Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN RENCANA DAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN KESEHATAN

PERAWATAN FOTOTERAPI PADA BAYI BARU LAHIR IKTERIK

DI RUANG PBRT RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Stase Keperawatan Anak

Pembimbing Akademik:
Ns. Elsa Naviati, M.Kep., Sp.Kep.An.

Pembimbing Klinik
Ns. Nur Hidayati, S.Kep

Oleh:
I Putu Krisna W.N 22020118210059
Uvi Zahra Rachmadian 22020118210060

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXXII


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
A. LATAR BELAKANG
Di Amerika Serikat, sekitar 65% bayi mengalami ikterus. Penelitian yang
dilakukan Chime dkk3 di Nigeria tahun 2011 didapatkan prevalensi icterus neonatorum
33% dengan 21% lelaki dan 12% perempuan. Di Indonesia, insiden ikterus pada bayi
cukup bulan di beberapa Rumah Sakit (RS) Pendidikan, antara lain, RSCM, RS. Dr
Sardjito, RS Dr. Soetomo, RS. Dr. Kariadi bervariasi antara 13,7 hingga 85% (HTA
Indonesia, 2014). Berdasarkan data registrasi Neonatologi bulan Desember 2014 sampai
November 2015, di antara 1093 kasus neonatus yang dirawat, didapatkan 165 (15,09%)
kasus dengan ikterus neonatorum. Tata laksana hiperbilirubinemia bertujuan untuk
mencegah agar kadar bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang neurotoksik
(Ahmed NA, Hamdoon GW, 2013). Tatalaksana terkini, meliputi pemberian air susu ibu
(ASI), fototerapi, dan tranfusi tukar. Penggunaan fototerapi sebagai salah satu terapi
hiperbilirubinemia telah dimulai sejak tahun 1950 dan efektif dalam menurunkan insiden
kerusakan otak (kern ikterus) akibat hiperbilirubinemia (Hammerman C, Kaplan M,2000).

Keuntungan fototerapi, antara lain, tidak invasif, efektif, tidak mahal, dan mudah
digunakan. Fototerapi mengurangi hiperbilirubinemia melalui proses fotoisomerisasi dan
isomerisasi struktural (Deorari A, Agarwal R, 2002). Efektivitas fototerapi tergantung
pada kualitas cahaya yang dipancarkan lampu (panjang gelombang), intensitas cahaya
(iradiasi), luas permukaan tubuh, jarak lampu fototerapi (AAP, 2004) (Brandao D et all,
2015). Penelitian Seidman dkk tentang konsentrasi penurunan bilirubin setelah dilakukan
fototerapi dengan light emiting devices (LED) blue, blue-green, dan konvensional tidak
ada perbedaan yang signifikan. Fototerapi yang intensif seharusnya dapat menurunkan
kadar bilirubin total serum 1-2 mg/dL dalam 4-6 jam (Martin C, Cloherry J, 2004).
Penelitian Brandao dkk, mendapatkan penurunan kadar bilirubin total setelah fototerapi
0,16 ±0,08 mg/dL/jam atau turun 3,84±1,92 mg/dL dalam 24 jam. Perlu diperhatikan efek
samping fototerapi, antara lain, dapat timbul eritema, dehidrasi, hipertermi, diare, dan
kerusakan retina (Martin C, Cloherry J, 2004).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang fototerapi pada bayi ikterik di rumah
sakit diharapkan ibu-ibu dapat mengerti tentang manfaat serta efeksamping dari
pemberian fototerapi.
2. Tujuan Khusus
a. Setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang fototerapi paada bayi ikterik di
harapkan Ibu dapat menyebutkan kembali apa saja yang perlu diperhatikan setelah
bayi diberikan fototerapi
b. Setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang fototerapi paada bayi ikterik di
harapkan Ibu dapat menyebutkan kembali apa saja manfaat dari fototerapi.
c. Setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang fototerapi paada bayi ikterik di
harapkan Ibu dapat mengerti bagaimana prosedur tindakan yang dilakukan saat
fototerapi
C. SASARAN
Ibu yang memiliki bayi baru lahir ikterik

