Anda di halaman 1dari 32

“ANALISIS PENGUKURAN STRATEGIK KUALITAS

PELAYANAN MENGGUNAKAN BALANCE SCORECARD”


DI UNIT INFORMASI PELAYANAN PELANGGAN
ADMINISTRASI PENDAFTARAN RUMAH SAKIT ISLAM
JEMURSARI SURABAYA
EKO DEDY SETIAWAN
ekodedysetiawan@gmail.com

abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi penerapan metode
balanced scorecard sebagai alat pengukur kinerja Rumah Sakit Islam jemursari
dalam kualitas pelayanan . Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif yang merupakan penelitian non hipotesis, sehingga dalam penelitiannya
tidak perlu merumuskan hipotesa. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya telah memiliki visi, misi, tujuan
dan sasaran strategis yang jelas dan mudah dipahami Dari pembahasan diatas
dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan Balanced Scorecard dapat digunakan
sebagai alat penterjemah strategi dan pengukuran kinerja yang ditinjau dari
perspektif keuangan dan non keuangan. Dalam meningkat pelayanan.

Kata Kunci : Srategik, Kualitas Pelayanan, Kinerja, Balanced scorecard

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam industri pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan, hal yang
sangat penting dalam mewujudkan kepuasan pelanggan, apalagi hal ini
berhubungan dengan hidup mati seseorang. Di dalam lingkungan yang
semakin penuh dengan persaingan, rumah sakit mesti semakin sadar
tentang perlunya memberikan kualitas pelayanan yang terbaik bagi
pelanggannya. Kualitas pelayanan didefinisikan sebagai perbedaan antara
harapan pelanggan dengan kenyataan yang diterima. Kepuasan merupakan
pernyataan psikologi yang dihasilkan dari terpenuhi atau tidaknya harapan
dengan pelayanan yang diterima secara nyata. Industri jasa merupakan
sebuah sektor yang berbeda dibanding dengan sektor manufaktur. Salah
satu contoh daripada sektor jasa ialah industri pelayanan kesehatan
misalnya rumah sakit islam jemursari surabaya. Dalam industri perawatan
kesehatan, rumah sakit menyediakan jenis-jenis pelayanan yang sama,
tetapi mereka tidak menyediakan kualitas pelayanan yang sama.
Sedangkan, pelanggan/pasien sekarang lebih cerdas untuk memilih
alternatif-alternatif yang ditawarkan dan meningkatkan tingkat pelayanan
yang telah menaikkan harapan mereka. Dalam industri pelayanan
kesehatan, pasien merupakan pelanggan dan ia merupakan bagian yang
sangat penting dalam perkembangan industri kesehatan ini.

Pengukuran terhadap taraf kualitas pelayanan sangatlah penting


terutama untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan mendapatkan
pelanggan yang setia. Keuntungan yang sebenarnya bukan datang dari
pelanggan yang puas saja, melainkan dari pelanggan yang setia. Pemberian
kualitas pelayanan yang buruk dan mengecewakan pelanggan merupakan
beberapa sebab dari kegagalan. Sehingga, memenuhi keperluan pasien dan
berusaha menjaga pelanggan merupakan keutamaan dari organisasi
kesehatan.

Persepsi kualitas di dalam rumah sakit meliputi faktor-faktor


berikut yaitu, pengawasan berlangsung dengan teratur, efek jangka
panjang yang akan dialami dari penyakit akan diberitahu, terdapat cara
yang segera mungkin dapat mengurangi rasa sakit sakit, karyawan rumah
sakit memberi dukungan dari segi emosi dan keluarga diberi peluang
terlibat dalam pembuatan keputusan5 . Beberapa kajian telah menunjukkan
bahawa pasien lebih terpengaruh dengan faktor-faktor interpersonal
berbanding dengan faktor teknikal contohnya peralatan yang canggih

Sebagai rumah sakit akademik rumah sakit islam jemursari


surabaya memmiliki visi dan misi yaitu:

Visi RSI Jemursari adalah Menjadi Rumah Sakit Islam Berstandar


Internasional. Sedangkan misinya adalah memberikan pelayanan jasa
Rumah sakit secara prima dan islami menuju standar mutu pelayanan
internasional dengan dilandasi prinsip kemitraan, melaksanakan
manajemen Rumah Sakit berdasarkan Manajemen Syariah dan berstandar
Internasional.

Membangun SDM Rumah sakit yang profesional sesuai standar


Internasional yang Islami dengan diiringi Integritas yang tinggi dalam
pelayanan serta menyediakan Sarana prasarana Rumah Sakit untuk
mewujudkan implementasi pelayanan Islami dan berstandar Internasional.

yang menjadi referensi bagi seluruh negara, maka dinamika-


dinamika yang terjadi dalam tubuh Rumah Sakit islam jemursari surabaya
harus selalu mendapatkan pengawasan. Beberapa pengawasan yang perlu
dilakukan adalah pengawasan terhadap kepuasan pelanggan. Penelitian
terhadap tingkat kepuasan pelanggan sangatlah penting untuk
memungkinkan manajemen Rumah Sakit islam jemursari surabaya
memahami kehendak sebenarnya pelanggan, membantu dalam
perencanaan tindakan, investasi, manajemen, membuat keputusan dan
menyediakan layanan yang berkualitas dan kompetitif tidak hanya secara
lokal, melainkan juga di tingkat global. Penelitian ini diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh manajemen Rumah Sakit surabaya untuk merencanakan
tujuan masa depan setelah mengidentifikasi dimensi mana di dalam
layanan yang harus ditingkatkan

1.2 Rumusan Masalah

Rumah Sakit islam jemursari surabaya didirikan pada tahun 1992,


sebagai rumah sakit yang meramaikan pangsa pasar industri kesehatan,
perlu memahami keluhan dan penilaian konsumennya untuk melakukan
penambahbaikan pelayanannya. Oleh itu, rumusan masalah penelitian ini
adalah:

1. Bagaimana tingkat kualitas pelayanan Rumah Sakit islam jemursari


surabaya berdasarkan kepuasan pasien, selaku konsumen?

2. Atribut apa saja yang perlu dilakukan perbaikan untuk dapat


meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit islam jemursari surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui tingkat kualitas pelayanan Rumah Sakit islam


jemursari surabaya, berdasarkan kepuasan pasien, selaku konsumen

2. Mengetahui atribut apa saja yang perlu dilakukan perbaikan untuk


dapat meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit islam jemursari
surabaya.

BAB II
LANDASAN TEORI

2. KAJIAN PUSTAKA

Jasa Kotler dalam Tjiptono (2000:6), mendefinisikan jasa merupakan


setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada
pihak lain dalam hal ini misalnya penjual dengan pembeli, dan pada dasarnya
bersifat tidak berwujud fisik (intangible) dan tidak menghasilkan kepemilikan
sesuatu sehingga jasa tersebut tidak dapat dilihat. Pendapat lain yang
disampaikan oleh Zeithaml et al. , dalam Alma (2009:243) tentang jasa adalah
merupakan suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi
yang penggunaannya bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai
tambah kepada konsumen (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) serta
biasanya bersifat tidak berwujud. Dari kedua pengertian tersebut dapat
diketahui bahwa jasa tidak dapat dilihat atau diraba dikarenakan tidak
memiliki wujud, namun dapat dirasakan oleh pengguna jasa tersebut.

