Anda di halaman 1dari 60

Perbedaan Vaksin dan Anti Sera

Info Imunisasi / December 9, 2012


5,791 views
2

Oleh : Adhika Seda Wardana

Pernahkah kalian mendengar tentang vaksin dan anti sera (serum). Banyak diantara kita yang tidak mengerti
apa perbedaan dari vaksin dan anti sera itu sendiri. oleh karena itu, coba bacalah informasi di bawah ini untuk
mengetahu perbedaan di antara keduanya.

Vaksin secara arti berasal dari bahasa latin ’vacca = melemahkan’. Definisi lengkapnya kurang lebih adalah
suatu kuman (bakteri/virus) yang sudah dilemahkan yang kemudian dimasukkan ke dalam tubuh seseorang
untuk membentuk kekebalan tubuh (imunitas) secara aktif. Cara memasukkannya bisa dengan disuntik ataupun
dengan oral (diteteskan – red). Fungsi utama dari vaksin adalah untuk pencegahan terhadap suatu penyakit
yang diakibatkan oleh kuman.

Serum secara definisi adalah suatu cairan tubuh yang mengandung sistem kekebalan terhadap suatu kuman
yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh seseorang, maka orang tersebut akan mempunyai kekebalan terhadap
kuman yang sama (imunitas pasif – red). Fungsi utama serum adalah mengobati suatu penyakit yang
diakibatkan oleh kuman.

Mana yang dapat kita pilih untuk pembentukan sistem kekebalan tubuh? Tergantung kondisi dan keadaan. Jika
kita menginginkan pencegahan terhadap suatu penyakit, maka kita boleh memilih vaksin. Namun apabila kita
telah terkena oleh suatu penyakit, maka kita pilih serum.

Akan tetapi apabila kita hanya menggunakan serum, maka sifatnya hanya mengobati dan tidak meninggalkan
imunitas terhadap penyakit yang diobatinya.Jadi, kemungkinan besar kita akan bisa terkena penyakit yang
sama berulang kali. Oleh karena itu, selain pemberian serum apabila tubuh kita sudah sembuh dari penyakit
segeralah lakukan vaksinasi.

Bagaimana vaksin dibuat? Vaksin dibuat dengan cara melumpuhkan atau mematikan kuman. Dengan
konsentrasi tertentu, vaksin disuntikkan ke dalam tubuh seseorang sehingga sistem kekebalan tubuhnya
memberikan respon terhadap vaksin tersebut. Pada saat ini vaksin banyak yang dibuat hanya dengan
mengambil bagian gen kuman, sehingga relatif lebih aman (contoh : HbsAg, Hepatitis B surface antigen – red).

Bagaimana serum dibuat? Serum dibuat dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh suatu hewan (sapi,
kuda, kambing, dll) sehingga kekebalan tubuhnya memberikan respon terhadap vaksin tersebut. Setelah diuji
dan hasilnya menunjukkan bahwa hewan tersebut telah kebal terhadap vaksin yang dimasukkan, maka
dilakukan pengambilan darah melalui vena leher (vena jugularis). Setelah diambil, darah kemudian dipisahkan
antara plasma dengan sel-sel dan protein darahnya. Plasma darah kemudian dimurnikan menjadi serum. Serum
inilah yang akan memberikan kekebalan kepada seseorang yang melakukan imunisasi dengan serum.

Jadi mulai sekarang pastikan keluarga anda telah diimunisasi, karena selama bertahun-tahun imunisasi telah
memberikan sumbangan yang nyata terhadap kesehatan manusia di seluruh dunia. Jangan terjebak oleh isu-isu
yang tidak benar. Pastikan selalu konsultasi dengan pihak pelayan kesehatan atau dokter.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan
memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah
atau berbahaya bagi seseorang.Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada
penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya
(Umar,2006).
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti bodi untuk mencegah terhadap
penyakit tertentu (Hidayat,2008).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan atau
imunitas pada bayi dan anak sehingga terhindar dari penyakit (Supartini,2002).
Imunisasi adalah pemberian satu atau lebih anti gen yang infeksius pada seorang
individu untuk merangsang system imun dan memproduksi anti bodi yang akan mencegah
infeksi (Schwartz,2004)
Imunisasi adalah proses yang menginduksi imunitas secara artifisial dengan pemberian
bahan antigenic dan penggunaan agen infeksi hidup yang dilemahkan atau diinaktifkan
(Wahab,2000)
Imunisasi adalah pemberian antigen untuk memicu imunitas seseorang sehingga
memiliki kemampuan untuk bertahan terhadap infeksi (Hinchliff, 1999).
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan
tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit
berbahaya.Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara
bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan
hidup anak (www.litbang.depkes.go.id).
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit
dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan
kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut, tubuh dapat
menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit
penyakit penyerang tubuh (http://harry-arudam.blogspot.com/2012/03/pengertian-
imunisasi.html).
Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit
(http://pkmdanaurawah.blogspot.com/2011/10/pengertian-imunisasi-dan-cara-pemberian.html).
Imunisasi adalah tindakan pemberian kekebalan terhadap serangan penyakit tertentu
dengan jalan memasukkan suatu zat antibody ke dalam tubuh (http://id.shvoong.com/medicine-
and-health/epidemiology-public-health/2021254-pengertian-imunisasi/).
B. Jenis-jenis Imunisasi
1. Imunisasi BCG
Kepanjangan BCG? Mungkin karena susah mengucapkannya makanya jarang yang hafal
kepanjangannya. Bacillus Calmette-Guerin.BCG adalah vaksin untuk mencegah penyakit TBC,
orang bilang flek paru. Meskipun BCG merupakan vaksin yang paling banyak di gunakan di
dunia (85% bayi menerima 1 dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan derajat proteksinya
sangat bervariasi dan belum ada penanda imunologis terhadap tuberculosis yang dapat dipercaya.
maksudnya, kekebalan yang dihasilkan dari imunisasi BCG ini bervariasi. Dan tidak ada
pemerikasaan laboratorium yang bisa menilai kekebalan seseorang pada penyakit TBC setelah
diimunisasi. Berbeda dengan imunisasi hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-HBsAg pada
laboratotrium, bila hasilnya > 10 μg dianggap memiliki kekebalan yang cukup terhadap hepatitis
B.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah
ada sensitisasi dengan mikobakteria lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak konsisten.
Royan said : maksudnya, kalau sih anak sudah kemasukkan kuman TBC sebelum
diimunisasi, proses pembentukan antibbodi setelah diimunisasi kurang memuaskan.
Karena itu, BCG dianjurkan diberikan umur 2-3 bulan) atau dilakukan uji tuberkulin dulu
(bila usia anak lebih dari 3 bulan.IDAI) untuk mengetahui apakah anak telah terinfeksi TBC atau
belum (lihat jadwal imunisasi) Dan lagi, kekebalan untuk penyakit TBC tidak diturunkan dari ibu
ke anak (imunitas seluler), karena itu anak baru lahir tidak punya kekebalan terhadap TBC.
Makanya ibu-ibu harus segera memberikan imunisasi BCG buat anaknya.
Perlu diketahui juga, derajat proteksi imunisasi BCG tidak ada hubungannya dengan hasil
tes tuberkulin sesudah imunisasi dan ukuran parut (bekas luka suntikan) dilengan.Jadi tidak
benar kalau parutnya kecil atau tidak tampak maka imunisasinya dianggap gagal.
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun, dan 0,1 ml
pada anak. Disuntikkan secara intrakutan.
maksudnya disuntikkan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot). Bila penyuntikan benar,
akan ditandai kulit yang menggelembung.
BCG ulang tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan.BCG tidak dapat diberikan
pada penderita dengan gangguan kekebalan seperti pada penderita lekemia (kanker darah), anak
dengan pengobatan obat steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV (Wahab, 2000).

2. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B ini juga merupakan imunisasi yang diwajibkan, lebih dari 100
negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya.Jika menyerang anak, penyakit
yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan.Bila sejak lahir telah terinfeksi virud hepatitis B
(VHB) dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa.Sangat
mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati.
Banyak jalan masuk virus hepatitis B ke tubuh si kecil.Yang potemsial melalui jalan
lahir. Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah. Bisa juga melali
alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti
jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi.Bahkan juga bisa lewat sikat
gigi atau sisir rambut yang digunakan antar anggota keluarga.
Malangnya, tak ada gejala khas yang tampak secara kasat mata.Bahkan oleh dokter
sekalipun.Fungsi hati kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis.Anak juga terlihat
sehat, nafsu makan baik, berat badan juga normal.Penyakit baru diketahui setelah dilakukan
pemeriksaan darah.
Upaya pencegahan adalah langkah terbaik.Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai
kena Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui
apakah membawa virus atau tidak.Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk
mencegah masuknya virus hepatitis B.
Jumlah Pemberian: Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan
kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Usia PemberianSekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi
stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung.Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia 3-6
bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi tsb dilakukan tambahan
dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam.
Lokasi Penyuntikan: Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada
bayi di paha lewat anterolateral (antero= otot-otot bagian depan, lateral= otot bagian luar).
Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Tanda Keberhasilan: Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat
dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis
B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahanya 8 tahun;
diatas 500, tahan 5 tahun; diatas 200 tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka
dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya 0 berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali
lagi.
Tingkat Kekebalan: Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya setelah 3 kali suntikan, lbih
dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.
Indikator Kontra: Tak dapat diberikan pada anak yang sakit berat
3. Polio
Imunisasi polio ada 2 macam, yang pertama oral polio vaccine atau yang sering dilihat
dimana mana yaitu vaksin tetes mulut. Sedangkan yang kedua inactivated polio vaccine, ini yang
disuntikkan. Kalo yang tetes mudah diberikan, murah dan mendekati rute penyakit aslinya,
sehingga banyak digunakan.Kalo yang injeksi efek proteksi lebih baik tapi mahal dan tidak
punya efek epidemiologis. Selain itu saat ini MUI telah mengeluarkan fatwa agar pemakaian
vaksin polio injeksi hanya ditujukan pada penderita yang tidak boleh mendapat vaksin polio tetes
karena daya tahan tubuhnya lemah
Polio atau lengkapnya poliomelitis adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf
dan dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki.Walaupun dapat sembuh, penderita akan
pincang seumur hidup karena virus ini membuat otot-otot lumpuh dan tetap kecil.
Di wikipedia dijelaskan bahwa Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah.Lukisan
dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu yang
berjalan dengan tongkat.Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan
menjadi pincang seumur hidupnya.
Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan
permanen, biasanya pada kaki.Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat
menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai
Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menjangkiti anak-anak
terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membiarkan anak
mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja
tutup.
Virus polio menular secara langsung melalui percikan ludah penderita atau makanan dan
minuan yang dicemari.
Pencegahannya dengan dilakukan menelan vaksin polio 2 (dua) tetes setiap kali sesuai
dengan jadwal imunisasi.
4. DPT
Deskripsi Vaksin Jerap DPT adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus
yang dimurnikan, serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang teradsorbsi ke dalam 3 mg /
ml Aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi vaksin per
dosis tunggal sedikitnya 4 IU pertussis, 30 IU difteri dan 60 IU tetanus.
Indikasi Untuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus dan batuk rejan.
Komposisi Tiap ml mengandung : Toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf Toksoid tetanus
yang dimurnikan 15 Lf B, pertussis yang diinaktivasi 24 OU Aluminium fosfat 3 mg Thimerosal
0,1 mg
Dosis dan Cara Pemberian Vaksin harus dikocok dulu untuk menghomogenkan
suspensi.Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau secara subkutan yang dalam.Bagian
anterolateral paha atas merupakan bagian yang direkomendasikan untuk tempat
penyuntikkan.(Penyuntikan di bagian pantat pada anak-anak tidak direkomendasikan karena
dapat mencederai syaraf pinggul).Tidak boleh disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan
reaksi lokal. Satu dosis adalah 0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan
syringe yang steril.
Di negara-negara dimana pertusis merupakan ancaman bagi bayi muda, imunisasi DPT
harus dimulai sesegera mungkin dengan dosis pertama diberikan pada usia 6 minggu dan 2 dosis
berikutnya diberikan dengan interval masing-masing 4 minggu. Vaksin DPT dapat diberikan
secara aman dan efektif pada waktu yang bersamaan dengan vaksinasi BCG, Campak, Polio
(OPV dan IPV), Hepatitis B, Hib.dan vaksin Yellow Fever.
Kontraindikasi Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan suntikan pertama
DPT. Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala-gejala serius
keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis.Imunisasi DPT
kedua tidak boleh diberikan kepada anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama
DPT. Komponen pertussis harus dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT untuk meneruskan
imunisasi ini.Untuk individu penderita virus human immunodefficiency (HIV) baik dengan
gejala maupun tanpa gejala harus diberi imunisasi DPT sesuai dengan standar jadual tertentu.
5. Campak
Imunisasi campak, sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari ibunya.
Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh
antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular,
dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang
disebabkan virus Morbili ini.Untungnya campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali
terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang
terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari,
gejalanya sulit dideteksi.Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata
kemerahabn dan berair, si kecilpun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah dalam
mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami
diare.satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5 derajat
celcius.
Seiring dengan itu barulah muncul bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas
penyakit ini.Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil.Awalnya haya muncul di
beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki.Dalam waktu 1
minggu, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian tibih saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak
merah pun akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada
akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya
dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak.Dalam
kondisi ini tetaplah meminum obat yang sudah diberikan dokter.Jaga stamina dan konsumsi
makanan bergizi.Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang
muncul.Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya.Bisa terjadi komplikasi,
terutama pada campak yang berat.Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh,
gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.Komplikasi yang terjadi biasanya berupa
radang paru-paru dan radang otak.Komplikasi ini yang umumnya paing sering menimbulkan
kematian pada anak.
Usia dan Jumlah Pemberian Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun.
Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah
menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12
bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR
(Measles Mump Rubella) (www.organisasi.org).
C. Efek Samping Imunisasi
Imunisasi memang penting untuk membangun pertahanan tubuh bayi.Tetapi, orangtua
masa kini seharusnya lebih kritis terhadap efek samping imunisasi yang mungkin menimpa Si
Kecil.
Pertahanan tubuh bayi dan balita belum sempurna.Itulah sebabnya pemberian
imunisasi, baik wajib maupun lanjutan, dianggap penting bagi mereka untuk membangun
pertahanan tubuh.Dengan imunisasi, diharapkan anak terhindar dari berbagai penyakit yang
membahayakan jiwanya.
Di lain pihak, pemberian imunisasi kadang menimbukan efek samping. Demam tinggi
pasca-imunisasi DPT, misalnya, kerap membuat orangtua was-was. Padahal, efek samping ini
sebenarnya pertanda baik, karena membuktikan vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh tengah
bekerja.Namun, kita pun tidak boleh menutup mata terhadap fakta adakalanya efek imunisasi ini
bisa sangat berat, bahkan berujung kematian.Realita ini, menurut Departemen Kesehatan RI
disebut "Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi"(KIPI).Menurut Komite Nasional Pengkajian dan
Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi
dalam masa satu bulan setelah imunisasi.
Menurut Komite KIPI, sebenarnya tidak ada satu pun jenis vaksin imunisasi yang
aman tanpa efek samping. Oleh karena itu, setelah seorang bayi diimunisasi, ia harus diobservasi
terlebih dahulu setidaknya 15 menit, sampai dipastikan tidak terjadi adanya KIPI (reaksi cepat).
Selain itu, menurut Prof. DR. Dr. Sri Rejeki Hadinegoro SpA.(K), untuk menghindari
adanya kerancuan antara penyakit akibat imunisasi dengan yang bukan, maka gejala klinis yang
dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu. "Gejala klinis KIPI dapat timbul
secara cepat maupun lambat.Dilihat dari gejalanya pun, dapat dibagi menjadi gejala lokal,
sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya," terang Ketua Satgas Imunisasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.
Pada umumnya, semakin cepat KIPI terjadi, semakin cepat gejalanya.Pada keadaan
tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (pasca-vaksinasi rubella), bahkan
42 hari (pasca-vaksinasi campak dan polio). Reaksi juga bisa diakibatkan reaksi simpang
(adverse events) terhadap obat atau vaksin, atau kejadian lain yang bukan akibat efek langsung
vaksin, misalnya alergi. "Pengamatan juga ditujukan untuk efek samping yang timbul akibat
kesalahan teknik pembuatan, pengadaan, distribusi serta penyimpanan vaksin.Kesalahan
prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul kebetulan,"
demikian Sri.
Penelitian Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM), AS, melaporkan,
sebagian besar KIPI terjadi karena faktor kebetulan."Kejadian yang memang akibat imunisasi
tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan atau pragmatic errors)," tukas
dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto Mangunkusumo ini.
Stephanie Cave MD, ahli medis yang menulis "Yang Orangtua Harus Tahu tentang
Vaksinasi Pada Anak" menyebutkan, peluang terjadinya efek samping vaksin pada bayi dan
anak-anak adalah karena mereka dijadikan target imunisasi massal oleh pemerintah, pabrik
vaksin, maupun dokter. Padahal, imunisasi massal yang memiliki sikap "satu ukuran untuk
semua orang" ini sangat berbahaya. Karena, "Setiap anak adalah pribadi tersendiri, dengan
bangun genetika, lingkungan sosial, riwayat kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang
bisa berefek terhadap cara mereka bereaksi terhadap suatu vaksin,"
Secara garis besar, tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi.Sebagian besar
ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa
faktor KIPI yang bisa terjadi pasca-imunisasi:
1. Reaksi Suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusukan jarum suntik, baik langsung
maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI.Reaksi suntikan langsung misalnya rasa
sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan.Sedangkan reaksi suntikan tidak langsung
misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope atau pingsan.
2. Reaksi vaksin
Gejala KIPI yang disebabkan masuknya vaksin ke dalam tubuh umumnya sudah diprediksi
terlebih dahulu karena umumnya "ringan". Misal, demam pasca-imunisasi DPT yang dapat
diantisipasi dengan obat penurun panas.Meski demikian, bisa juga reaksi induksi vaksin
berakibat parah karena adanya reaksi simpang di dalam tubuh (misal, keracunan), yang mungkin
menyebabkan masalah persarafan, kesulitan memusatkan perhatian, nasalah perilaku seperti
autisme, hingga resiko kematian.
3. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah
satu penyebab, maka untuk sementara dimasukkan ke kelompok "penyebab tidak diketahui"
sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya, dengan kelengkapan informasi akan dapat
ditentukan kelompok penyebab KIPI. 'Imunisasi itu Aman' Ilmu Pengetahuan atau Fiksi?raguan
tentang aman-tidaknya imunisasi bukan sesuatu yang mengada-ada. Saat ini sudah ada puluhan
ribu kejadian buruk akibat imunisasi yang dilaporkan, dan puluhan ribu lainnya yang tidak
dilaporkan.Pada anak-anak, imunisasi (dan antibiotik) bertanggung jawab untuk sebagian besar
reaksi negatif dibanding obat-obat resep lainnya.Jadi realitanya, tidak ada obat yang aman untuk
setiap anak.Dan, beberapa obat lebih berbahaya daripada beberapa obat lainnya.
Keamanan imunisasi seharusnya berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang baik, bukan
hipotesa, pendapat, keyakinan perorangan, atau pengamatan. Namun faktanya, hingga kini
banyak yang tidak diketahui para ilmuwan tentang cara kerja imunisasi di dalam tubuh pada
tingkat sel dan molekul. Tes yang memadai untuk imunisasi juga tidak ada.Yang juga kurang,
adalah pengertian tentang efek jangka panjang dari imunisasi massal bagi bayi dan anak-anak.
Yang diketahui adalah, sejak akhir tahun 1950-an, ketika imunisasi massal mulai diwajibkan di
Amerika Serikat, telah terjadi peningkatan kasus kelainan sistem imun dan persarafan, termasuk
kesulitan memusatkan perhatian, asma, autisme, diabetes anak-anak, sindroma keletihan
menahun, kesulitan belajar, rematoid artritis, multipel sklerosis, dan masalah kesehatan yang
menahun lainnya.
Di Amerika Serikat dan tempat-tempat lain di dunia, adanya peningkatan besar jumlah
masalah medis yang terkait dengan imunisasi yang dilaporkan orangtua dan profesional
kedokteran, telah mencetuskan suatu gerakan yang menuntut dilakukannya lebih banyak kajian
yang lebih baik tentang potensi efek buruk jangka panjang atau menahun dari imunisasi.
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang
membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat :
a) BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah
2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan
garis tengah ±10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.
b) DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi
DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit,
kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu
mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri.Bila gejala diatas tidak timbul tidak perlu
diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu
diulang.
c) POLIO : Jarang timbuk efek samping.
d) CAMPAK : Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4–10 hari sesudah
penyuntikan.
e) HEPATITIS : Belum pernah dilaporkan adanya efek samping. Perlu diingat efek samping
imunisasi jauh lebih ringan daripada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.
D. Penyakit yang di Timbulkan Pada Anak yang Tidak di Imunisasi
Imunisasi, tak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tapi juga ampuh untuk mencegah dan
menangkal timbulnya penyakit serta kematian pada anak-anak.Lalu mengapa kadangkala
orangtua kerap mengabaikan tindakan penting tersebut?Bukankah lebih baik mencegah daripada
mengobati?
Sesuai dengan yang diprogramkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan
Dunia), Pemerintah Indonesia menetapkan ada 12 imunisasi yang harus diberikan kepada anak-
anak. 5 Diantaranya merupakan imunisasi yang wajib diberikan sebab fungsinya adalah untuk
mencegah anak dari serangan penyakit – penyakit seperti :
1. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju
faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit ( resiko penyakit ).
Resiko Infeksi TB Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang
memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat
intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat.
2. Hepatitis B yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati
Penyakit hepatitis B pada bayi menjadi kronik jauh lebih besar (lebih dari 90 persen)
dibandingkan kemungkinan pada orang dewasa."Oleh karena itu, bagi bayi vaksin hepatitis B
mutlak perlu.
Ciri-ciri penderita hepatitis B umumnya tak diketahui secara jelas karena penderita seperti
orang sehat. Akibatnya ia tak segera menyadari dirinya telah tertular virus hepatitis B, bahkan
sudah menularkannya kepada orang lain. "Sebaiknya, mereka yang memiliki gejala kuning pada
mata, kulit, lesu, tak memiliki nafsu makan serta sakit lambung-seperti maag yang tak sembuh
dalam tempo enam bulan-segera periksa ke dokter.
Virus hepatitis B diketahui sebagai salah satu virus yang paling mudah menular. Bahkan,
penularan virus ini 100 kali lebih menular daripada HIV (virus penyebab AIDS), dan
diperkirakan menginfeksi 10 kali lebih banyak daripada HIV. Virus itu menyerang hati dan
merusak organ tubuh secara tak langsung melalui gangguan sistem kekebalan.Pada serangan
tahap awal masih bisa disembuhkan jika segera diobati. Namun, jika penyakit berkembang lebih
berat maka ia akan mencapai tahap hepatitis akut, sirosis (pengerasan hati), sampai kemudian
mengakibatkan munculnya kanker hati.
3. Penyakit Polio
Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi.Anak
yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh.
Poliomyelitis atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh
virus.Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke
tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus.Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Kata
Polio sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu πολιομυελίτις, atau bentuknya yang lebih mutakhir πολιομυελίτιδα, dari
πολιός "abu-abu" dan μυελός "bercak".Virus Polio termasuk genus enteroviorus, famili
Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul dengan genome RNA single stranded
messenger molecule. Single RNA ini membentuk hampir 30 persen dari virion dan sisanya
terdiri dari 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein kecil (Vpg).Polio adalah penyakit menular
yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban.Polio menular melalui kontak
antarmanusia.Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan
atau minuman yang terkontaminasi feses.
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular.
Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio
menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3
hingga 5 tahun. Penyebab penyakit polio terdiri atas tiga strain yaitu strain 1 (brunhilde) strain 2
(lanzig), dan strain 3 (Leon). Strain 1 adalah yang paling paralitogenik atau yang paling ganas
dan sering kali menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Strain ini sering ditemukan di
Sukabumi.
Sedangkan Strain 2 adalah yang paling jinak.Penyakit Polio terbagi atas tiga jenis yaitu
Polio non-paralisis, Polio paralisis spinal, dan Polio bulbar. -Polio non-paralisis menyebabkan
demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot
terasa lembek jika disentuh. -Polio Paralisis Spinal Jenis Strain poliovirus ini menyerang saraf
tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang
tubuh dan otot tungkai.
Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita
dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi
pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada
dinding usus dan diangkut seluruh tubuh.
Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor -- yang mengontrol gerak
fisik.Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki
kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang
saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat
menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf
pusat, virus akan menghancurkan neuron motor.
Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan
dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki
menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP).Infeksi
parah pada sistem saraf pusat dapat menye-babkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada
toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia. -Polio Bulbar Polio jenis ini
disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak
mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal
ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang
berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur
pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di
kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-
paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio
bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderta yang menderita polio
bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya
terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim ''perintah bernapas''
ke paru-paru.
Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat
''tenggelam'' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan
trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru.
Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ''paru-paru besi''
(iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi
tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis,
kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa
keluar masuk paru-paru.Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan
kematian.
Penyakit Polio dapat ditularkan oleh infeksi droplet dari oro-faring (mulut dan
tenggorokan) atau dari tinja penderita yang telah terinfeksi selain itu juga dapat menular melalui
oro-fecal (makanan dan minuman) dan melalui percikan ludah yang kemudian virus ini akan
berkembangbiak di tengorokan dan usus lalu kemudian menyebar ke kelenjar getah bening,
masuk ke dalam darah serta menyebar ke seluruh tubuh.
Penularan terutama sering terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral
(dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang terjadi melalui oral-oral (mulut ke mulut).Virus Polio
dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai berkilo-kilometer
dari sumber penularannya.
Penularan terutama terjadi akibat tercemarnya lingkungan leh virus polio dari penderita
yang telah terinfeksi, namun virus ini hidup di lingkungan terbatas.Virus Polio sangat tahan
terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan klor.Suhu yang tinggi
dapat cepat mematikan virus tetapi pada keadaan beku dapat bertahun-tahun masa hidupnya.
4. Penyakit Campak
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang
sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat
mata/konjungtiva) dan ruam kulit.Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan
Paramyxovirus.
Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak.Penderita
bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari
setelah ruam kulit ada.
Penyebab Campak, rubeola, atau measles Adalah penyakit infeksi yang sangat mudah
menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak
munculnya ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi
melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne
disease ). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif
pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang
yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak
mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan -
nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak Koplik - nyeri otot -
mata merah ( conjuctivitis )
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik).Ruam
(kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala
diatas.Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam
kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah
telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh,
lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya
mencapai 40° Celsius.3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan
ruam yang tersisa segera menghilang.
Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari
diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama
4 hari hingga 7 hari.
5. Difteri, pertusis dan tetanus
Difteri disebabkan bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan
komplikasi yang serius atau fatal.
Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak.Penyakit ini
mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan
biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang
sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang
terkontaminasi.
Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif
yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.Gejala utama dari penyakit
difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman
ini.Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul
terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan.Disamping menghasilkan
pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat
berbahaya karena menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf (www.blogdokter.net).
Difteri dapat menyerang seluruh lapisan usia tapi paling sering menyerang anak-anak yang
belum diimunisasi. Pada tahun 2000, di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus dan 3.000 orang
diantaranya meninggal karena penyakit ini
Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti
menegang.Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia
menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus),
spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan (wikipedia.org).
Penyakit tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang terdapat di tanah, kotoran
hewan, debu, dan sebagainya.Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka yang
tercemar kotoran. Di dalam luka bakteri ini akan berkembang biak dan membentuk toksin
(racun) yang menyerang saraf.
UNICEF (United Nations Children’s Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak) menyebutkan
dalam situsnya bahwa tetanus sangat berisiko terkena pada bayi-bayi yang dilahirkan dengan
bantuan dukun bayi di rumah dengan peralatan yang tidak steril; mereka juga beresiko ketika
alat-alat yang tidak bersih digunakan untuk memotong tali pusar dan olesan-olesan tradisional
atau abu digunakan untuk menutup luka bekas potongan (www.unicef.org).Angka kematian yang
diakibatkan oleh tetanus berkisar antara 15-25%.
Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi bakterial yang menyerang sistem
pernapasan yang melibatkan pita suara (larinks), trakea dan bronkial.Infeksi ini menimbulkan
iritasi pada saluran pernapasan sehingga menyebabkan serangan batuk yang parah.Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang bersarang di saluran pernapasan dan sangat
mudah tertular (www.warmasif.co.id).
Pertusis dapat menyerang segala umur, 60 % menyerang anak-anak yang berumur kurang
dari 5 tahun. Penyakit ini akan menjadi serius jika menyerang bayi berumur kurang dari 1 tahun.
Biasanya pada bayi yang baru lahir dan keadaannya menjadi lebih parah.Pada tahun 2000
diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kematian terjadi didunia yang diakibatkan oleh
pertusis.
E. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Anak

