Anda di halaman 1dari 17

Judul

PENDEKATAN INQUIRY BERORIENTASI


CHEMOENTREPRENEURSHIP UNTUK MENINGKATKAN JIWA
WIRAUSAHA MAHASISWA KIMIA MELALUI PRAKTIKUM

Bidang Penelitian
Bidang Ilmu Pendidikan Kimia

Latar Belakang Penelitian


Keterpurukan perekonomian Indonesia sejak tahun 1997, menyadarkan
masyarakat pendidikan tinggi Indonesia akan ketidaklengkapan pendidikan
yang telah dilaksanakan selama ini. Secara umum, budaya cendekia yang telah
berhasil ditumbuhkan dalam pendidikan tinggi di Indonesia, ternyata
dirasakan tidak cukup untuk membekali para sarjana agar dapat hidup mandiri,
berkreasi memanfaatkan sains dan teknologi yang telah dipelajarinya. Selama
ini pendidikan di perguruan tinggi, lebih banyak menghasilkan lulusan pekerja
yang walaupun berpengetahuan tinggi, bukan wirausahawan yang dengan
penguasaan sains dan teknologinya berusaha secara mandiri mensejahterakan
diri dan masyarakatnya. Walaupun ada beberapa sarjana yang berhasil
membangun industri atau perusahaan, dan kreativitasnya dapat menjadi suatu
produk komoditas pasar, namun hal tersebut bukan sebagai akibat dari
tumbuhnya sikap kewirausahaan sebagai hasil pendidikan formal.
Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur materi dan
perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan tersebut. Materi yang
dipelajari ada yang bersifat mikro seperti partikulat atom atau molekul dan ada
yang bersifat makro seperti benda-benda yang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari yang telah diproduksi secara masal untuk memenuhi kebutuhan
manusia seperti alkohol, asam cuka, formalin dan produksi kimia lain. Jika
benda-benda disekitar kita dan proses produksi menjadi bagian dalam proses
pembelajaran, akan mempermudah siswa memahami kimia. Disamping itu
pengetahuan dan ketrampilan tentang proses produksi suatu bahan akan
menumbuhkan jiwa kewirausahaan berbasis kimia (chemoentrepreneurship).
Jiwa kewirausahaan ini sangat diperlukan untuk membangun generasi mandiri
yang mampu mengolah sumber daya alam untuk kemaslahatan.
Konsep pendekatan chemoentrepreneurship (CEP) adalah suatu pendekatan
pembelajaran kimia yang kontekstual yaitu pendekatan pembelajaran kimia
yang dikaitkan dengan objek nyata. Tujuannya adalah untuk memotivasi siswa
agar mempunyai semangat wirausaha, dengan pendekatan ini pengajaran
kimia akan lebih menyenangkan dan memberi kesempatan pada peserta didik
untuk mengoptimalkan potensinya agar menghasilkan produk. Bila peserta
didik sudah terbiasa dengan kondisi belajar yang demikian tidak menutup
kemungkinan akan memotivasi mereka untuk berwirausaha. (Supartono,
2006). Chemoentrepreneurship (CEP) ini dilaksanakan untuk
menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan pada para mahasiswa dan juga
staf pengajar, serta diharapkan menjadi wahana pengintegrasian secara sinergi
antara penguasaan Sains dan Teknologi dengan jiwa Kewirausahaan.
Bertumbuhkembangnya budaya kewirausahaan di perguruan tinggi, dapat
diharapkan bahwa hasil-hasil penelitian dan pengembangan selain bernilai
akademis, juga mempunyai nilai tambah bagi kemandirian perekonomian
bangsa. Demikian pula para lulusan perguruan tinggi tidak hanya berorientasi
dan mampu menjadi pekerja saja, tetapi juga berorientasi dan mampu bekerja
mandiri dan mengelola perusahaan atau industri sendiri, yang tidak tertutup
kemungkinannya menjadi industri atau perusahaan besar. Situasi ini akan
membuka peluang lebih besar bagi terwujudnya Industrial Park yang telah
sejak lama menjadi cita-cita di banyak perguruan tinggi. Dengan demikian
hubungan sinergik antara pengembangan sains dan teknologi dengan
penerapannya untuk kemandirian bangsa Indonesia dalam bidang teknologi
dan ekonomi, akan terwujud dengan dukungan penuh perguruan tinggi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Mursiti, et al., (2006)
menunjukkan bahwa pembelajaran kimia dengan pendekatan
chemoentrepreneurship meningkatkan hasil belajar dan kreativitas peserta
didik secara signifikan. Menurut Supartono (2006), pembelajaran kimia
dengan pendekatan chemoentrepreneurship berhasil meningkatkan ketuntasan
belajar secara klasikal hingga 95% pada pembelajaran hidrokarbon di kelas X
SMA Negeri 2 Ungaran. Menurut Sukma Maria (2004) bahwa pembelajaran
dengan metode inquiry dapat dijadikan alternatif pembelajaran untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Rio Ratna (2005) kegiatan
laboratorium berbasis inquiry dapat menumbuhkan kompetensi dasar untuk
merencanakan penelitian ilmiah dalam bidang fisika kelas II SMA.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka pada penelitian ini pendekatan yang
dilakukan adalah pendekatan inquiry berorientasi chemoentrepreneurship.
Dengan pendekatan inquiry berorientasi chemoentrepreneurship ini
mahasiswa didorong untuk terlibat aktif dalam pembentukan konsep dan
memungkinkan peserta didik dapat mempelajari proses pengolahan suatu
bahan menjadi produk baru yang bermanfaat, bernilai ekonomi dan
menumbuhkan semangat kewirausahaan (Supartono, 2006).
Belajar
Menurut Syah dalam Dictionary of Psychologi membatasi belajar dalam
dua macam, yaitu:
Belajar adalah perolehan perubahantingkah laku yang relative menetap sebagai
akibat latihan dan pengalaman.’
Belajar adalah proes memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan
khusus (Syah, 1995).
Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antr individu dengan individu dengan lingkungannya,
sehingga mereka labih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Pengertian ini
dapat mengalami perubahan tingkah laku baik dalam aspek pengetahuan,
ketrampilan, maupun dalam sikapnya. Hal ini merupakan salah satu criteria
keberhasilan belajar yang ditandai oleh terjadinya perubahan tingkah laku pada
diri individu yang belajar. Tanpa adanya perubahan tingkah laku, belajar dapat
dikatakan gagal.
Belajar merupakan aktivitas yang berproses maka sudah tenu didalamnya
terjadi perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan tersebut timbul melalui
fase-fase yang antara satu dengan yang lainnya bertalian secara berurutan dan
fungsional. Proses pembelajaran siswa menempuh tiga fase. Fase-fase tersebut
antara lain:
Fase informasi (tahap penerimaan materi).
Pada fase ini seorang siswa yang belajar memperoleh sejumlah keterangan
mengenai materi yang sedang dipelajari.
Fase transformasi.
Pada fase ini informasi yang diperoleh dianalisis, diubah atau
ditransformasikn menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak
pada gilirannya dapat dimanfaatkan pada hal-hal yang lebih luas.
Fase evaluasi.
Pada fase ini seorang siswa akan menilai diri sendiri sejauh manakah
pengetahuan (informasi yang telah ditransformasikan tadi) dapat
dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi (Syah, 1995).