Kotler dalam Tjiptono (2002:24-27) menyatakan bahwa jasa memiliki


beberapa karakteristik yang secara umum dibedakan atau diklasifikasikan
dalam 4 karakteristik, yaitu

a. Tidak berwujud (Intangibility) Jasa berbeda dengan barang. Bila barang


dapat dimiliki. Jasa bersifat intangibility / tidak dapat dilihat, dirasa, dicium,
didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Dengan demikian, orang
tidak dapat menilai kualitas jasa tersebut sebelum ia merasakan/
mengkonsumsinya sendiri.

b. Tidak dapat dipisahkan (Inseparablity) Jasa bersifat inseparablity artinya


bahwa dalam memasarkan jasa interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan
merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa, keduanya mempengaruhi hasil
jasa tersebut.

c. Variabilitas (Variability) Jasa bersifat variabel karena merupakan


nonstandarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis,
tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan.

d. Tidak tahan lama (Perishability) Jasa merupakan komoditas tidak tahan


lama dan tidak dapat disimpan. Dengan demikian bila jasa tidak digunakan,
maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja.

e) Bukti fisik (Tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan


sarana komunikasi. Pendapat lain mengenai dimensi kualitas pelayanan, antara
lain pendapat Alma (2009:338), yaitu:
a) Bukti fisik (Tangible) yaitu berupa hal-hal berwujud yang tampak oleh
konsumen termasuk letak kantor strategis, lokasi parkir, kebersihan dan
kerapian, kantor, keindahan kantor, seragam karyawan, penampilan formulir,
desain brosur, iklan, penamilan buku tabungan,gir, cek, dan sebagainya

b) Keandalan (Reability) yaitu kemampuan Pegawai membuka tabungan ,


giro, mengirim uang, mengambil tabungan, menyelesaikan keluhan, dan jam
layanan.

c) Daya Tanggap (Responsiveness) yaitu kemampuan pegawai menangani


keluhan nasabah dan kecepatan penanganannya, ada marketing officer,
customer officer yang cekatan, segera menjawab telepon dan sebagainya.

d) Jaminan (Assurance) yaitu perilaku petugas perusahaan, jaminan perasaan


aman di bank.

e) Empati (Empaty) yaitu kemudahan menghubungi kantor, adanya perhatian


serius terhadap segala kegiatan dan terhadap pribadi nasabah tanpa membeda-
bedakanstatus sosialnya. Ada lima dimensi pokok yang berkaitan dengan
kualitas pelayanan diantaranya bukti fisik, reabilitas, daya tanggap, jaminan,
dan empati. Dimensi tersebut merupakan indikator yang digunakan untuk
menilai kualitas pelayanan yang diberikan suatu perusahaan kepada konsumen
nyadan juga untuk mengetahui pendapata dari konsumen tentang
konsumennya, dan juga untuk mengetahui pendapat para konsumen tentang
kualitas pelayanan tersebut. Pada akhirnya kualitas pelayanan akan dinilai
berdasarkan persepsi dari konsumen/pelanggan yang telah mendapatkan
pelayanan jasa

pelanggan yang loyal akan berimbas pada peningkatan reputasi perusahaan di


mata masyarakat dan reputasi perusahaan ini penting sebagai bentuk investasi
jangka panjang yang akan meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan
dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Salah satu usaha yang dapat
dilakukan untuk menciptakan dan mempertahankan kepuasan konsumen
adalah dengan memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen.
Parasuraman dalam Tjiptono (2011:347) mengemukakan lima dimensi
kualitas pelayanan yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu: reliability
(kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), empathy
(empati), tangibles (bukti fisik). Pada dasarnya pelayananlah yang menjadi
faktor terpenting dalam menentukan kepuasan pelanggan, karena kualitas
pelayanan dirasakan memiliki hubungan yang erat yang dapat mempengaruhi
kepuasan, dengan pelayanan yang baik pelanggan atau konsumen akan merasa
keberadaannya memang dibutuhkan dan diperhatikan. Kualitas pelayanan
dapat diketahui dari respon konsumen terhadap pelayanan yang diberikan,
tanggapan terhadap pelayanan yang diberikan, dan kepercayaan terhadap
pihak yang memberikan pelayanan. Pegadaian adalah satu-satunya lembaga
keuangan non bank milik negara yang melakukan kredit kepada masyarakat
dengan sistim gadai.

Rumah sakit memiliki beberapa pesaingnya Rumah sakit swata maupun


rumah sakit negeri. Berkembangnya industri kesehatan pada dunia
kesehatanikut mendorong rumah sakit swasta maupun negeri membuka
layanan semaksimal mungkin melayani pelanggan /pasien. Sebagai sebuah
lembaga/yayasan kesehatan yang menawarkan jasa, maka Rumah sakit harus
mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien agar dapat
mencapai kepuasan yang imbasnya dapat menciptakan loyalitas pasien untuk
berobat kepadarumah sakit. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
mengukur sejauh mana pengaruh Kualitas Layanan yang terdiri dari variabel-
variabel yang berupa Bukti Fisik, Keandalan, Daya Tanggap, Jaminan, dan
Empati Terhadap Kepuasan Pelanggan. Dalam hal ini adalah kualitas layanan
yang diberikan oleh rumah sakit.

Lebih lanjut Berry dalam Alma (2009 :244) menjelaskan 3 karakteristik


jasa, yaitu:

1) Lebih bersifat tidak berwujud daripada berwujud (More intangible than


tangible).

2) Produksi dan konsumsi bersamaan waktu (Silmultaneous production


and consumption)

3) Kurang memiliki standar dan kesamaan ( less standarized and uniform)

Berdasarkan uraian karakteristik jasa yang dijelaskan para ahli dapat


diketahui karakteristik utama dari jasa yaitu: jasa bersifat tidak tampak, tidak
dapat dipisahkan, tidak tahan lama, dan bersifat variabel.

2.1 Kualitas pelayanan

Konsep kualitas dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk


atau jasa yang terdiri dari desain kualitas dari desain kualitas dan kualitas
kesesuaian. Pengertian dari kualitas yang paling mendasar adalah bebas dari
cacat. Kebanyakan perusahaan yang bertumpu pada pelangan mendefinisikan
kualitas sebagai kepuasan pelanggan. Kotler dan Keller (2009:143)
mengemukakan bahwa kualitas (quality) adalah totalitas fitur dan karakteristik
produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan konsumen atau pengguna jasa yang dinyatakan atau tersirat. Selain
itu kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan keinginan dan kebutuhan
pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan
pelanngan. Perasuraman yang dikutip oleh Tjiptono (2011:437), ada lima
dimensi atau lima faktor utama kualitas pelayanan yang digunakan konsumen
untuk menilai atau menentukan kualitas pelayanan. Kelima dimensi tersebit
adalah sebagai berikut:

a) Keandalan (reability) yakni kemampuan orang memberikan layanan


yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan

b) Daya tanggap (Responsiveness) yaitu keinginan para staf untuk


membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap

c) Jaminan (Asurance) mencakup pengetahuan , kompetensi, kesopanan,


dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari
bahaya, risiko atau keragu raguan.

d) Empati (Emphaty), meliputi kemudahan dalam menjali relasi,


komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas
kebutuhan individual para pelanggan.