1. Jadwal pemberian Vaksin Hepatitis B diberikan dalam satu seri yang terdiri dari 3 kali suntik.
 Pertama : Bila ibu adalah pembawa virus dalam darahnya, maka vaksin harus diberikan paling
lama 12 jam setelah lahir. Tetapi bila ibu bukan pembawa virus, bisa diberikan pada kontrol di
bulan pertama atau kedua.
 Kedua : Kalau yang pertama diberikan segera setelah lahir, yang kedua diberikan antara bulan
pertama dan kedua. Bila yang pertama diberikan setelah sebulan, maka yang kedua diberikan
antara bulan ketiga dan keempat.
 Ketiga : Diberikan pada usia 6 bulan untuk yang mendapatkan vaksin pertama sebelum usia 1
bulan. Untuk yang mendapatkan vaksin pertama setelah usia 1 bulan, diberikan pada usia antara
6 s/d 18 bulan.
 Resiko yang mungkin timbul Resiko serius yang berkaitan dengan pemberian vaksin HBV
sangat jarang terjadi. Biasanya efek samping hanya bagian bekas suntik menjadi kemerah-
merahan.
 Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila ada reaksi
alergi serius terhadap suntikan vaksin.
 Setelah pemberian Setelah vaksinasi panas badan anak mungkin naik, dan juga daerah sekitar
bekas suntikan menjadi merah. Untuk itu anda bisa memakai obat penurun panas (Tempra,
Sanmol, dll), dan kompres dengan air hangat bagian bekas suntikan.
2. Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari 5 kali suntik. Yaitu pada usia 2
bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15 s/d 18 bulan dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun).
Dianjurkan untuk mendapatkan vaksin Td (penguat terhadap difteri dan tetanus) pada usia 11 s/d
12 tahun atau paling lambat 5 tahun setelah imunisasi DPT terakhir. Setelah itu
direkomendasikan untuk mendapatkan Td setiap 10 tahun.
 Resiko yang mungkin timbul Seringkali pemberian vaksin ini menimbulkan panas badan ringan
atau panas di sekitar bekas suntikan yang diakibatkan oleh komponen pertussis dalam vaksin.
 Menunda pemberian : Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila anak memiliki
kelainan syaraf atau tidak tidak tumbuh secara normal, komponen pertussis dari vaksin
dianjurkan untuk tidak diberikan danhanya DT (difteri & tetanus) saja. Bila setelah mendapatkan
vaksin DTP (DTaP) timbul gejala seperti dibawah konsultasikan dengan dokter anak sebelum
mendapatkan vaksin lainnya : kejang-kejang dalam 3 s/d 7 hari setelah imunisasi kejang-kejang
yang makin memburuk dibanding sebelumnya apabila pernah mengalaminya reaksi alergi
kesulitan makan atau gangguan pada mulut, tenggorokan atau muka panas badan lebih dari 40
derajat Celcius (105 derajat Fahrenheit) pingsan dalam 2 hari pertama setelah imunisasi terus
menangis lebih dari 3 jam di 2 hari pertama setelah imunisasi
 Setelah pemberian : Anak mungkin mengalami panas badan ringan dan atau kemerah-merahan
di sekitar bekas suntikan. Untuk mencegah panas badan kadangkala dokter anak memberikan
resep obat sebelum imunisasi. Segera hubungi dokter anak anda apabila timbul gejala-gejala
seperti diatas.
3. POLIO Jadwal pemberian Diberikan pada usia 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan, 12 s/d 18 bulan dan
saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Imunisasi pertama dan kedua adalah IPV sedang dua
terakhir dengan OPV. Namun apabila tidak ada gangguan dianjurkan untuk mendapatkan vaksin
semuanya secara IPV.
 Resiko yang mungkin timbul Bagi anda yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio pada
saat balita dianjurkan untuk imunisasi dengan IPV sebelum anak anda mendapatkan vaksin polio
secara OPV. Ini untuk mencegah penularan virus polio hidup yang terkandung dalam vaksin
OPV ke anda.
 Menunda pemberian Apabila anak memiliki gangguan kekebalan tubuh, vaksin IPV lebih baik
daripada OPV. Sebagai catatan, untuk anak-anak tipe ini harus dihindari kontak dengan anak lain
yang baru saja menerima vaksin OPV sampai sekitar 2 minggu setelah vaksinasi. Vaksin IPV
tidak boleh diberikan kepada anak yang memiliki alergi serius terhadap antibiotika neomycin
atau streptomycin. Untuk itu sebaiknya diberikan vaksin tipe OPV.
 Setelah pemberian Untuk IPV, sering menimbulkan panas badan ringan dan nyeri atau kemerah-
merahan di sekitar bekas suntikan. Untuk OPV tidak ada gejala pasca imunisasi apapun.
4. BCG Jadwal pemberian Diberikan satu kali pada usia 2 bulan.
 Resiko yang mungkin timbul Jarang ditemui adanya reaksi berlebihan terhadap vaksin ini.
 Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan.
 Setelah pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun panas, apabila tidak ada
gejala lain yang serius.

5. MMR / CAMPAK Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari dua kali
pemberian. Yaitu pada usia 12 s/d 15 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun)
atau pada usia 11 s/d 12 tahun.
 Resiko yang mungkin timbul Jarang sekali timbul masalah serius akibat vaksin ini.
 Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila memiliki alergi
terhadap telur atau antibiotika neomycin. Bila menerima gamma globulin dalam selang waktu 3
bulan sebelum imunisasi. Bila memiliki gangguan kekebalan tubuh akibat kanker atau sedang
menjalani terapi kemo atau radiasi.
 Setelah pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun panas, apabila tidak ada
gejala lain yang serius.
BAB III
PEMBAHASAN
Tuhan menciptakan setiap makhluk hidupnya dengan kemampuan untuk mempertahankan diri
dari ancaman dari luar diriny.Salah satu ancaman terhadap manusia adalah penyakit, terutama
penyakit infeksi yang di bawa oleh berbagai macam mikroba, virus, bakteri, parasite dan jamur.
Dalam hal ini dikatakan bahwa system petahanan tubuh ( system imun ) orang tersebut cukup
baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit.
Analisis SWOT
1. Pemberian imunisasi BCG
Strength/Kekuatan
Memberi kekebalan tubuh terhadap kuman Mycrobacteria Tuberculosa dan menghambat
penyebaran kumannya.
Weaknes/Kelemahan
Kekebalan yang di hasilkan dari imunisasi ini bervariasi karena tidak adanya pemeriksaan
laboratorium yang bias menilai kekebalan seseorang pada penyakit Tuberculosis setelah di
imunisasi.
Opportunity/Kesempatan
Resiko yang mungkin di temukan jarang di temui dan jarang adanya reaksi berlebihan pada
vaksin ini.
Threat/Ancaman
Jika anak tidak di immunisasi BCG maka akan rentan terhadap penyakit tuberculosis.
2. Pemberian imunisasi Hepatitis B
Strength/Kekuatan
Memberi kekebalan tubuh anak terhadap kuman hepatitis B
Weaknes/Kelemahan
Tingkat pengetahuan ibu yang rendah serta jarak rumah yang jauh dengan tempat pelayanan
kesehatan sehingga ibu malas untuk membawa anaknya untuk imunisasi.
Opportunity/Kesempatan
Resiko dan kontraindikasi pada pemberian vaksin ini jarang ditemui.
Threat/Ancaman
Apabila anak tidak diimunisasi Hepatitis B anak akan rentan di serang penyakit Hepatitis B dan
pada bayi akan menjadi kronik jauh lebih besar
3. Pemberian imunisasi DPT
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan anak terhadap penyakit difteri, pertussis, dan tetanus
Weaknes/Kelemahan
Adanya beberapa kontra indikasi yang berkaitan dengan penyuntikan pertama DPT yaitu gejala-
gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada
syaraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis.Kebanyakan bayi menderita panas,
sakit, kemerahan, dan bengkak pada area tempat penyuntikan.
Opportunity/Kesempatan
Pemberian vaksin harus di kocok dulu untuk menghomogenkan suspense, penyuntikan secara
intramuskuler atau subkutan dalam yaitu pada bagian antero lateral paha sedangkan di bagian
tempat pantat pada anak tidak di rekomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul.
Threat/Ancaman
Bayi atau anak yang tidak diimunisasi DPT akan rentan terhadap penyakit difteri, pertussis, dan
tetanus.
4. Pemberian imunisasi Polio
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan anak terhadap penyakit polio
Weaknes/Kelemahan
Tingkat pengetahuan ibu yang rendah tentang imunisasi dasar lengkap sehingga ibu tidak
membawa anaknya ada saat jadwal pemberian imunisasi polio.
Opportunity/Kesempatan
Pemberian yang mudah dan resiko yang ditemukan jarang di temui.
Threat/Ancaman
Jika anak tidak diimunisasi polio maka akan menyebabkan lumpuh layu pada kedua kaki
walaupun dapat sembuh tetapi penderita akan pincang seumur hidup. Virus polio ini menyerang
tanpa peringatan, merusak system saraf dan dapat menimbulkan kelumpuhan permanen.
5. Pemberian Imunisasi Campak
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan pada anak terhadap penyakit campak karena campak termasuk penyakit
menular.
Weaknes/Kelemahan
Anak Mungkin Panas, kadang disertai kemerahan 4 -10 hari sesudah penyuntikan
Opportunity/Kesempatan
Penyakit campak umumnya menyerang usia balita sehingga jumlah dan usia pemberian sebanyak
2 kali, yaitu satu kali di usia 9 bulan dan satu kali di usia 6 tahun.
Threat/Ancaman
Angka kejadian campak juga sangat tinggi dalam mempengaruhi angka kesakitan dan kematian
anak.

