Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isu mengenai pengangguran dan kemiskinan masih menjadi

permasalahaan krusial di Indonesia. Pengangguran dan kemiskinan terjadi karena

berbagai macam faktor, salah satunya adalah perbandingan jumlah penawaran

kesempatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lulusan atau penawaran tenaga

kerja baru diberbagai level pendidikan. Agar mampu bersaing untuk mendapatkan

lapangan pekerjaan, dibutuhkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang kompeten

dan memiliki daya saing yang tinggi. Hal ini merupakan permasalahan serius yang

perlu dijadikan bahan pertimbangan terutama di dalam dunia pendidikan.

Kunci utama dalam pembentukan SDM yang memiliki kualitas baik dan

kompeten adalah pendidikan yang memadai. Melalui pendidikan yang diterapkan

pada jenjang sekolah, peserta didik akan dilatih menjadi pribadi yang memiliki

daya saing dalam dunia kerja. Salah satu solusi permasalahan tersebut adalah

dengan mencetak peserta didik yang memiliki kemampuan dalam

mengembangkan ketrampilannya agar memiliki self efficacy (efikasi diri) yang

tinggi. Pendidikan dengan basis interaksi sosial akan menjamin siswa mampu

menerapkan ilmunya dalam praktek kehidupan, dan dipastikan mereka tidak akan

kesusahan untuk mendapatkan pekerjaan dan menciptakan lapangan pekerjaan,

pendidikan harus mempunyai pengaruh terhadap produktifitas bangsa dan

berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Menurut Isjoni (2008: 3) “pendidikan

1
identik dengan output SDM, dan SDM yang berkualitas hanya dapat terbentuk

bilamana terdapat proses pendidikan yang berkualitas”. Saat ini pendidikan

formal harus ditunjang dengan keahlian lain seperti kewirausahaan dan

penguasaan teknologi, mengingat penyerapan peserta didik pada jenjang yang

lebih tinggi dan dalam perekrutan pegawai sangat terbatas dan dengan tingkat

kompetensi yang tinggi.

Persaingan yang sangat ketat untuk dapat berkompetisi dalam dunia usaha

dan dunia industri membutuhkan tenaga terampil yang mempunyai kompetensi

dan etos kerja profesional. Melihat kondisi tersebut, maka dunia pendidikan harus

mampu berperan aktif menyiapkan sumber daya manusia terdidik yang mampu

menghadapi berbagai tantangan kehidupan baik lokal, regional, nasional maupun

internasional, oleh karena itu peserta didik tidak cukup hanya menguasai teori,

tetapi juga mau dan mampu menerapkan dalam kehidupan sosial. Peserta didik

tidak hanya mampu menerapkan ilmu yang diperolehnya dibangku

sekolah/kuliah, tetapi juga mampu memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi

dalam kehidupan sehari hari. Pendidikan yang demikian adalah pendidikan yang

berorientasi pada pembentukan jiwa kewirausahaan yaitu keberanian dan

kemampuan menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar, jiwa kreatif

untuk mencari solusi dan mengatasi problema tersebut, jiwa mandiri dan tidak

tergantung pada orang lain.

Salah satu jenjang sekolah yang diunggulkan dalam membentuk dan

mengembangkan kemampuan peserta didik agar unggul dalam terjun di dunia

pekerjaan adalah SMK. Menurut PP No. 29 Tahun 1990, pendidikan menengah

2
kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang

mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk melaksanakan

jenis pekerjaan tertentu. Pendidikan menengah kejuruan mengutamakan

penyiapan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan

sikap profesional. Pendidikan kejuruan membekali peserta didik dengan

keterampilan sebagai bekal untuk bekerja pada bidang tertentu. Pendidikan

kejuruan mempunyai keunggulan yaitu membekali siswa dengan keterampilan

kerja nyata yang diperlukan untuk mendukung siswa setelah lulus dari jenjang

pendidikan menengah kejuruan. Istilah bekerja, sebagaimana dijabarkan dalan

tujuan pendidikan SMK, memiliki dua arah yaitu: (1) dapat mengisi lowongan

pekerjaan di dunia usaha dan dunia industri (DUDI) sebagai tenaga kerja tingkat

menengah sesuai dengan kompetensinya dalam program keahlian yang dipilih; (2)

mampu bekerja secara mandiri (berwirausaha).