Metode Inquiry
Tugas guru yang utama bukan lagi menyampaikan pengetahuan melainkan
memupuk pengertian, membimbing siswa untuk belajar sendiri. Berdasarkan
pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa di dalam proses belajar mengajar yang
penting adalah sikap dan tehnik belajar, agar siswa dapat belajar sepanjang
hidupnya. Melalui metode belajar inquiry diharapkan siswa mampu untuk
menemukan konsep dengan mentalnya sendiri (Nasution, 1984).
Inquiry adalah suatu proses dimana dalam suatu kegiatan siswa dan guru
secara berkelanjutan menjadi seorang penanya, menjadikan siswa sebagai orang
yang selalu ingin mencari sebab dan mempunyai rasa ingin tahu. Dengan kata lain
inquiry adalah kegiatan yang merumuskan dan mendesain eksperimen sendiri,
mengumpulkan dan menganalisis data, kemudian menarik kesimpulan sendiri.
Jadi tujuan inquiry adalah menyediakan peralatan atau cara bagi siswa untuk
mengembangkan ketrampilan intelektualnya yang berkaitan dengan berfikir kritis
dan memecahkan masalah (Arifin, 2003).
Kondisi-kondisi yang diperlukan untuk proses belajar melalui inquiry
adalah sebagai berikut:
Fleksibel, bebas untuk berinteraksi.
Peka terhadap lingkungan.
Memudahkan untuk memusatkan perhatian.
Bebas dari tekanan.
Adapun peranan guru dalam proses belajar mengajar melalui inquiry adalah
sebagai berikut:
Membimbing dan menantang siswa untuk berfikir.
Memberikan keluasaan untuk berpendapat, berinisiatif, dan bertindak.
Memberikan dukungan untuk berinquiry.
Menentukan diagnosa kesulitan-kesulitan siswa dan membantu mengatasinya.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa untuk mencapai proses belajar
mengajar inquiry perlu diciptakan suasana dan kondisi yang memungkinkan untuk
berhasilnya proses belajar inquiry yang dialami siswa (Amin, 1987).
Adapun alur proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan
metode inquiry meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari
3 atau 4 orang siswa.
Guru membagikan petunjuk praktikum kepada siswa.
Guru memberikan pengarahan kepada siswa tentang kegiatan atau praktikum
di laboratorium serta membimbing diskusi pengarahan sebelum kegiatan
penemuan dimulai.
Siswa melakukan kegiatan penemuan dengan cara melaksanakan percobaan
atau praktikum di laboratorium sesuai dengan petunjuk praktikum dalam
bimbingan guru.
Siswa menjawab semua pertanyaan dan tugas-tugas yang terdapat pada
petunjuk praktikum.
Adapun kelebihan metode inquiry dapat disimpulkan sebagai berikut:
Mendorong siswa berfikir inisiatif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
Memberikan kepuasan pada diri sendiri.
Situasi proses belajar mengajar menjadi lebih terangsang.
Pengajaran lebih terpusat pada siswa (student centered).
Siswa dapat membentuk dan mengembangkan konep sendiri.
Siswa mempunyai strategi tertentu untuk menyelesaikan tugas dengan caranya
sendiri.
Dapat mengembangkan bakat kemampuan individu.
Dapat menghindarkan siswa dari cara-cara belajar menghafal.
Memberikan waktu bagi siswa untuk menerapkan hasil eksperimen untuk
disesuaikan dengan teori.
Adapun kekurangan metode inquiry adalah sebagai berikut:
Jika sekolah belum memiliki perlengkapan laboratorium penggunaan metode
ini akan kesulitan.
Membutuhkan waktu yang cukup banyak.
Membutuhkan guru yang mempunyai kreatifitas tinggi.
Apabila kurang terpimpin dan terarah dapat berakibat materi yang dipelajari
menjadi rancu.

