indonesia yang memilih
Kooti (Kerajaan) dengan memberikan hak istimewa. Konsepsi yang diangkat oleh
20
Perdebatan dalam Naskah Komperhensif Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Buku IV Kekuasaan Pemerintah Negara Jilid I. Mahkamah Konstitusi, 2010. Halaman 45.
12
Penyelenggaraan pemerintahan daerah dipertegas kembali pada tahun 1999
s/d 2002, saat proses perubahan empat kali UUD 1945. Pada BAB VI tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 18, Pasal 18 A dan Pasal 18 B UUD 1945 menjadi dasar
dari keberadaan pengaturan tentang pemerintahan daerah dan otonomi khusus. Proses
di tahun 1999 dan disahkan dalam Rapat Paripurna ke-9 terkait pembahasan dan
sebuah undang-undang otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan
terdapat lima Provinsi yang memiliki status otonomi khusus dan istimewa, 22 yakni
2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Istimewa
2006 tentang Pemerintahan Aceh, Provinsi Papua dan Papua Barat berdasarkan
21
Ni’matul Huda, Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematiks, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2005. Halaman 67.
22
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_provinsi_di_Indonesia diakses 7 Oktober 2013.
13
Kebijakan pemberian Otsus Papua didasarkan pada Pasal 18 B ayat (1) UUD
Otsus Papua, yang memberikan kebebasan untuk Provinsi Papua mengurus rumah
Provinsi Papua, yang selanjutnya disebut Pemda Provinsi Papua dan Dewan
Panitia Penyelenggara Forum Kajian, Tim Penjaring Aspirasi, serta Tim Asistensi
Tanggal 21 November 2001 UU Otsus Papua disahkan dan diundangkan pada saat
negara kesatuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa,
Terdapat dua konsep untuk memaknai keberadaan Otsus Papua dalam Negara
23
Agus Sumule, Mencari Jalan Tengah Otonomi Khusus Provinsi Papua, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2003.
14
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pendapat pertama dikemukakan oleh Edie Toet
Hendratno,24
Suatu negara yang mengakui keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dan
sistem federal.
Konsep negara kesatuan yang dianut Indonesia masih belum tegas membedakan
sistem federal di negara kesatuan. Sebuah konsep yang dimunculkan oleh CF.
Strong,25
tertinggi.
Jaya dan UU Otsus Papua, kedua peraturan tersebut dikeluarkan pada masa reformasi
dengan dua pemerintahan yang berbeda. UU Pemekaran Provinsi Irian disahkan pada
24
Edie Toet Hendratno, Negara Kesatuan, Desentralisasi dan Federalisme, Graha Ilmu dan Universitas Pancasila
Press, Jakarta, 2009. Halaman 238.
25
CF. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Nusa Media, Bandung, 2012. Halaman 111.
15
masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie di tahun 1999, sedangkan UU Otsus Papua
Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus
Pasal a quo tersebut hanya menegaskan bahwa Otonomi Khusus berlaku di Provinsi
Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi
Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan
Kota Sorong, telah mengamanatkan pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi dua,
dengan Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya secara utuh, artinya sebelum
dikurangi Provinsi Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU Pemekaran Provinsi Irian Jaya, yang ditegaskan
bahwa;
Dengan dibentuknya Provinsi Irian Jaya Tengah dan Provinsi Irian Jaya
26
Philipus M Hadjon dkk, Argumentasi Hukum, UGM Press, Yogyakarta, 2005. Halaman 55.
16
dikurangi dengan wilayah Provinsi Irian Jaya Tengah dan Wilayah Provinsi
yang diwakili Tim 315 untuk mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1
tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat,
Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong
Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya
Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota
Pemekaran Provinsi Irian Jaya atau Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten
Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong bertentangan
dengan Pasal 18 B ayat (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Konsekuensi dari putusan tersebut bagi Provinsi Irian Jaya Barat oleh Mahkamah
diputus tetap diakui keberadaannya dengan alasan Provinsi tersebut telah melakukan
17
tindakan serta penyelenggaraan administrasi daerah. Putusan tersebut terdapat
pendapat yang berbeda atau Concurring Opinion oleh hakim konstitusi Maruarar
Siahaan,27 pengakuan eksistensi Provinsi Irian Barat tidak hanya dilihat secara de
facto namun juga harus de jure, bahwa Inpres Nomor 1 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten
Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong, yang
juga batal demi hukum, namun demikian pada sidang putusan nomor 018/PUU-
I/2003 tahun 2004, putusan tersebut menjadi dasar hukum terbentuknya Provinsi Irian
Jaya Barat, hingga dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2008
Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
otonomi Khusus di dua Provinsi, yakni Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
Proses panjang dinamika Provinsi Papua dan Papua Barat dalam integrasinya
27
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 018/PUU-I/2003. Halaman 136-138.