Berwirausaha adalah proses menciptakan sesuatu yang baru dengan

mencurahkan waktu dan upaya yang diperlukan, dengan asumsi risiko keuangan,

psikis, dan sosial yang menyertainya, dan menerima manfaat dihasilkan berupa

kepuasan financial pribadi dan kemandirian (Hisrich, 2008: 8). Berwirausaha

memiliki dampak positif bagi suatu perekonomian dan masyarakat terutama

kekuatan dan stabilitas ekonomi. Menurut Wijayanto (2009: 16) salah satu

dampak terpenting dari berwirausaha adalah penyediaan lapangan pekerjaan,

berwirausaha telah terbukti mampu mengatasi tingkat pengangguran melalui

penciptaan lapangan pekerjaan. Selain itu kewirausahaan juga dikenal sebagai

inisiator perubahan dalam struktur bisnis dan masyarakat.

3
Berdasarkan data hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan

Pusat Statistik ditemukan fakta bahwa angka pengangguran terbuka di Indonesia

hingga pada bulan Agustus 2014 mencapai angka 7.244.905 orang. Dari jumlah

pengangguran tersebut pengangguran berpendidikan terakhir SMK adalah

1.322.521 orang atau 18% .

Tabel 1. Data Pengangguran Terbuka Indonesia Berdasar Pendidikan


Terakhir Hingga Agustus 2014
No Jenis Pendidikan Terakhir Jumlah
1 Tidak/Belum pernah sekolah 74 898
2 Belum/tidak tamat sekiolah 389 550
3 SD 1 229 652
4 SLTP 1 566 838
5 SLTA Umum 1 962 786
6 SLTA Kejuruan 1 332 521
7 Diploma I, II, III/Akademi 193 517
8 Universitas 495 143
Total 7 244 905
(Sumber : diolah dari http://www.bps.go.id, 2014)

Diploma Universitas Tidak/belum Belum/tidak


I,II,III/Akademi 7% pernah sekolah tamat SD
3% 1% 5%
SD
SLTA Kejuruan
17%
18%

SLTP
22%

SLTA Umum
27%

Gambar 1. Persentase Pengangguran Terbuka di Indonesia.


(Sumber : diolah dari http://www.bps.go.id, 2014)

Dengan banyaknya wirausaha, maka dua indikator penting dalam suatu

negara secara ekonomi dapat terpenuhi, yaitu rendahnya angka pengangguran dan

4
tingginya devisa terutama dari hasil barang-barang ekspor yang dihasilkan. Hal ini

didukung oleh pernyataan PBB yang mengatakan bahwa:

Suatu Negara akan mampu membangun apabila memiliki wirausahawan


sebanyak 2% dari jumlah penduduknya. Jadi, jika Negara berpenduduk 200
juta jiwa, maka wirausahawannya harus lebih kurang sebanyak 4 juta.
Katakanlah jika kita hitung semua wirausahawan Indonesia mulai dari
pedagang kecil sampai perusahaan besar ada sebanyak 3 juta, tentu bagian
terbesarnya adalah kelompok kecil-kecil yang belum terjamin mutunya dan
belum terjamin kelangsungan hidupnya (kontinuitasnya) (Alma, 2010: 4).

Minat berwirausaha di Indonesia masih rendah. Hal itu sesuai dengan pernyataan

Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Perbankan dan Finansial,

Rosan P. Roeslani dalam VIVAnews (http://bisnis.news.viva.co.id/news/

read/618933-kadin--jumlah-wirausaha-ri-kalah-dari-malaysia) yang menyatakan

bahwa “jumlah wirausahawan di Indonesia hanya 1,6 persen dari jumlah

penduduk Indonesia. Padahal, menurut standar internasional, jumlah entrepreneur

yang ideal adalah minimal sebanyak dua persen dari jumlah penduduk suatu

negara”.

Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh para wirausahawan

yang dapat membuka lapangan kerja, karena kemampuan pemerintah sangat

terbatas dan pemerintah tidak akan mampu membuka lapangan pekerjaan untuk

memenuhi seluruh masyarakat di Indonesia. Kerangka pengembangan

kewirausahaan di kalangan tenaga pendidik dirasakan sangat penting, karena

pendidik adalah agent of change (agen perubahan) yang diharapkan mampu

menanamkan ciri, sifat dan watak serta jiwa wirausaha bagi peserta didiknya,

disamping itu jiwa wirausaha juga sangat diperlukan bagi seorang pendidik,

5
karena melalui jiwa ini, para pendidik akan memiliki orientasi kerja lebih efisien,

kreatif, motivatif, produktif serta mandiri.

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dikenal sebagai kota

pelajar, tak lepas juga dari masalah pengangguran tersebut. Data dari Dinas

Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY, tingkat pengangguran berdasarkan

pendidikan untuk periode tahun 2011-2014, pengangguran terbanyak adalah

dengan pendidikan SMK dengan rata-rata jumlah 23.402 orang. Angka

pengangguran dari periode yang telah ditentukan baik secara nasional maupun di

DIY, pengangguran yang berasal dari lulusan SMK masih tergolong cukup tinggi.

Tabel 2. Pengangguran Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Yogyakarta


Periode 2011-2014
No Tingkat 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
Pendidikan
1 SD 6.990 7.464 4.214 6.138 6.202
2 SLTP 13.589 14.576 9.223 8.367 11.439
3 SMTA Umum 21.696 15.808 13.115 18.906 17.381
4 SMTA Kejuruan 25.097 23.673 25.168 19.671 23.402
5 D1-D3 3.688 4.822 647 1.511 2.667
6 Universitas 12.421 10.476 10.805 12.825 11.632
Jumlah 83.481 76.819 63.172 67.418
Sumber : diolah dari http://www.nakertrans.jogjaprov.go.id/, 2014

Berdasarkan survei yang telah dilakukan di beberapa SMK jurusan

pemesinan di DIY, didapat data bahwa presentase lulusan siswa yang memilih

atau merencanakan untuk berwirausaha masih sangat kecil. Presentase yang

paling besar adalah siswa memilih untuk langsung bekerja dan yang kedua adalah

melanjutkan ke perguruan tinggi. Dari hasil wawancara beberapa guru

disimpulkan bahwa siswa memilih untuk langsung bekerja dikarenakan faktor

ekonomi yang menuntut siswa tersebut untuk harus langsung bekerja. Lalu untuk

6
siswa yang melanjutkan studi ke perguruan tinggi adalah siswa yang berekonomi

menengah ke atas, sedangkan untuk siswa yang memilih berwirausaha merupakan

siswa yang orang tua atau saudaranya sudah berwirausaha. Berdasarkan

pemaparan dari guru disebutkan bahwa faktor lain yang mempengaruhi rendahnya

siswa untuk berwirausaha adalah masih rendahnya pengetahuan siswa mengenai

wirausaha, seperti manajemennya, pengelolaannya, atau pun yang lainnya.

Tabel 3. Data lulusan beberapa SMK Pemesinan di DIY tahun ajaran


2013/2014

No Nama Sekolah Jml Bekerja Kuliah Wirausaha Belum Tidak


siswa Bekerja Terlacak
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
1 SMK 2 Pengasih 64 41 64 2 3 1 2 10 16 10 16
2 SMK 1 Sedayu 35 21 60 6 17 0 0 0 0 35 21
3 SMK Muh 1 Bantul 127 119 94 5 4 3 2 0 0 0 0
4 SMK Piri 1 Yogyakarta 19 6 32 3 16 10 52 0 0 0 0
5 SMK 2 Wonosari 118 90 76 12 10 5 4 11 9 0 0
6 SMK Negeri 1 Nanggulan 31 24 77 4 13 0 0 0 0 3 10
7 SMK Negeri 2 Yogyakarta 115 94 82 4 3 1 1 0 0 11 9
(Sumber : diolah dari data hasil pra survei di SMK)

