Basic Life Support (BLS)
Basic Life Support (BLS)
BAB I
PENDAHULUAN
itu, pada tahun 2016 diperoleh angka prevalensi penyalahguna narkoba pada
kelompok pelajar dan mahasiswa sebesar 1,9% atau dengan kata lain 2 dari
100 orang pelajar dan mahasiswa menyalahgunakan narkoba. Sedangkan
sampai dengan Maret 2017, BNN telah mengungkap 807 kasus narkotika dan
mengamankan 1.238 tersangka serta mengidentifikasi 65 New Pshychoactive
Substance (NPS) (Direktorat Diseminasi Informasi Deputi Bidang
Pencegahan, 2017). Dari hasil survei Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba (P4GN) BNN Republik Indonesia pada tahun 2009 menyatakan
bahwa rata-rata usia pertama kali menyalahgunakan NAPZA pada usia yang
sangat muda yaitu 12-15 tahun. Angka penyalahgunaan NAPZA berdasarkan
tingkat pendidikan SLTP/SMP tahun 2012 berjumlah 9.743 kasus. Fakta ini
mengindikasikan bahwa peredaran gelap NAPZA masih tetap marak di
kalangan pelajar Indonesia (Fadhilah et al., 2012).
BNNP Jabar melaporkan bahwa tahun 2011, Prevalensi penyalahgunaan
NAPZA di Jawa Barat menempati peringkat ke-6 di Indonesia. Prevalensi
penyalahgunaan narkotika di Jawa Barat mencapai 2,5% jumlah penduduk
atau sekitar 1,1 juta jiwa dan 22% diantaranya adalah pelajar (Afianty, et all.
2014). Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Nusa Tenggara Timur
mencatat selama tahun 2017 terdapat 32.000 orang warga diwilayah provinsi
berbasis kepulauan ini menjadi pengguna narkotika dan obat-obatan terlarang
yang didominasi masyarakat dengan tingkat ekonomi mapan.
Dari hasil rekapitulasi kuesioner Badan Narkotika Nasional Kabupaten
Belu dalam Kegiatan Diseminasi Informasi Melalui Media Konvensional
Tatap Muka di sejumlah SMP dan SMA di Kabupaten Belu didapatkan hasil
dari 6 SMP dan 7 SMA yang dilakukan penyuluhan tingkat pemahaman
tentang penyalahgunaan narkoba masih tergolong kategori sedang dengan
jumlah persentase sebesar 78% dari jumlah total keseluruhan (Data Sekunder
BNN Kabupaten Belu, 2018).
Remaja menjadi target penyalahgunaan NAPZA karena masa remaja
adalah masa pencarian identitas diri, perasaan penasaran dan ingin mencoba
hal baru yang sangat besar. Dapat dikatakan bahwa pada saat ini Indonesia
sedang dilanda penyalahgunaan narkoba yang sangat serius karena
3
wawancara peneliti dengan para siswa, terdapat beberapa orang siswa yang
merokok. Nikotin pada rokok merupakan salah satu bahan adiktif. Banyak
penyalahgunaan NAPZA berawal dari merokok (Nufajri et al., 2013).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala SMP Kristen Atambua, di
jelaskan bahwa hampir setiap tahun ada siswa yang kedapatan merokok
dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah. Upaya preventif terhadap
penyalahgunaan narkoba melalui penyuluhan sudah pernah diadakan di
sekolah ini, tetapi pengukuran sejauh mana tingkat pengetahuan dan sikap
siswa siswi belum pernah dilakukan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pelajar
Tentang Penyalahgunaan NAPZA di SMP Kristen Atambua Kabupaten Belu
Nusa Tenggara Timur”.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
menyadarkan remaja dan masyarakat luar akan bahaya NAPZA untuk masa
depan remaja. Dan dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran secara
kolaboratif atau bekerja sama secara signifikan atau terus menerus mampu
meningkatkan pengetahuan, minat, motivasi, tanggung jawab dan harapan
bersama dalam pencegahan penyalahgunaan NAPZA dan efektif dalam
mencegah penyelahgunaan NAPZA.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan Fadhillah, et all pada tahun 2012
terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri Se-Kecamatan Johar Baru dengan cara
penyebaran angket, peneliti menemukan bahwa masih banyak siswa yang tidak
memahami apa NAPZA, apa saja jenisnya dan bagaimana dampak dari
penyalahgunaan NAPZA tersebut, namun ada juga siswa yang mengetahui
tentang NAPZA, siswa megetahui NAPZA itu obat-obatan yang berbahaya
bagi kesehatan dan dilarang oleh pemerintah, namun siswa tidak mengetahui
seberapa jauh dampak dari penyalahgunaan NAPZA, dan tidak mengetahui apa
saja jenis-jenis NAPZA, dan rata-rata dari mereka mengetahui informasi
tersebut dari internet dan dari teman.
