Anda di halaman 1dari 9

Posbindu PTM, Dari Masyarakat, Oleh

Masyarakat dan Untuk Masyarakat


Posted by: Said Mardani in Artikel Kesehatan Jumat, 14 Agustus 2015 48,781 Views

Dinkes Inhu – Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) merupakan salah satu
upaya kesehatan berbasis masyarakat yang bersifat promotif dan preventif dalam rangka deteksi dini dan
pemantauan faktor risiko PTM Utama yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik. Faktor risiko
PTM meliputi merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik,
obesitas, stres, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindaklanjuti secara dini faktor risiko
yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar.
Kelompok PTM Utama adalah diabetes melitus (DM), kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah
(PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.
Kegiatan Posbindu PTM pada dasarnya merupakan kegiatan milik masyarakat yang dilaksanakan
sepenuhnya dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Sektor kesehatan khususnya
Puskesmas lebih berperan dalam hal pembinaan Posbindu PTM dan menerima pelayanan rujukan dari
Posbindu PTM di wilayah kerjanya karena pada prinsipnya kegiatan Posbindu PTM mencakup upaya
promotif dan preventif, maka di dalam kegiatan Posbindu PTM tidak mencakup pelayanan pengobatan
dan rehabilitasi. Posbindu PTM akan merujuk setiap kasus PTM yang ditemukan ke Puskesmas atau
pelayanan kesehatan lainnya untuk mendapatkan pelayanan lebih lanjut.

Tujuan dan Sasaran Posbindu PTM


Tujuan utama kegiatan Posbindu PTM adalah untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pencegahan dan penemuan dini faktor risiko PTM. Oleh karena itu sasaran Posbindu PTM cukup luas
mencakup semua masyarakat usia 15 tahun ke atas baik itu dengan kondisi sehat, masyarakat beresiko
maupun masyarakat dengan kasus PTM. Bagi sasaran masyarakat dengan kondisi sehat, Posbindu PTM
bertujuan untuk memberikan penyuluhan dan upaya agar tidak sampai menjadi masyarakat yang
beresiko terkena penyakit PTM. Bagi masyarakat beresiko, Posbindu PTM bertujuan untuk mengenali
faktor resiko PTM yang ada dan upaya mengurangi jumlah maupun intensitas faktor resiko tersebut agar
tidak menjadi penyakit PTM. Dan untuk masyarakat dengan penyakit PTM, Posbindu PTM bertujuan
untuk mengontrol dan menjaga kesehatan secara optimal baik dengan upaya preventif seperti
penyuluhan dan kuratif melalui sistem rujukan Posbindu PTM ke Puskesmas.

Wadah dan Pelaku Posbindu PTM


Posbindu PTM dapat dilaksanakan terintegrasi dengan upaya kesehatan bersumber masyarakat yang
sudah ada, di tempat kerja atau di klinik perusahaan, di lembaga pendidikan, tempat lain di mana
masyarakat dalam jumlah tertentu berkumpul/beraktivitas secara rutin, misalnya di mesjid, gereja, klub
olah raga, pertemuan organisasi politik maupun kemasyarakatan. Pengintegrasian yang dimaksud adalah
memadukan pelaksanaan Posbindu PTM dengan kegiatan yang sudah dilakukan meliputi kesesuaian
waktu dan tempat, serta memanfaatkan sarana dan tenaga yang ada.
Pelaksanaan Posbindu PTM dilakukan oleh kader kesehatan yang telah ada atau beberapa orang dari
masing-masing kelompok/organisasi/lembaga/tempat kerja yang bersedia menyelenggarakan posbindu
PTM, yang dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko PTM
di masing-masing kelompok atau organisasinya. Kriteria Kader Posbindu PTM antara lain berpendidikan
minimal SLTA, mau dan mampu melakukan kegiatan berkaitan dengan Posbindu PTM.