Analisis SWOT untuk melihat sisi-sisi kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman, sebagaimana
tertera dibawah ini:
KEKUATAN (STRENGTHS)

 Indonesia memiliki semangat mengimplementasikan komitmen global seperti tercantum


dalam MDGs dan PRSP.

 Imunisasi adalah bagian dari komitmen nasional dan merupakan program prioritas, telah
menjadi program prioritas, telah menjadi program rutin serta merupakan bagian dari rencana
strategis nasional.

 Tersedia kebijakandan petunjuk untuk program Imunisasi ( tools EVSM, DQS, DQA,
SMS,PWS dan dukungan supervisi)

 Semua vaksin adalah produksi dalam negeri.

 Adanya dasar dari MYP terdahulu tentang injeksi yang aman, pengurangan limbah buangan,
teknologi baru:uni-ject, vaksin baru dan incinerator.

 Pelayanan imunisasi di daerah terintegrasi dengan pelayanan KIA ( oleh bidan desa).

 Telah memiliki standar internasiona ldalam pegelolaanrantai dingindan manajemen.

 Telah terbentuk Komite PP KIPI ditingkat nasional dan daerah.

i. Adanya kebijakan manajemenlogistik dalam bentuk bundling system.

KELEMAHAN (WEAKNESS)
 Alat-alat dan instrument yang ada belum berfungsi secara optimal.

 Banyak dan cepat terjadi mutasi/perputaran pegawai yang kurang sesuai penempatannya,
beban yang berlebih (tanggung jawab beberapa program),pengetahuan dan keterampilan yang
kurang pada semua tingkatan, dan tidak ada perencanaan yang sistematis.

 Beban kerja petugasyang berlebih ditingkat kabupaten/kota (adanya perampingan struktur


organisasi).

 Dana operasional yang terbatas, sehingga pelayanan imunisasi, suplai logistic, supervise dan
monitoring terganggu.

 Kurangnya pelatihan yang sistematis.

f. Sistem surveilance kurang terintegrasi.

 Jumlah rantai dingin terbatasdan banyak peralatan rantai dingin yang sudah tua/tidak layak
pakai.

 Kurangnya advokasi kepada pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan tentang


pentingnya imunisasi.

 Kurangnya KIE dan kegiatan mobilisasi social/masyarakat.

 Ketersediaan vaksin dilapangan masih mengalami hambatan baik dalam jumlah maupun
waktu yang disebabkan proses administrasi pengadaan.

 Pembinaan dan pengawasan pelayanan imunisasi oleh institusi swasta belum optimal.

 Tidak konsistennya penggunaan angka/nilai denominator dan data target ditingkat lokal
dalam kaitannya dengan kebijakan dari tingkat pusat.

PELUANG (OPPORTUNITIES)

 Kebijakan desentralisasi member kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah,
sehingga kewenangan intervensi yang dilaksanakan lebih spesifi, mudah diterapkan dan
efektif.

 Perhatian dan komitmen internasional cukup tinggi, sehingga dukungan dari donor cukup
banyak.
 Imunisasi saat ini sudah menjadi kebutuhan khususnya pada masyarakat perkotaan, sehingga
mereka banyak mendatangi unit pelayanan imunisasi statis baik pemerintah maupun swasta.

 Banyak kegiatan berbasis masyarakat yang terkait dengan program kesehatan.

 Banyak pilihan jenis perlengkapan rantai dingin dan jarum suntik yang telah terdaftar PIS-
WHO yang dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.

ANCAMAN (THREATHS)

 Komitmen dari pemerintah daerah belum sepenuhnya memprioritaskan penyelenggaraan


imunisasi seperti yang diharapkan, sehingga peraturan daerah dan penganggaran kurang
optimal.

 Banyaknya kejadian seperti bencana, pilkada, pemekaran wilayah, konflik sosial, suplai listrik
yang tidak stabil dan lain-lain,mempengaruhi penyelenggaraan imunisasi rutin sehingga
menyebabkan penurunan cakupan.

 Belum sepenuhnya terjamin penganggaran untuk kesinambungan pendanaan sesudah


berakhirnya bantuan donor baik di tingkat pusat maupun daerah.

 Banyaknya daerah secara geografis sulit dijangkau pelayanan imunisasi sehingga masih
banyak kantong cakupan rendah.

 Kapasitas infrastruktur meliputi sarana dan prasarana yang mendukung penyelenggaraan


imunisasi meliputi sarana transportasi, suplai listrik, tempat penyimpanan vaksin, dan lain-
lain sebagian daerah belum memenuhi standar.

 Masih ada budaya di beberapa daerah yang menghambat penyelenggaraan imunisasi.

g. Unit pelayanan swasta masih banyak yang belum mengikuti standar prosedur teknis yang
ditetapkan dan memlaporkan secara rutin hasil cakupan imunisasi.
2.VAKSIN

2.1 PENGERTIAN
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif
terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh
organisme alami atau "liar".
Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak
menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya
(protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan
manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus,
atau toksin. Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel degeneratif
(kanker).

2.2 MACAM MACAM VAKSIN


2.2.1 Hidup, dilemahkan vaksin
2.2.2 Vaksin yang dilemahkan
2.2.3 Subunit vaksin
2.2.4 Vaksin toksoid
2.2.5 Konjugat vaksin
2.2.6 Vaksin DNA
2.2.7 Rekombinan vektor vaksin

2.2.1 Hidup, dilemahkan Vaksin


Hidup, vaksin dilemahkan berisi versi dari mikroba hidup yang telah melemah di
laboratorium sehingga tidak dapat menyebabkan penyakit. Karena vaksin, hidup dilemahkan
adalah hal yang paling dekat dengan infeksi alami, vaksin ini baik "guru" dari sistem kekebalan
tubuh: Mereka mendapatkan tanggapan seluler dan antibodi yang kuat dan sering memberikan
kekebalan seumur hidup dengan hanya satu atau dua dosis.
Meskipun keuntungan dari hidup, vaksin dilemahkan, ada beberapa kelemahan. Ini
adalah sifat dari makhluk hidup untuk mengubah, atau bermutasi, dan organisme yang digunakan
dalam hidup, vaksin dilemahkan tidak berbeda. Kemungkinan jarak jauh ada bahwa mikroba
dilemahkan dalam vaksin bisa kembali ke bentuk virulen dan menyebabkan penyakit. Juga, tidak
semua orang dapat menerima hidup aman, vaksin dilemahkan. Untuk perlindungan mereka
sendiri, orang-orang yang telah rusak atau melemah sistem kekebalan tubuh-karena mereka telah
menjalani kemoterapi atau memiliki HIV, misalnya-tidak dapat diberikan vaksin hidup.
Keterbatasan lain adalah bahwa hidup, vaksin dilemahkan biasanya perlu didinginkan
untuk tetap kuat. Jika vaksin harus dikirim ke luar negeri dan disimpan oleh pekerja perawatan
kesehatan di negara berkembang yang kekurangan pendingin luas, vaksin hidup mungkin bukan
pilihan terbaik.
Hidup, vaksin dilemahkan relatif mudah untuk membuat untuk virus tertentu. Vaksin
campak, gondok, dan cacar air, misalnya, dibuat dengan metode ini. Virus mikroba sederhana
yang berisi sejumlah kecil gen, dan ilmuwan karena itu dapat lebih mudah mengontrol
karakteristik mereka. Virus sering dilemahkan melalui metode generasi yang tumbuh dari
mereka dalam sel di mana mereka tidak mereproduksi sangat baik. Lingkungan yang tidak
bersahabat ini mengambil bertarung habis virus: Ketika mereka berevolusi untuk beradaptasi
dengan lingkungan baru, mereka menjadi lemah sehubungan dengan tuan alami mereka,
manusia.
Hidup, vaksin dilemahkan lebih sulit untuk membuat untuk bakteri. Bakteri memiliki
ribuan gen dan dengan demikian jauh lebih sulit untuk mengendalikan. Para ilmuwan bekerja
pada sebuah vaksin hidup untuk bakteri, bagaimanapun, mungkin bisa menggunakan teknologi
DNA rekombinan untuk menghapus gen beberapa kunci. Pendekatan ini telah digunakan untuk
membuat vaksin melawan bakteri yang menyebabkan kolera, Vibrio cholerae, meskipun vaksin
kolera hidup belum berlisensi di Amerika Serikat.

2.2.2 Vaksin yang dilemahkan


Para ilmuwan memproduksi vaksin dilemahkan dengan membunuh mikroba penyebab
penyakit dengan bahan kimia, panas radiasi, atau. Vaksin tersebut lebih stabil dan lebih aman
dari vaksin hidup: Para mikroba mati tidak dapat bermutasi kembali ke penyebab penyakit
negara mereka. Vaksin dilemahkan biasanya tidak memerlukan pendinginan, dan mereka dapat
dengan mudah disimpan dan diangkut dalam bentuk beku-kering, yang membuat mereka dapat
diakses oleh orang di negara berkembang.
Kebanyakan vaksin tidak aktif, bagaimanapun, merangsang respon sistem kekebalan
yang lebih lemah dibandingkan vaksin hidup. Jadi kemungkinan akan mengambil dosis beberapa
tambahan, atau suntikan booster, untuk mempertahankan kekebalan seseorang. Hal ini bisa
menjadi kelemahan di daerah di mana orang tidak memiliki akses ke perawatan kesehatan rutin
dan tidak bisa mendapatkan tembakan pendorong tepat waktu.
2.2.3 Vaksin subunit
Alih-alih seluruh mikroba, vaksin subunit hanya mencakup antigen yang paling
merangsang sistem kekebalan tubuh. Dalam beberapa kasus, vaksin ini menggunakan epitop-
bagian yang sangat spesifik antigen yang antibodi atau sel T mengenali dan mengikat. Karena
vaksin subunit hanya berisi antigen penting dan tidak semua molekul lain yang membentuk
mikroba, kemungkinan reaksi negatif terhadap vaksin lebih rendah.
Vaksin subunit dapat berisi mana saja dari 1 sampai 20 atau lebih antigen. Tentu saja,
mengidentifikasi antigen yang terbaik merangsang sistem kekebalan tubuh adalah, rumit proses
memakan waktu. Setelah para ilmuwan itu, bagaimanapun, mereka dapat membuat vaksin
subunit dalam salah satu dari dua cara:
 Mereka bisa tumbuh mikroba di laboratorium dan kemudian menggunakan bahan kimia untuk
istirahat itu terpisah dan mengumpulkan antigen penting.
 Mereka dapat memproduksi molekul antigen dari mikroba menggunakan teknologi DNA
rekombinan. Vaksin diproduksi dengan cara ini disebut "vaksin subunit rekombinan."
Sebuah vaksin subunit rekombinan telah dibuat untuk virus hepatitis B. Para ilmuwan
dimasukkan hepatitis B gen yang kode untuk antigen penting ke ragi roti yang umum itu. Ragi
kemudian menghasilkan antigen, yang para ilmuwan dikumpulkan dan dimurnikan untuk
digunakan dalam vaksin. Penelitian melanjutkan vaksin subunit rekombinan terhadap virus
hepatitis C.

2.2.4 Vaksin toksoid


Untuk bakteri yang mengeluarkan racun, atau bahan kimia berbahaya, vaksin toksoid
mungkin jawabannya. Vaksin ini digunakan ketika sebuah toksin bakteri adalah penyebab utama
penyakit. Para ilmuwan telah menemukan bahwa mereka dapat menonaktifkan racun dengan
memperlakukan mereka dengan formalin solusi, formaldehida dan air steril. Seperti
"didetoksifikasi" racun, yang disebut toxoid, aman untuk digunakan dalam vaksin.
Ketika sistem kekebalan tubuh menerima vaksin yang mengandung toksoid tidak
berbahaya, ia belajar bagaimana untuk melawan toksin alami. Sistem kekebalan tubuh
menghasilkan antibodi yang mengunci ke dan blok toksin. Vaksin terhadap difteri dan tetanus
adalah contoh dari vaksin toksoid.

2.2.5 Vaksin Konjugat


Jika bakteri memiliki lapisan luar dari molekul gula yang disebut polisakarida, seperti
bakteri berbahaya banyak, para peneliti dapat mencoba membuat vaksin konjugasi untuk
itu.Coating antigen polisakarida bakteri menyamar sehingga sistem kekebalan yang belum
matang bayi dan anak-anak muda tidak dapat mengenali atau menanggapi mereka. Konjugat
vaksin, tipe khusus vaksin subunit, mendapatkan sekitar masalah ini.
Ketika membuat vaksin konjugasi, para ilmuwan menghubungkan toxoid antigen atau
dari mikroba bahwa sistem kekebalan bayi bisa mengenali dengan polisakarida. Hubungan yang
membantu sistem kekebalan tubuh yang belum matang bereaksi terhadap lapisan polisakarida
dan membela terhadap bakteri penyebab penyakit.
Vaksin yang melindungi terhadap Haemophilus influenzae tipe B (Hib) adalah vaksin
konjugasi.

2.2.6 Vaksin DNA


Setelah gen dari mikroba telah dianalisis, para ilmuwan bisa mencoba untuk membuat
vaksin DNA terhadap itu.
Masih dalam tahap percobaan, vaksin ini menunjukkan janji besar, dan beberapa jenis
sedang diuji pada manusia. Vaksin DNA mengambil imunisasi ke tingkat teknologi baru. Vaksin
ini mengeluarkan dengan baik organisme keseluruhan dan bagian-bagiannya dan mendapatkan
hak ke penting: materi genetik mikroba. Secara khusus, vaksin DNA menggunakan gen yang
kode untuk mereka semua-penting antigen.
Para peneliti telah menemukan bahwa ketika gen untuk antigen mikroba adalah
diperkenalkan ke dalam tubuh, beberapa sel akan mengambil DNA yang. DNA kemudian
memerintahkan sel-sel untuk membuat molekul antigen. Sel-sel mensekresikan antigen dan
menampilkan mereka di permukaan mereka. Dengan kata lain, sel-sel tubuh sendiri menjadi
vaksin-membuat pabrik, menciptakan antigen yang diperlukan untuk merangsang sistem
kekebalan tubuh.
Sebuah vaksin DNA terhadap mikroba akan membangkitkan respon antibodi yang kuat
terhadap antigen yang mengambang bebas disekresikan oleh sel, dan vaksin juga akan
merangsang respon seluler yang kuat terhadap antigen mikroba yang ditampilkan pada
permukaan sel. Vaksin DNA tidak dapat menyebabkan penyakit karena tidak akan mengandung
mikroba, hanya salinan dari beberapa gen. Selain itu, vaksin DNA relatif mudah dan murah
untuk merancang dan menghasilkan.
Jadi yang disebut vaksin DNA telanjang terdiri dari DNA yang diberikan langsung ke
dalam tubuh. Vaksin ini dapat diberikan dengan jarum suntik atau dengan perangkat jarum-
kurang yang menggunakan gas bertekanan tinggi untuk menembak partikel emas dilapisi dengan
DNA mikroskopis langsung ke dalam sel. Kadang-kadang, DNA dicampur dengan molekul yang
memfasilitasi penyerapan oleh sel-sel tubuh. Vaksin DNA telanjang yang sedang diuji pada
manusia termasuk yang melawan virus yang menyebabkan influenza dan herpes.

2.2.7 Vaksin rekombinan vektor


Vaksin rekombinan vektor vaksin eksperimental mirip dengan vaksin DNA, tetapi
mereka menggunakan sebuah virus dilemahkan atau bakteri untuk memperkenalkan DNA
mikroba untuk sel-sel tubuh. "Vector" mengacu pada virus atau bakteri digunakan sebagai
carrier.
Di alam, virus menempel pada sel-sel dan menyuntikkan materi genetik mereka ke
dalamnya. Di laboratorium, para ilmuwan telah mengambil keuntungan dari proses ini. Mereka
telah menemukan cara untuk mengambil genom virus lapang tidak berbahaya atau dilemahkan
tertentu dan memasukkan bagian-bagian dari materi genetik dari mikroba lain ke dalamnya.
Virus pembawa kemudian feri bahwa DNA mikroba untuk sel. Vaksin rekombinan vektor sangat
menyerupai infeksi alam dan karena melakukan pekerjaan dengan baik merangsang sistem
kekebalan tubuh.
Dilemahkan bakteri juga dapat digunakan sebagai vektor. Dalam hal ini, materi genetik
disisipkan menyebabkan bakteri untuk menampilkan antigen dari mikroba lain pada
permukaannya. Akibatnya, bakteri tidak berbahaya meniru mikroba berbahaya, memicu respon
kekebalan tubuh.
Para peneliti sedang bekerja di kedua vaksin bakteri dan virus berbasis vektor
rekombinan untuk HIV, rabies, dan campak.

2.3 CARA KERJA


Bakteri, virus dan kuman penyakit mengancam tubuh setiap harinya. Tetapi bila penyakit
yang disebabkan mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh, maka tubuh kita akan
membentuk suatu sistem kekebalan, membuat protein yang disebut antibodi untuik melawan
mikroorganisme tersebut. Tujuan dari sistem kekebalan tubuh adalah mencegah penyakit dengan
menghancurkan serbuan dari luar atau membuatnya menjadi tidak berbahaya.
Vaksin merangsang sistem kekebalan tubuh. Untuk memahami bagaimana vaksin
bekerja, maka perlu diketahui juga bagaimana tubuh kita mendapatkan kekebalan.
Memahami kekebalan tubuh
Tubuh kita bisa kebal terhadap bakteri, virus dan kuman dengan dua cara:
 Dengan mendapat penyakit (kekebalan alami).
 Dengan vaksin (kekebalan yang disebabkan oleh vaksin).
Baik itu kekebalan alami atau dari vaksinasi, sekali anda mendapat kekebalan terhadap
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, anda akan lebih terlindungi dari penyakit
tersebut.