2. Sikap mempunyai daya pendorong. Sikap bukan hanya rekaman masa lalu
tetapi juga pilihan seseorang untuk menentukan apa yang disukai dan
menghindari apa yang tidak diinginkan.
3. Sikap relatif lebih menetap. Ketika satu sikap telah terbentuk pada diri
seseorang maka hal itu akan menetap dalam waktu relative lama karena
hal itu didasari pilihan yang menguntungkan dirinya.
4. Sikap mengandung aspek evaluatif. Sikap akan bertahan selama obyek
sikap masih menyenangkan seseorang, tetapi kapan obyek dinilainya
negatif maka sikap akan berubah.
5. Sikap timbul melalui pengalaman, tidak dibawa sejak lahir, sehingga sikap
dapat diperteguh atau diubah melalui proses belajar.
5. Skala Thurstone
Skala Thurstone meminta responden untuk memilih pertanyaan
yang ia setujui dari beberapa pernyataan yang menyajikan pandangan yang
berbeda-beda. Pada umumnya setiap item mempunyai asosiasi nilai antara
1 sampai dengan 10, tetapi nilai-nilainya tidak diketahui oleh responden.
Pemberian nilai ini berdasarkan jumlah tertentu pernyataan yang dipilih
oleh responden mengenai angket tersebut (Subana, 2000:24 dalam
Riduwan, 2012).
kondisi yang memungkinkan, antara lain, fasilitas, dukungan pihak lain (teman,
sekolah, keluarga) (Maharti, 2015).
Berdasarkan hasil angket pada variabel sikap terhadap penyalahgunaan
NAPZA oleh (Fadillah et all., 2012), bahwa siswa yang memiliki pemahaman
NAPZA yang tinggi diikuti dengan sikap terhadap penolakan penyalahgunaan
NAPZA yang tinggi adalah siswa yang memiliki kecenderungan untuk tidak
menggunakan NAPZA atau menolak untuk menyalahgunakan NAPZA.
sekitar namun jika dilihat secara fisik, psikologi serta mental belum nampak
tanda-tanda kedewasaan yang sesungguhnya (Razak dan Sayuti, 2006, dalam
Nur’artavia, 2017).
Batasan Usia Remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya daerah
setempat. WHO membagi kurun usia dalam 2 bagian, yaitu remaja awal 10-
14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Batasan usia remaja Indonesia 11-14
tahun dan belum menikah. Menurut Hurlock (2011) dalam Putri (2017), masa
remaja dimulai dengan masa remaja awal (12-24 tahun), kemudian
dilanjutkan dengan masa remaja tengah (15-17 tahun), dan masa remaja akhir
(18-21 tahun).
4. Aktivitas berkelompok
Adanya bermacam-macam larangan dari orang tua akan
mengakibatkan kekecewaan pada remaja bahkan mematahkan
semangat para remaja. Kebanyakan remaja mencari jalan keluar
dari kesulitan yang dihadapi dengan berkumpul bersama-sama
teman sebaya. Mereka akan melakukan suatu kegiatan secara
berkelompok sehingga berbagai kendala dapat mereka atasi
bersama.