10 Kegiatan Pokok Posbindu PTM


Posbindu PTM meliputi 10 (sepuluh) kegiatan yaitu:
1. Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara sederhana tentang riwayat PTM pada
keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok, kurang makan sayur dan buah, potensi terjadinya
cedera dan kekerasan dalam rumah tangga, serta informasi lainnya yang dibutuhkan untuk
identifikasi masalah kesehatan berkaitan dengan terjadinya PTM. Aktifitas ini dilakukan saat pertama
kali kunjungan dan berkala sebulan sekali.
2. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut, analisis
lemak tubuh, dan tekanan darah sebaiknya diselenggarakan 1 bulan sekali. Analisa lemak tubuh
hanya dapat dilakukan pada usia 10 tahun ke atas. Untuk anak, pengukuran tekanan darah
disesuaikan ukuran mansetnya dengan ukuran lengan atas.
3. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 tahun sekali bagi yang sehat,
sementara yang berisiko 3 bulan sekali dan penderita gangguan paru-paru dianjurkan 1 bulan sekali.
Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi dengan peakflowmeter pada anak dimulai usia 13 tahun.
Pemeriksaan fungsi paru sederhana sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah terlatih.
4. Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit diselenggarakan 3 tahun sekali
dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko PTM atau penyandang diabetes melitus paling sedikit 1
tahun sekali. Untuk pemeriksaan glukosa darah dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter,
perawat/bidan/analis laboratorium dan lainnya).
5. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu sehat disarankan 5 tahun sekali
dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko PTM 6 bulan sekali dan penderita dislipidemia/gangguan
lemak dalam darah minimal 3 bulan sekali. Untuk pemeriksaan Gula darah dan Kolesterol darah
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ada di lingkungan kelompok masyarakat tersebut.
6. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan sebaiknya minimal 5 tahun sekali
bagi individu sehat, setelah hasil IVA positif, dilakukan tindakan pengobatan krioterapi, diulangi
setelah 6 bulan, jika hasil IVA negatif dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA
positif dilakukan tindakan pengobatan krioterapi kembali. Pemeriksaan IVA dilakukan oleh
bidan/dokter yang telah terlatih dan tatalaksana lanjutan
dilakukan oleh dokter terlatih di Puskesmas .
7. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfemin urin bagi kelompok pengemudi
umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat/bidan/analis laboratorium dan
lainnya).
8. Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap pelaksanaan Posbindu PTM. Hal ini
penting dilakukan karena pemantauan faktor risiko kurang bermanfaat bila masyarakat tidak tahu
cara mengendalikannya.
9. Kegiatan aktifitas fisik dan atau olah raga bersama, sebaiknya tidak hanya dilakukan jika ada
penyelenggaraan Posbindu PTM namun perlu dilakukan rutin setiap minggu.
10. Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan pemanfaatan sumber
daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam penanganan pra-rujukan.
Sumber Bacaan:
1. Kemenkes RI (2012). Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu
PTM).
I stilah stunting mungkin masih terdengar asing di telinga sebagian masyarakat
Indonesia. Stuntingadalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang
dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting
terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan
gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit
dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga
berkurang, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.
Berdasarkan data WHO, Indonesia menduduki peringkat ke lima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi
stunting. Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia tingginya berada di bawah
rata-rata. Bahkan, kasus stunting di Indonesia semakin meningkat. Pada 2013 persentase
penderita stunting sebesar 37,2 persen.
Dampak Stunting Pada Anak
Menurut Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, Sp. A(K), spesialis anak, konsultan nutrisi dan penyakit metabolik
dikutip dari situs intisarionline.com, stunting pada anak di bawah tiga tahun atau pada 1.000 hari
pertama sulit untuk diperbaiki. Namun, ada harapan bisa diperbaiki ketika masa pubertas, tergantung
bagaimana orangtua memaksimalkan asupan nutrisinya.
Anak stunting (bertubuh pendek) merupakan indikasi kurangnya asupan gizi, baik secara kuantitas
maupun kualitas, yang tidak terpenuhi sejak bayi, bahkan sejak dalam kandungan. Kondisi ini
menyebabkan anak memiliki tinggi badan cenderung pendek pada usianya. Selain tubuh
pendek, stunting juga menimbulkan dampak lain, baik dampak jangka pendek maupun jangka panjang.
Dampak jangka pendek yaitu pada masa kanak-kanak, perkembangan menjadi terhambat, penurunan
fungsi kognitif, penurunan fungsi kekebalan tubuh, dan gangguan sistem pembakaran. Pada jangka
panjang yaitu pada masa dewasa, timbul risiko penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung
koroner, hipertensi, dan obesitas.
Stunting Bisa Dicegah!
Stunting merupakan masalah kesehatan yang bisa dicegah sejak dini, mulai dari dalam kandungan
hingga masa periode emas pertumbuhan anak. Berikut ini tips mencegah stunting.
1. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup
gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi atau Fe), dan terpantau kesehatannya. Namun, kepatuhan
ibu hamil untuk meminum tablet tambah darah hanya 33%. Padahal mereka harus minimal konsumsi
90 tablet selama kehamilan.
2. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI
(MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
3. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.
4. Sangat dianjurkan ketika bayi berusia tiga tahun atau sudah dapat anak makan dianjurkan
mengkonsumsi 13 gram protein yang mengandung asam amino esensial setiap hari, yang didapat dari
sumber hewani, yaitu daging sapi, ayam, ikan, telur, dan susu.
5. Rajin mengukur tinggi badan dan berat badan anak setiap kali memeriksa kesehatan di Posyandu atau
fasilitas kesehatan lainnya untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak serta mendeteksi
dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
Sumber Bacaan:
1. MCA Indonesia (2015). Stunting dan Masa Depan Indonesia
2. intisarionline.com
3. Sumber lain yang terkait
Jenis Masker yang Tepat dan Cara Penggunaan
yang Benar Untuk Pencegahan Dampak Kabut
Asap
Posted by: Said Mardani in Artikel Kesehatan Kamis, 27 Agustus 2015 120,142 Views