Kekebalan Alami
Kekebalan alami berkembang setelah terekspos oleh organisme tertentu. Sistem
kekebalan anda akan bekerja sebagai pertahanan terhadap penyakit yang sama dari virus atau
bakteri tertentu.
Paparan terhadap penyerbu ini akan merangsang pembentukan sel darah putih tertentu
dalam tubuh yang disebut sel B. Sel B memproduksi plasma sel, yang kemudian memproduksi
antibodi yang didesain spesifik untuk melawan kuman. Antibodi ini disirkulasi ke cairan tubuh.
Bila ada kuman yang sama masuk dalam tubuh di lain waktu, antibodi itu akan mengenali dan
akan menghancurkannya. Sekali tubuh kita memproduksi antibodi tertentu, maka antibodi
tersebut akan diproduksi bila diperlukan.
Disamping kerja B sel, sel darah putih lain singgah macrophages menghadapi dan
memusnahkan penyerbu asing. Jika tubuh bertemu dengan kuman yang belum pernah terekspos
sebelumnya, informasi mengenai kuman disampaikan ke sel darah putih yang disebut sel T
pembantu. Sel ini membantu produksi sel yang berjuang melawan infeksi lain.
Satu kali terekspos oleh virus atau bakteri tertentu, waktu berikutnya terekspos, antibodi
dan sel T akan bekerja. Mereka dengan segera bereaksi terhadap organisme, menyerangnya
sebelum penyakit berkembang.
Sistem kekebalan bisa mengenali dan secara efektif bertempur melawan organisme yang
berbeda.
Selama vaksinasi, vaksin yang mengandung virus, bakteri atau organisme lain yang telah
mati atau dilemahkan disuntikkan ke dalam tubuh (kiri). Vaksin kemudian merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi untuk melawan organisme tersebut (tengah). Lain
waktu saat organisme tersebut kembali menyerang tubuh, antibodi dari sistem kekebalan akan
menyerang dan akan menghentikan infeksi (kanan).
Hasil kekebalan yang disebabkan oleh vaksin didapat setelah menerima vaksin. Vaksin
memicu kemampuan sistem kekebalan berjuang melawan infeksi dengan tanpa kontak langsung
dengan kuman yang menghasilkan penyakit. Vaksin berisi kuman yang telah dimatikan atau
dilemahkan atau derivatifnya. Kalau diberikan kepada orang sehat, vaksin memicu respon
kekebalan tubuh. Vaksin memaksa tubuh berpikir bahwa sedang diserang oleh organisme
spesifik, dan sistem kekebalan bekerja untuk memusnahkan penyerbu dan mencegahnya
menginfeksi lagi.
Jika terekspos terhadap penyakit saat telah divaksin, kuman yang menyerbu akan
menghadapi antibodi. Kekebalan anda berkembang mengikuti vaksinasi mirip kekebalan yang
diperoleh dari infeksi alami.

2.4 DOSIS, INDIKASI, KONTRAINDIKASI & EFEK SAMPING


2.4.1 VAKSIN HIDUP DI LEMAHKAN
Dosis dan Cara Pemberian vaksin hidup di lemahkan
campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan secara SUBKUTAN, lebih baik pada lengan
atas. Pada setiap penyuntikan harus menggunakan jarum dan syringe yang steril. Vaksin yang
telah dilarutkan hanya dapat digunakan pada hari itu juga (maksimum untuk 8 jam) dan itupun
berlaku hanya jika vaksin selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2O-8OC serta terlindung
dari sinar matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk sebelum digunakan.
Satu dosis vaksin campak cukup untuk membentuk kekebalan terhadap infeksi.Di negara-
negara dengan angka kejadian dan kematian karena penyakit campak tinggi pada tahun pertama
setelah kelahiran, maka dianjurkan imunisasi terhadap campak dilakukan sedini mungkin setelah
usia 9 bulan (270 hari). Di negara-negara yang kasus campaknya sedikit, maka imunisasi boleh
dilakukan lebih dari usia tersebut. Vaksin campak tetap aman dan efektif jika diberikan
bersamaan dengan vaksin-vaksin DT, Td, TT, BCG, Polio, (OPV dan IPV), Hepatitis B, dan
Yellow Fever.

Efek Samping
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari
yang dapat terjadi 8 - 12 hari setelah vaksinasi. Terjadinya Encephalitis setelah vaksinasi
pernah dilaporkan yaitu dengan perbandingan 1 kasus per 1 juta dosis yang diberikan.

Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin campak.
Walaupun berlawanan penting untuk mengimunisasi anak yang mengalami malnutrisi. Demam
ringan, infeksi ringan pada saluran nafas atau diare, dan beberapa penyakit ringan

lainnya jangan dikategorikan sebagai kontraindikasi. Kontraindikasi terjadi bagi individu


yang diketahui alergi berat terhadap kanamycin dan erithromycin. Karena efek vaksin virus
campak hidup terhadap janin belum diketahui, maka wanita hamil termasuk kontraindikasi.

2.4.2 VAKSIN MATI


Dosis dan Cara Pemberian
Vaksin polio harus diberikan secara oral sebanyak 2 tetes langsung ke dalam mulut
melalui pipet atau dispenser. Harus dijaga jangan sampai vaksin dalam dropper multi dose
terkontaminasi oleh air liur.
Bayi harus menerima minimal 3 dosis OPV dengan interval minimum 4
minggu.Di daerah non endemi, dosis pertama diberikan mulai usia 6 minggu bersamaan dengan
dosis pertama DTP. Di daerah endemi, diperlukan dosis ekstra yang diberikan segera setelah
bayi dilahirkan.

Efek Samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang
disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 : 1.000.000 ; Bull WHO 66 :
1988)

Kontraindikasi
Vaksin jangan diberikan pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada
efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian OPV pada anak yang sedang sakit. Namun
jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah
sembuh.

2.4.3 TOKSOID
Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 intra unit. Indikasi Untuk
pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus.

Kontra indikasi
Gejala-gejala berat karena dosis pertama TT.
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejalanya seperti lemas dan kemerahan
pada lokasi penyuntikan dan bersifat sementara. Terkadang terjadi demam.

2.4.4 Vaksin DNA


Pengobatan herpes simplex: 200 mg (400 mg pada pasien yang memiliki respon imun
yang diperlemah/immunocompromised atau bila ada gangguan absorbsi) 5 kali sehari, selama 5
hari. Untuk anak dibawah 2 tahun diberikan setengah dosis dewasa. Diatas 2 tahun diberikan
dosis dewasa.
Pencegahan herpes simplex kambuhan, 200 mg 4 kali sehari atau 400 mg 2 kali sehari,
dapat diturunkan menjadi 200 mg 2atau 3 kali sehari dan interupsi setiap 6-12 bulan.
Pencegahan herpes simplex pada pasien immunocompromised, 200-400 mg 4 kali sehari. Anak
dibawah 2 tahun setengah dosis dewasa. Diatas 2 tahun dosis sama dengan dosis orang dewasa.

Efek Samping
Pada sistem saraf pusat dilaporakan terjadi malaise (perasaan tidak nyaman) sekitar 12%
dan sakit kepala (2%).pada system pencernaan (gastrointestinal) dilaporkan terjadi mual (2-5%),
muntah (3%) dan diare (2-3%).

2.4.5 Vaksin rekombinan vektor


Dosisi dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR)
1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
Kemasan :
Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment)
Cara pemberian :
disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus (anak–anak di daerah paha)Efek
samping :dapat terjadi reaksi lokal yang tidak berarti,seperti kemerahan,rasa gatal,dan
pembekakkan.
Kontra indikasi :tidak ada kontra indikasi yang sefesifik
Indikasi ; untuk imunisasi rabies pada manusi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN IMUNOLOGI

Imunologi adalah ilmu yang mempelajari tentang proses pertahanan atau imunitas terhadap
senyawa makromolekuler atau organisme asing yang masuk kedalamtubuh. Secara historisistilahini
kemudian digunakan untuk menjelaskan perlindungan terhadap penyakit infeksi. Untuk melindungi
dirinya, tubuh memerlukan mekanisme yang dapat membedakan sel-sel itu sendiri (Self) dariagen-
agen penginvasi (nonself).

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan
benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel
kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi
tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam
dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap
sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa
jenis kanker.

2.2 FUNGSI SISTEM IMUN

 Sistem imun memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai:


Pertahanan tubuh, yaitu menangkal bahan berbahaya agar tubuh tidak sakit, dan jika
sel-sel imun yang bertugas untuk pertahana ini mendapatkan gangguan atau tidak bekerja
dengan baik, maka oranmg akan mudah terkena sakit
 Keseimbangan, atau fungsi homeostatik artinya menjaga keseimbangan dari komponen
tubuh.
 Perondaan, sebagian dari sel-sel imun memiliki kemampuna untuk memantau ke seluruh
bagian tubuh. Jika ada sel-sel tubuh yang mengalami mutasi maka sel peronda tersebut
akan membinasakannya.

2.3 MACAM-MACAM SISTEM KEKEBALAN TUBUH

Sistem kekebalan tubuh manusia dibagi 2 yaitu:

1. Sistem kekebalan tubuh non spesifik


Disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme
pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam
antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan terdiri atas berbagai macam elemen
nonspesifik.Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu.

 Proses pertahanan tubuh non spesifik tahap pertama

Proses pertahanan tahap pertama ini bisa juga diebut kekebalan tubuh alami. Tubuh memberikan
perlawanan atau penghalang bagi masuknya patogen/antigen. Kulit menjadi penghalan bagi
masuknya patogen karena lapisan luar kulit mengandung keratin dan sedikit air sehingga
pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Air mata memberikan perlawanan terhadap senyawa
asing dengan cara mencuci dan melarutkan mikroorganisme tersebut. Minyak yang dihasilkan oleh
Glandula Sebaceae mempunyai aksi antimikrobial. Mukus atau lendir digunakan untuk
memerangkap patogen yang masuk ke dalam hidung atau bronkus dan akan dikeluarkjan oleh paru-
paru. Rambut hidung juga memiliki pengaruh karenan bertugas menyaring udara dari partikel-
partikel berbahaya. Semua zat cair yang dihasilkan oleh tubuh (air mata, mukus, saliva)
mengandung enzimm yang disebut lisozim. Lisozim adalah enzim yang dapat meng-hidrolisis
membran dinding sel bakteri atau patogen lainnya sehingga sel kemudian pecah dan mati. Bila
patogen berhasil melewati pertahan tahap pertama, maka pertahanan kedua akan aktif.

 Proses pertahanan tubuh non spesifik tahap ke dua

Inflamasi merupakan salah satu proses pertahanan non spesifik, dimana jika ada patogen atau
antigen yang masuk ke dalam tubuh dan menyerang suatu sel, maka sel yang rusak itu akan
melepaskan signal kimiawi yaitu histamin. Signal kimiawi berdampak pada dilatasi(pelebaran)
pembuluh darah dan akhirnya pecah. Sel darah putih jenis neutrofil,acidofil dan monosit keluar dari
pembuluh darah akibat gerak yang dipicu oleh senyawa kimia(kemokinesis dan kemotaksis). Karena
sifatnya fagosit,sel-sel darah putih ini akan langsung memakan sel-sel asing tersebut. Peristiwa ini
disebut fagositosis karena memakan benda padat, jika yang dimakan adalah benda cair, maka
disebut pinositosis.

Makrofag atau monosit bekerja membunuh patogen dengan cara menyelubungi patogen tersebut
dengan pseudopodianya dan membunuh patogen dengan bantuan lisosom. Pembunuh dengan
bantuan lisosom bisa melalui 2 cara yaitu lisosom menghasilkan senyawa racun bagi si patogen
atau lisosom menghasilkan enzim lisosomal yang mencerna bagian tubuh mikroba. Pada bagian
tubuh tertentu terdapat makrofag yang tidak berpindah-pindah ke bagian tubuh lain, antara lain :
paru-paru(alveolar macrophage), hati(sel-sel Kupffer), ginjal(sel-sel mesangial), otak(sel–sel
microgial), jaringan penghubung(histiocyte) dan pada nodus dan spleen. Acidofil/Eosinofil berperan
dalam menghadapi parasit-parasit besar. Sel ini akan menempatkan diri pada dinding luar parasit
dan melepaskan enzim penghancur dari granul-granul sitoplasma yang dimiliki.

Selain leukosit, protein antimikroba juga berperan dalam menghancurkan patogen. Protein
antimikroba yang paling penting dalam darah dan jaringan adalah protein dari sistem komplemen
yang berperan penting dalam proses pertahan non spesifik dan spesifik serta interferon. Interferon
dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi oleh virus yang berfungsi menghambat produksi virus pada
sel-sel tetangga. Bila patogen berhasil melewati seluruh pertahanan non spesifik, maka patogen
tersebut akan segera berhadapan dengan pertahanan spesifik yang diperantarai oleh limfosit.

2. Sistem kekebalan tubuh spesifik

Pertahanan spesifik: imunitas diperantarai antibodi untuk respon imun yang diperantarai antibodi,
limfosit B berperan dalam proses ini, dimana limfosit B akan melalui 2 proses yaitu respon imun
primer dan respon imun sekunder.Jika sel limfosit B bertemu dengan antigen dan cocok, maka
limfosit B membelah secara mitosis dan menghasilkan beberapa sel limfosit B. Semua Limfosit b
segera melepaskan antibodi yang mereka punya dan merangsang sel Mast untuk menghancurkan
antigen atau sel yang sudah terserang antigen untuk mengeluarkan histamin. 1 sel limfosit B
dibiarkan tetap hidup untuk menyimpan antibodi yang sama sebelum penyerang terjadi. Limfosit B
yang tersisa ini disebut limfosit B memori. Inilah proses respon imun primer. Jika suatu saat, antigen
yang sama menyerang kembali, Limfosit B dengan cepat menghasilkan lebih banyak sel Limfosit B
daripada sebelumnya. Semuanya melepaskan antibodi dan merangsang sel Mast mengeluarkan
histamin untuk membunuh antigen tersebut.

Kemudian, 1 limfosit B dibiarkan hidup untuk menyimpan antibodi yang ada dari sebelumnya. Hal ini
menyebabkan kenapa respon imun sekunder jauh lebih cepat daripada respon imun primer. Suatu
saat, jika suatu individu lama tidak terkena antigen yang sama dengan yang menyerang
sebelumnya, maka bisa saja ia akan sakit yang disebabkan oleh antigen yang sama karena limfosit
B yang mengingat antigen tersebut sudah mati. Limfosit B memori
biasanya berumur panjang dan tidak memproduksi antibodi kecuali dikenai antigen spesifik. Jika
tidak ada antigen yang sama yang menyerang dalam waktu yang sangat lama, maka Limfosit b bisa
saja mati, dan individu yang seharusnya bisa resisten terhadap antigen tersebut bisa sakit lagi jika
antogen itu menyerang, maka seluruh proses respon imun harus diulang dari awal.
2.4 JENIS-JENIS ANTIBODI
Antibodi adalah protein berbentuk Y dan disebut Immunoglobulin(Ig), hanya dibuat oleh Limfosit B.
Antibodi berikatan dengan antigen pada akhir lengan huruf Y. Bentuk lengan ini akan menentukkan
beberapa macam IG yang ada, yaitu IgM, IgG, IgA,IgE dan IgD. Saat respon imun humoral, IgM
adalah antibodi yang pertama kali muncul. Jenis lainya akan muncul beberapa hari kemudian.
Limfosit B akan membuat Ig yang sesuai saat interleukin dikeluarkan untuk mengaktifkan Limfosit T
saat antigen menyerang.

Antibodi juga dpat menghentikan aktivitas antigen yang merusak dengan cara mengikatkan antibodi
pada antigen dan menjauhkan antigen tersebut dari sel yang ingin dirusak. Proses ini dinamakan
neuralisasi. Semua Ig mempunyai kemampuan ini. Antibodi juga mempersiapkan antigen untuk
dimakan oleh makrofag. Antobodi mengikatkan diri pada antigen sehingga permukaannya menjadi
lebih mudah menempel pada makrofag. Proses ini disebut opsonisasi.
IgM dan IgG memicu sistem komplemen, suatu kelompok protein yang mempunyai kemampuan
unutk memecah membran sel.

 IgM dan IgG bekerja paling maksimal dalam sistem sirkulasi,IgA dapat keluar dari peredaran
darah dan memasuki cairan tubuh lainnya.
 IgA berperan penting untuk menghindarkan infeksi pada permukaan mukosa. IgA juga
berperan dalam resistensi terhadap banyak penyakit. IgA dapat ditemukan pada ASI dan
membantu pertahanan tubuh bayi.
 IgD merupakan antibodi yang muncul untuk dilibatkan dalam inisiasi respon imun.
 IgE merupakan antibodi yang terlibat dalam reaksi alergi dan kemungkinan besar merespon
infeksi dari protozoa dan parasit.

Antibodi tidak menghancurkan antigen secara langsung, akan tetapi menetralkannya atau
menyebabkan antigen ini menjadi target bagi proses penghancutan oleh mekanisme opsonosasi,
aglutinasi,presipitasi atau fiksasi komplemen. Opsonisasi, aglutinasi dan presipitasi meningkatkan
proses fagositosis dari komplek antigen-antibodi sementara fiksasi komplemen memicu proses lisis
dati protein komplemen pada bakteri atau virus.
Sistem imun manusia terdiri daripada organ imun, sel imun dan lain-lain. Organ imun merujuk
kepada sumsum tulang, kelenjar timus, limpa, nodus limfa, tonsil, apendiks dan sebagainya.
Kebanyakan sel imun terdiri daripada sel T dan sel B. Sel B akan matang dalam sumsum tulang,
apabila sistem darah diserang, ia akan memproses antibodi untuk menentang virus dan bakteria.
Sel T dihasil oleh sumsum tulang, bertumbuh dan matang di kelenjar timus tetapi ia tidak
menghasilkan antibodi. Tugas utamanya adalah: menentang sel yang dijangkiti virus, bakteria dan
kanker. Apabila sistem imun berada di dalam keadaan normal, tubuh manusia akan dapat
menentang berbagai patogen. Walau bagaimana, jika daya imun berada dalam paras rendah,
peluang menghidapi penyakit menjadi lebih tinggi, terutamanya bayi, kanak-kanak dan orang tua.
Sistem imun bayi masih di dalam proses pertumbuhan dan perkembangan.