dimaksudkan untuk menjelaskan pengaruh variabel-variabel sendiri-


sendiri dalam konteks bersama -sama, karena pada penelitian ini dapat
menjelaskan hubungan dan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat,
baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri yang ada dalam hipotesis
tersebut. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

a. Data Primer

Azwar (2010:91) menjelaskan bahwa data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat
pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang
dicari. Data primer dalam penelitian ini dapat diperoleh dari responden
dengan menyebarkan kuesioner yang diisi oleh Nasabah Pegadaian Syariah
Cabang Tlogomas Malang.

b. Data Sekunder

Azwar (2010:91) menjelaskan bahwa data sekunder adalah data yang


diperoleh lewat fihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek
penelitiannya. Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Bukti
fisik

Keandala
n

Kepuasan
Daya Pasien
Tanggap

Bukti
fisik

Bukti
fisik
Gambar : Model Penelitian

2.3 Kepuasan Pelanggan

Levitt (1987) dikutip dari Tjiptono menyatakan bahwa syarat yang harus
dipenuhi oleh suatu perusahaan agar dapat sukses dalam persaingan adalah
berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan
pelanggan

Kepuasan pelanggan adalah hasil (outcome) yang dirasakan atas


penggunanya produk atau jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan

A. Servperf (Service Performance)

Menurut Cronin dan Taylor (1994) yang dikutip oleh Dharmayanti,


Service Performance adalah kinerja dari pelayanan yang diterima oleh
konsumen itu sendiri dan menilai kualitas dari pelayanan yang benar-benar
mereka rasakan. Berbeda dengan metode SERVQUAL, SERVPERF memiliki
keunggulan dalam memberikan informasi atribut kualitas pelayanan manakah
yang lebih penting untuk diperbaiki sehingga anatara keinginan dan
kepentingan dapat menjadi lebih tampak dalam analisa atribut kualitas
layanan (Remba, et al, 2008). Hal ini diperkuat dengaan pernyataan Alford
dan Sherrell (1996) dikutip dari Dharmayanti (2006), bahwa service
performance akan menjadi prediktor yang baik bagi kualitas jasa atau
pelayanan.

Service performance lebih bisa menjawab permasalahan yang muncul


dalam menentukan kualitas jasa karena bagaimanapun konsumen hanya akan
bisa menilai kualitas yang mereka terima dari suatu produsen tertentu bukan
pada persepsi mereka atas kualitas jasa pada umumnya (Bolton dan Drew,
1991; Teas 1993; Gotlieb, Grewal dan Brown, 1994) dikutip dari
Dharmayanti (2006). Cronin and Taylor (1992) menemukan bahwa ukuran
dengan menggunakan SERVPERF memberikan hasil yang lebih baik,
memiliki estimasi yang lebih dapat dipercaya, dan bias yang lebih rendah
dibandingkan dengan SERVQUAL. Mehta et al.(2000) menyatakan bahwa
untuk industri jasa dengan “banyak barang dan pelayanan yang sedikit”
seperti supermarket, SERVQUAL lebih baik untuk diterapkan. Akan tetapi
untuk lingkungan dengan elemen pelayanan adalah hal yang penting, seperti
penjual barang elektronik, SERVPERF lebih cocok diterpakan.

B. Lean Service

Lean service adalah sekumpulan peralatan dan metode yang dirancang


untuk mengeliminasi waste, mengurangi waktu tunggu, memperbaiki
performance, dan mengurangi biaya. Menurut sumber lain, lean adalah
mmengeliminasi waste dan menciptakan customer value, dan terdiri dari
beberapa prinsip yang menjadi landasan filosofinya. 1617.Lean adalah suatu
upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan
meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan atau jasa) agar
memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). Terdapat lima prinsip
dasar Lean Service yaitu :

1. Spesifikasi secara tepat nilai produk yang diinginkan oleh pelanggan.

2. Identifikasi transformasi (Value Stream) untuk setiap proses jasa.

3. Eliminasi semua pemborosan yang terdapat dalam aliran proses jasa


(Moment of Truth) agar nilai mengalir tanpa hambatan.

4. Menetapkan sistem anti kesalahan setiap proses jasa untuk menghindari


pemborosan dan penundaan.

5. Mengejar keunggulan untuk mencapai kesempurnaan (Zero Waste)


melalui peningkatan terus-menerus secara radikal. Pendekatan Lean dalam
layanan kesehatan, khususnya di rumahsakit, memiliki dampak signifikan
bagi kualitas, biaya dan waktu dan kepuasan bagi karyawan maupun
konsumen. Hasil penelitian pada dimensi tangible seperti pengurangan waktu
proses atau waktu tunggu, meningkatkan kualitas dengan pengurangan eror
serta pengurangan biaya, dan juga faktor intangible seperti meningkatnya
motivasi dan kepuasan pekerja dan meningkatkan kepuasan konsumen.
Dalam layanan kesehatan,

Lean fokus pada penilaian yan berkelanjutan dan perbaikan proses klinikal
untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi waste dari pasien, kemampuan
karyawan untuk menguji lingkungan kerja mereka, dan meningkatkan
kualitas, keselamatan dan efisiensi dalam proses. Lean menyarankan dalam
mendset karyawan medis dan administratif untuk menciptakan kapasitas
pelayanan yang lebih baik dan menetapkan aturan baru, metode yang efektif
dan efisien untuk pemberian pelayanan.

C. Importance-Performance Analysis (IPA)

Analisis ini diperkenalkan oleh Martilla & James yang digunakan dalam
pemasaran untuk mengidentifikasi target audiens dan laju produk tertentu
atau atribut pelayanan, berdasar pada tingkat kepentingan dan dampaknya
bagi performance perusahaan secara keseluruhan, managemen dapat memiliki
gambaran ke dalam terhadap atribut-atribut yang dikehendaki dan
memberikan perbaikan, dan dapat dibandingkan dengan atribut-atribut yang
boros dalam penggunaan sumber daya dan memberi keuntungan minimal bagi
kepuasan konsumen.

2. Balanced Scorecard
3.1 Definisi Balanced Scorecard
Balanced Scorecard memiliki beberapa definisi, adapun menurut
Yuwono (2003:8), mengemukakan bahwa Balanced Scorecard merupakan
suatu sistem manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara
cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada
manajer tentang performance bisnis. Sedangkan menurut Umar
(2002:370), megemukakan definisi Balanced Scorecard merupakan
penekanan pendekatan pada perbaikan yang berkesinambungan
(continuous improvement), bukan hanya sekedar pada pencapaian suatu
tujuan yang sempit, seperti laba sekian miliar rupiah. Perbaikan yang
berkesinambungan ini penting agar organisasi dapat bersaing. Menurut
Mulyadi (2001:1), bahwa Balanced Scorecard merupakan seperangkat
peralatan manajemen yang digunakan untuk mendongkrak kemampuan
organisasi dalam melipatgandakan kinerja keuangan yang mencakup
empat perspektif yaitu: keuangan, konsumen, proses bisnis / intern, dan
pembelajaran dan pertumbuhan.
3.2 Konsep Balanced Scorecard

Konsep Balanced Scorecard berkembang sejalan dengan


perkembangan implementasi konsep tersebut. Balanced Scorecard terdiri
dari 2 kata, yaitu (Mulyadi, 2001):

a. Kartu skor (scorecard) Yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat


skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk
merencanakan skor yang hendak diwujudkan untuk merencanakan skor
yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor,
skor yang hendak diwujudkan personel di masa depan dibandingkan
dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan
untuk melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan.

b. Berimbang (balanced) Menunjukkan bahwa kinerja personel atau


karyawan diukur secara seimbang dari dua aspek: keuangan dan non
keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh
karena itu, jika kartu skor personel digunakan untuk merencanakan skor
yang hendak diwujudkan di masa depan, personel tersebut harus
memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan
non keuangan, antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang,
serta antara kinerja yang bersifat intern dan kinerja yang bersifat ekstern.