Rengat-Dinkes Inhu. Meningkatnya pencemaran udara oleh kabut asap di beberapa wilayah di
Indonesia khususnya di Sumatra dan Kalimantan tidak hanya menimbulkan keresahan di masyarakat,
namun juga meningkatkan pemberitaan dan informasi terkait kondisi tersebut, termasuk informasi
tentang penggunaan masker kesehatan sebagai alat pelindung sistem pernafasan. Saat ini marak beredar
di internet maupun media sosial yang memberikan informasi tentang cara penggunaan masker kesehatan
yang baik dan benar, namun sebagian dari informasi tersebut tidak mencatumkan sumber yang dapat
dipercaya sehingga menimbulkan perdebatan di masyarakat. Namun terjadinya perdebatan tersebut
membuktikan bahwa saat ini masyarakat telah memiliki kesadaran dan kepedulian yang tinggi akan
pentingnya kesehatan sehingga berupaya mencari informasi yang tepat dan dapat dipercaya dalam
rangka meningkatkan kesehatannya dan melindungi dirinya dari berbagai masalah kesehatan akibat
dampak kabut asap.
Memakai masker pada kondisi udara tercemar seperti saat ini merupakan cara yang mudah dan efektif
untuk melindungi diri dari paparan berbagai polutan yang dapat menurunkan kondisi kesehatan tubuh.
Secara umum ada 2 tipe masker kesehatan yang dapat dipergunakan sebagai alat pelindung diri pada
kondisi kabut asap yaitu masker biasa yang umum dipergunakan dan masker respirator N95. Kedua jenis
masker tersebut merupakan alat pelindung yang dapat melindungi penggunanya dari kontaminasi cairan
atau partikel udara yang tercemar.
Masker Biasa
Masker jenis ini adalah yang umum dipergunakan dan didistribusikan kepada masyarakat ketika terjadi
kabut asap atau kondisi pencemaran udara lainnya seperti gunung meletus. Terkadang masker ini
disebut juga masker wajah (face mask) karena penggunaannya hampir menutupi seluruh wajah atau
disebut juga masker bedah (surgical mask) karena biasanya dipergunakan sebagai alat pelindung diri
oleh petugas kesehatan di rumah sakit ketika melakukan operasi atau tindakan medis lainnya. Masker ini
merupakan salah satu alat utama untuk mencegah penyebaran penyakit seperti influenza, tuberculosis
dan sebagainya. Biasanya jenis masker ini memiliki ciri berupa adanya tali pengikat yang dapat diikatkan
pada bagian belakang kepala atau karet penggantung yang dapat dikaitkan ke telinga. Selain itu pada
permukaan luar umumnya berwarna (warna tergantung merk) dan pada sisi dalamnya berwarna putih
serta pada bagian atas terdapat kawat hidung (nose piece) yang dapat ditekuk sesuai lekuk hidung.
Penggunaan masker ini sangat dianjurkan pada orang yang sakit dengan gejala batuk atau pilek agar
tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.
Apakah masker jenis ini efisien dipergunakan saat kabut asap?
Masker ini didesain sangat sederhana sehingga hanya dapat menjaga percikan cairan saat batuk atau
bersin tetapi kurang efektif untuk menyaring partikel asap maupun polutan yang dapat melewati celah
pada sisi atas, bawah maupun samping masker ketika digunakan ataupun yang lolos melewati bahan
penyaring masker yang tipis. Masker ini sebenarnya kurang maksimal memberikan perlindungan ketika
kabut asap, namun demikian masih tetap lebih baik daripada tidak memakai masker sama sekali.
Bagaimana cara menggunakan masker ini dengan baik dan benar?
Perlu diingat bahwa masker ini hanya boleh dipergunakan sekali pakai. Anda harus menggantinya dengan
yang baru ketika sudah mulai kotor atau berdebu. Beberapa sumber menyatakan bahwa masker ini
hanya efektif dipergunakan 3-4 jam pemakaian atau maksimal 1 hari.
Berikut langkah-langkah penggunaan masker biasa/bedah yang benar dikutip dari San Fransisco
Department of Public Health:
1. Sebelum menyentuh masker, cuci tangan Anda dengan air dan sabun atau hand sanitizer
2. Ambil sebuah masker dan pastikan tidak ada noda kotoran atau lubang/sobekan pada setiap sisi
masker.
3. Tentukan sisi atas masker yang ditandai dengan adanya kawat hidung (nose piece) dan tempatkan
pada bagian atas.
4. Tentukan yang mana sisi luar dan sisi dalam masker, sisi luar biasanya ditandai dengan bagian yang
berwarna dan memiliki permukaan yang lebih kasar serta arah lipatan menghadap ke bawah,
sedangkan sisi dalam biasanya berwarna putih dan memiliki permukaan yang lebih halus.
5. Ikuti instruksi di bawah ini untuk berbagai tipe masker yang digunakan:
Masker dengan karet telinga: gantung masker dengan melingkarkan karet pada setiap telinga.
Masker dengan tali pengikat: Letakkan sisi atas masker pada batas atas hidung dan ikatkan tali
bagian atas pada belakang atas kepala Anda.
6. Tempelkan dan bentuk kawat hidung ( nose piece) mengikuti lekuk hidung Anda.
7. Jika menggunakan masker dengan tali pengikat, ikatkan tali bagian bawah pada belakang leher.
8. Tarik bagian bawah masker sampai menutupi seluruh mulut dan dagu Anda.