Oleh itu, antibodi badan masih lemah untuk melawan pelbagai mikroorganisma. Manakala organ
sistem imun orang tua telah uzur dan semakin merosot, jadi daya tahan sistem imun juga menurun.
Sistem kekebalan tubuh harus selalu dalam keadaan seimbang. Jika tidak, akan
terganggu.Penyebab gangguan sistem kekebalan tubuh ada yang tidak diketahui dan telah ada
sejak lahir (primer). Ada juga gangguan kekebalan sekunder karena faktor lain, misalnya infeksi
(AIDS, campak dan lain-lain), gizi buruk, serta penyakit ganas misalnya kanker, leukemia, obat-
obatan misalnya obat yang mengandung hormon kortikosteroid, obat untuk kanker, dan lain-lain.

 FAKTOR-FAKTOR YANG MERENDAHKAN SISTEM KEIMUNAN

Sistem imun mempunyai hubungan rapat dengan cara hidup kita. Berikut adalah faktor-faktor yang
merendahkan sistem keimunan kita:

1. Cara hidup yang tidak sihat


2. Kekurangan zat makanan
3. Pencemaran udara atau alam sekitar
4. Keletihan
5. Tekanan dan kerisauan
6. Kurang bersenaman
7. Penggunaan antibiotik yang berlebihan.

Apabila sistem imun kita menurun, maka lebih mudah untuk kita mendapat jangkitan. Orang yang
mempunyai sistem imun yang rendah mudah berasa letih, tidak bersemangat, sentiasa selesema,
jangkitan usus (makanan yang tidak sesuai akan menyebabkan muntah dan mual), luka sukar untuk
sembuh, alergi dan sebagainya. Selain itu, sistem imun yang tidak teratur juga boleh menyebabkan
kecederaan pada sel.

 PENYAKIT AKIBATKAN KETIDAKSEIMBANGAN SISTEM IMUN

Berikut adalah penyakit yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan sistem imun:

 Penyakit AIDS
Juga dikenali sebagai sindrom kurang daya tahan melawan penyakit; yang mana virus HIV
menyerang sistem imun. Apabila memasuki badan manusia, virus tersebut akan
memusnahkan sel otak dan ‘leucocytes’ dan ia membiak dan berkembang di limfosit
menyebabkan badan manusia hilang keupayaan untuk melawan penyakit. Pesakit akan
lemah dan terdedah kepada pelbagai penyakit berjangkit seperti tuberkulosis pulmonari,
kandidiasis, kayap, manakala enteritis, pneumonia, ‘cephalitis’ dan lain-lain yang disebabkan
oleh mikroorganisma patogenik yang luar biasa.
 Penyakit Autoimunitas
Autoimunitas adalah respon imun tubuh yang berbalik menyerang organ dan jaringan
sendiri. Autoimunitas bisa terjadi pada respon imun humoral atau imunitas diperantarai sel.
Sebagai contoh, penyakit diabetes tipe 1 terjadi karena tubuh membuat antibodi yang
menghancurkan insulin sehingga tubuh penderita tidak bisa membuat gula. Pada
myasthenia gravis, sistem imun membuat antibodi yang menyerang jaringan normal seperti
neuromuscular dan menyebabkan paralisis dan lemah. Pada demam rheumatik, antibodi
menyerang jantung dan bisa menyebabkan kerusakan jantung permanen. Pada Lupus
Erythematosus sistemik, biasa disebut lupus, antibodi menyerang berbagai jaringan yang
berbeda, menyebabkan gejala yang menyebar.
 Alergi
Alergi, kadang disebut hipersensitivitas, disebabkan respon imun terhadap antigen. Antigen
yang memicu alergi disebut allergen. Reaksi alregi terbagi atas 2 jenus yaitu:reaksi alergi
langsung dan reaksi alergi tertunda.
Reaksi alergi langsung disebabkan mekanisme imunitas humoral. Reaksi ini disebabkan
oleh prosuksi antibodi IgE berlebihan saat seseorang terkena antigen. Antibodi IgE tertempel
pada sel Mast,leukosit yang memiliki senyawa histamin. Sel mAst banyak terdapat pada
paru-paru sehingga saat antibodi IgE menempel pada sel Mast, Histamin dikeluarkan dan
menyebabkan bersin-bersin dan mata berair.
Reaksi alergi tertunda disebabkan oleh perantara sel. Contoh yang ekstrim adalah saat
makrofag tidak dapat menelan antigen atau menghancurkannya. Akhirnya Limfosit T segera
memicu pembengkakan pada jaringan.

 ANTIBODI –IMUNOLOGLOBULIN

 Antibodi didefinisikan sebagai suatu zat cair ( ᵞ- globulin) yang dibuat sebagai respon
terhhadap rangsangan antigen. Ia bekerja sebagai zat perlindungan terhadap organisme
tertentu. Antibodi ditentukan di dalam serum, getah bening dan cairan tubuh lainya. Serum
yang mengandung kadar antibodi tinggi sesudah infeksi atau imunisasi disebut serum imun.
Sifat-sifat Antibodi:
Merupakan suatu protein, Terbentuk sebagai respon terhadap rangsangan antigen
Bereaksi khas dengan antigen yang cocok dengannya dan hasil reaksinya mudah diamati
Secara kimiawi molekul antibodi sulit dibedakan dengan gama globulin biasa. Globulin
merupakan suatu campuran yang rumit dari molekul-molekul protein yang mirip satu sama
lain.
 Imunoglobulin ialah protein yang berasal dari hewan yang memiliki aktivitas sebagai
antibodi, termasuk juga protein-protein lain yang struktur kimiawinya mirip dengannya
Imunoglobulin dibuat oleh elpplasma dan juga oleh linfosit. Imunoglobulin merupakan 20
sampai 25% dari seluruh protein serum. Istilah imunoglobulin bedasarkan konsep struktural
dan kimiawi, sedangkan istilah antibodi berdasarkan konsep biologis dan fungsional. Semua
antibodi merupakan imunoglobulin, tetapi tdak semua imunoglobulin bersifat sebagai
antibodi. Bedasarkan ukuranya,kandungan karbonhidrat dan analisis asam aminonya, telah
ditetapkan lima kelompok imunoglobulin yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE.

1. Struktur Imuoglobulin:

Imunoglobulin adalah glikoprotein,tiap molekulnya mempunyai dua pasang rantai polipeptida yang
ukurannya berbeda terikat oleh ikatan disulfide (S-S). Rantai pendek disebut rantai ringan (light = L)
dan rantai panjang disebut rantai berat (heavy = H). Berat molekul rantai L ialah 25.000 sedangkan
rantai H 50.000. Rantai L menempel pada rantai H oleh ikatan disulfide. Kedua rantai H diikat oleh
1-5 ikatan S-S tergantung jenis kelas immunoglobulin tersebut. Secara structural dan antigenic
rantai H berbeda untuk tiap-tiap kelas.
Kelas-kelas immunoglobulin.

IgG merupakan bagian terbesar immunoglobulin serum. Berat molekulnya 150.000 dan angka
sedimentasinya 7S. Distribusinya merata pada ruang intravaskuler dan ekstravaskuler. Waktu
paruhnya 23 hari. Bentuknya serupa lingkaran dan panjangnya 250-300 A°. Konsentrasinya didalam
serum normal adalah 5-16 mg/ml. IgG berperan pada berbagai reaksi imunologis seperti presipitasi,
pengikatan komplemen, netralisasi toksin dan virus.

Ada 4 kelas IgG yang telah ditemukan yaitu IgG1, IgG2, IgG3, IgG4. Tiap-tiap jenis ini mempunyai
jenis rantai gama yang berbeda yang dapat dibedakan dengan antiserum khusus.

 IgA
IgA adalah gama atau beta globulin yang dapat bergerak cepat, merupakan 10% globulin
serum. Kadar normalnya di dalam serum ialah 0,6-4,2 mg/ml. Waktu paruhnya 6-8 hari.
Berat molekulnya 160.000 dengan angka sendimentasi 7S. Terdapat dalam konsentrasi
tinggi pada kolostrum, air mata, cairan empedu, air liur serta secret saluran pencernaan dan
hidung. Jumlahnya akan sangat meningkat pada kasus myeloma multiple. Tidak dapat
melewati plasenta. IgA tidak mengikat komplemen tetapi secara aktif mengubah jalur reaksi
complement. IgA mengikat fagositosit dan penghancuran mikroorganisme di dalam sel.
IgA yang terdapat di dalam secret mengandung unit struktur tambahan yang disebut bagian
transport (T) atau sekretori (S). Bagian T dibuat di dalam sel epitel kelenjar, usus dan
saluran pernafasan. Bagian ini melekat pada molekul IgA selama pengangkutannya melalui
sel. Bagian T mengikatkan dua molekul IgA pada bagian Fc. Juga dapat ditemukan rantai J
pada IgA. Rantai J ini dibuat oleh sel limfoid.
 IgM
Juga disebut sebagai macroglobulin yang merupakan 5%-10% dari seluruh serum globulin
(kadarnya di dalam serum 0,5-2 mg/ml). Waktu paruhnya 10 haril. Berat molekulnya
900.000-1.000.000 dengan angka sendimentasi 19S. Sebagian besar IgM berada di dalam
pembuluh darah (intravaskuler). Sering ditemukan bentuk polimer dengan rantai J.
Bentuknya merupakan bulatan. IgM terbentuk lebih dini pada respon primer, sedangkan IgG
dibuat lebih belakangan. Waktu paruhnya 5 hari. Tidak dapat melewati plasenta. IgM lebih
efisien bekerja pada reaksi aglutinasi, reaksi sitolisis dan sitotoksik. Pada septikemia sering
ditemukan difisiensi IgM.
 IgD
Konsentrasinya di dalam serum ialah 0,03 mg/ml. Sebagian besar berada intravaskuler.
Waktu paruhnya 3 hari. Fungsinya tidak diketahui dengan jelas.
 IgE
Merupakan antibody reaginik yang berperan pada reaksi hipersensitivitas tipe cepat.
Berat molekulnya 190.000 dan angka sedimentasinya 8S. Waktu paruhnya 2 hari. Dapat
diinaktifkan dengan pemanasan pada 56°C selama 1 jam. Mempunyai afinitas terhadap sel-
sel jaringan (terutama mast-cell) pada spesies yang sama. Menjadi perantara pada reaksi
Prausnitz-Kustner. Tidak dapat melewati plasenta atau mengikat komplemen. Sebagian
besar berada intravaskuler. Dalam keadaan normal, kadarnya di dalam serum sangat kecil.
Pada keadaan atopic seperti asma, demam jerami (hayfever) atau eksim kadarnya akan
meningkat, demikian pula pada anak-anak yang mengidap infeksi cacing.

 MEKANISME SISTEM KEKEBALAN TUBUH

Tubuh diibaratkan sebagai sebuah negara. Jika negara itu tidak memiliki pertahanan yang kuat,
akan mudah mendapatkan perlawanan baik dari dalam maupun dari luar, sehingga lambat laun
negara itu akan hancur. Begitupun halnya tubuh kita. Jika kita tidak memiliki pertahanan tubuh yang
tinggi pada akhirnya tubuh kita akan jatuh sakit dan mungkin akan berujung kepada kematian.
Dibutuhkan sistem kekebalan tubuh untuk menjaga agar tubuh kita bisa melawan serangan apapun
baik dari dalam maupun dari luar.
Sistem imunitas yang sehat adalah jika dalam tubuh bisa membedakan antara diri sendiri dan
benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Biasanya ketika ada benda asing yang yang memicu
respons imun masuk ke dalam tubuh (antigen) dikenali maka terjadilah proses pertahanan diri.
Secara garis besar, sistem imun menurut sel tubuh dibagi menjadi sistem imun humoral dan sistem
imun seluler. Sistem imun humoral terdiri atas antibody (Imunoglobulin) dan sekret tubuh (saliva, air
mata, serumen, keringat, asam lambung, pepsin, dll). Sedangkan sistem imun dalam bentuk seluler
berupa makrofag, limfosit, neutrofil beredar di dalam tubuh kita.
Tubuh kita mempunyai banyak sekali mekanisme pertahanan yang terdiri dari berbagai macam
sistem imun yaitu organ limfoid (thymus, lien, sumsum tulang) beserta sistem limfatiknya. Organ
tubuh kita yang juga termasuk dalam mekanisme pertahanan tubuh yaitu jantung, hati, ginjal dan
paru-paru.
Sistem limfatik baru akan dikatakan mengalami gangguan jika muncul tonjolan kelenjar yang
membesar dibandingkan pada umumnya. Hal ini dikarenakan kelenjar limfe sedang berperang
melawan kuman yang masuk ke dalam tubuh. Organ limfoid seperti thymus sendiri mempunyai
tanggung jawab dalam pembentukan sel T dan penting bagi para bayi baru lahir, karena tanpa
thymus, bayi yang baru lahir akan mempunyai sistem imun yang buruk. Leukosit (sel darah putih)
dihasilkan oleh Thymus, lien dan sumsum tulang. Leukosit bersirkulasi di dalam badan antara organ
tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah. Dengan begitu, sistem imun bekerja
terkoordinasi baik memonitor tubuh dari kuman ataupun substansi lain yang bisa menyebabkan
problem bagi tubuh.
Ada dua tipe leukosit pada umumnya, yaitu fagosit yang bertugas memakan organisme yang masuk
ke dalam tubuh dan limfosit yang bertugas mengingat dan mengenali yang masuk ke dalam tubuh
serta membantu tubuh menghancurkan mereka. Sedangkan sel lainnya adalah netrofil, yang
bertugas melawan bakteri. Jika kadar netrofil meningkat, maka bisa jadi ada suatu infeksi bakteri di
dalamnya. Limfosit sendiri terdiri dari dua tipe yaitu limfosit B dan limfosit T. Limfosit dihasilkan oleh
sumsum tulang, tinggal di dalamnya dan jika matang menjadi limfosit sel B, atau meninggalkan
sumsum tulang ke kelenjar thymus dan menjadi limfosit sel T. Limfosit B dan T mempunyai fungsi
yang berbeda dimana limfost B berfungsi untuk mencari target dan mengirimkan tentara untuk
mengunci keberadaan mereka. Sedangkan sel T merupakan tentara yang bisa menghancurkan
ketika sel B sudah mengidentifikasi keberadaan mereka.
Jika terdapat antigen (benda asing yang masuk ke dalam tubuh) terdeteksi, maka beberapa tipe sel
bekerjasama untuk mencari tahu siapa mereka dan memberikan respons. Sel-sel ini memicu limfosit
B untuk memproduksi antibodi, suatu protein khusus yang mengarahkan kepada suatu antigen
spesifik. Antibodi sendiri bisa menetralisir toksin yang diproduksi dari berbagai macam organisme,
dan juga antibodi bisa mengaktivasi kelompok protein yang disebut komplemen yang merupakan
bagian dari sistem imun dan membantu menghancurkan bakteri, virus, ataupun sel yang terinfeksi.
OBAT ANTIHISTAMIN
A. PENGERTIAN
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh
dengan jalan memblok reseptor – histamine (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu
tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut
reseptor-H2, maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu reseptor-H1
dan reseptor-H2.

Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis
reseptor-H1 (singkatnya disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-
blockers atau zat penghambat-asam.
1. H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding
pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di
kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat
menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok,
tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat
generasi ke-1 dan ke-2.
a. Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor) feniramin, difenhidramin, klemastin
(Tavegil), siproheptadin (periactin), azelastin (Allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen
(Zaditen), dan oksatomida (Tinset). Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan
memiliki efek antikolinergis.
b. Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin (Semprex), setirizin, loratidin,
levokabastin (Livocab) dan emedastin (Emadin). Zat- zat ini bersifat khasiat antihistamin hidrofil dan
sukar mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative.
Keuntungan lainnya adalah plasma t⅟2-nya yang lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali
sehari. Efek anti-alerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambat sintesis mediator-
radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin.

2. H2-blockers (Penghambat asma)


Obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine,
dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi
asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan
pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung
tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas
lambung (cisaprida) pada penderita reflux. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah
simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis
dari histamin.

B. PENGGUNAAN UMUM
Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria dan angiodema,
dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi anafilaksis. Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati
mabuk perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi serupa parkinson
(difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan “ antihistaminika” selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat antihistamin,
obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergis,antiemetis dan daya menekan
SSP (sedative),dan dapat menyebabkan konstipasi, mata kering, dan penglihatan kabur, sedangkan
beberapa di antaranya memiliki efek antiserotonin dan local anestesi (lemah).
Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis ( oral,injeksi) untuk mengobati
simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamine. Di
samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan pada sejumlah gangguan
berikut:
1. Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi. Walaupun kerjanya baik,
namun efek keseluruhannya hanya rendah berhubung tidak berdaya terhadap mediator lain (leukotrien)
yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa penggunaan dalam bentuk sediaan
inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik. Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah
degranulasi dari mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.
2. Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a.l. histamine dan suatu enzim yang
mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, obat perlu
diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.
3. Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya permeabilitas kapiler
dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan
oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula dengan efek sedative dan efek anestesi local.
4. Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian menaikkan berat badan,
yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
5. Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin dan difenhidramin serta
turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan
dalam sediaan obat batuk popular.
6. Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin dan turunan 4-metilnya
(orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.
7. Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga berkaitan dengan khasiat
antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan dimenhidrinat, sedangkan sinarizin terutama digunakan pada
vertigo.
8. Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu, antihistaminika banyak
digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.

