Anda di halaman 1dari 20

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328736300

Penanganan Masalah Stunting Dengan Pendekatan Keluarga: Sebuah Keharusan


(Family approach to overcome child stunting: is a must)

Presentation · June 2016


DOI: 10.13140/RG.2.2.13217.04963

CITATIONS READS

0 400

1 author:

Kun Aristiati Susiloretni


Semarang Health Polytechnic MOH RI
23 PUBLICATIONS   37 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

The effectiveness of multilevel promotion of exclusive breastfeeding in rural Indonesia View project

All content following this page was uploaded by Kun Aristiati Susiloretni on 05 November 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENANGANAN MASALAH STUNTING
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA: SEBUAH KEHARUSAN
(Family approach to overcome child stunting: is a must)

Kun Aristiati Susiloretni


Semarang, 11 Juni 2016
Penanganan Masalah Stunting Dengan Pendekatan Keluarga: Sebuah
Keharusan
(Family approach to overcome child stunting: is a must)
Kun Aristiati Susiloretni

RINGKASAN.............................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 2
KONSEKUENSI STUNTING ................................................................................................... 3
Konsekuensi jangka pendek................................................................................................ 3
Konsekuensi Jangka Panjang ............................................................................................. 5
FAKTOR RISIKO STUNTING ................................................................................................. 7
PENANGANAN STUNTING DENGAN PENDEKATAN KELUARGA ............................ 10
Gerakan Nasional Sadar Gizi Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan .......................... 10
Penanganan stunting dengan pendekatan keluarga ..................................................... 11
Bagaimana penanganan stunting dengan pendekatan keluarga? .............................. 12
INTERVENSI GIZI SETELAH UMUR 2 TAHUN................................................................ 14
KESIMPULAN ......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 15

1
PENANGANAN MASALAH STUNTING DENGAN PENDEKATAN KELUARGA:
SEBUAH KEHARUSAN
(Family approach to overcome child stunting: is a must)
Kun Aristiati Susiloretni

RINGKASAN
Stunting menjadi ukuran utama dari masalah kurang gizi pada anak karena
tingginya angka prevalensi secara global dan beratnya dampak yang ditimbulkan baik
pada jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan makalah ini adalah untuk
melakukan review tentang konsekuensi, faktor risiko, dan intervensi untuk
menangani masalah gizi yang menekankan pada pendekatan keluarga. Metode yang
dipakai adalah melakukan studi literatur sederhana. Pembahasan bab per bab
disusun mulai dari konsekuensi stunting, faktor risiko, penanganan stunting yang
menekankan pada pendekatan keluarga, dan perbaikan gizi hingga masa remaja.

PENDAHULUAN
Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa hanya 44.12% saja balita yang
tidak mempunyai masalah gizi, 43.49% mengalami kurang gizi, dan 12,49%
mengalami gizi lebih. Balita yang mengalami masalah gizi yaitu pendek/stunting
(37,2%), kurus/wasting (12,1%), gizi kurang/underweight (19,6%), dan overweight
(Kementrian Kesehatan RI, 2013). Efek kurang gizi anak pada kesehatan dapat
terjadi sepanjang daur kehidupannya. Efek jangka pendeknya adalah meningkatkan
kesakitan, ketidakmampuan/disability, dan kematian (Black et al., 2013). Pada jangka
panjang, efeknya dapat berupa reduksi ukuran tubuh, kemampuan intelektual,
produktivitas ekonomi, kemampuan reproduksi, serta meningkatnya risiko penyakit
metabolik dan penyakit jantung (Adair et al., 2013).
Stunting menjadi ukuran utama dari masalah kurang gizi karena tingginya
angka prevalensi secara global, beratnya dampak yang ditimbulkan baik pada jangka
pendek maupun jangka panjang . (Walker et al., 2011; Walker et al., 2007b;
Grantham-McGregor et al., 2007; UNICEF., 1990; Black et al., 2013). Penanganan
masalah gizi melibatkan tidak hanya sektor kesehatan, tetapi hampir semua sektor
dapat terkait dengan penanganan masalah gizi. Namun, masalah gizi di Indonesia
2
relatif tidak cenderung membaik. Dalam menangani masalah gizi perlu mengetahui
faktor resikonya. Semakin banyak faktor risiko yang ditangani dengan tepat semakin
efektif suatu intervensi.
Mengingat luas dan besarnya dampak yang ditimbulkan karena stunting,
muncul gerakan Scaling Up Nutrition yang juga diikuti di Indonesia dengan Gernas
1000HPK yaitu Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam Rangka Percepatan Perbaikan
Gizi Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan. Gerakan 1000HPK mengintervensi faktor
risiko penyebab kurang gizi dengan intervensi gizi spesifik yang umumnya dilakukan
oleh sektor kesehatan dan intervensi gizi sensitif merupakan berbagai kegiatan
pembangunan di luar sektor kesehatan. Dalam organisasinya Gernas 1000HPK
membentuk gugus-gugus tingkat nasional hingga desa untuk mencapai sasaran
keluarga dengan balita stunting dan ibu hamil.
Makalah ini bertujuan untuk melakukan review tentang konsekuensi, faktor
risiko, dan intervensi untuk menangani masalah gizi yang menekankan pada
pendekatan keluarga. Metode yang dipakai adalah melakukan studi literatur
sederhana, bukan systematic review ataupun meta analisis. Pembahasan bab per
bab disusun mulai dari konsekuensi stunting untuk menggunggah minat pentingnya
menangani stunting. Kemudian mereview faktor risiko stunting, karena dengan
mengenal faktor risiko maka akan didapatkan intervensi yang efektif untuk mengatasi
stunting. Akhirnya dibahas penanganan stunting yang menekankan pada pendekatan
keluarga. Disampaikan juga dukungan bahwa perbaikan stunting tidak terbatas pada
1000HPK tapi perbaikan gizi dapat dilakukan hingga masa remaja.