D. METODE
Metode pelaksanaan pendidikan kesehatan mengenai perawatan fototerapi pada
bayi ikterik dilakukan dengan menggunakan kelompok kecil ibu yang memiliki bayi
ikterik di ruang PBRT. Metode yang digunakan adalah penyuluhan dan diskusi bersama
ibu-ibu di ruang PBRT. Pendidikan kesehatan dibagi menjadi 2 sesi, sesi pertama
penjelasan terkait prosedur pemberian fototerapi serta penjelasan terkait manfaat dan
efeksamping serta penanganan bayi setelah dilakukan fototerapi. Ibu-ibu yang mempunyai
bayi ikterik di PBRT duduk secara melingkar dan akan diberikan media penyuluhan
berupa brosur untuk pegangan ibu ketika dilakukan pendidikan kesehatan. Sesi kedua
dilakukan diskusi bersama, peserta penyuluhan memberikan tanggapan atau pertanyaan
untuk didiskusikan bersama.

E. WAKTU DAN TEMPAT


Hari/ Tanggal : Selasa, 4 Juni 2019
Jam : 11.00 WIB sampai dengan selesai
Durasi : 2 x 15 menit
Tempat : Ruang Laktasi PBRT RSUP Dr. Kariadi Semarang
F. MEDIA
Brosur

G. PENGORGANISASIAN

Keterangan:
: Perawat : Peserta (ibu-ibu)

H. PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan Pendidikan Kegiatan
No Fase Waktu
Kesehatan Peserta
1 Pendahuluan - Mempersiapkan diri dan Mendengarkan 3 menit
(Pre orientasi peserta
dan orientasi) - Memberi salam
- Memperkenalkan diri
- Mengkaji pengetahuan
ibu-ibu terkait fungsi
fototerapi dan kepada
siapa fototerapi
diberikaan.
2 Pemberian Menjelaskan tentang: Mendengarkan 15 menit
Materi - Tujuan perawatan dan
(Tahap kerja) Fototerapi pada bayi memperhatikan
ikterik
- Manfaat serta efek
samping pemberian
fototerapi
- Persiapan perawatan
pada bayi pasca
fototerapi
3 Penutup - Menyimpulkan hasil Menjawab 5 menit
(Termnasi dan materi yang telah pertanyaan
evaluasi) diberikan
- Evaluasi dengan cara
tanya jawab dan diskusi
bersama

I. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur:
a. Mahasiswa menyiapkan pre planning.
b. Mahasiswa kontrak waktu dan ruangan dengan ibu bayi.
2. Evaluasi Proses:
a. Ibu bayi dan mahasiswa pemberi pendidikan kesehatan datang sesuai kontrak
waktu.
b. Ibu bayi memperhatikan materi yang disampaikan oleh mahasiswa pemberi
pendidikan kesehatan.
c. Media poster digunakan dengan baik.
d. Ibu bayi aktif bertanya selama pendidikan kesehatan berlangsung.
3. Evaluasi Hasil:
a. Ibu bayi mampu menyebutkan manfaat dari pemberian fototerapi dan kepada siapa
fototerapi diberikan
b. Ibu bayi mampu nenyebutkan cara pemberian fototerapi dan perawatan bayi pasca
dilakukan fototerapi
DAFTAR PUSTAKA

Health Technology Assestment. Tatalaksana ikterus neonatorum. HTA Indonesia. Unit


pengkajian teknologi kesehatan direktorat jenderal pelayanan medik departemen
kesehatan RI. Jakarta; HTA Indonesia; 2004

Hammerman C, Kaplan M. Recent developments in the management of neonatal


hyperbilirubinemia. Neoreviews 2000;1:19-23

Ahmed NA, Hamdoon GW. A Prospective randomized controlled study of phototherapy using
blue LED and conventional phototherapy in neonatal hyperbilirubinemia. Iraqi Postgrad
Med J 2013;12:668-74

Deorari A, Agarwal R. Unconjugated hyperbilirubinemia in newborns: current perspective.