C. MACAM
Menurut struktur kimianya antihistaminika dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yang mana
sejumlah memiliki rumus dasar sebagai berikut:
R-X-C-C-N=R1 dan R2. Dimana X = atom O, N atau C; R= gugus aromatic dan/atau heterosiklik, R1 dan
R2 = gugus metal atau heterosiklik. Dapat dilihat bahwa inti molekul terdiri atas etilamin, yang juga
terdapat dalam molekul histamine. Adakalanya gugus ini merupakan bagian dari suatu struktur siklik,
seperti umpamanya pada antazolin dan klemastin, zat-zat ini berdaya antikolinergik dan sedative agak
kuat.
1. Derivat Etanolamin (X = O)
a. Difenhidramin : Benadryl
Di samping daya antikolinergik dan sedative yang kuat, antihistamin ini juga bersifat spasmolitik, anti-
emetik dan antivertigo (pusing-pusing). Berguna sebagai obat tambahan pada Penyakit Parkinson, juga
digunakan sebagai obat anti-gatal pada urticaria akibat alergi (komb. Caladryl, P.D.)
Dosis: oral 4 x sehari 25-50mg, i.v. 10-50mg.
 2 - Metildifenhidramin = Orfenadrin (Disipal, G.B.)
Dengan efek antikolinergik dan sedative ringan, lebih disukai sebagai obat tambahan Parkinson dan
terhadap gejala-gejala ekstrapiramidal pada terapi dengan neuroleptika
Dosis: oral 3 x sehari 50mg.
 4 - Metildifenhidramin (Neo-Benodin®)
Lebih kuat sedikit dari zat induknya. Digunakan pada keadaan-keadaan alergi pula.
Dosis: 3 x sehari 20-40mg
 Dimenhidrinat (Dramamine, Searle)
Adalah senyawa klorteofilinat dari difenhidramin yang digunakan khusus pada mabuk perjalanan dan
muntah-muntah sewaktu hamil.
Dosis: oral 4 x sehari 50-100mg, i.m. 50mg
 Klorfenoksamin (Systral, Astra)
Adalah derivate klor dan metal, yang antara lain digunakan sebagai obat tambahan pada Penyakit
Parkinson.
Dosis: oral 2-3 x sehari 20-40mg (klorida), dalam krem 1,5%.
 Karbinoksamin : (Polistin, Pharbil)
Adalah derivat piridil dan klor yang digunakan pada hay fever.
Dosis: oral 3-4 x sehari 4mg (maleat, bentuk,dll).
b. Kiemastin: Tavegyl (Sandos)
Memiliki struktur yang mirip klorfenoksamin, tetapi dengan substituent siklik (pirolidin). Daya
antihistaminiknya amat kuat, mulai kerjanya pesat, dalam beberapa menit dan bertahan lebih dari 10 jam.
Antara lain mengurangi permeabilitas dari kapiler dan efektif guna melawan pruritus alergis (gatal-gatal).
Dosis: oral 2 x sehari 1mg a.c. (fumarat), i.m. 2 x 2mg.

2. Derivat Etilendiamin (X=N)


Obat-obat dari kelompok ini umumnya memiliki data sedative yang lebih ringan.
a. Antazolin : fenazolin, antistin (Ciba)
Daya antihistaminiknya kurang kuat, tetapi tidak merangsang selaput lender. Maka layak digunakan
untuk mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) sebagai preparat kombinasi
dengan nafazolin (Antistin-Privine, Ciba).
Dosis: oral 2-4 x sehari 50-100mg (sulfat).
b. Tripelenamin (Tripel, Corsa-Azaron, Organon)
Kini hanya digunakan sebagai krem 2% pada gatal-gatal akibat reaksi alergi (terbakar sinar matahari,
sengatan serangga, dan lain-lain).
c. Mepirin (Piranisamin)
Adalah derivate metoksi dari tripelenamin yang digunakan dalam kombinasi dengan feniramin dan
fenilpropanolamin (Triaminic, Wander) pada hay fever.
Dosis: 2-3 x sehari 25mg.
d. Klemizol ( Allercur, Schering)
Adalah derivate klor yang kini hanya digunakan dalam preparat kombinasi anti-selesma (Apracur,
Schering) atau dalam salep/suppositoria anti wasir (Scheriproct, Ultraproct, Schering).

3. Derivat Propilamin (X=C)


Obat-obat dari kelompok ini memiliki daya antihistamin kuat.
a. Feniramin : Avil (Hoechst)
Zat ini berdaya antihistamink baik dengan efek meredakan batuk yang cukup baik, maka digunakan pula
dalam obat-obat batuk.
Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg (maleat) pada mala hari atau 1 x 50mg tablet retard; i.v. 1-2 x sehari
50mg; krem 1,25%.
 Klorfenamin (Klorfeniramin. Dl-, Methyrit, SKF)
Adalah derivate klor dengan daya 10 kali lebih kuat, sedangkan derajat toksisitasnya praktis tidak
berubah. Efek-efek sampingnya antara lain sifat sedatifnya ringan. Juga digunakan dalam obat batuk.
Bentuk-dextronya adalah isomer aktif, maka dua kali lebih kuat daripada bentuk dl (rasemis)nya:
dexklorfeniramin (Polaramin, Schering).
Dosis: 3-4 x sehari 3-4mg (dl, maleat) atau 3-4 x sehari 2mg
(bentuk-d).
 Bromfeniramin (komb.Ilvico, Merck)
Adalah derivate brom yang sama kuatnya dengan klorfenamin, padamana isomer-dextro juga aktif dan
isomer-levo tidak. Juga digunakan sebagai obat batuk.
Dosis: 3-4 x sehari 3mg (maleat).
b. Tripolidin : Pro-Actidil
Derivat dengan rantai sisi pirolidin ini berdaya agak kuat, mulai kerjanya pesat dan bertahan lama,
sampai 24 jam (sebagai tablet retard).
Dosis: oral 1 x sehari 10mg (klorida) pada malam hari berhubung efek sedatifnya.

4. Derivat Piperazin
Obat-obat kelompok ini tidak memiliki inti etilamin, melainkan piperazin. Pada umumnya bersifat long-
acting, lebih dari 10 jam.
a. Siklizin : Marzine
Mulai kerjanya pesat dan bertahan 4-6 jam lamanya. Terutama digunakan sebagai anti-emetik dan
pencegah mabuk jalan. Namun demikian obat-obat ini sebaiknya jangan diberikan pada wanita hamil
pada trimester pertama.
 Meklozin (Meklizin, Postafene/Suprimal®)
Adalah derivat metilfenii dengan efek lebih panjang, tetapi mulai kerjanya baru sesudah 1-2 jam. Khusus
digunakan sebagai anti-emetik dan pencegah mabuk jalan.
Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg.
 Buklizin (longifene, Syntex)
Adalah derivate siklik dari klorsiklizin dengan long-acting dan mungkin efek antiserotonin. Disamping anti-
emetik,juga digunakan sebagai obat anti pruritus dan untuk menstimulasi nafsu makan.
Dosis: oral 1-2 x sehari 25-50mg.
 Homoklorsiklizin (homoclomin, eisai)
Berdaya antiserotonin dan dianjurkan pada pruritus yang bersifat alergi.
Dosis: oral 1-3 x sehari 10mg.
b. Sinarizin : Sturegon (J&J), Cinnipirine(KF)
Derivat cinnamyl dari siklizin ini disamping kerja antihistaminnya juga berdaya vasodilatasi perifer. Sifat
ini berkaitan dengan efek relaksasinya terhadap arteriol-arteriol perifer dan di otak (betis,kaki-tangan)
yang disebabkan oleh penghambatan masuknya ion-Ca kedalam sel otot polos. Mulai kerjanya agak
cepat dan bertahan 6-8 jam, efek sedatifnya ringan. Banyak digunakan sebagai obat pusing-pusing dan
kuping berdengung (vertigo, tinnitus).
Dosis: oral 2-3 x sehari 25-50mg.
 Flunarizin (Sibelium, Jansen)
Adalah derivat difluor dengan daya antihistamin lemah. Sebagai antagonis-kalsium daya
vasorelaksasinya kuat. Digunakan pula pada vertigo dan sebagai pencegah migran.

5. Derivat Fenotiazin
Senyawa-senyawa trisiklik yang memiliki daya antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu kuat dan
seringkali berdaya sentral kuat dengan efek neuroleptik.
a. Prometazin: (Phenergan (R.P.)
Antihistamin tertua ini (1949) digunakan pada reaksi-reaksi alergi akibat serangga dan tumbuh-
tumbuhan, sebagai anti-emetik untuk mencegah mual dan mabuk jalan. Selain itu juga pada pusing-
pusing (vertigo) dan sebagai sedativum pada batuk-batuk dan sukar tidur, terutama pada anak-anak.
Efek samping yang umum adalah kadang-kadang dapat terjadi hipotensi,hipotermia(suhu badan rendah),
dan efek-efek darah (leucopenia, agranulocytosis)
Dosis: oral 3 x sehari 25-50mg sebaiknya dimulai pada malam hari; i.m. 50mg.
 Tiazinamium (Multergan, R.P.)
Adalah derivat N-metil dengan efek antikolinergik kuat, dahulu sering digunakan pada terapi
pemeliharaan terhadap asma.
 Oksomemazin (Doxergan, R.P.)
Adalah derivat di-oksi (pada atom-S) dengan kerja dan penggunaan sama dengan prometazin, antara
lain dalam obat batuk.
Dosis: oral 2-3 x sehari 10mg.
 Alimemazin (Nedeltran®)
Adalah analog etil denagn efek antiserotonin dan daya neuroleptik cukup baik. Digunakan sebagai obat
untuk menidurkan anak-anak, adakalanya juga pada psikosis ringan.
Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.
 Fonazin (Dimetiotiazin)
Adalah derivat sulfonamida dengan efek antiserotonin kuat yang dianjurkan pada terapi interval migraine.
Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.
b. Isotipendil: Andantol (Homburg)
Derivat aso-fenotiazin ini kerjanya pendek dari prometazin dengan efek sedatif lebih ringan.
Dosis: ora; 3-4 x sehari 4-8mg, i.m. atau i.v. 10mg.
 Mequitazin (Mircol, ACP)
Adalah derivat prometazin dengan rantai sisi heterosiklik yang mulai kerjanya cepat, efek-efek
neurologinya lebih ringan. Digunakan pada hay fever, urticaria dan reaksi-reaksi alergi lainnya.
Dosis: oral 2 x sehari 5mg.
 Meltidazin (Ticaryl, M.J.)
Adalah derivat heterosiklik pula (pirolidin) dengan efek antiserotonin kuat. Terutama dianjurkan pada
urticaria.
Dosis: oral 2 x sehari 8mg.

Sewaktu diketahui bahwa histamine mempengaruhi banyak proses faalan dan patologik, maka dicarikan
obat yang dapat mengantagonis efek histamine. Epinefrin merupakan antagonis faalan pertama yang
digunakan. Antara tahun 1937-1972, beratus-ratus antihistamin ditemukan dalam terapi, tetapi efeknya
tidak banyak berbeda.
Antihistamin misalnya antergan, neoantergan, difenhidramin dan tripelenamin dalam dosis terapi efektif
untuk mengobati udem, eritem dan pruritus terapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asam lambung
akibat histamin. Antihistamin tersebut di atas digolongkan dalam antihistamin penghambat reseptor H1
(AH1).

D. ANTAGONISME TERHADAP HISTAMIN AH1


Menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos,
selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai
pengelepasan histamine endogen berlebihan.
Otot polos: secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos (usus,bronkus).
Permeabilitas kapiler: peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin, dapat dihambat
dengan efektif oleh AH1.
Reaksi anafilaksis dan alergi: reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter terhadap
pemberian AH1, karena disini bukan histamine saja yang berperan tetapi autakoid lain juga dilepaskan.
Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat
histamin.
Kelenjar eksokrin: efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat
dihambat oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat
histamin.
Susunan saraf pusat: AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang
kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi
AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya
kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat.
Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau sangat sedikit menembus
sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya tidak menyebabkan kantuk, gangguan
koordinasi atau efek lain pada SSP. AH1 juga efektif untuk mengobati mual dan muntah akibat
peradangan labirin atau sebab lain.

E. FARMAKOKINETIK
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit
setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal
kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan
mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2
jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya
lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal.
Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama
mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
Anestesi lokal: beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas berbeda. AH1 yang baik
sebagai anestesi lokal ialah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek tersebut
dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi daripada sebagai antihistamin.
Antikolinergik: banyak AH1 bersifat mirip atropin. Efek ini tidak memadai untuk terapi, tetapi efek
antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.
Sistem kardiovaskular: dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek yang berarti pada system
kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan sifat seperti kuinidin pada konduksi miokard berdasarkan
sifat anestetik lokalnya.

F. EFEK SAMPING
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius dan
kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang
justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat
mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat,
inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang
termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium,
konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit
kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik tersebut
kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif.
AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan
lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain itu
pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat ketokonazol,
troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan
terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-pasien
yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan
adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang
berat perlu dibuktikan lebih lanjut.

G. INTOKSIKASI AKUT AH1


Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat sebagai obat persediaan
dalam rumah tangga. Pada anak, keracunan terjadi karena kecelakaan, sedangkan pada orang dewasa
akibat usaha bunuh diri. Dosis 20-30 tablet AH1 sudah bersifat letal bagi anak. Efek sentral AH1
merupakan efek yang berbahaya. Pda anak kecil efek yang dominan ialah perangsangan dengan
manifestasi halusinasi, eksitasi, ataksia, inkoordinasi, atetosis dan kejang. Kejang ini kadang-kadang
disertai tremor dan pergerakan atetoid yang bersifat tonik-klonik yang sukar dikontrol.
Gejala lain mirip gejala keracunan atropine misalnya midriasis, kemerahan di muka dan sering pula
timbul demam. Akhirnya terjadi koma dalam dengan kolaps kardiorespiratoar yang disusul kematian
dalam 2-18 jam. Pada orang dewasa, manifestasi keracunan biasanya berupa depresi pada permulaan,
kemudian eksitasi dan akhirnya depresi SSP lebih lanjut.
H. PENGOBATAN
Pengobatan diberikan secara simtomatik dan suportif karena tidak ada antidotum spesifik. Depresi
SSP oleh AH1 tidak sedalam yang ditimbulkan oleh barbiturate. Pernapasan biasanya tidak mengalami
gangguan yang berat dan tekanan darah dapat dipertahankan secara baik. Bila terjadi gagal napas,
maka dilakukan napas buatan, tindakan ini lebih baik daripada memberikan analeptic yang justru akan
mempermudah timbulnya konvulsi. Bila terjadi konvulsi, maka diberikan thiopental atau diazepam.
I. PERHATIAN
Sopir atau pekerja yang memerlukan kewaspadaan yang menggunakan AH1 harus diperingatkan
tentang kemungkinan timbulnya kantuk. Juga AH1 sebagai campuran pada resep, harus digunakan
dengan hati-hati karena efek AH1 bersifat aditif dengan alcohol, obat penenang atau hipnotik sedative.
Definisi Histamin
Histamin adalah suatu alkaloid yang disimpan di dalam sel mast, dan menimbulkan berbagai
proses faalan dan patologik. Histamin pada manusia adalah mediator penting untuk reaksi-reaksi
alergi yang segera dan reaksi inflamasi, mempunyai peranan penting pada sekresi asam lambung,
dan berfungsi sebagai neurotransmitter dan modulator. (Udin Sjamsudin: 1995)
Histamin adalah senyawa jenis amin yang terlibat dalam reaksi imun lokal, selain itu senyawa ini
juga berperan dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung dan sebagai neurotransmitter. Jika
tubuh terpapar patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam basofil dan sel mast,
dengan adanya histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel
darah putih dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah putih dalam memerangi
infeksi di jaringan tersebut. (http://www.apoteker.info/arsip_histamin.htm)
Histamin adalah suatu amin nabati (bioamin) yang ditemukan oleh dr. Paul Ehlirch (1878) dan
merupakan produk normal dari pertukaran zat histidin melalui dekarboksilasi enzimatis. (Tan
Hoan Tjai: 2006)
Histamin didapatkan pada banyak jaringan,sehingga dinamakan histamine (histos=
jaringan) memiliki efek fisiologis dan patologis yang kompleks melalui bebagai subtype reseptor,
dan sering kali dilepaskan setempat. Histamine dan serotonin bersama dengan peptide endogen,
prostaglandin dan leukotrien . histamine dihasilkan oleh bakteri yang terkontaminasi ergot.
(Anonim, 2007)
Histamin adalah suatu senyawa nitrogen organik lokal yang terlibat dalam respon imun serta
mengatur fungsi fisiologis dalam usus dan bertindak sebagai neurotransmitter. Jika tubuh
terpapar patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan
adanya histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah putih
dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah putih dalam memerangi infeksi di
jaringan tersebut. (http://www.wikipedia/histamin.html)
Jadi Histamin adalah senyawa jenis amin yang disimpan dalam sel mast dan dikeluarkan ketika
tubuh terpapar oleh antigen sebagai respon dar sistim kekebalan tubuh.

2.1.2 Sintesis Dan Metabolisme Histamin


Histamin berasal dari dekarboksilasi dari asam amino histidin , reaksi dikatalisis oleh enzim -
histidin dekarboksilase L yang merupakan hidrofilik vasoaktif amina .
(http://www.wikipedia/histamin.html)
Setelah dibentuk, histamin disimpan dan di nonaktifkan oleh enzim histamin-N-
methyltransferaseatau oksidase diamina . Dalam SSP, histamin dilepaskan ke dalam sinaps dan
diuraikan olehhistamin-N-methyltransferase. (http://www.wikipedia/histamin.html)
Bakteri juga mampu menghasilkan dekarboksilase histamin menggunakan enzim yang berbeda
dengan enzim yang ditemukan pada hewan. Bentuk non infeksi penyakit dari keracunan
makanan adalah karena produksi histamin oleh bakteri dalam makanan basi, terutama ikan.
(http://www.wikipedia/histamin.html)

2.1.3 Penyimpanan Dan Pelepasan Histamin


Histamin dapat dibebaskan dari sel mast oleh beberapa factor:
 Rusaknya sel
Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau sedang
dalam proses perbaikan, misalnya luka.
 Senyawa kimia
Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic, sehingga akan melepaskan histamine dari sel mast
dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.
 Reaksi hipersensitivitas
Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin oksidase
sehingga histamine tidak mencapai reseptor Histamin. Sedangkan pada penderita yang sensitif
terhadap histamine atau mudah terkena alergi jumlah enzim-enzim tersebut lebih rendah
daripada keadaan normal.
 Sebab lain
Proses fisik seperti mekanik, thermal, sinar UV, atau radiasi cukup untuk merusak sel terutama
sel mast yang akan melepaskan histamin.
(http://habib.blog.ugm.ac.id/histamin)