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa memang orientasi lulusan siswa SMK

adalah untuk bekerja. Orientasi lulusan siswa untuk berwirausaha masih bisa

dikatakan rendah, hal ini bisa dikarenakan oleh banyak faktor baik secara internal

maupun eksternal, salah satunya adalah sikap berwirausaha yang rendah. Sikap

berwirausaha yang rendah ini sangat disayangkan, karena berawal dari sikap

berwirausaha akan menumbuhkan jiwa wirausaha dan akan melahirkan

wirausahawan. Sikap yang timbul dalam menghadapi sesuatu hal karena adanya

kesiapan pengetahuan dan mental yang telah diolah melalui pendidikan dan

pengalaman sehingga orang mampu mengerti, memahami dan menguasai sikap

7
berwirausaha. Berdasarkan hasil survey tersebut, lulusan SMK jurusan pemesinan

di Daerah Istimewa Yogyakarta, selain melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi,

rata-rata bekerja di pabrik. Bahkan ada juga yang bekerja tidak sesuai dengan latar

belakang pendidikan, seperti berkerja di toko, di bengkel, menjadi ojek, supir,

tenaga kerja yang bekerja di luar negeri, dan banyak pula yang masih

menganggur. Adapun lulusan yang memilih untuk berwirausaha, sebagian tidak

sesuai dengan latar belakang pendidikan yaitu teknik pemesinan.

Menurut Alma (2013: 2), banyak faktor psikologis yang membentuk sikap

negatif masyarakat sehingga mereka kurang berminat terhadap profesi wirausaha,

antara lain agresif, ekspansif, bersaing, egois, tidak jujur, kikir, sumber

penghasilan tidak stabil, kurang terhormat, pekerjaan rendah, dan sebagainya.

Menurut Astamoen (2008: 74), beberapa sikap mental yang harus dikikis habis

demi kemajuan bangsa Indonesia antara lain : 1) cepat puas, 2) tidak mampu

berkompetisi secara bebas dan sehat, 3) tidak kreatif dan inovatif, 4) mencari

prestise tanpa melalui prestasi, 5) takut gagal, 6) kurang gemar membaca sehingga

wawasan kurang.

Untuk menghadapi daya saing dalam DUDI, dapat dilakukan dengan

menanamkan jiwa kewirausahaan. Salah satu cara penanaman jiwa kewirausahaan

yaitu dengan pendidikan kewirausahaan. Dalam proses pembelajaran

kewirausahaan selain mendapatkan pengetahuan kewirausahaan, juga akan

memperoleh pengetahuan tentang nilai-nilai kewirausahaan. Nilai itulah yang

akan menjadi dasar pembentukan sikap dan kebiasaan. Sementara itu, untuk

menghadapi kondisi persaingan yang semakin ketat dan kemajuan bidang

8
informasi, komunikasi dan teknologi diperlukan ketrampilan berwirausaha,

terutama untuk menjaga kontinuitas usahanya dan mengatasi segala masalah yang

dihadapi diperlukan tingkat pendidikan yang memadai. Hal ini sesuai dengan

pendapat Alma (2013:4) bahwa “makin banyak ketrampilan yang dikuasai, makin

tinggi minat bisnisnya dan makin banyak peluang terbuka untuk membuka

berwirausaha”

Sekolah sebagai lingkungan terdekat siswa setelah lingkungan tempat

tinggal, diharapkan mampu memberikan pengaruh yang besar dalam

menumbuhkan jiwa berwirausaha para siswa. Pembekalan pengetahuan

kewirausahaan kepada siswa SMK di sekolah sangat perlu dilakukan. Semakin

banyak pengetahuan kewirausahaan siswa SMK, akan semakin terbuka

wawasannya tentang kewirausahaan. Banyak hasil penelitian menyimpulkan

bahwa pengetahuan kewirausahaan berpengaruh terhadap adanya minat

berwirausaha. Pengetahuan kewirausahaan dapat diperoleh siswa dari pendidikan

di sekolah dengan adanya mata pelajaran kewirausahaan. Menurut Hisrich (2008:

38), pengetahuan kewirausahaan adalah dasar dari sumber daya kewirausahaan

yang terdapat di dalam diri individu. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Ahmad, dkk (2015) yang menyatakan bahwa ada pengaruh positif

dari pengetahuan kewirausahaan terhadap perilaku kewirausahaan, artinya jika

pengetahuan kewirausahaan semakin baik maka perilaku kewirausahaan akan

semakin meningkat.

Siswa tidak terlepas dari proses pergaulannya dengan lingkungan baik

dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun dengan lingkungan

9
sekitarnya. Kelompok teman pergaulan memiliki peranan penting dalam

perkembangan wawasan seseorang termasuk wawasan siswa dalam berwirausaha.