Balance Scorecard adalah kumpulan kinerja yang terintegrasi,


diimplementasikan dari strategi perusahaan untuk mendukung strategi
perusahaan secara keseluruhan. Dalam pespektif Balanced Scorecard, top
management menerjemahkan strategi dalam ukuran kinerja yang mudah
dipahami dan sanggup dilaksanakan oleh manager menengah dan
manager bawah.

Mulyadi (2001), pendekatan Balanced Scorecard sebagai strategi


yang telah dirumuskan pada tahap perumusan strategi (strategy
formulation) diterjemahkan ke dalam sasaransasaran strategik yang
mencakup empat perspektif komprehensif seperti keuangan, pelanggan,
proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Kekomprehensifan dan kekoherenan rencana strategik yang dihasilkan
melalui pendekatan Balanced Scorecard berdampak besar pada proses
perencanaan berikutnya, yaitu penyusunan program (programming) dan
penyusunan anggaran (budgeting). Program dan anggaran yang digunakan
untuk menjabarkan lebih lanjut inisiatif strategik pilihan berisi rencana
jangka panjang dan jangka pendek yang komprehensif dan koheren pula.
3.3 Manfaat Balanced Scorecard

Manfaat Balanced Scorecard bagi perusahaan menurut Kaplan dan


Norton (2000:122) adalah sebagai berikut:

a. Balanced Scorecard mengintegrasikan strategi dan visi perusahaan


untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang.

b. Balanced Scorecard memungkinkan manajer untuk melihat bisnis


dalam perspektif keuangan dan non keuangan (pelanggan, proses bisnis
internal, dan belajar dan bertumbuh).

c. Balanced Scorecard memungkinkan manajer menilai apa yang telah


mereka investasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem
dan prosedur demi perbaikan kinerja perusahaan dimasa mendatang.

d. Membangun Balanced Scorecard, sebelum Balanced Scorecard


diterapkan oleh suatu organisasi, organisasi terlebih dahulu harus
membangun atau menyusun Balanced Scorecard.

Langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat proses


manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi
jangka panjang dengan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut
menurut (Kaplan dan Norton, 2000:9) adalah:

a. Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan Untuk


menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan
sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh
perusahaan di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi
perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan
strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan
ukuran pencapaiannya.

b. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran


strategis Balanced Scorecard. Dapat dilakukan dengan cara
memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan
untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan
konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.

c. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai


inisiatif strategis. Rencana bisnis memungkinkan organisasi
mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka.
Balanced scrorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya
dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan
menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara
menyeluruh.

d. Meningkatkan Umpan balik dan pembelajaran strategis Proses


keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan.
Dengan Balanced Scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka
perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan
perusahaan dalam jangka pendek.

3.4 Keunggulan Balanced Scorecard

Balanced Scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan sistem


manajemen strategik sekarang berbeda secara signifikan dengan sistem
manajemen strategik dalam manajemen tradisional. Keunggulan Balanced
Scorecard menurut Mulyadi (2001:18) yaitu :

a. Komprehensif Balanced Scorecard memperluas perspektif yang


dicakup dalam perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya
terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain:
customer, proses bisnis/intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Perluasan empat perspektif tersebut menghasilkan manfaat, yaitu
menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan jangka panjang,
serta memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan yang
kompleks.

b. Koheren Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk


membangun hubungan sebab akibat (causal relationship) diantara
berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik.
Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan
harus mempunyai hubungan kasual dengan sasaran keuangan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kekoherenan juga berarti dibangunnya
hubungan sebab akibat antara keluaran yang dihasilkan sistem
perencanaan strategik (renstra). Sasaran strategik yang dirumuskan dalam
sistem perencanaan strategik merupakan penerjemahan visi, misi tujuan
dan strategi yang dihasilkan sistem perumusan strategi.

c. Seimbang Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh


sistem perencanaan strategik sangat penting untuk menghasilkan kinerja
keuangan jangka panjang. Keseimbangan sasaran strategik yang
ditetapkan dalam perencanaan strategik mencakup empat sasaran strategik
yang perlu diwujudkan oleh perusahaan, yaitu financial returns yang
berlipat ganda dan berjangka panjang (perspektif keuangan), produk jasa
yang mampu menghasilkan value terbaik bagi customer (perspektif
pelanggan), proses yang produktif dan cost effective (perspektif bisnis
internal) dan sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen
(perspektif pembelajaran dan pertumbuhan).

d. Terukur Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem


perencanaan strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik
yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Balanced Scorecard mengukur
sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur. Sasaran–sasaran
strategik di perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah
diukur, namun dalam pendekatan Balanced Scorecard, sasaran di ketiga
perspektif non keuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat
dikelola, sehingga dapat terwujud. Dengan demikian, keterukuran
sasaran-sasaran strategik di ketiga perspektif tersebut menjanjikan
perwujudan berbagai sasaran strategik non keuangan, sehingga kinerja
keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang.

3.5 Komponen-komponen dalam Balanced Scorecard

Ada empat perspektif kinerja bisnis yang diukur dalam Balanced


Scorecard, yaitu:

1. Perspektif keuangan (Financial Perspective) Gaspersz (2006:38)


Untuk membangun suatu Balanced Scorecard, unit-unit bisnis harus
dikaitkan dengan tujuan finansial yang berkaitan dengan strategi
perusahaan. Tujuan finansial berperan sebagai fokus bagi tujuan-tujuan
strategik dan ukuran-ukuran semua perspektif dalam Balanced Scorecard.
Setiap ukuran yang dipilih menjadi bagian dari suatu keterkaitan
hubungan sebab-akibat yang memuncak pada peningkatan kinerja
finansial. Aspek keuangan menunjukkan apakah perencanaan,
implementasi dan pelaksanaan dari strategi memberikan perbaikan yang
mendasar. Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya
tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu:

a) Tahap Pertumbuhan (Growth) Tahapan awal siklus kehidupan


perusahaan dimana perusahaan memiliki potensi pertumbuhan terbaik.
Disini manajemen terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu
produk/jasa dan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi,
mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan
mendukung hubungan global, serta membina dan mengembangkan
hubungan dengan pelanggan.

b) Tahap Bertahan (Sustain) Tahapan kedua dimana perusahaan masih


melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat
pengembalian terbaik. Pada tahap ini, perusahaan mencoba
mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika
memungkinkan.

c) Tahap Menuai (Harvest) Tahapan ketiga dimana perusahaan benar-


benar menuai hasil investasi ditahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi
investasi besar, baik ekspansi pembangunan kemampuan baru, kecuali
pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan.