2.1.4 Mekanisme Kerja Histamin


Histamin memegang peranan utama pada proses peradangan dan system daya tangkis. Kerjanya
berlangsung melaui beberapa reseptor. Histamin memiliki khasiat farmakologi yang hebat, antara
lain dapat menyebabkan vasodilatasi yang kuat dari kapiler-kapiler, serentak dengan konstriksi
(penciutan) dari vena-vena dan arteri-arteri, sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah
perifer. Sehubungan dengan sirkulasi darah yang tidak sempurna ini, maka diuresis dihalangi.
Juga permeabilitas dari kapiler-kapiler menjadi lebih tinggi, artinya lebih mudah ditembusi,
sehingga cairan dan protein-protein plasma dapat mengalir ke cairan diluar sel dan menyebabkan
udema. Disamping ini organ-organ yang memiliki otot-otot licin, sebagai kandungan dan saluran
lambung usus, mengalami konstriksi, sehingga menimbulkan rasa nyeri, muntah-muntah, diare.
Begitu pula di paru-paru terjadi konstriksi dari ranting-ranting tenggorok (bronchioli) dengan
akibat nafas menjadi sesak (dyspnoe) atau timbulnya serangan asma (bronchiale).
Histamin juga mempertinggi sekresi kelenjar-kelenjar, misalnya ludah, asam dan getah lambung,
air mata dan juga adrenalin. Dalam keadaan normal jumlah histamin dalam darah adalah sedikit
sekali, sehingga tidak menimbulkan efek-efek tersebut diatas. Histamin yang berlebihan
diuraikan oleh enzim histaminase (=diamino-oksidase) yang terdapat pada ginjal, paru-paru,
selaput lendir usus, dan jaringan-jaringan lainnya.
(http://agungrakhmawan.wordpress.com/histamin)
Table 2.1 Reseptor Dan Aktifitas Histamin
Jenis Lokasi Fungsi
Reseptor histamine Ditemukan pada otot Penyebab, bronkokonstriksi , bronkialotot
H1 polos, endotel , polos kontraksi, pemisahan sel-sel
dan sistem saraf endotel (bertanggung jawab untukgatal-
pusat jaringan gatal ), dan nyeri dan gatal-gatalkarena
sengatan serangga, reseptor utama yang
terlibat dalam rhinitis alergi gejala
dan mabuk ; peraturan tidur
Reseptor histamine Terletak di sel Terutama yang terlibat dalam
H2 parietal dansel-sel otot vasodilatasi. Juga merangsang sekresiasam
polos pembuluh darah lambung
Reseptor histamine Ditemukan pada sistem Penurunan neurotransmiter rilis:
H3 saraf pusat dan tingkat histamin, asetilkolin , norepinefrin ,serotonin
yang lebih rendah sistem
saraf perifer jaringan
Reseptor histamine Ditemukan terutama Memainkan peran dalam chemotaxis
H4 dibasofil dan di sumsum
tulang . Hal ini juga
ditemukan
pada timus ,usus
kecil , limpa , dan usus.
Sumber : (http://www.wikipedia/histamin.html)

ALERGI
2.2.1 Defininisi Alergi
Alergi (hipersensitifitas) menggambarkan reaktivitas khusus host terhadap suatu unsure eksogen
pada kontak kedua kali. Reaksi hipersensitivitas meliputi sejumlah peristiwa autoimun dan alergi
serta merupakan kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses imunologi.
(Hoan Tjai: 2007)
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang
menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya
imunogenik (antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik. Dengan kata
lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh
dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat
atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen.(
http://id.wikipedia.org/wiki/Alergi)
Alergi adalah sebuah reaksi yang dilakukan tubuh terhadap masuknya sebuah benda asing.
Ketika sebuah substansi tak dikenal masuk, antigen, tubuh serta merta akan meningkatkan daya
imunitasnya untuk bekerja lebih giat.
( http://www.anneahira.com/alergi)
reaksi alergi merupakan respon sistem kekebalan yang diperkuat secara tidak tepat atau buruk
terhadap sesuatu yang tidak membahayakan. pada umumnya, reaksi alergi dapat berbentuk rasa
sakit kepala atau kelelahan, bersin-bersin, mata berair dan hidung tersumbat.
(http://christianty.wordpress.com/2009/01/08/alergi-mekanisme-terjadinya-alergi/)
Menurut berbagai pengertian di atas , dapat diambil kesimpulan bahwa alergi merupakan reaksi
berlebihan yang dilakukan tubuh terhadap masuknya antigen (allergen), sebagai respon system
kekebalan tubuh.
2.2.2 Patofisiologis Alergi
Bila suatu protein asing (antigen masuk) berulangkali ke dalam aliran darah seseorang yang
berbakat hipersensitif, maka limfosit b akan membentuk antibodies dari tipe Ig E. IgE ini yang
juga disebut reagin , mengikat diri pada membrane sel mast tanpa menimbulkan gejala. Apabila
kemudian antigen (allergen ) yang sama atau yang mirip rumus bangunnya memasuki darah lagi,
maka IgE akan mengenali dan mengikat padanya. (Hoan Tjai: 2007)
Hasilnya adalah suatu reaksi alergi akibat pecahnya membrane sel mast (degranulasi). Sejumlah
zat perantara (mediator dilepaskan yakni histamine bersama serotonin, bradikinin dan asam
arachidonat), yang kemudian diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien. Zat itu menarik
makrofag dan neutrofil ke tempat infeksi untuk memusnahkan penyerbu. Disamping itu
mengakibatkn beberapa gejala, seperti vasodilatasi, bronchoconstriksi dan pembengkakan
jaringan sebagai reaksi terhadap masuknya antigen. (Hoan Tjai: 2007)
2.2.3 Mekanisme Terjadinya Alergi
Hipersensitivitas terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah antigen
bergabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai anafilaksis sistemik (misalnya
setelah pemberian protein heterolog) atau sebagai reaksi lokal (misalnya alergi atopik seperti hay
fever). (Brooks: 2005)
Urutan kejadian reaksi hipersensitifias adalah sebagai berikut: (Baratawidjaja, 2006).
Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan sel mast dan basofil.
Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik
dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-
mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik.
Mekanisme alergi, misalnya terhadap makanan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Secara
imunologis, antigen protein utuh masuk ke sirkulasi dan disebarkan ke seluruh tubuh. Untuk
mencegah respon imun terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respon yang ditekan
secara selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi. Kegagalan untuk melakukann toleransi
oral ini memicu produksi antibodi IgE berlebihan yang spesifik terhadap epitop yang terdapat
pada alergen. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan reseptor IgE pada basofil dan sel mast,
juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makrofag, monosit, limfosit, eosinofil, dan
trombosit. (Rengganis dan Yunihastuti: 2007).
Ketika protein melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi tersebut,
akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Selanjutnya sel mast melepaskan
berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang menyebabkan vasodilatasi,
sekresi mukus, kontraksi otot polos, dan influks sel inflamasi lain sebagai bagian dari
hipersensitivitas cepat. Sel mast yang teraktivasi juga mengeluarkan berbagai sitokin lain yang
dapat menginduksi reaksi tipe lambat (Rengganis dan Yunihastuti: 2007).
2.2.4 Penggolongan Alergi
Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi berdasarkan
kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan IV. Kemudian Janeway dan
Travers merivisi tipe IV Gell dan Coombs menjadi tipe IVa dan IVb.
Tipe 1, gangguan gangguan alrrgi (reaksi segala, “ immediate) berdasarkan reaksi
antara allergen-antibody (IgE) dengan degranulasi mast-cells dan khusus terjadi pada orang yang
berbakat genetic (keturunan). Tipe-I ini juga dinamakan alergi atopis atau reaksi anafilaksis dan
terutama berlangsung disaluran nafas (serangan pollinosis, rhinitis, asma) dan di kulit (eksim
resam = dermatitis atopis), jarang di cerna (alergi makanan) dan di pembuluh (shock anafilaksis).
Mulai reaksi nya cepat , dalam waktu 5 sampai 20 menit setelah terkena alergen, maka sering
kali di sebutreaksi segera. Gejalanya bertahan lebih kurang 1 jam.
Tipe 2, autoimunitas ( reaksi sitolitis). Antigen yang terikat yang terikat pada membrane sel
beraksi dengan IgG atau IgM dalam darah dan menyebabkan sel musnah (cytos=sel, lysis=
melarut ). Reaksi ini terutama berlangsung di sirkulasi darah. Contohnya adalah gagguanauto-
imun akibat obat, seperti anemia hemolitis(akibat pinisilin)’ agranulotosis (akibat
sulfamida)’ arhitis rheumatika ’SLE (system lupus erymetodes) akibat hedrolazim atau
prekaimida. Reaksi autonium jenis ini umumnya sembu dalam waktu berapa bulan setelah
penggunaan obat berhenti.
Timbulnya penyakit auto-imun adalah bila system imun tidak “mengenali” jaringan tubuh sendiri
dan menyerangnya. Gangguan ini bercirikan terdapatnya auto-antibodies atau sel-sel-T
autoreaktif dan lazimnya dibagi dalam dua kelompok, yang berdasarkan:
auto-imunitas organ-pesifik (menyangkut organ tunggal), mis. Animia pernicoios, addiison’s
diaese, lih bab 46, ACTH.
auto-imunitas nonorgan spesifik (menyangkut pelbagai organ), mis SLE, MS.
Tipe 3, gangguan ilmun-komplek (reaksi arthus). Pada paristiwa ini, antigen dalam sirkulasi
bergabung dengan terutama IgG menjadi suatu imun-kompleks, yang diendapkan pada
endotel pembulu. Di tempat itu sebagai respons terjadi peradangan, yang disebut penyakit
serumyang bercirikan urticaria, demam dan nyeri otot serta sendi. Reaksinya dimulai 4-6 jam
setelah “terkena” (exposure) dan lamanya 4-12 hari. Obat-obat yang dapat menginduksi reaksi
ini adalah sulfanamidin, penisilin dan iodide. Imun-kompleks dapat terjadi di jaringan yang
menimbulkan reaksi local (arthus) atau dalam srikulasi (gangguan sistemis).
Tipe 4 (reaksi lambat,’delenyet’). Anti gen terdiri dari suatu kompleks hapten+protein, yang
bereaksi dengan T-limposit yang sudah disensitasi. Limfokin tertentu (=sitokin dari limfosit)
dibebaskan, yang menarik magrofog dan neutrofil, sehinga terjadi reaksi peradangan. Proses
penarikan itu disebut chemotaxis.mulai reaksi sesudah 24-48 jam dan bertahan beberapa hari.
Contohnya adalah reaksi tuberculin dan dermatitis kontak.

Bentuk alergi tipe 1 s/d 3 berkaitan dengan dan imunitas imonoglobulin homolar (lat.
Humor=cairan tubuh), artinya adahubungan dengan plasma. Hanya tipe 4 berdasarkan imunitas-
sekuler (liimfosit-T) (Hoan Tjai: 2007)

Table 2.2 penggolongan jenis-jenis hipersensitifitas


Jenis Hipersensitivitas Mekanisme Imun Mekanisme Kerusakan Jaringan dan Penyakit
Patologik
Tipe I Hipersensitivitas IgE Sel mast dan mediatornya (amin vasoaktif,
cepat mediator lipid, dan sitokin)
Tipe II IgM, IgG terhadap Opsonisasi & fagositosis sel
Reaksi melalui antibodi permukaan sel atau Pengerahan leukosit(neutrofil, makrofag) atas
matriks antigen pengaruh komplemen dan FcR Kelainan
ekstraseluler fungsi seluler (misal dalam sinyal reseptor
hormone)
Tipe III Kompleks imun Pengerahan dan aktivasi leukosit atas
Kompleks imun (antigen dalam pengaruh komplemen dan Fc-R
sirkulasi dan IgM
atau IgG)
Tipe IV (melalui sel T) CD4+ : DTH Aktivasi makrofag, inflamasi atas pengaruh
Tipe IVa CD8+ : CTL sitokin
Tipe IVb Membunuh sel sasaran direk, inflamasi atas
pengaruh sitokin
Sumber: Baratawidjaja, 2006

2.2.5 Penyebab Alergi


Penyebab alergi yang lazim ditemukan antara lain sebagai berikut:
(http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/alergi.htm)
Sengatan lebah atau serangga lain.
Makanan, khususnya kacang, ikan, seafood.
Gigitan serangga.
Obat.
Serbuk sari.
Debu.
Udara panas atau udara dingin.
2.2.6 Nutrisi Dan Alergi
Makanan merupakan salah satu penyebab reaksi alergi yang berbahaya. Seperti alergen lain,
alergi terhadap makanan dapat bermanifestasi pada salah satu atau berbagai organ target: kulit
(urtikaria, angiodema, dermatitis atopik), saluran nafas (rinitis, asma), saluran cerna (nyeri
abdomen, muntah, diare), dan sistem kardiovaskular (syok anafilaktik) (Rengganis dan
Yunihastuti, 2007). Urtikaria akibat alergi makanan biasanya timbul setelah 30-90 menit setelah
makan dan biasa disertai gejala lain seperti diare, mual, kejang perut, hidung buntu,
bronkospasme, hingga gangguan vaskular. Semua gejala ini diperantarai oleh IgE (Baskoro,
2007).
Hampir setiap jenis makanan memiliki potensi untuk menimbulkan reaksi alergi. Alergen dalam
makanan terutama berupa protein yang terdapat di dalamnya. Namun, tidak semua protein dalam
makanan mampu menginduksi produksi IgE. Penyebab tersering alergi pada orang dewasa
adalah kacang-kacangan, ikan, dan kerang. Sedangkan penyebab alergi tersering pada anak
adalah susu, telur, kacang-kacangan, ikan, dan gandum. Sebagian besar alergi hilang setelah
pasien menghindari makanan tersebut, dan melakukan eliminasi makanan, kecuali terhadap
kacang-kacangan, ikan, dan kerang cenderung menetap atau menghilang setelah jangka waktu
yang sangat lama. (Rengganis dan Yunihastuti, 2007)
Ikan dapat menimbulkan sejumlah reaksi. Alergen utama dalam codfish adalah Gad c1 telah
diisolasi dari fraksi miogen. Udang mengandung beberapa alergen. Antigen II dianggap sebagai
alergen utama. Otot udang mengandung glikoprotein otot yang mengandung Pen a1
(tropomiosin). Gambaran klinis reaksi alergi terhadap makanan terjadi melalui IgE dan
menunjukkan manifestasi terbatas: gastrointestinal, kulit dan saluran nafas. Tanda dan gejalanya
disebabkan oleh pelepasan histamine, leukotrien, prostaglandin, dan sitokin. Alergen yang
dimakan dapat menimbulkan efek luas, berupa respon urtikaria di seluruh tubuh, karena
distribusi random IgE pada sel mast yang tersebar di seluruh tubuh (Rengganis dan Yunihastuti,
2007).

2.2.7 Tanda Dan Gejala Penyakit Alergi


Tanda-tanda reaksi alergi diantaranya:
(http://k34437h.multiply.com/journal/item/282/TANDA-TANDA_ALERGI)
Sistem Pernapasan:
pada bayi, napas sering berbunyi grok-grok, batuk, pilek, bersin, mimisan, hidung buntu, sesak
(asma), sering menggerak-gerakkan/mengusap-usap hidung.
Sistem Pembuluh Darah dan jantung:
palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka kemerahan), nyeri dada, kolaps (jatuh), pingsan, serta
tekanan darah rendah.
Sistem Pencernaan:
Pada bayi: sering rewel, kolik/menangis terus-menerus tanpa sebab pada malam hari, sering
cegukan, sering "buang bair besar (BAB) mengejan," kembung, sering gumoh, BAB berwarna
hitam atau hijau, BAB timbul warna darah.
Pada anak: nyeri perut, sering BAB lebih dari 3 kali sehari, gangguan BAB (kotoran keras, BAB
tidak setiap hari, BAB di celana, BAB berwarna hitam atau hijau, BAB mengejan) kembung,
muntah, sulit BAB, sering buang angin (flatus), sariawan, mulut berbau.
Kulit:
Pada bayi sering timbul penebalan merah di pipi, daerah popok dan telinga, timbul kerak di kulit
kepala, sering gatal, dermatitis, bengkak di bibir, lebam biru kehitaman, bekas hitam seperti
digigit nyamuk, berkeringat berlebihan.
Sistem Saluran Kemih:
Sering kencing, nyeri kencing
Sistem Susunan Saraf Pusat:
Bayi: sensitif, sering kaget dengan rangsangan suara/cahaya, gemetar.
Anak: Sering sakit kepala, migrain, gangguan tidur, keterlambatan bicara dan gangguan perilaku.
Gangguan perilaku yang sering terjadi adalah emosi berlebihan, agresif, overaktif, gangguan
belajar, gangguan konsentrasi, gangguan koordinasi, hiperaktif hingga autisme.
Perilaku: impulsif, sering marah, agresif.
Sistem Hormonal:
Gangguan tidur, chronic fatique symptom (sering lemas), gampang marah, emosi meningkat,
histeris
Jaringan otot dan tulang:
Nyeri tulang, nyeri otot, bengkak di leher seperti gondong.
Mata:
Mata berair, mata gatal, sering belekan, bintil pada mata, kulit di bawah mata kehitaman

2.2.8 Pencegahan Alergi


Sebenarnya, alergi dapat dihindari dengan cara-cara berikut ini:
( http://www.anneahira.com/alergi)
Hindari pemicu alergi, misalnya makanan atau obat. Cari tahu komposisi atau kandungan
makanan atau obat. Biasakan membaca label yang tertera di luar kemasan.
Jika anak Anda alergi makanan tertentu, kenalkan jenis makanan baru dalam porsi kecil sehingga
Anda dapat mengetahui reaksi alerginya.
Penderita alergi sebaiknya selalu membawa kartu atau daftar jenis alergi atau alergen yang
dideritanya. Simpan dalam dompet untuk keadaan darurat.
Selalu bawa obat anti alergi sesuai rekomendasi dokter Anda.

2.2.9 Penegakan Diagnosis Penyakit Alergi


Bila seorang pasien datang dengan kecurigaan menderita penyakit alergi, langkah pertama yang
harus dilakukan adalah memastikan terlebih dahulu apakah pasien benar-benar menderita
penyakit alergi. Selanjutnya baru dilakukan pemeriksaan untuk mencari alergen penyebab, selain
juga faktor-faktor non alergik yang mempengaruhi timbulnya gejala. (Tanjung dan Yunihastuti,
2007).
Prosedur penegakan diagnosis pada penyakit alergi meliputi beberapa tahapan berikut: (Tanjung
dan Yunihastuti, 2007).
1) Riwayat Penyakit. Didapat melalui anamnesis, sebagai dugaan awal adanya keterkaitan
penyakit dengan alergi.
2) Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dibuat, dengan perhatian ditujukan
terhadap penyakit alergi bermanifestasi kulit, konjungtiva, nasofaring, dan paru. Pemeriksaan
difokuskan pada manifestasi yang timbul.
3) Pemeriksaan Laboratorium. Dapat memperkuat dugaan adanya penyakit alergi, namun tidak
untuk menetapkan diagnosis. Pemeriksaan laboaratorium dapat berupa hitung jumlah leukosit
dan hitung jenis sel, serta penghitungan serum IgE total dan IgE spesifik.
4) Tes Kulit. Tes kulit berupa skin prick test (tes tusuk) dan patch test (tes tempel) hanya
dilakukan terhadap alergen atau alergen lain yang dicurigai menjadi penyebab keluhan pasien.
5) Tes Provokasi. Adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen secara langsung kepada
pasien sehingga timbul gejala. Tes ini hanya dilakukan jika terdapat kesulitan diagnosis dan
ketidakcocokan antara gambaran klinis dengan tes lainnya. Tes provokasi dapat berupa tes
provokasi nasal dan tes provokasi bronkial . (Tanjung dan Yunihastuti, 2007).