Masker Repirator N95


Masker Respirator N95 adalah sebuah alat pelindung pernafasan yang didisain menutupi rapat wajah
penggunanya terutama pada bagian hidung dan mulut dan sangat efisien menyaring partikel di udara
termasuk mikroorganisme. Masker jenis ini sangat dianjurkan untuk digunakan ketika kabut asap terjadi
karena kemampuannya menyaring partikel pencemar sangat baik. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kemampuan masker N95 menyaring partikel asap seukuran 0,1 – 0,3 mikron melebihi 95%
bahkan bisa mencapai 99,5% jika ukuran partikel mencapai 0,75 mikron atau lebih besar.
Bentuk masker ini tidak sefleksibel masker biasa. Biasanya berbentuk agak bulat atau setengah bulat dan
berwarna putih, terbuat dari bahan yang relatif kaku sehingga tidak mudah rusak. Tampilannya yang
solid menyebabkan tidak ada celah yang dapat dimasuki udara luar ketika digunakan. Inilah yang
menyebabkan masker N95 sangat efisien digunakan ketika kondisi kabut asap terjadi. Setiap orang yang
terpapar dampak kabut asap sebaiknya menggunakan masker jenis ini terutama bagi mereka yang
memiliki aktivitas diluar ruangan dalam jangka panjang.