5. Keinginan mencoba segala sesuatu
Pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
(higt curiotly). Karena memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, remaja
cendrung ingin berpetualang, menjelajahi segala sesuatu, dan ingin
mencoba semua hal yang belum pernah dialami sebelumnya.
2. Faktor Lingkungan :
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik
disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat.
a. Lingkungan Keluarga
Komunikasi orang tua-anak kurang baik.
Hubungan dalam keluarga kurang harmonis.
Orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi.
Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh.
Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan.
Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA.
Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang
konsisten).
Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam
keluarga.
28
2) Pada Fisik
Tidak tampak perubahan yang nyata. Gejala pemakaian berbeda-
beda sesuai dengan jenis narkoba yang dipakai. Bila ketika
memakai ia menjadi lebih lincah, lebih riang, lebih percaya diri,
berarti ia memakai stimulan, sabu, atau ekstasi.
c. Tahap ketiga adalah tahap berkala
Setelah beberapa kali memakai narkoba sebagai pemakai insidentil,
pemakai narkoba terdorong untuk memakai lebih sering lagi. Selain
merasa nikmat, ia juga mulai merasakan sakaw kalau terlambat atau
berhenti mengonsumsi narkoba. Ia memakai narkoba pada saat
tertentu secara rutin. Pemakaian sudah menjadi lebih sering dan
teratur, misalnya setiap malam minggu, sebelum pesta, sebelum
tampil, atau sebelum belajar agar tidak mengantuk.
d. Tahap keempat adalah tahap tetap (madat)
Setelah menjadi pemakai narkoba secara berkala. Pemakai narkoba
akan dituntut oleh tubuhnya sendiri untuk semakin sering memakai
narkoba dengan dosis yang semakin tinggi pula. Bila tidak, ia akan
mengalami penderitaan (sakaw). Pada tahap ini, pemakai tidak dapat
lagi lepas dari narkoba sama sekali. Ia harus selalu memakai narkoba.
Tanpa narkoba, tidak dapat buat apa-apa. Hidupnya 100% tergantung
pada narkoba. Ia disebut pemakai setia, pecandu, pemadat, atau
junkies.
e. Remaja dan Narkoba
Remaja yang terlibat narkoba biasanya mengalami gangguan
fungsi kerja tubuh dan perilaku dikarenakan oleh zat adiktif/candu
yang terkandung dalam berbagai jenis narkoba. Mereka tidak dapat
mengendalikan diri untuk berhenti begitu saja, sehingga
menghilangkan kontrol sosial mereka. Keadaan seperti ini membuat
mereka siap melakukan apa saja untuk mendapatkan narkoba. Inilah
yang membentuk karakteristik para pemakai narkoba.
Sebenarnya sangat tidak mudah untuk dapat memahami para
penyalahguna narkoba karena mengingat kompleksitas permasalahan
33
4) Karakteristik Keluarga
Keluarga penyalahguna narkoba mempunyai karakteristik yang
bervariasi, dari keluarga tukang becak atau buruh, tunawisma,
anak jalanan, pegawai negeri, penguasaha, konglomerat, pejabat
tinggi, petani, guru atau dosen. Dari beberapa latar belakang
keluarga tersebut dapat dicirikan penyebab latar belakang
keluarga penyalahguna antara lain :
- Pola komunikasi yang tidak baik
- Pola pendidikan yang tidak pas
- Penerjemahan kasih sayang dengan materi yang berlebihan
- Keluarga pecah atau semu
- Keluarga yang tidak dapat mengatakan tidak atau senantiasa
tidak
- Kebutuhan psikologis yang kurang
5) Nilai Sosial Obat
Salah satu kebutuhan manusia selain kebutuhan fisik adalah
kebutuhan psikososio-religius, misalnya rasa diakui, rasa bebas,
rasa diperhatikan, dianggap modern. Ternyata obat-obatan yang
dislahgunakan memberikan kebutuhan-kebutuhan tersebut, yaitu
apa yang disebut dengan nilai sosial obat. Meskipun sebenarnya
bersifat semu, karena ketika pengaruh obat hilang maka ia akan
kembali seperti semula.