ANTIHISTAMIN
Definisi
Antihistaminika adalah zat zat yang dapat mengurangi atau menghalagi efek hisyamin terhadap
tubuh dengan jalan mengeblok reseptor histamine ( penghambatan saingan) pada awalnya hanya
di kenal 1 tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor kusus pada tahun
1972, yang disebut reseptor H2, maka secara farmakologis reseptor histamine dapat di bagi dalam
2 tipe yaitu reseptor H1 dan reseptor H2. (Hoan Tjai, 2006, 815)
Berdasarkan penemuan ini, antihistaminika juga dapat dibagi dalam 2 kelompok, yakni antagonis
reseptor H1(singkatnya disebut H1 blokers atau antihistaminika ) antagonis reseptor
H2(H2 blokers atau zat penghambat asam) . (Hoan Tjai, 2006, 815)
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau
kerjahistamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang
mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang
bekerja pada reseptor histamin H1. (http://www.apoteker.info/arsip_pojok_herbal.htm)
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh
tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman.
Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
(http://www.apoteker.info/arsip_pojok_herbal.htm)
Penggolongan
Antihistaminika dapat digolongkan menurut struktur kimianya sebagai berikut :
Persenyawaan-persenyawaan aminoalkileter (dalam rumus umum X = O) difenhidramin dan
turunan-turunannya; klorfenoksamin (Systral), karbinoksamin (Rhinopront), feniltoloksamin
dalam Codipront. Persenyawaan-persenyawaan ini memiliki daya kerja seperti atropin dan
bekerja depresif terhadap susunan saraf pusat. Efek sampingannya: mulut kering, gangguan
penglihatan dan perasaan mengantuk.
Persenyawaan-persenyawaan alkilendiamin (X = N) tripelenamin, antazolin, klemizol dan
mepiramin. Kegiatan depresif dari persenyawaan ini terhadap susunan saraf pusat hanya lemah.
Efek sampingannya: gangguan lambung usus dan perasaan lesu.
Persenyawaan-persenyawaan alkilamin (X = C) feniramin dan turunan-turunannya, tripolidin.
Didalam kelompok antihistaminika ini terdapat zat-zat yang memiliki kegiatan merangsang
maupun depresif terhadap susunan saraf pusat.
Persenyawaan-persenyawaan piperazin: siklizin dan turunan-turunannya, sinarizin
Pada percobaan binatang beberapa persenyawaan dari kelompok ini ternyata memiliki kegiatan
teratogen, yang berkaitan dengan struktur siklis etilaminnya. Walaupun sifat teratogen ini tidak
dapat dibuktikan pada manusia, namun sebaiknya obat-obat demikian tidak diberikan pada
wanita hamil.
Sebelumnya antihistamin dikelompokkan menjadi 6 grup berdasarkan struktur kimia, yakni
etanolamin, etilendiamin, alkilamin, piperazin, piperidin, dan fenotiazin. Penemuan antihistamin
baru yang ternyata kurang bersifat sedatif, akhirnya menggeser popularitas penggolongan ini.
Antihistamin kemudian lebih dikenal dengan penggolongan baru atas dasar efek sedatif yang
ditimbulkan, yakni generasi pertama, kedua, dan ketiga.
Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang signifikan. Generasi pertama lebih
menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek antikolinergik yang lebih nyata. Hal ini dikarenakan
generasi pertama kurang selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem saraf pusat (SSP) lebih
besar dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih banyak dan lebih kuat
terikat dengan protein plasma, sehingga mengurangi kemampuannya melintasi otak.
Sedangkan generasi ketiga merupakan derivat dari generasi kedua, berupa metabolit
(desloratadine dan fexofenadine) dan enansiomer (levocetirizine). Pencarian generasi ketiga ini
dimaksudkan untuk memperoleh profil antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi serta
efek samping lebih minimal. Faktanya, fexofenadine memang memiliki risiko aritmia jantung
yang lebih rendah dibandingkan obat induknya, terfenadine. Demikian juga dengan
levocetirizine atau desloratadine, tampak juga lebih baik dibandingkan dengan cetrizine atau
loratadine.
Pengelompokan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamine:
Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya
adalah: difenhidramina,loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin
merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi
asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan
untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic
ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya
adalah simetidina, famotidina, ranitidina,nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif.
Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia.
Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik. Contohnya adalah tioperamida.
Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan
trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik,
namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan
histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.

Menisme Kerja
Antihistaminika adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghindarkan efek atas tubuh dari
histamin yang berlebihan, sebagaimana terdapat pada gangguan-gangguan alergi.
Bila dilihat dari rumus molekulnya, bahwa inti molekulnya adalah etilamin, yang juga terdapat
dalam molekul histamin. Gugusan etilamin ini seringkali berbentuk suatu rangkaian lurus, tetapi
dapat pula merupakan bagian dari suatu struktur siklik, misalnya antazolin.
Antihistaminika tidak mempunyai kegiatan-kegiatan yang tepat berlawanan dengan histamin
seperti halnya dengan adrenalin dan turunan-turunannya, tetapi melakukan kegiatannya melalui
persaingan substrat atau ”competitive inhibition”.
Obat-obat inipun tidak menghalang-halangi pembentukan histamin pada reaksi antigen-antibody,
melainkan masuknya histamin kedalam unsur-unsur penerima didalam sel (reseptor-reseptor)
dirintangi dengan menduduki sendiri tempatnya itu. Dengan kata lain karena antihistaminik
mengikat diri dengan reseptor-reseptor yang sebelumnya harus menerima histamin, maka zat ini
dicegah untuk melaksanakan kegiatannya yang spesifik terhadap jaringan-jaringan. Dapat
dianggap etilamin lah dari antihistaminika yang bersaing dengan histamin untuk sel-sel reseptor
tersebut. Sebagai inverse agonist, antihistamin H1 beraksi dengan bergabung bersama dan
menstabilkan reseptor H1 yang belum aktif, sehingga berada pada status yang tidak aktif.
Penghambatan reseptor histamine H1 ini bisa mengurangi permiabilitas vaskular, pengurangan
pruritus, dan relaksasi otot polos saluran cerna serta napas. Tak ayal secara klinis, antihistamin
H1generasi pertama ditemukan sangat efektif berbagai gejala rhinitis alergi reaksi fase awal,
sepertirhinorrhea, pruritus, dan sneezing. Tapi, obat ini kurang efektif untuk mengontrol nasal
congestionyang terkait dengan reaksi fase akhir.
Sementara itu antihistamin generasi kedua dan ketiga memiliki profil farmakologi yang lebih
baik. Keduanya lebih selektif pada reseptor perifer dan juga bisa menurunkan lipofilisitas,
sehingga efek samping pada SSP lebih minimal. Di samping itu, obat ini juga memiliki
kemampuan antilergi tambahan, yakni sebagai antagonis histamin. Antihistamin generasi baru ini
mempengaruhi pelepasan mediator dari sel mast dengan menghambat influks ion kalsium
melintasi sel mast/membaran basofil plasma, atau menghambat pelepasan ion kalsium
intraseluler dalam sel. Obat ini menghambat reaksi alergi dengan bekerja pada leukotriene dan
prostaglandin, atau dengan menghasilkan efek anti-platelet activating factor.
Selain berefek sebagai anti alergi, antihistamin H1 diduga juga memiliki efek anti inflamasi. Hal
ini terlihat dari studi in vitro desloratadine, suatu antihistamin H1 generasi ketiga. Studi
menunjukkan, desloratadine memiliki efek langsung pada mediator inflamatori, seperti
menghambat pelepasan intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) oleh sel epitel nasal,
sehingga memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori dan imunomodulatori. Kemampuan
tambahan inilah yang mungkin menjelaskan kenapa desloratadine secara signifikan bisa
memperbaiki nasal congestion pada beberapa double-blind, placebo-controlled studies. Efek ini
tak ditemukan pada generasi sebelumnya, generasi pertama dan kedua. Sehingga perlu dilakukan
studi lebih lanjut untuk menguak misteri dari efek tambahan ini.

2.3.4 Nasib Antihistamin H1 Dalam Tubuh


Pemberian antihistamin H1 secara oral bisa diabsorpsi dengan baik dan mencapai konsentrasi
puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Ikatan dengan protein plasma berkisar antara 78-99%.
Sebagian besar antihistamin H1 dimetabolisme melalui hepatic microsomal mixed-function
oxygenase system. Konsentrasi plasma yang relatif rendah setelah pemberian dosis tunggal
menunjukkan kemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh hati.
Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin memiliki waktu paruh cukup
panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin hanya 2 jam. Waktu paruh metabolit aktif juga sangat
berbeda jauh dengan obat induknya, seperti astemizole 1,1 hari sementara metabolit aktifnya, N-
desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal inilah yang mungkin menjelaskan
kenapa efek antihistamin H1 rata-rata masih eksis meski kadarnya dalam darah sudah tidak
terdeteksi lagi. Waktu paruh beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendek pada anak dan jadi
lebih panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, danm pasien yang menerima ketokonazol,
eritromisin, atau penghambat microsomal oxygenase lainnya.

2.3.5 Obat-Obat Antihistamin


Antagonis reseptor H1
Difenhidramin : Benadryl (Parke Davis)
Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat, difenhidramin juga bersifat spasmolitik
sehingga dapat digunakan pada pengobatan penyakit parkinson, dalam kombinasi dengan obat-
obat lain yang khusus digunakan untuk penyakit ini.
Dosis : oral 4 kali sehari 25 – 50 mg, i.v. 10-50 mg
Dimenhidrinat: difenhidramin-8-klorotheofilinat, Dramamin (Searle), Antimo (Phapros).
Pertama kali digunakan pada mabuk laut (“motion sickness”) dan muntah-muntah sewaktu
hamil.
Dosis : oral 4 kali sehari 50 – 100 mg, i.m. 50 mg.
Metildifenhidramin : Neo-Benodin (Brocades)
Adalah derivat, yang khasiatnya sama dengan persenyawaan induknya, tetapi sedikit lebih kuat.
Dosis : oral 3 kali sehari 20 – 40 mg.
Tripelenamin : Pyribenzamin (Ciba-Geigy), Azaron (Organon)
Rumus bangun dari zat ini menyerupai mepiramin, tetapi tanpa gugusan metoksil (OCH3).
Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek sampingannya lebih sedikit.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 – 100 mg.
Antazolin : fenazolin, Antistine (Ciba-Geigy)
Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti yang lain, tetapi kebaikannya terletak pada
sifatnya yang tidak merangsang selaput lendir. Maka seringkali digunakan untuk mengobati
gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) Antistine-Pirivine, Ciba Geigy
Dosis : oral 2 – 4 kali sehari 50 – 100 mg
Feniramin : profenpiridamin, Avil (hoechst)
Terutama digunakan sebagai garam p-aminosalisilatnya
Dosis : oral 3 kali sehari 25 mg
klorfenamin (klorfeniramin, Methyrit-SKF; CTM, KF; Pehaclor, Phapros)
adalah derivateklor, Substitusi dari satu atom klor pada molekul feniramin meningkatkan
khasiatnya 20 kali lebih kuat, tetapi derajat toksisitasnya praktis tidak berubah. Efek sampingan
dari obat ini hanya sedikit dan tidak memiliki sifat menidurkan.
Dosis : oral 4 kali sehari 2 – 8 mg, parenteral 5 – 10 mg.

deksklorfeniramin (Polaramin, Schering)


adalah d- isomer dari klorfeniramin (terdiri dari suatu campuran rasemis) yang terutama
bertanggung jawab untuk kegiatan antihistaminiknya. Toksisitasnya dari campuran d-isomer ini
tidak melebihi daripada campuran rasemiknya.
Dosis : oral 3 kali sehari 2 mg.
Siklizin : Marezin (Burroughs Welcome)
Zat ini khusus digunakan sebagai obat mabuk perjalanan.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 mg.
meklozin (meclizin,Suprinal)
Sifat antihistaminiknya kuat dan terutama digunakan untuk menghindarkan dan mengobati
perasaan mual karena mabuk jalan dan pusing-pusing (vertigo). Mulai bekerjanya lambat, tetapi
berlangsung lama (9 – 24 jam). Berhubung dengan peristiwa thalidomide, zat ini dilarang
penggunaannya di Indonesia. Kerja teratogennya hingga kini belum dibuktikan.
Sinarizin : Cinnipirine(ACF), Stugeron (Jansen)
Adalah suatu antihistaminika dengan daya kerja lama dan sedikit saja sifat menidurkannya.
Disamping ini juga memiliki sifat menghilangkan rasa pusing-pusing, maka sangat efektif pada
bermacam-macam jenis vertigo (dizzines, tujuh keliling); mekanisme kerjanya belum diketahui.
Selain itu sinarizin memiliki khasiat kardiovaskuler, yakni melindungi jantung terhadap
rangsangan-rangsangan iritasi dan konstriksi. Perdarahan di pembuluh-pembuluh otak dan
perifer (betis, kaki, tangan) diperbaiki dengan jalan vasodilatasi, tetapi tanpa menyebabkan
tachycardia dan hipertensi secara reflektoris seperti halnya dengan vasodilator-vasodilator
lainnya.
Dosis : pada vertigo 1 – 3 kali sehari 25 – 50 mg, untuk memperbaiki sirkulasi: oral 3 kali sehari
75 mg
primatour (ACF)
adalah kombinasi dari sinarizin 12,5 mg dan klorsiklizin HCl 25 mg. Preparat ini adalah
kombinasi dari dua antihistaminika dengan kerja yang panjang dan Singkat. Obat ini khusus
digunakan terhadap mabuk jalan dan mulai kerjanya cepat, yaitu ¼ sampai ½ jam dan
berlangsung cukup lama.
Dosis : dewasa 1 tablet.
Oksomemazin : Doxergan, Toplexil (Specia)
Adalah suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat antihistaminikum yang sangat kuat,
tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan efek sampingannya sama seperti antihistaminika
lain dari golongan fenothiazin.
Dosis : 10 – 40 mg seharinya
Promethazin : Phenergan (Rhodia)
Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum yang kuat dan memiliki kegiatan yang
lama (16 jam). Memiliki kegiatan potensiasi untuk zat-zat penghalang rasa nyeri (analgetika) dan
zat-zat pereda (sedativa).
Berhubung sifat menidurkannya yang kuat maka sebaiknya diberikan pada malam hari.
Dosis : oral 3 kali sehari 25 – 50 mg; parenteral 25 mg lazimnya sampai 1 mg per Kg berat
badan
promethazin-8-klorotheofilinat (Avomin)
adalah turunan dari promethazin yang memiliki khasiat dan penggunaan yang sama dengan
dimenhidrinat, tetapi tanpa efek menidurkan.
Thiazinamium : Multergan (Specia)
Disamping khasiatnya sebagai antihistaminikum juga memiliki khasiat antikolinergik yang kuat,
sehingga banyak dugunakan pada asma bronchiale dengan sekresi yang berlebihan.
Siproheptadin : Periactin (Specia)
Persenyawaan piperidin ini adalah suatu antihistaminikum dengan khasiat antikolinergik lemah
dan merupakan satu-satunya zat penambah nafsu makan tanpa khasiat hormonal.
Zat ini merupakan antagonis serotonin seperti zat dengan rumus pizotifen (Sandomigran),
sehingga dianjurkan sebagai obat interval pada migrain.
Efek sampingannya : perasaan mengantuk, pusing-pusing, mual dan mulut kering. Tidak boleh
diberikan pada penderita glaucoma, retensi urine dan pada wanita hamil.
Mebhidrolin : Incidal (Bayer)
Mengandung 50 mg zat aktif, yakni suatu antihistaminikum yang praktis tidak memiliki sifat-
sifat menidurkan.
Dosis : rata-rata 100 – 300 mg seharinya
Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi
asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan
untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic
ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya
adalah simetidina, famotidina, ranitidina,nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif.
Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia.
Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah
obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
(http://konsultasiobat.wordpress.com/)

2.3.6 Indikasi
Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi hipersensitifitas, reaksi tipe I yang
mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas, dan
urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan. Difenhidramin,
hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain disamping untuk reaksi alergi. Difenhidramin
digunakan sebagai antitusif, sleep aid, anti-parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin bisa
digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik adjuvan pada pre-
operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin digunakan untuk motion sickness,
pre- dan postoperative atau obstetric sedation. (http://agungrakhmawan.wordpress.com/anti-
histamin/)

2.3.7 Kontraindikasi
Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara
struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing
peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction,
penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien yang
menggunakan monoamine oxidase inhibitor(MAOI), dan pasien tua.
(http://agungrakhmawan.wordpress.com/anti-histamin/)
Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait
secara struktural.
2.3.8 Efek Samping
Terjadi pada 15 -25% pasien yang di beri antihistamin, dengan derajat intensitas yang berada
secara individual. (Imam Budi: 2008)
Depresi atau stimulasi susunan saraf pusat
Depresi susunan saraf pusat berupa sedasi bahkan sampai spoor sering menggangu aktivitas
sehari-hari, teqadi pada pemakaian golongan amino alkil ether dan phenothiazine, tolerans
terhadap efek sedasi dapat terjadi setelah beberapa hari pemberian.
Efek terhadap susunan syaraf pusat yang lain dizinus, tinnitus, gangguan koordinasi, konsentrasi
berkurang dan gangguan penglihatan/ diplopia.
Stimulasi susunan saraf pusat berupa nervous, irritable, insomnia dan tremor dapat terjadi pada
pemakaian golongan alkylamine.
efek anti kolinergik berupa : retensi urine, disuri, impotensia dan mulut/ mukosa kering dapat
terjadi pada pemakaian golongan amino ethyl ether, phenothrazine dan piperazine.
Hipotensi dapat terjadi pada pemberian anti histamine intravena yang terlalu cepat.
Dermatitis, erupsi obat menetap, fotosensitisasi, urtikaria dan patechiae di kulit terutama setelah
pemakaian secara topical.
Keracunan akut terutama pada anak anak seperti keracunan atropine berupa
halusinasi, ataksia, gangguan koordinasi, konvulsi dan efek entikolinergik (flusing, pupil lebar,
febris).
2.3 9 Kontra Indikasi Dan Interaksi Obat
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian antihistamin H-1 secara topical golongan
ethylene diamine pada penderita yang telah mendapat obat lain yang mempunyai struktur yang
mirip( aminophiline).
Efek sedasi akan meningkat bila antihistsmine H1 diberikan bersama dengan obat
antidepresan obat anti alcohol.
Golongan phenothiazine dapat menghambat efek vasopressor dari epinephrine.
Efek anti kolinergik dari antihistamine akan menjadi lebih berat dan lebih lama di berikan
bersama obat inhibitor monoamine (procarbazine, furazolidone, isocarboxazid).
Golongan piperazine pada binatang percobaan dapat menimbulkan efekteratogenik.

Anda mungkin juga menyukai