Peranan Kegiatan Laboratorium dalam Pembelajaran Kimia.


Praktikum adalah istilah yang biasa digunakan di Indonesia untuk
menunjuk kegiatan yang dikerjakan di laboratorium. Definisi kerja laboratorium
adalah suatu kerja yang bertempat dalam lingkungan yang disesuaikan dengan
tujuan dimana siswa terlibat dalam pengalaman belajar yang terencana,
berinteraksi dengan peralatan untuk mengobservasi dan memahami fenomena.
Jadi laboratorium merupakan tempat belajar.
Praktikum atau kegiatan belajar di laboratorium dapat dikotomikan
menjadi kegiatan praktikum yang bersifat vertifikasi dan praktiku berbasis
inquiry. Praktikum vertifikasi adalah rangkaian kegiatan pengamatan/pengukuran,
pengilahan data, dan penarikan kesimpulan yang bertujuan untuk membuktikan
konsep atau hokum yang sudah diajarkan di kelas (atau sudah dimiliki siswa).
Praktikum berbasis inquiry adalah kegiatan laboratorium yang memungkinkan
siswa untuk: (1) mengeksplorasi gejala dan menyatakan permasalahan, (2)
mengusulkan jawaban sementara, (3) mendesain dan mengijikan hipotesis, (4)
mengorganisasikan dan menganalisis data yang diperoleh, (5) merumuskan
kesimpulan.
Fungsi laboratorium yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan
laboratorium adalah sebagai berikut:
Alat atau tempat untuk menguatkan atau memberikan kepastian informasi.
Alat atau tempat untuk menemukan sebab akibat.
Alat atau tempat untuk membuktikan benar atau tidaknya factor-faktor atau
gejala-gejala tertentu.
Alat atau tempat untuk mempraktekkan apa atau sesuatu yang diketahui.
Alat atau tempat untuk mengembangkan ketrampilan.
Alat atau tempat untuk memberikan ketrampilan-ketrampilan.
Alat atau tempat untuk membantu siswa belajar mengunakan metode ilmiah
dalam pemecahan masalah.
Alat atau tempat untuk melanjutkan atau melaksanakan penelitian
perseorangan atau kelompok. (Amien, 1987).
Dari fungsi laboratorium diatas, jelas setiap fungsi adalah penting dan
secara langsung berkaitan dengan hakekat produk ilmiah dan proses beljar yang
diharapkan. Laboratorium merupakan salah satu factor yang penting untuk
mengembangkan ketrampilan proses sains. Kegiatan laboratorium dalam
pengajaran sains bergantung pada sasaran atau tujuan pengajaran itu sendiri.
Melalui kegiatan praktikum siswa akan melaksanakan proses belajar yang aktif
dan akan memperoleh pengalaman langsung. Siswa akan mengalami suatu proses
belajar yang efisien dalam arti siswa tidak kan memperoleh ilmu yang statis atau
otoriter. Siswa diharapkan akan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan
berbagai ketrampilan psikomotorik maupun intelektual, sehingga siswa menyadari
bahwa ilmu itu sebenarnya bersifat dinamik.(Amien, 1987)