1. Perspektif Pelanggan (Customer Perspective)

Gaspersz (2006:52) Dalam perspektif pelanggan dari Balanced


Scorecard, perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan dan segmen
pasar di mana mereka akan berkompetisi. Perspektif pelanggan memiliki
dua kelompok pengukuran, yaitu:

1) Core measurement group, yang memiliki beberapa komponen


pengukuran, yaitu:

a. Pangsa Pasar (Market Share): pangsa pasar ini menggambarkan


proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu. Hal
itu diungkapkan dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan
atau volume satuan yang terjual.

b. Retensi Pelanggan (Customer Retention): menunjukkan tingkat


dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan pelanggan.
Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya presentase
pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang asa saat ini.

c. Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition): pengukuran ini


menunjukkan tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan
baru memenangkan bisnis baru. Akuisisi ini dapat diukur dengan
membandingkan banyaknya jumlah pelanggan baru di segmen yang ada.

d. Profitabilitas Pelanggan (Customer Profitability): suatu tingkat laba


bersih yang diperoleh perusahaan dari suatu target segmen tertentu.

e. Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction): pengukuran ini


berfungsi untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan
kriteria spesifik dalam value proportion.

2) Customer Value Proportion

yang merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada Core Value


Proportion didasarkan pada atribut sebagai berikut:
a. Product/service attributes yang meliputi fungsi produk atau jasa,
harga dan kualitas. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang
diinginkan pelanggan atas produk atau jasa yang ditawarkan.

b. Customer relationship adalah strategi dimana perusahaan


mengadakan pendekatan agar perasaan pelanggan merasa puas atau
produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan.

c. Image and Reputation membangun image dan reputasi dapat


dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal (Bisnis Internal Perspective)

Dalam perspektif ini, agar dapat menentukan tolak ukur bagi kinerja
ini, manajemen perusahaan pertama-tama perlu mengidentifikasi proses
bsinis internal yang terdapat di dalam perusahaan. Kaplan & Norton
(2000:169), pendekatan Balanced Scorecard membagi pengukuran dalam
perspektif proses bisnis internal menjadi tiga bagian:

a. Inovasi (Innovation) Proses inovasi dibagi menjadi dua bagian yaitu


mengidentifikasi kebutuhan pasar dan menciptakan produk atau jasa
untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut.

b. Operasi (Operations) Tahapan ini merupakan tahapan aksi dimana


perusahaan secara nyata berupaya untuk memberikan solusi kepada para
pelanggan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka.

c. Pelayanan Purna Jual (Postsale Service) Tahapan ini perusahaan


berupaya untuk memberikan manfaat tambahan kepada para pelanggan
yang telah memberi produk-produknya dalam berbagai layanan purna
transaksi jual-beli, seperti garansi, aktivitas perbaikan dan pemrosesan
pembayaran.

4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran (Growth and


Learning Prespective)

Kaplan dan Norton (2000:25), Perspektif pertumbuhan dan


pembelajaran adalah proses mengidentifikasi infrastruktur yang harus
dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan
kinerja jangka panjang. Balanced Scorecard menekankan pentingnya
investasi untuk kepentingan masa depan, dalam perspektif proses
pembelajaran dan pertumbuhan ada tiga fakor yang diperhatikan, (Kaplan
& Norton, 2000: 174), yaitu:

a. Kemampuan Karyawan (Employee Capabilities) Akibat adanya


pergeseran teknologi yang menunjukkan seluruh pekerjaan diotomatisasi,
maka pekerjaan yang sama yang dilakukan secara terusmenerus pada
tahap efisiensi dan produktivitas yang tidak sama, tidak lagi cukup bagi
tercapainya keberhasilan perusahaan, ole karena itu perusahaan harus
melakukan perbaikan terusmenerus.

b. Kemampuan Sistem Informasi (Information System) Motivasi dan


keahlian karyawan diperlukan dalam mencapai tujuan pelanggan dan
bisnis internal, namun itu saja tidak cukup jika mereka tidak memiliki
informasi yang memadai. Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat ini
maka diperlukan informasi yang tepat, cepat, dan akurat sebagai umpan
balik. Informasi tersebut dapat berupa informasi tentang pelanggan,
proses bisnis internal, keuangan, dan keputusan yang dibuat oleh
karyawan.

c. Motivasi, Kekuasaan, dan keselarasan (Motivation, Empowerment,


and Alignment) Ukuran dari motivasi karyawan adalah jumlah saran per-
pegawai, dimana ukuran ini menangkap partisipasi karyawan yang sedang
berlangsung dalam memperbaiki kinerja perusahaan, dan tingkat kualitas
partisipasi karyawan dalam memberikan saran untuk peluang perbaikan.
Untuk menentukan tujuan dan ukuran yang berkaitan dengan kemampuan
karyawan ada tiga hal yang dipertimbangkan yaitu:

a. Produktivitas Karyawan Ialah suatu ukuran hasil, dampak


keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian karyawan, inovasi,
dan kepuasan pelanggan. b. Presentase Pelatihan Karyawan yang
Terampil Untuk meningkatkan kompetensi dalam mengelola manajemen,
sehingga karyawan dapat terus berkembang dan terampil di masing-
masing unit kerja. c. Kepuasan karyawan Kepuasan kerja secara
keseluruhan saat ini dipandang sangat penting dan hal ini merupakan pra-
kondisi untuk meningkatkan daya tanggap mutu, prouktivitas, dan
layanan pelanggan. Untuk mencapai kepuasan karyawan, maka pihak
manager dapat melakukan survey secara rutin.
BAB III