Disamping kemampuannya tersebut, masker ini juga memiliki kekurangan, diantaranya bagi yang tidak
terbiasa menggunakannya mungkin akan merasa gerah dan kurang nyaman sehingga tidak betah
menggunakannya dalam waktu lama. Masker jenis ini juga tidak direkomendasikan untuk mereka yang
memiliki gangguan pernafasan dan penyakit jantung, lanjut usia dan wanita hamil karena masker ini
membuat sulit bernafas sehingga kebutuhan oksigen tidak terpenuhi secara optimal.
Ketersediaannya yang terbatas dan dengan harga relatif mahal menjadikannya bukan menjadi pilihan
utama ketika kabut asap terjadi. Namun jika Anda memiliki masker ini, sebaiknya Anda menggunakannya
dengan baik dan benar. Berikut langkah-langkah menggunakan masker N95 yang baik dan benar:
1. Cuci tangan anda dengan air dan sabun atau hand sanitizer sebelum menggunakan masker.
2. Pilih masker N95 yang cocok dan pas di wajah Anda (biasanya masker ini tersedia dalam beberapa
ukuran).
3. Pegang masker dengan telapak tangan dan letakkan pada wajah Anda sampai menutupi hidung,
mulut dan dagu.
4. Tarik dan posisikan karet pengikat atas ke belakang kepala Anda melewati atas telinga dan posisikan
karet pengikat bawah ke belakang leher Anda melewati bawah telinga.
5. Tekan kawat hidung, tekuk sesuai lekuk hidung dan urut mengikuti kontur hidung dan wajah
6. Pastikan tidak ada celah udara luar yang masuk, cek dengan menarik dan menghembuskan nafas, jika
terasa ada aliran udara dari sisi masker berarti terdapat celah yang memungkinkan udara luar masuk,
perbaiki dengan menggeser posisi masker sampai celah tertutup rapat seluruhnya.
Sumber Bacaan:
1. AsiaOne (2015). How to Choose The Right Mask to Protect Yourself from Haze.
2. CDC (2015). Respirator Trusted-Source Information Section 3: Ancillary Respirator Information.
3. Detik.com (2010). Masker Bedah Kurang Maksimal untuk Menyaring Debu.
Rubella, Gejalanya Mirip Campak Namun Beda
Penyebab
Posted by: Admin in Info Penyakit Jumat, 27 November 2015 20,916 Views

R ubella atau biasa dikenal sebagai campak Jerman umumnya menyerang anak-anak dan remaja.
Penyakit ini disebabkan oleh virus rubella dan dapat menyebar dengan sangat mudah. Virus ini
menyerang kulit dan kelenjar getah bening. Biasanya ditandai dengan ruam yang khas berwarna merah
serta adanya pembengkakan pada kelenjar getah bening (inflamasi). Walaupun tergolong penyakit yang
ringan jika mengenai anak-anak, namun cukup berbahaya untuk wanita yang sedang hamil, bahkan bisa
mengakibatkan kematian pada sang bayi.