Kompetensi Merancang Penelitian Kimia Sederhana


Langkah awal dalam suatu penelitian kimia adalah melakukan
perencanaan. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam merencanakan suatu
penelitian kimia adalah sebagai berikut:
Merumuskan masalah.
Penelitian dimulai dengan merumuskan masalah yang biasanya berupa
pertanyaan ilmiah dan merupakan pertanyaan terbuka. Pertanyaan ilmiah ini
dapat dijawab melalui pengumpulan informasi dan melakukan penelitian
ilmiah.
Menentukan hipotesis.
Setelah merumuskan masalah yang akan diteliti, tahap selanjutnya adalah
menentukan hipotesis yang merupakan dugaan atau jawaban sementara atas
masalah yang telah dirumuskan. Dugaan tersebut harus masuk akal. Oleh
karena masih beripa dugaan, hipotesis tersebut belum tentu benar. Hipotesis
berfungsi sebagai kerangka dasar percobaan yang akan dilakukan.
Menetapkan variable.
Variabel adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil suatu penelitian.
Ada tiga jenis variable yang digunakan dalam kegiatanpenelitian, yaitu
variable bebas, variable bergantung (terikat), dan variable tetap. Variable
bebas adalah variable yang sengaja diubah-ubah. Variable bergantung adalah
variable yang diukur atau diamati untuk memperoleh hasil. Variabel tetap
adalah variable yang tidak berubah. Dalam penelitian, dikenal istilah control,
yang fungsinya sebagai pembanding.
Menetapkan prosedur kerja dan cara mengolah data.
Prosedur kerja suatu penelitian merupakan uraian langkah kerja yang akan
dilaksanakan. Prosedur kerja dapat juga dibuat dalam bentuk diagram alir.
Setelah menetapkan prosedur kerja, siswa juga harus menetapkan cara
pengumpulan data. Untuk mempermudah pengumpulan data, biasanya siswa
dapat membuat tabel hasil pengamatan.
Menetapkan alat-alat yang diperlukan.
Dalam melakukan suatu penelitian, jenis alat yang digunakan harus
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Agar penelitian berjalan dengan lancer,
siswa harus mengenal alat-alat yang sering digunakan dalam penelitian dan
juga memahami fungsinya.
Indikator yang digunakan ntuk mengetahui kemampuan merancang
penelitian kimia sederhana adalah menetapkan variable, menyusun hipotesis,
menetapkan alat dan bahan, menentukan langkah kerja, menetapkan cara
memperoleh data dan menetapkan cara menganalisis data. Kemampuan inilah
yang secara mendasar sangat dibutuhkan dalam kerja ilmiah. (Sutresna, 2003)