PEMBAHASAN

Visi, Misi dan Strategi Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya Tahapan
penerapan Balanced Scorecard di mulai dari visi, misi, dan strategi dari Rumah
Sakit Islam Surabaya, karena visi, misi dan strategi sudah ada dan sudah tertulis
serta telah di pahami dengan baik oleh seluruh jajaran manajemen yang ada, maka
tahapan selanjutnya lebih difokuskan pada penentuan dari strategi yang ada dan
kemudian dijabarkan dalam empat perspektif dalam Balanced Scorecard.
Visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya
telah dinyatakan secara eksplesit dalam suatu konsep perencanaan dan
pengembangan yaitu ”Rencana Strategis (RESENTRA)”. Konsep ini telah
dibahas oleh seluruh pimpinan unit kerja dan telah disahkan oleh direktur serta
menjadi acuan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Islam
Surabaya. Dengan adanya resentra tersebut, diharapkan strategi rumah sakit yang
telah dirumuskan untuk mewujudkan visi dan misi dapat diterjemahkan kedalam
program kerja secara berkesinambungan dan terarah oleh masing-masing unit
kerja. Sehingga sasaran strategis, target dan inisiatif strategis dapat dilaksanakan
dan selaras dengan pengembangan dan perumusan pengembangan Rumah Sakit
Islam Surabaya jangka panjang.
Dalam menterjemahkan visi dan misi ke dalam sasaran-sasaran strategis,
Balanced
Scorecard memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh sistem manajemen
tradisional, yaitu dalam karakteristik komprehensif. Penterjemahan visi dan misi
ke dalam sasaran-sasaran strategis dalam Balanced Scorecard dilakukan secara
komprehensif, artinya bahwa Balanced Scorecard memperluas cakupan perspektif
dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, menjadi lebih luas
pada perspektif yang lain yaitu, perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif sasaran strategis ke
perspektif non keungan tersebut menjanjikan kinerja keuangan perusahaan yang
berlipat ganda dan berkesinambungan serta menjadikan perusahaan mempunyai
kemampuan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
Berdasar dari penjelasan tersebut, maka implementasi dari strategi Balanced
Scorecard pada Rumah Sakit Islam Surabaya dapat diterjemahkan dalam gambar
sebagai berikut:
Visi
Menjadi Rumah Sakit Islam Berstandar Internasional
Misi
1. Memberikan pelayanan jasa rumah sakit secara prima dan Islami menuju
Standar Mutu Pelayanan Internasional dengan dilandasi prinsip kemitraan.
2. Melaksanakan Manajemen Rumah Sakit berdasar-kan Manajemen Syariah yang
berstandar Internasional.
3. Membangun SDM Rumah Sakit yang profesional sesuai standar Internasional
yang Islami dengan diiringi integritas yang tinggi dalam pelayanan.
4. Menyediakan sarana prasarana rumah sakit untuk mewujudkan implementasi
pelayanan Islami dan berstandar Internasional
Rumah Sakit Jemursari menerapkan budaya organisasi SYIFA’, yaitu : S =
Shiddiq : dalam artian bahwa jujur dengan memiliki integritas dan kemandirian
Y = Yaqin : dalam artian bahwa yakin terhadap potensi diri dan optimis
kesembuhan pasien atas anugerah Allah SWT
I = Iman : dalam artian bahwa semua tindakannya dilandasi keimanan, keikhlasan
kepada Allah, dan pandangan kesetaraan terhadap semua orang
F = Fathanah : dalam artian bahwa cerdas dalam menangkap peluang, kreatif dan
selalu menambah ilmu pengetahuan
A = Amanah : dalam artian bahwa dapat diandalkan dan transparan dalam
menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawabnya

Perspektif Sasaran Strategi


Pertumbuhan Laba Operasi Berkurangnya
Keuangan
Pendapatan biaya

Pelanggan

Mutu

Proses Bisnis Keunggulan Jasa Infrastruktur


Internal pelayanan Rumah sakit

Pembelajaran Kualitas Diklat dan


dan SDM seminar
Pertumbuhan Pegawai

Penterjemahan Visi, Misi dan Motto ke dalam


Sasaran Strategi di Setiap Perspektif
Sumber: data penelitian (diolah)

Hasil implementasi strategi berbasis Balanced Scorecard merupakan hasil


pengukurankinerja perusahaan yang ditinjau secara komprehensif, koheren dan
seimbang, baikkeuangan maupun non keuangan berdasarkan empat perspektif
yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran
dan pertumbuhan. Mengukur kinerja berarti memantau dan mengukur kemajuan
yang lebih baik. Untuk dapat mengukur kinerja maka diperlukan ukuran-ukuran
kinerja yang sesuai dengan setiap sasaran-sasaran strategi dalam keempat
perspektif. Berdasarkan KPI (Key Performance Indikators) yang telah
ditetapkan maka sasaran strategis tersebut diterjemahkan sebagai berikut:
1) Nilai perusahaan: Pertumbuhan Pendapatan (revenue growth rate), Laba
Operasi, Perbandingan Laba Operasi dan Pendapatan,
2) Nilai pelanggan: Mutu pelayanan, Nilai ekonomi sosial
dan lingkungan,
3) Keunggulan jasa pelayanan medis: Infrastruktur Rumah Sakit,
4) Kapabilitas dan komitmen SDM: Kualitas SDM dan Diklat dan Seminar

Penilaian Kinerja
Untuk menjalankan kegiatan operasionalnya, Rumah sakit Islam Surabaya
telah menyusun perencanaan bisnis dengan menetapkan visi dan misi perusahaan.
Visi dan misi perusahaan tersebut merupakan pernyataan jangka panjang
perusahaan, termasuk strategi yang akan diterapkan dalam aktivitas bisnis
perusahaan. Visi merupakan gambaran masa depan yang hendak diwujudkan oleh
perusahaan. Visi juga merupakan impian, harapan, dan aspirasi suatu perusahaan
yang ingin dicapai dalam waktu yang panjang. Penetapan pernyataan visi sering
dianggap sebagai tahap awal dalam penyusunan perencanaan strategis, sehingga
seringkali pernyataan visi ditetapkan terlebih dahulu sebelum penetapan misi. Visi
Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya: “Menjadi Rumah Sakit Islam Berstandar
Internasional”. Berdasarkan Visi tersebut maka disimpulkan bahwa Visi tersebut
dapat membangkitkan motivasi karyawan dan meningkatkan kinerja karyawan
pada Rumah Sakit Islam Surabaya karena karyawan dijadikan sebagai motivator
rumah sakit. Oleh karena itu, kinerja karyawan merupakan hal yang penting dalam
memelihara dan meningkatkan profit rumah sakit.
Misi Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya:
“1. Memberikan pelayanan jasa rumah sakit secara prima dan Islami menuju
Standar Mutu Pelayanan Internasional dengan dilandasi prinsip kemitraan.
2. Melaksanakan Manajemen Rumah Sakit berdasar-kan Manajemen Syariah
yang berstandar Internasional.
3. Membangun SDM Rumah Sakit yang profesional sesuai standar Internasional
yang Islami dengan diiringi integritas yang tinggi dalam pelayanan.
4. Menyediakan sarana prasarana rumah sakit untuk mewujudkan implementasi
pelayanan Islami dan berstandar Internasional.
Untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan tersebut, Rumah Sakit Islam
Jemursari Surabaya memiliki "Kami Selalu Melayani dengan Ramah, Senyum,
Ikhlas, dan Salami yang berarti rumah sakit ini akan memberikan pelayanan
lengkap dan pelayanan yang sepenuh hati agar pasien mendapatkan pengalaman
dan kesan yang tidak terlupakan.
Berdasarkan misi tujuan dan motto Rumah Sakit Islam Surabaya strategi
yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja rumah sakit adalah kebijakan biaya
pengobatan dengan memberikan keringan terhadap orang miskin atau orang tidak
mampu, Pengembangan alatalat kesehatan (seperti CT SCAN yang berfungsi
untuk menegakkan diagnosa supaya pengobatan sesuai dengan penyakitnya)

Perspektif Keuangan
Ukuran kinerja keuangan memberikan petunjuk apakah strategi rumah
sakit, implementasi, dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak
kepada peningkatan laba rumah sakit. Dengan mengevaluasi kondisi keuangan
rumah sakit dari tahun-tahun sebelumnya dan dikomparasikan dengan proyeksi
keuangan di masa sekarang akan diperoleh suatu informasi keuangan yang akurat
sebagai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang rumah sakit.
Untuk meningkatkan pendapatan rumah sakit, agar dapat memenuhi biaya
operasional rumah sakit semaksimal mungkin dan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dengan tanpa mengesampingkan fungsi sosialnya sebagai
rumah sakit yang mempunyai tugas mulia untuk membantu pasien yang tidak atau
kurang mampu dalam mengatasi masalah kesehatan.
Ukuran-ukuran kinerja yang digunakan dalam pengukuran pada perspektif
ini seperti halnya sudah dijelaskan sebelumnya merupakan indikator-indikator
yang dianggap relevan dan sesuai dengan visi, misi dan strategi serta tujuan
Rumah Sakit Islam jemursari Surabaya sebagai rumah sakit milik golongan yang
mempunyai nilai lebih dari segi pembiayaan yang sepenuhnya ditanggung dan
diusahakan sendiri oleh pihak rumah sakit disamping tetap terus berusaha dalam
memenuhi sisi pembiayaan layaknya perusahaan jasa lainnya. Ukuran operasi dan
perbandingan laba operasi dari pendapatan Target:

Pendapatan Usaha Th.x Pendapatan Usaha Th.x 1 x 100


Pendapatan Usaha Th.x 1

Realisasi Pendapatan
Rumah Sakit Islam Surabaya
Tahun 2016 2017
(Dalam Ribuan Rp)
Tahun Pendapatan Usaha Th.x Rasio
Pendapatan Usaha Th.x –1 (%)
(Rp)
2016 10,806,193 9,604,245 11,12
2017 13,099,319 10,806,193 17,51

Dari tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa Rumah Sakit Islam Surabaya
berhasil mengalami peningkatkan pendapatan selama tahun 20016-2017. Pada
2017 tingkat pertumbuhan pendapatan sebesar 11,12%., pada tahun 2012 tingkat
pertumbuhan pendapatan sebesar 17,51% pendapatan dikarenakan jumlah
kunjungan instalasi rawat jalan maupun rawat inap pada Rumah Sakit Islam
Jemursari Surabaya mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2017 ada
kebijakan dari pemerintah terkait dengan BPJS yang mengharuskan semua
instansi pemerintah maupun swasta mengikuti program BPJS sehingga
mempengaruhi jumlah kunjungan pada Rumah Sakit Islam Surabaya.
Adapun beberapa inisiatif yang harus diambil oleh pihak Rumah Sakit
Islam Surabaya yaitu dengan:
1) Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan serta komitmen seluruh
organisasi,
2) Mengurangi pengeluaran yang bersifat pemborosan yaitu dengan lebih
mempertimbangkan lagi biaya-biaya yang akan akan dipergunakan untuk belanja
atau untuk kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan,
3) Mengadakan perbaikan pada sistem pelaporan keuangan yang sudah ada yaitu
dengan membuatnya lebih baik, teratur, lengkap, efektif dan efisien dan sesuai
dengan aturan yang ada sehingga tidak ada satu hal penting yang terlewati.

Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan merupakan elemen yang sangat penting dalam
Balance Scorecard karena pelanggan merupakan kunci eksistensi perusahaan
dalam bertahan di pasar. Perspektif ini menjelaskan bagaimana cara-cara
menciptakan suatu nilai bagi pelanggan sehingga nilai-nilai tersebut dapat
memberikan kepuasan tersendiri bagi para pelanggan. Secara teoritis indikator-
indikator yang ditawarkan dalam perspektif pelanggan ini sangat berpengaruh
terhadap peningkatan pendapatan, karena indikator ini mengukur sebagaimana
loyalitas pelanggan dan seberapa cepat penanganan dalam menangani pelanggan.
Peningkatan kepuasan pasien dengan tetap memperhatikan peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama pada masyarakat yang
kurang mampu.
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui baik ataupun buruknya jasa
pelayanan kesehatan yang diberikan Rumah Sakit Islam jemursari Surabaya
kepada pasien yang datang baik yang mampu maupun tidak mampu. Adapun
diantaranya indikator-indikator kinerja yang Diperlukan.

Rasio Operasi
Rumah Sakit Islam Surabaya
Tahun 2011, 2012, 2013
(Dalam Ribuan Rp)

Tahun Biaya Usaha Pendapatan Usaha Rasio


(Rp) (Rp) (%)

2016 4,975,262 13,099,319 37.98


2017 5,429,456 17,469,146 31.08

Perbandingan Laba Operasi dan Pendapatan


Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya
Tahun 2016, 2017
(Dalam Ribuan Rp)

Tahun Laba Operasi Pendapatan Usaha Rasio


(Rp) (Rp) (%)

2016 2,420,034 13,099,319 18.47


2017 3,425,795 17,469,146 19.61

Tanggapan Pasien Atas Pelayanan


Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya
No Item Pertanyaan Frekuensi Jawaban Responden Jumlah
STS TS N S SS
skor
1 Fasilitas 0 1 26 73 0 372
peralatan
2 Kebersihan 0 0 25 60 25 400
lingkungan
3 Ruang tunggu 0 1 64 35 0 334
4 Penampilan 0 0 18 81 1 383
pegawai
Skor 1489
Total
No Item Pertanyaan Frekuensi Jawaban Responden Jumlah
STS TS N S SS
skor
1 Perawat 0 2 6 92 0 390
melakukan tugas
dengan baik
2 Dokter 0 0 7 68 25 418
menerangkan
dengan jelas
3 layanan 0 4 6 90 0 366
kesehatan
diberikan secara
adil
Skor 1194
Total
No Item Pertanyaan Frekuensi Jawaban Responden Jumlah
STS TS N S SS
skor
1 Memberikan 0 5 48 45 2 344
layanan
kesehatan
dengan
cepat
2 Memberikan 0 6 60 9 25 363
bantuan jika ada
kesulitan
pasien
3 Memberikan 0 8 47 44 1 338
tanggapan positif
atas
keluhan
Skor 1035
Total
No Item Pertanyaan Frekuensi Jawaban Responden Jumlah
STS TS N S SS skor
1 Memberikan rasa 0 62 10 28 366
aman dan
nyaman
2 Memberikan 0 4 48 47 1 345
layanan dengan
ramah
dan sopan
3 Dokter 0 0 8 92 0 345
memeriksa
dengan
sungguhsungguh
Skor 1103
Total

Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa suatu mutu/kualitas pelayanan