Sejak adanya program vaksinasi, jumlah kasus rubella


yang tercatat secara global berkurang secara signifikan. Pada tahun 2012, penderita rubella di Asia
Tenggara yang tercatat oleh WHO adalah sekitar 6.500 jiwa. Di Indonesia sendiri, Riskesdas melaporkan
bahwa terdapat lebih dari 400 kasus rubella yang tercatat di Indonesia pada tahun 2011.
Gejala dan Keluhan Utama
Penderita rubella pada anak-anak cenderung mengalami gejala-gejala yang lebih ringan daripada
penderita dewasa. Tetapi ada juga penderita rubella yang tidak mengalami gejala apa pun dan tetap
dapat menularkan rubella. Penyakit ini umumnya membutuhkan waktu sekitar 14-21 hari sejak terjadi
pajanan sampai menimbulkan gejala. Gejala-gejala umum rubella meliputi:
 Demam
 Sakit kepala
 Hidung tersumbat atau beringus
 Tidak nafsu makan dan mual
 Iritasi ringan pada mata
 Pembengkakan kelenjar limfa pada telinga dan leher
 Ruam berbentuk bintik-bintik kemerahan yang awalnya muncul di wajah lalu menyebar ke badan,
tangan, dan kaki. Ruam ini umumnya berlangsung selama 1-4 hari
 Nyeri pada sendi, terutama pada penderita wanita
Jika Anda atau anak Anda mengalami gejala-gejala di atas, segera periksakan diri ke dokter.
Sumber dan Cara Penularan
Begitu terinfeksi, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu 5-7 hari. Masa penularan tertinggi
penderita rubella biasanya pada 1-5 hari setelah ruam muncul. Penularan utamanya dapat melalui titik-
titik air di udara yang berasal dari batuk atau bersin penderita. Berbagi makanan atau minuman dengan
penderita juga dapat menularkan rubella. Sama halnya jika Anda menyentuh mata, hidung, atau mulut
Anda setelah memegang benda yang terkontaminasi virus rubella.
Langkah Penanganan Rubella
Rubella yang tanpa diserta infeksi sekunder lainnya tidak membutuhkan penanganan medis khusus dari
dokter. Penanganan dapat dilakukan di rumah dengan langkah-langkah sederhana. Tujuannya adalah
untuk meringankan gejala dan bukan mempercepat penyembuhan rubella. Berikut ini beberapa langkah
sederhana yang dapat dilakukan.
 Beristirahatlah sebanyak mungkin
 Minum banyak air putih untuk mencegah dehidrasi
 Mengurangi nyeri dan demam, penderita dapat mengonsumsi parasetamol atau ibuprofen untuk
menurunkan panas dan meredakan nyeri pada sendi
 Minum air hangat bercampur madu dan lemon untuk meredakan sakit tenggorokan dan hidung
beringus.
Namun perlu diingat, jika gejala dan keluhan yang dialami tidak kunjung mereda atau bahkan bertambah
berat, segera hubungi dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Pencegahan Rubella
Pencegahan rubella yang paling efektif adalah dengan vaksinasi, terutama bagi wanita yang berencana
untuk hamil. Sekitar 90 persen orang yang menerima vaksin ini akan terhindar dari rubella. Vaksin rubella
biasanya tergabung dalam vaksin kombinasi MMR yang juga mencegah campak dan gondong. Vaksin ini
termasuk dalam daftar imunisasi wajib bagi anak di Indonesia. Vaksin MMR dapat dijalani kapan saja,
tapi umumnya diberikan saat anak berusia satu tahun tiga bulan dan diulangi saat anak berusia enam
tahun.
Wanita yang merencanakan kehamilan juga dianjurkan memeriksakan diri melalui tes darah. Jika hasil tes
menunjukkan bahwa seorang wanita belum memiliki kekebalan terhadap rubella, dokter akan
menganjurkannya untuk mendapatkan vaksinasi MMR. Setelah itu, dia harus menunggu minimal empat
minggu untuk hamil. Harap diingat bahwa vaksinasi ini tidak boleh diberikan saat sedang hamil.
Selain vaksin, mencegah penularan dan penyebaran rubella juga penting. Cara-caranya meliputi:
 Hindari kontak dengan penderita sebisa mungkin, khususnya untuk ibu hamil yang belum menerima
vaksin MMR dan orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah.
 Pindahkan penderita ke ruangan terpisah yang jauh dari anggota keluarga.
 Menjaga kebersihan diri, misalnya selalu mencuci tangan sebelum makan, setelah bepergian, atau jika
terjadi kontak dengan penderita.
Rubella dan Kehamilan
Walau sama-sama menyebabkan ruam kemerahan pada kulit, rubella berbeda dengan campak. Penyakit
ini biasanya lebih ringan dibandingkan dengan campak. Tetapi jika menyerang wanita yang sedang hamil,
terutama sebelum usia kehamilan lima bulan, rubella berpotensi tinggi untuk menyebabkan sindrom
rubella kongenital atau bahkan kematian bayi dalam kandungan. WHO memperkirakan tiap tahun
terdapat sekitar 100.000 bayi di dunia yang terlahir dengan sindrom ini.
Sindrom rubella kongenital dapat menyebabkan cacat lahir pada bayi, seperti tuli, katarak, penyakit
jantung kongenital, kerusakan otak, organ hati, serta paru-paru. Diabetes tipe 1, hipertiroidisme,
hipotiroidisme, serta pembengkakan otak juga dapat berkembang pada anak yang terlahir dengan
sindrom ini.
Sumber Bacaan:
1. James Chin (2001). Manual Pemberantasan Penyakit Menular.
2. alodokter.com (2015). Rubella
3. Sumber lain yang terkai
Memahami Lebih Dalam Tentang Kawasan Tanpa
Rokok (KTR)
Posted by: Admin in Artikel Kesehatan, Tips Hidup Sehat Jumat, 12 Agustus 2016 14,796 Views