Chemoentrepreneurship (CEP)
Konsep pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP) adalah suatu
pendekatan pembelajaran kimia yang kontekstual yaitu pendekatan pembelajaran
kimia yang dikaitkan dengan objek nyata sehingga selain mendidik dengan
pendekatan CEP ini memungkinkan peserta didik dapat mempelajari proses
pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi dan
menumbuhkan semangat berwirausaha. Pendekatan CEP dalam pengajaran kimia
akan lebih menyenangkan dan memberi kesempatan peserta didik untuk
mengoptimalkan potensinya agar menghasilkan suatu produk. Apabila peseta
didik sudah terbiasa dengan kondisi belajar yang demikian, tidak menutup
kemungkinan akan memotivasi peserta untuk berwirausaha (Supartono, 2006).
Berdasarkan landasan pemikiran tersebut, pendekatan CEP menuntut
potensi peserta didik untuk belajar secara maksimal sehingga mampu
menampilkan kompetensi tertentu. Proses belajar siswa tidak lagi berorientasi
kepada banyaknya materi perlajaran kimianya (subject matter oriented), tetapi
lebih berorientasi kepada kecakapan yang dapat ditamilkan oleh peserta didik
(life-skill oriented). Pendekatan pembelajaran yang demikian sejumlah
kompetensi dapat dicapai, proses belajar-mengajarnya menjadi lebih menarik,
peserta didik terfokus perhatiannya dan termotivasi untuk mengetahui lebih jauh
serta hasil belajarnya menjadi lebih bermakna (Supartono, 2006).
Pendekatan pembelajaran kimia CEP juga memberi peluang epada siswa
untu dapat mengatakan dan melakukan sesuatu. Jika pendekatan pembelajaran
CEP diaplikasikan, maka siswa dapat mengingat lebih banyak konsep atau proses
kimia yang dipelajari. Dampak dari penerapan CEP ini menjadikan belajar kimia
menjadi lebih bermakna, sehingga dapat meningkatkan hasil elajar siswa. Hal
demikian sesuai dengan kerucut pengalaman belajar bahwa siswa belajar 10% dari
yang dibaca, 20% dari yang didengar, 30% dari yang dilihat, 50% dari yang
dilihat dan didengar, 70% dari yang dilakukan dan 90% dari yang dilakukan dan
dikatakan (Supartono, 2006)
Pendekatan ketrampilan proses adalah pendekatan yang mengutamakan
proses dan ketrampilan intelektual. Pendekatan ketrampilan proses diperlukan
kemampuan/ketrampilan dasar tertentu.Guru harus menumbuhkan dan
mengembangkan kemampuan-kemapuan tersebut dalam diri siswa, sehingga
diharapkan siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan
konsep serta nilai dan sikap yang dituntut. Seluruh irama gerakan/tindakan dalam
proses belajar mengajar ini akan menciptakan kondisi Cara Belajar Siswa Aktif.
Ketrampilan ini harus sejak dini dilatihkan epada siswa (Saptorini, 2004). Adapun
ketrampilan-ketrampilan dasar tersebut, yaitu:
Mengobservasi atau mengamati, termasuk didalamnya menghitung,
mengukur, mengklasifikasikan dan mencari hubungan ruang/waktu.
Membuat hipoesis.
Merencanakan eksperimen.
Mengendalikan variable.
Menafsirkan data atau menginterpretasi.
Menyusun kesimpulan sementara.
Meramalkan.
Menerapkan.
Mengkomunikasikan.
Pendekatan CEP senantiasa memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berrlatih menggunakan ketrampilan-ketrampilan proses tersebut. Siswa diberi
peluang untuk melaksanakan kerja ilmiah da dieksplorasi potensinya secara
optimal, agar mereka benar-benar teribat aktif secara fisik dan mental dalam
belajar kimia (Supartono, 2005).

Kecakapan Hidup (Life Skill)