Di samping itu tingginya tingkat interaksi antar anggota menimbulkan akses

antara yang satu dengan lainnya yang merupakan unsur penting dalam

mempengaruhi anggota. Demikian juga dengan tingginya keterikatan emosional

akan memungkinkan diterimanya pesan yang dikomunikasikan. Lingkungan

pergaulan remaja khususnya pada anak-anak SMK dapat dilihat di berbagai

tempat. Lingkungan pergaulan berperan memberikan pengaruh bagi siswa dalam

membentuk jiwa berwirausaha. Krueger dan Brazeal (1994: 92) menyatakan

bahwa jiwa kewirausahaan bukan saja dapat dipelajari, tetapi juga dapat terbentuk

dari individu dan situasi lingkungan, dan juga jiwa kewirausahaan dapat

berkembang bukan saja dibentuk oleh individu yang bersangkutan dan melainkan

juga oleh lingkungannya.

Lingkungan keluarga terutama orang tua akan memberikan corak budaya,

suasana rumah, pandangan hidup dan juga pola yang akan menentukan sikap,

perilaku serta proses pendidikan terhadap anak-anaknya. Hisrich & Peters (2002:

68-72) menjelaskan ada empat faktor yang mempengaruhi karakteristik

wirausaha, yaitu childhood family environment, education, personal values, age,

work history, dan motivation. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa lingkungan

keluarga semasa kecil dengan adanya peranan orang tua didalamnya dapat

mempengaruhi terbentuknya jiwa wirausaha pada anak. Ini dapat dilihat dari anak

nomor berapa, orang tua, pekerjaan dan status sosial.

10
Peran orang tua dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan anak

diantaranya dengan komunikasi yang kondusif di lingkungan keluarga, latihan

tanggung jawab terhadap pekerjaan domestik, membuka dan membimbing bakat

yang terpendam dari anak, latihan memimpin atau mengelola event yang terjadi di

lingkungan rumah serta mendorong anak untuk aktif dalam kegiatan lingkungan

sosialnya. Peran orang tua tidak hanya berupa dalam pembentukan kepribadian

anak agar kelak menjadi wirausahawan yang sukses. Modal juga merupakan salah

satu peranan dari orangtua untuk meningkatkan motivasi anak untuk

berwirausaha. Peranan orang tua terhadap dukungan modal dapat berupa financial

(keuangan), alat maupun tempat berwirausaha dan investasi. Selain memberikan

arahan anak mau berwirausaha, orang tua juga dapat mendukung dengan

membantu modal berupa keuangan, bisa juga didukung dalam bentuk prasarana

atau tempat usaha. Modal berupa uang maupun tempat usaha tidak harus banyak

dan dipaksakan, walaupun sedikit modal dapat sebagai bentuk dukungan terhadap

anak untuk menjadi wirausaha.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Didik Haryanto (2009) menyatakan

bahwa faktor yang membentuk jiwa berwirausaha adalah terdiri dari faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah locus of

control (lokus kendali), lingkungan, dan inisiatif menjadi wirausaha. Faktor

eksternal yang mempengaruhi adalah pendidikan, kemampuan atau kompetensi

wirausaha, dan lingkungan sosial keluarga.

Dari hasil survey yang telah dilakukan, dapat dikatakan belum banyak

lulusan SMK teknik pemesinan memilih karir wirausaha, khususnya wirausaha di

11
bidang pemesinan. Sehingga perlu dikaji mengenai jiwa berwirausaha siswa SMK

teknik pemesinan di DIY, hal ini berkaitan dengan peluang untuk berwirausaha di

bidang pemesinan cukup luas. Wirausaha bidang pemesinan dapat dilakuakan

mulai dari penyediaan sarana produksi, proses produksi, serta pemasaran.