S emua orang berhak dilindungi kesehatannya dari paparan asap rokok orang lain. Tidak ada batas
aman bagi paparan asap rokok. Racun yang dikandung asap rokok yang masuk ke dalam tubuh secara
kumulatif akan tersimpan dan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan. Karena itu, salah satu upaya
efektif untuk melindungi seluruh masyarakat dari asap rokok orang lain adalah melalui penerapan
kawasan tanpa rokok (KTR). Penerapan KTR memungkinkan masyarakat untuk dapat menikmati udara
bersih dan sehat serta terhindar dari berbagai risiko yang merugikan kesehatan dan kehidupan.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan
merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan produk
tembakau. Oleh karena itu semua tempat yang telah ditetapkan sebagai KTR harus bebas dari asap
rokok, penjualan, produksi, promosi dan sponsor rokok.
Pemerintah melalui UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No. 109 Tahun 2012 Tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan telah
mewajibkan pemerintah daerah untuk menetapkan KTR di wilayahnya masing-masing melalui Peraturan
Daerah (Perda) atau peraturan perundang-undangan daerah lainnya. KTR ini meliputi: fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum,
tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu, masyarakat, DPR/DPRD,
maupun pemerintah dan pemerintah daerah untuk melindungi generasi sekarang maupun yang akan
datang dari bahaya asap rokok. Lebih dari 7.000 bahan kimia telah teridentifikasi pada asap rokok, 250
senyawa tersebut adalah racun dan karsinogenik. Oleh karena itu, diperlukan komitmen bersama dari
lintas sektor dan berbagai elemen masyarakat ini akan sangat berpengaruh pada penerapan KTR.
Penerapan KTR secara konsisten diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
terutama terkendalinya faktor risiko penyakit dan kematian yang disebabkan oleh rokok, dan
meningkatnya budaya msyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, akan
meningkatkan citra (pandangan) yang baik dari masyarakat umum terhadap daerah dan pemerintahnya
dengan meningkatnya kedisiplinan, ketertiban dan kepatuhan pada peraturan. Dari aspek lingkungan,
penerapan KTR akan berdampak pada meningkatnya kualitas udara, terutama kualitas udara dalam
ruang. Dalam bidang ekonomi, akan mampu meningkatkan tingkat ekonomi keluarga karena
berkurangnya belanja rokok, terutama pada keluarga miskin. Demikian juga bagi pemerintah
setempatnakan mengurangi pengeluaran belanja pemerintah daerah untuk pembiayaan kesehatan dalam
penanggulangan penyakit akibat rokok.
9 Indikator Kepatuhan dalam Monitoring Evaluasi KTR
1. Tidak tercium asap rokok
2. Tidak terdapat orang merokok
3. Tidak terdapat asbak/korek api/pemantik
4. Tidak ditemukan puntung rokok
5. Tidak terdapat ruang khusus merokok
6. Terdapat tanda larangan merokok
7. Tidak ditemukan adanya indikasi merek rokok atau sponsor, promosi dan iklan rokok di area KTR
8. Tidak ditemukan penjualan rokok (pada sarana kesehatan, sarana belajar, sarana anak, sarana
ibadah, kantor pemerintah dan swasta, dan sarana olahraga kecuali: pasar modern/mall, hotel,
restauran, tempat hiburan dan pasar tradisional)
9. Penjualan rokok tidak di-display (dipajang)

Anda mungkin juga menyukai