disebut sangat baik, jika penyedia pelayanan memberikan pelayanan (bukti fisik,
keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati) yang melebihi harapan pasien.
Dengan demikian, pencapaian kepuasan pasien memerlukan keseimbangan antara
kebutuhan dan keinginan dan apa yang diberikan, sehingga kualitas yang
diberikan merupakan perbandingan dari layanan yang diharapkan dan diterima.
Dalam upaya tersebut pihak Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya harus
memenuhi tingkat kepentingan dan harapan konsumen dengan memperhatikan
seluruh atribut yang ada dalam kualitas pelayanan, sehingga Rumah Sakit
Jemursari Islam Surabaya akan berpeluang untuk memperoleh pasien baru yang
akan berobat ke Rumah sakit tersebut. Secara keseluruhan pelayanan di Rumah
sakit Islam Jemursari dikatakan baik sehingga pasien merasa puas dari pelayanan
yang diberikan rumah sakit tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Rumah Sakit Islam Surabaya telah memilki visi, misi, tujuan dan sasaran strategi
yang jelas dan mudah dipahami serta dituangkan dalam konsep-konsep strategi
yang telah ditetapkan. Sistem pengukuran kinerja yang diterapkan Rumah Sakit
Islam Surabaya hanya menggunakan perspektif keuangan yang berupa laporan
keuangan sebagai indikator kinerjanya tanpa memperhatikan perspektif non
keuangan sehingga rumah sakit tidak fokus dalam membantu meningkatkan jasa
pelayanan kesehatan oleh karena itu rumah sakit perlu menerapkan Balanced
Scorecard. Hasil perspektif keuangan pada Rumah Sakit Islam Surabaya yang
diukur dengan tingkat pertumbuhan pendapatan, rasio operasi dan perbandingan
laba dari pendapatan,
Dalam penerapan Balanced Scorecard sebaiknya didukung oleh semua personel
yang ada dan koordinasi yang baik sehingga Balanced Scorecard benar-benar
dapat diterapkan. Empat perspektif dalam Balanced Scorecard akan dapat
memperbaiki bahkan dapat pula menambahkan komponen-komponen penting
yang harus diperhatikan oleh pihak Rumah Sakit Islam Surabaya untuk
meningkatkan kinerjanya. Melakukan evaluasi dan pemantauan yang konsisten
dan berkesinambungan, baik dalam jangka pendek seperti halnya pemantauan
terhadap pelaksanaan program kerja, maupun jangka panjang yang mengarah
terhadap pengaruh perubahan lingkungan pada visi, misi dan strategi yang
digunakan oleh rumah sakit.
Memberikan pelayanan medis yang optimal pada pasien dan menciptakan jasa-
jasa pelayanan medis yang baru sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi dan
target rumah sakit dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Alimudin, A. (2015). Strategi pengembangan minat wirausaha melalui


proses pembelajaran. E-Jurnal Manajemen Kinerja, 1(1).
Alimudin, A. (2017). ANALISIS PENCAPAIAN STRATEGI
MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD. Jurnal Pendidikan
Ekonomi & Bisnis (Edisi Elektronik), 5(2), 178-194.
Alimudin, A. (2017). Strategic Decision Making Based on
Information Systems for Improving the Competitiveness of Small and
Medium Enterprises in the Trade Sector of Tourism and Commerce City.
Alma, buchari. 2009. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa.
Bandung: Alfabeta
Bastian, I. 2001. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama. Penerbit
BPFE Yogyakarta.
Cronin, J.J. and Taylor, S.A. (1992), “Measuring service quality: a re-
examination and extension”, Journal of Marketing, Vol. 56 No. 3, pp. 55-68.
Dendawijaya, L. 2001. Manajemen Perbankan. Cetakan Pertama.
Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Gaspersz, V. 2006. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced
Scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gasperz, V. 2007, Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Jackson, J., Champberlin, J. and Kroenke, K. 2001. Predictors of Patients


Satisfaction. Social Science and Medicine 52: 609-620

Kaplan, R. dan D. Norton. 2000. Balanced Scorecard: Menerapkan


Strategi Menjadi Aksi, Terjemahan oleh Peter R. Yosi Pasla dari Balanced
Scorecard:Transalting Strategi Into Action (1996). Erlangga. Jakarta.
Kotler, P. 1999, Marketing Jilid I, Erlangga, Jakarta.

Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2009. Manajemen Pemasaran.. Alih


bahasa: Bob Sabran.ed.12. Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran.. Alih bahasa: hendra
Teguh, Ronny Antonius Rusli. Jilid I. Jakarta:PT . Prenhalindo.
Lasdi, L. 2002. Balanced Scorecard Sebagai Kerangka Pengukuran
Kinerja Perusahaan Secara Komprohensif dalam Lingkungan Bisnis Global.
Jurnal Widya Manajemen dan Akuntansi, Vol. 2, No. 2.
Levitt, Thedore. 1987. Imajinasi Pemasaran. Terjemahan. Jakarta:
Erlangga
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi : Yogyakarta. Jurnal
Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 2 (2013) 23
Martilla, J.A. and James, J.C. (1977), “Importance-performance analysis”,
Journal of Marketing, Vol. 41 No. 1, pp. 77-9

Mehta, S.C., Lalwani, A.K. and Han, S.L. (2000), “Service quality in
retailing: relative efficiency of alternative measurement scales for different
product service environments”, International Journal of Retail & Distribution
Management, Vol. 28 No. 2, pp. 62-72.
Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard : Alat Manajemen Kontemporer
Untuk Pelipatgandaan Kinerja Keuangan Perusahaan. Edisi Pertama. Penerbit
Salemba Empat. Jakarta.
Mulyadi. 2005. Sistem Manajemen Strategik Berbasis Balanced
Scorecard. Yogyakarta : UPP AMP YKPN
Papadopoulos, Thanos., Radnor, Zoe., Merali, Yasmin. (2010),” The
role of actor associations in understanding the implementation of Lean
thinking in healthcare”, International Journal of Operations & Production
Management , Vol. 31 No. 2, 2011, pp. 167-191
Papadopoulos, Thanos.,2010, “Continuous improvement and dynamic
actor associations A study of lean thinking implementation in the UK
National Health Service”, Leadership in Health Services Vol. 24 No. 3, 2011
pp. 207-227
Parasuraman, A., Zeithaml, V. and Berry, L. (1985), “A conceptual
model of service quality and its implications for future research”, Journal of
Marketing, Vol. 49 No. 3, pp. 41-50.
Performance dan Kepuasan Sebagai Moderating Variable Terhadap Loyalitas
Nasabah, 35-43.

Prajogo, Daniel I.. and McDermott, Peggy (2011),”Examining


competitive priorities and competitive advantage in service organisations
using ImportancePerformance Analysis matrix”, Managing Service Quality
Vol. 21 No. 5, 2011 pp. 465-483.
Radnor, Z.J. and Boaden, R. (2008), “Does lean enhance public
services?”, Editorial. Public Money & Management, Vol. 28, pp. 3-6 (special
issue on Lean in public services).
Siamat, D. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Edisi keempat.
Penerbit Lembaha Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Silvester, K., Lendon, R., Bevan, H., Steyn, R. and Walley, P. (2004),
“Reducing waiting times in the NHS: is lack of capacity the problem?”,
Clinician in Management, Vol. 12 No. 3, pp. 105-11.
Siswanto, E. dan Sulhan. M. 2008. Manajemen Bank: Konvensional
dan Syariah. Penerbit UINMalang Press. Malang
Sony, Y. 2003. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard
Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi. Cetakan Kedua. Penerbit
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Tjiptono F. 1997, Strategi Pemasaran Edisi II, ANDI, Yogyakarta.
Tjiptono, Fandy.2011. Prinsip-Prinsip Total Quality Service.
Yogyakarta: Andi Offset.
Umar, H. 2002. Strategic Management In Action. Cetakan Kedua.
Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Weingarten, S. et al. 1995. A Study of Patients Satisfactions and
adherence to preventive care practice guidelines. The American Journal of
Medicine 99: 590- 596.
Wibisono, D. 2006. Manajemen Kinerja: Konsep, Desain, dan Teknik
Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Yamit, Z. 2002, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Ekonosia,
Yogyakarta.
Zeithaml, Valeri A, 2003, Service Marketing, International Edition,
McGraw Hill compeny, New York.
Zudia, M. 2010. “Analisis Penilaian Kinerja Organisasi Dengan
Menggunakan Konsep Balanced Scorecard Pada PT Bank Jateng Semarang.”
Skripsi Tidak Dipublikasikan, Program Sarjana, Universitas Diponegoro
Semarang.

Anda mungkin juga menyukai