Berdasarkan uraian latar belakang mengenai pengaruh yang ditimbulkan

oleh faktor-faktor internal dan eksternal terhadap jiwa berwirausaha siswa, maka

perlu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh pengetahuan kewirausahaan,

lingkungan pergaulan, dukungan orang tua, dan motivasi berwirausaha siswa

terhadap jiwa berwirausaha siswa kelas XII SMK paket keahlian teknik

pemesinan se-DIY”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

menunjukan terdapat permasalahan yang berpengaruh terhadap jiwa berwirausaha

siswa yang berkaitan dengan pengetahuan kewirausahaan, lingkungan pergaulan,

dukungan orang tua, dan motivasi berwirausaha siswa yang diidentifikasikan

sebagai berikut:

1. Pengangguran di Indonesia masih menjadi permasalahan yang mononjol dan

memiliki presentase tingkat pengangguran yang tinggi, yang dikarenakan

perbandingan jumlah penawaran kesempatan kerja tidak sebanding dengan

jumlah lulusan atau penawaran tenaga kerja baru diberbagai level pendidikan.

2. Dari jumlah pengangguran terbuka di indonesia, jumlah pengangguran

berpendidikan terakhir SMK adalah 1.322.521 orang atau 18%.

12
3. Minat berwirausaha di Indonesia masih kurang, jumlah wirausahawan di

Indonesia hanya 1,6 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

4. Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans)

Yogyakarta, pengangguran tertinggi adalah dengan pendidikan terakhir SMK

yaitu dengan rata-rata jumah 23.402 orang.

5. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan orientasi utama lulusan siswa SMK

paket keahlian teknik Pemesinan di Yogyakarta adalah untuk bekerja,

sedangkan untuk berwirausaha masih sangat kecil.

6. Masih rendahnya pengetahuan siswa tentang wirausaha secara mendalam

yang menyebabkan siswa belum berani untuk berwirausaha.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan yang menjadi

pokok permasalahan yaitu masih rendahnya jiwa berwirausaha siswa dikarenakan

berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Oleh karena itu fokus dari penelitian

ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengetahuan kewirausahaan, lingkungan

pergaulan, dukungan orang tua dan motivasi berwirausaha siswa terhadap jiwa

berwirausaha siswa se-DIY.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah pengetahuan kewirausahaan, lingkungan pergaulan, dan

dukungan orang tua berpengaruh secara langsung dan signifikan terhadap

13
motivasi berwirausaha siswa kelas XII SMK paket keahlian Teknik

Pemesinan se- DIY?

2. Apakah pengetahuan kewirausahaan, lingkungan pergaulan, dan

dukungan orang tua berpengaruh secara langsung dan signifikan terhadap

jiwa berwirausaha siswa kelas XII SMK paket keahlian Teknik

Pemesinan se- DIY?

3. Apakah pengetahuan kewirausahaan, lingkungan pergaulan, dan

dukungan orang tua berpengaruh secara tidak langsung melalui motivasi

berwirausaha siswa terhadap jiwa berwirausaha siswa kelas XII SMK

paket keahlian Teknik Pemesinan se- DIY?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menemukan pengaruh langsung pengetahuan kewirausahaan,

lingkungan pergaulan, dan dukungan orang tua terhadap motivasi

berwirausaha siswa kelas XII SMK paket keahlian Teknik Pemesinan se-

DIY.

2. Untuk menemukan pengaruh langsung pengetahuan kewirausahaan,

lingkungan pergaulan, dan dukungan orang tua terhadap jiwa

berwirausaha siswa kelas XII SMK paket keahlian Teknik Pemesinan se-

DIY.

3. Untuk menemukan pengaruh tidak langsung pengetahuan kewirausahaan,

lingkungan pergaulan, dan dukungan orang tua terhadap jiwa

14
berwirausaha siswa melalui motivasi berwirausaha siswa kelas XII SMK

paket keahlian Teknik Pemesinan se- DIY.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai perbendaharaan perpustakaan yang

dapat digunakan untuk kepentingan ilmiah yang dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan.

b. Sebagai bahan kajian bagi mahasiswa yang ingin menambah wawasan serta

kajian mengenai penelitian ex-post facto dalam pengembangan penelitian yang

relevan di masa yang akan datamg.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi tentang

pengetahuan kewirausahaan, lingkungan pergaulan, dukungan orang tua, dan

motivasi berwirausaha siswa, yang nantinya bisa dijadikan acuan oleh guru untuk

meningkatkan jiwa berwirausaha siswa dengan pengembangan strategi

pembelajaran kewirausahaan di sekolah.

15

Anda mungkin juga menyukai