6) Pengaruh Kelompok Sebaya
Masa remaja adalah masa memasuki kelompok, kelompok
merupakan lingkungan yang utama, sehinggaremaja akan
mempunyai berbagai macam kegiatan kelompok seperti sahabat
karib, klik, kelompok yang lebih besar, kelompok formal dan
geng. Kelompok akhir inilah yang sering berkaitan dengan
masalah penyelahgunaan narkoba.
35
PENYALAHGUNAAN
Bagi Keluarga
NAPZA
Suasana
Faktor Lingkungan :
hidupnyaman dan
1. Lingkungan Keluarga tenteram menjadi
2. Lingkungan Sekolah terganggu
3. Lingkungan Teman
Sebaya
4. Lingkungan
Masyarakat/Sosial Bagi Sekolah
Merusak disiplin
dan motivasi yang
sangat penting
bagi sptoses
Faktor Lain belajar
Bagi
Masyarakat,Bangsa
PENGETAHUAN SIKAP PERILAKU dan Negara
C1 (Tahu) Negara menderita
C2 (Memahami) kerugian karena
masyarakat tidak
C3 (Aplikasi) produktif dan tingkat
kejahatan meningkat
Notoatmodjo
(2007) dalam
Putri (2017).
41
BAB III
METODE PENELITIAN
Tingkat
pengetahuan
tentang
penyalahgunaan
NAPZA :
Sikap :
1. Menerima Kurang
2. Merespon
3. Menghargai
3.4.1 Populasi
3.4.2 Sampel
Keterangan :
n = Besar sampel yang di inginkan
N = Besarnya populasi yang diteliti
D = Derajat akurasi yang di inginkan (5 %)
Besar populasi yang peneliti gunakan adalah. dengan demikian
penghitungan besar sampel secara matematis adalah sebagai berikut :
d = 5 % = 0,05
45
Dit : n = .......... ?
Jawab :
258
n=
1+ 258 (0,052 )
258
n=
1+258(0,0025)
258
n=
1+0.64
258
n= = 157,317073 = 157 (Dibulatkan)
1,64
𝑋
n= NI
𝑁
Keterangan :
27
Kelas VII A : x 173 = 18,20 = 18 siswa
258
46
31
Kelas VII B : x 173 = 20,78 = 21 siswa
258
28
Kelas VII C : x 173 = 18,77 = 19 siswa
258
26
Kelas VII D : x 173 = 17,43 = 17 siswa
258
25
Kelas VIII A : x 173 = 16,86 = 17 siswa
258
26
Kelas VIII B : x 173 = 17,43 = 17 siswa
258
26
Kelas VIII C : x 173 = 17,43 = 17 siswa
258
24
Kelas XI A : x 173 = 16,09 = 16 siswa
258
22
Kelas XI B : x 173 = 14,75 = 15 siswa
258
23
Kelas XI C : x 173 = 15,42 = 15 siswa
258
2) Coding
Peneliti memberikan kode pada setiap jawaban dengan
mengkonvensi pernyataan kedalam data.
3) Processing
Peneliti meng-entry data paket program computer semua
kuesioner yang telah terisi penuh dan benar, dan sudah di beri
kode.
4) Cleaning
Memeriksa kembali data yang telah di masukkan kedalam
computer untuk memastikan data telah bersih dari kesalahan
baik pada waktu pemberian kode maupun pembersihan skor
data. Semua data bersih dan tidak di temukan missing data.
X
P= x 100 %
N
Keterangan :
50
P : persentase
Skor persentase =
Jumlah responden
2. Sikap
Kategori Baik apabila responden memperoleh nilai 37-50
Kategori cukup apabila responden memperoleh nilai 24-36
Kategori kurang apabila responden memperoleh nilai 10-23
(Afianty, et all. 2014).
X
P= x 100 %
N
Keterangan :
P : persentase
Skor persentase =
Jumlah responden
``