Indian Pediatrics 2002;39:30-42

AAP. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation.


Pediatrics. 2004;114:297-316. 10.

Brandao D, Draque C, Sanudo A, Filho G, Almeida M. LED versus daylight phototherapy at


low irradiance in newborns ≥ 35 weeks of gestation : randomized controlled trial. J Matern
Fetal Neonatal Med 2015;28:1725- 30.

Seidman DS, Moise J, Ergaz Z, Laor A, Vreeman H, Stevenson D, dkk. A prospective


Randomized controlled study of phototherapy using blue and blue-green lightemitting
devices, and conventional halogen-quartz phototherapy. J Perinatol 2003;23:123-7.

Martin C, Cloherry J. Neonatal hyperbilirubinemia.Dalam: Cloherty J, Eichenwald E, Stark A,


penyunting.Manual of neonatal care. Edisi ke-5. USA. LippincotWiliams &
Walkins;2004.h.185-221.
LAMPIRAN

1. MATERI
a. Pengertian Hiperbillirubin
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang,
atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan
kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus
yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
b. Jenis-jenis ikterik pada bayi baru lahir

1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus
yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 2007):

 Timbul pada hari kedua-ketiga


 Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
 Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
 Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
 Ikterus hilang pada 10 hari pertama
 Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus bila tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada
cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg%
dan 15 mg%.

3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
c. Penanganan Bayi Ikterus

Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan


Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :

1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

Fototherapi

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi


Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan
intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light
spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan
ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin
berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa
proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi
terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.

Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar


Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.

Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg


/ dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan
untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko
Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Tranfusi Pengganti

Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :

1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.


2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :

1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap
sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

Therapi Obat

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang


meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi
Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
Enterohepatika.
d. Peran perawat dalam prosedur fototerapi
Asuhan keperawatan yang diberikan selama pelaksanaan prosedur fototerapi
mulai dari tahap persiapan alat sampai proses pelaksanaan fototerapi menjadi
tanggung jawab perawat untuk memastikan bayi menjalani prosedur fototerapi
secara tetap. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh perawat adalah sebagai
berikut:
a. Lakukan pengkajian terhadap bayi, indikasi penggunaan fototerapi pada bayi.
b. Siapkan ruangan tempat unit fototerapi ditempatkan, suhu dibawah lampu antara
30°C sampai 38°C.
c. Kemudian nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi
dengan baik dan mengganti tabung/lampu fluoresens berfungsi dengan baik dan
mengganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip, jangan
lupa untuk mencatat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung
tersebut. Tabung diganti setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan,
walaupun tabung masih bisa berfungsi
d. Gunakan handrub/ cuci tangan sesuai langkah cuci tangan yang benar
e. Ambil bayi dan tempatkan bayi dibawah sinar fototerapi. Jika berat bayi 2 kg atau
lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basiner dan bayi yang lebih
kecil ditempatkan dalam inkubator.
f. Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dan tutupi mata bayi dengan
penutup mata, dan genitalia bayi dengan popok/diapers.
g. Ubah posisi bayi setiap2-4 jam sekali.
h. Tetap motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI sesuai keinginan dan
kebutuhan atau setiap 3 jam sekali.
i. Pindahkan bayi dari unit fototerapi dan lepaskan penutup mata selama menyusui
akan tetapi jangan pindahkan bayi dari sinar fototerapi bila bayi menerima cairan
melalui intravena atau makanan melalui OGT).
j. Lakukan evaluasi terhadap bayi
k. Dokumentasikan tindakan: catat efek samping yang terjadi selama menjalani
fototerapi seperti letargi, peningkatan kehilangan cairan, perubahan warna kulit,
kerusakan retina dan peningkatan suhu tubuh yang diketahui dengan mengukur
suhu bayi dan suhu udara dibawah sinar fototerapi setiap 3 jam. Matikan sinar
fototerapi sebentar bila bayi sedang menerima oksigen untuk mengetahui apakah
bayi mengalami sianosis sentral .

Anda mungkin juga menyukai