Kecakapann hidup (life skill) adalah kemampuan dan keberanian untuk
menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proktif dan kreatif mencari
dan menemukan solusi untuk mengatasinya. Orientasi pembelajarannya mengikuti
alur konsep pengajaran (life skill) yang meliputi materi-materi kecakapan pribadi,
kecakapan social, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Fokus
akhirnya terletak pada pemberian kecakapan vokasional. Kecakapan hidup dapat
dipilah menjadi 2 jenis utama, yaitu:
Kecakapan hidup yang bersifat generic (generic life skill/GLS) yang mencakup
kecakapa pribadi (personal skill/PS) dan kecakapan social (social skill/SS).
Kecakapan pribadi mencakup kecakapan akan kesadaran diri atau memahami
diri (self awareness) dan kecakapan berfikir (thinking skill), sedangkan
kecakapan social mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill)
dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill).
Kecakapan hidup spesifik (specific life skill/SLS) yaitu kecakapan untuk
menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu yang mencakup kecakapan
akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual dan kecakapan
vokasional (vocational skill). Kecakapan akademik terkait bdang pekerjaan
yang lebih memerlukan pemikiran sehingga mencakup kecakapan
mengidentifikasi variable dan hubungan antara satu dengan yang lainnya,
kecakapan merumuskan hipotesis, dan kecakapan merancang dan
melaksanakan penelitian. Kecakapan vokasional terkait dengan bidang
pekerjaan yang memerlukan ketrampilan motorik. Kecakapan vokasional
mencakup kecakapan vokasional dasar (basic vokasional skill) dan kecakapan
vokasional khusus (occupational skill).
Kecakapan kesadaran diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri
sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga
Negara, sebagai bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal
untuk meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri
maupun lingkungannya.
Kesadaran diri merupakan proses internalisasi dari informasi yang
diterima yang pada saatnya menjadi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan
diwujudkan menjadi perilaku keseharian. Oleh karena itu, walaupun kesadaran
diri lebih merupakan sikap, namun diperlukan kecakapan untuk menginternalisasi
informasi menjadi nilai-nilai dan kemudian mewujudkan menjadi perilaku
keseharian. Oleh karena itu dalam hal ini, kesadaran dikategorikan sebagai suatu
kecakapan hidup.

Kreativitas
Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru,
berdasarkan data atau unsure-unsur yang ada. Kreativitas juga dapat didefinisikan
sebagai kemampuan untuk menentukan pertalian baru, melihat subjek dan
perspektif baru dan membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang
telah tercetak dalam pikiran. Setiap kreasi mencakup sebuah kombinasi baru dari
ide-ide, produksi-produksi, warna-warna, tekstur-tekstur, produksi baru yang
inovatif, seni dan literature, semua itu memuaskan kebutuhan umat manusia.
(Evans, 1991)
Kreativitas seseorang dapat dilihat dari beberapa indikator tertentu, antara
lain sebagai berikut:
Sering mengajukan banyak pertanyaan.
Mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang.
Memberikan banyak gagasan atau asal usul terhadap suatu masalah.
Orisinal dalam mengungkapkan gagasan dalam penyelesaian masalah.
Merasa bebas dalam menyatakan pendapat.
Mencari dan menganalisis data yang diketahui dalam menyelesaikan masalah.
Mempunyai daya imajinasi.
Memiliki rasa humor. (Supartono, 2006b)
Mampu mengembangkan suatu gagasan atau produk.
Memberi pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri.
Mencari penyelesaian tanpa bantuan orang lain.
Ingin mengamati perubahan-perubahan dari hal-hal atau kejadian atas dasar sudut
pandangnya sendiri.
Mempunyai rasa keindahan.
Berani mencoba hal-hal baru.
Menghargai kesempatan-kesempatan yang diberikan. (Munandar, 1992)