18
setelah resmi terintegrasi. Papua menjadi tempat dimana konflik yang paling banyak
sipil tapi juga aparat keamanan, warga Papua maupun non-Papua.28 Berbagai data atas
fakta yang dipublikasi diantaranya, Industri sumber daya alam dengan dampak
geografis terbesar adalah penebangan hutan, konsesi ini mencakup hampir sepertiga
dari seluruh kawasan Papua Barat. Hutan tersebut tersebar luas sekitar 41.5 juta
hektar atau 23% dari seluruh wilayah hutan Indonesia yang mencapai 180 juta hektar.
Sementara itu, sekitar 22 juta hektar dikategorikan sebagai “hutan produksi” pada hal
pendidikan yang rendah. Angka buta huruf perempuan Papua adalah 44%
dibandingkan dengan 78% di seluruh Indonesia, dan untuk laki-laki Papua adalah
58% dibandingkan 90% di seluruh negeri.30 Pada bidang kesehatan lebih dari 50%
anak-anak Papua di bawah usia lima tahun menderita kekurangan gizi. Hanya 40.8%
yang mencapai 60.3%. Angka kematian bayi jauh lebih tinggi (186 per 1.000 bayi)
28
Data dari Sistem Pemantauan Kekerasan Nasional yang baru, yang melacak insiden konflik kekerasan di
sebelas provinsi rawan konflik di Indonesia menunjukkan bahwa Papua memiliki baik jumlah tertinggi insiden
tersebut (489) antara Januari-April 2012 dan jumlah kematian tertinggi (60). Menduduki urutan kedua baik dalam
insiden dan kematian adalah ibukota Jakarta, yang memiliki populasi 3,4 kali lebih besar dari Papua. Sistem
Pemantauan Kekerasan Nasional (yang akan datang) dikembangkan dalam kerjasama dengan Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Deputi I), Bank Dunia dan The Habibie Center.
29
www.bps.go.id/profile/irja.html. Diakses 11 November 2013
30
UNDP, Human Development Report, 2002.
31
Papua Miliki Angka Kematian Balita Tertinggi di Dunia, dalam Cenderawasih Pos, 22 Februari 2003.
19
Kesehatan tingkat provinsi di Papua Barat melaporkan pada bulan Juni 2004 bahwa
dari total 1.579 pasien, 596 di antara mereka mengidap Aids dan 983 terjangkit HIV.32
Otsus yang diberikan, sehingga muncul kebijakan dari Pemerintah Pusat pada bulan
Pembangunan di Papua dan Papua Barat atau selanjutnya disebut dengan UP4B
Darmono. UP4B hadir sebagai salah satu badan yang berfokus pada pembangunan
atas amanah UU Otsus, sehingga menguatkan pembangunan yang efektif dan efesien.
Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
diberikan kepada Provinsi Papua dan Papua Barat terdapat empat hal yang diatur,
antara lain;33
bidang pendidikan dan kebudayaan Pasal 56 s/d 58, bidang kesehatan Pasal
32
HIV/AIDS Membayangi Peluang Otonomi Khusus Papua, dalam Kompas, 1 November 2004.
33
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
20
59 s/d 60, bidang kependudukan dan ketenagakerjaan Pasal 61 s/d 62,
bidang lingkungan hidup Pasal 63 s/d 64, dan; bidang sosial Pasal 65 s/d
66.
gejolak politik, keamanan dan hukum masih menjadi agenda utama pemerintah
yang masuk menjadi bagian dari Pemerintah Daerah di Provinsi Papua masih
dengan pemerintah Pusat. Indikator dari beberapa sifat kekhususan tersebut yang
akan menjadi fokus penelitian Kebijakan Otonomi Khusus Papua dalam Sistem
B. Perumusan Masalah
Republik Indonesia?
Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua?
C. Tujuan Penelitian
Republik Indonesia.
21
2. Mengetahui sistem penyelenggaran otonomi khusus Papua dalam tinjauan
Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membangun pemahaman tentang konsep
22