Inovasi
Inovasi berasal dari bahasa Inggris dari kata inovation yang sering
diterjemahkan sesuatu yang baru atau pembaharuan. Inovasi berbeda dengan
penemuan. Inovasi dikembangkan berdasarkan pengetahuan yang ada sedangkan
penemuan benar-benar asli dan baru diciptakan. Inovasi menambahkan satu
pengetahuan baru dan merupakan satu cara yang ebih baik untuk melakukan
sesuatu yang sudah berlangsung lama sekali. Dengan demikian cara tersebut
benar-benar merupakan satu inovasi yang menambah nilai sesungguhnya dalam
proses pendayagunaan pengetahuan dan tidak mempelajari serta menggunakan
rutinitas serta metode yang telah ada.
Tidak setiap orang bisa menjadi penemu maka kebanyakan orang bisa
dilatih untuk berinovasi. Inovasi bisa menjadi sesuatu yang sederhana untuk
memperbaiki satu proses kerja. Mungkin menjadi satu kesalahan utama dan
evolusi sistem pendidikan untuk tidak mengupayakan kemampuan alamiah dari
masing-masing orang dan kapasitas masing-masing orangnya berimajinasi.
Rongers mengemukakan karakteristik yang dapat mempengaruhi cepat atau
lambatnya penerimaan inovasi, yaitu:
Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi
penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi dapat
diukur berdasarkan nilai ekonomi atau mungkin dari faktor sosial.
Kompatibel, yaitu tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman lalu
dan kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau
norma yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi
yang sesuai dengan norma yang ada.
Kompleksibilitas, yakni tingkat kesukaran untuk memahami dan
menggunakan inovasi bagi penerima. Suatu inovasi yang mudah
dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima akan cepat tersebar,
begitu pula sebalikya.
Triabilitas, ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima.
Suatu inovasi yang dicoba akan cepat diterima oleh masyarakat daripada
inovasi yang tidak dapat dicoba terlebih dahulu
Dapat diamati, yaitu mudah atau tidaknya suatu hasil inovasi. Suatu inovasi
yang hasilnya mudah diamati akan cepat diterima oleh masyarakat dan
sebaliknya inovasi yang sukar diamati hasilnya akan lama diterima oleh
masyarakat.
CIRI-CIRI WIRAUSAHA
kreatif dan inovatif
berambisi tinggi
energetic
percaya diri
pandai dan senang bergaul
bekerja keras dan berpandangan ke depan
berani menghadapi resiko
banyak inisiatif dan bertanggung jawab
senang mandiri dan bebas
bersikap optimistic
berfikiran dan bersikap positif, yang memandang kegagalan sebagai pengalaman
yang berharga
beriman dan berbuat kebaikan sebagai syarat kejujuran pada diri sendiri
berwatak maju
bergairah dan mampu menggunakan daya gerak dirinya
ulet, tekun dan tidak cepat putus asa
memelihara kepercayaan yang diberikan kepadanya
selalu ingin meyakinkan diri sebelum bertindak
menghargai waktu
bersedia melakukan pekerjaan rendah (pengorbanan)
selalu mensyukuri yang kecil-kecil yang ada pada dirinya sendiri.

TES KREATIVITAS
Mudah bagi saya mencari pemecahan berbagai masalah.
saya melihat masalah sebagai suatu tantangan.
saya mempunyai pendapat-pendapat baru
saya dapat menyesuaikan diri.
saya selalu ingin tahu.
saya cenderung mengikuti bisikan-bisikan nurani ( bersifat intuisi)
saya dapat berfikir tentang kegunaan asli dari benda-benda biasa.
saya mudah menerima gagasan-gagasan baru
saya mempunyai imajinasi yang baik
saya mencoba dengan cara-cara baru dalam melakukan sesuatu
BELAJAR
Menurut pakar psikologi belajar, seperti B.F Skinner dan kawan-kawannya,
hasil penelitian mereka membuktikan bahwa prinsip-prinsip belajar pada
umumnya dapat dibedakan menjadi 10 prinsip sebagai berikut:
Persiapan belajar (pre learning preparation)
Pada prinsipnya kegiatan belajar itu harus dimulai dengan persiapan
sehingga dapat dicapai tujuan yang maksimal.
Motivasi (motivation)
Berdasarkan pengalaman belajar siswa, mana yang lebih disukai agar
perhatian belajarnya dapat meningkat.
Perbedaan individual (individual difference)
Dalam penyusunan rencana pengajaran, perancang harus
mempertimbangkan dan memperhatikan perbedaan-perbedaan
individual siswa sehubungan dengan perbedaan motivasi, karena itu
harus diperhatikan bagaimana membuat desain berdasarkan
pengalaman belajar siswa yang menyangkut 4 segi yaitu penentuan
kecepatan belajar, penentuan tingkat, penenuan kemampuan dan bahan
pelajaran apa (materi) yang paling cepat.
Kondisi pengajaran (instructional condition)
Kondisi pengajaran yang baik sudah tentu mempengaruhi hasil belajar.
Belajar akan berhasil bila tujuan telah jelas dan kegiatan belajarnya
sudah diatur sedemikian rupa sehingga mudah mencapai tujuan
belajarnya. Materi yang dipelajari sudah teratur (sistematis) mulai dari
hal-hal yang mudah dipelajari hinggahal-hal yang kompleks.
Partisipasi aktif (active participation)
Belajar adalah kegiatan transfer pengetahuan atau kemampuan yang
dilakukan oleh siswa. Keaktifan sepenuhnya ada pada siswa. Guru
hanya menyediakan bahan dan menunjukkan cara belajar sebaik-
baiknya.
Cara pencapaian yang berhasil (successful achievement)
Untuk memudahkan belajar agar berhasil baik, pelu diatur sedemikian
rupa sehingga tetap merangsang siswa belajar dan menggairahkan
keseimbangan usaha.

Anda mungkin juga menyukai