KONSEKUENSI STUNTING
Konsekuensi jangka pendek
Konsekuensi kesehatan. Prevalensi stunting perlahan-lahan menurun secara
global, tetapi setidaknya terdapat 165 juta anak-anak balita stunting pada tahun 2011;
wasting pada 52 juta anak. Kurang gizi, termasuk intra urine growth restriction
(IUGR), tidak menyusui, stunting, wasting, kekurangan vitamin A dan zinc, telah
menyebabkan 45% kematian anak, atau 3,1 juta kematian setiap tahunnya (Black et
al., 2013). Penurunan ukuran antropometri dapat meningkatkan bahaya kematian

3
dari infeksi saluran pernapasan, diare, campak, dan infeksi lain. Adjusted hazard ratio
hubungan ukuran antropometri dengan kematian akibat infeksi disajikan pada Tabel
1 (Olofin et al., 2013).
Tabel 1. Adjusted hazard ratio status gizi pada kematian akibat penyakit infeksi
Kematian dari ISPA Kematian akibat diare Kematian dari infeksi lain Kematian akibat malaria Kematian dari campak
Indikator No. of No. of No. of No. of No. of
HR (95% CI) HR (95% CI) HR (95% CI) HR (95% CI) HR (95% CI)
deaths deaths deaths deaths deaths
Weight-for-Age Z score
<-3 68 10.10 (6.53, 15.64) 154 11.56 (8.63, 15.48) 36 8.28 (4.32, 15.89) 3 1.29 (0.39, 4.29) 26 7.73 (4.15, 14.39)
-3 sd <-2 41 3.11 (1.93, 5.02) 74 2.86 (2.03, 4.03) 13 1.58 (0.73, 3.45) 10 1.65 (0.77, 3.53) 23 3.12 (1.67, 5.80)
-2 sd <-1 43 1.85 (1.17, 2.91) 77 1.73 (1.24, 2.40) 21 1.54 (0.78, 3.03) 16 1.26 (0.66, 2.39) 13 1.00 (0.49, 2.03)
≥ -1 35 Ref 66 Ref 19 Ref 22 Ref 18 Ref
Height/Length-for-Age Z score
<-3 61 6.39 (4.19, 9.75) 136 6.33 (4.64, 8.65) 29 3.01 (1.55, 5.82) 10 1.92 (0.89, 4.11) 29 6.01 (3.00, 12.07)
-3 sd <-2 38 2.18 (1.39, 3.43) 79 2.38 (1.71, 3.31) 24 1.86 (0.97, 3.57) 11 1.06 (0.48, 2.32) 22 2.79 (1.40, 5.56)
-2 sd <-1 46 1.55 (1.02, 2.37) 85 1.67 (1.20, 2.30) 17 0.95 (0.48, 1.87) 12 0.74 (0.35, 1.56) 15 1.25 (0.61, 2.58)
≥ -1 41 Ref 66 Ref 20 Ref 18 Ref 14 Ref
Weight-for-Length/Height Z score
<-3 28 9.68 (6.07, 15.43) 73 12.33 (9.18, 16.57) 14 11.21(5.91, 21.27) 1 1.24 (0.17, 9.29) 13 9.63 (5.15, 18.01)
-3 sd <-2 41 4.66 (3.07, 7.09) 61 3.41 (2.52, 4.63) 11 2.73 (1.35, 5.54) 4 1.43 (0.52, 3.94) 12 2.58 (1.32, 5.06)
-2 sd <-1 47 1.92 (1.31, 2.84) 83 1.60 (1.23, 2.11) 23 1.65 (0.98, 2.79) 8 0.86 (0.39, 1.90) 15 1.02 (0.56, 1.85)
≥ -1 70 Ref 149 Ref 42 Ref 38 Ref 40 Ref

Infeksi biasa terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan anak. Kondisi fisiologis
yang terkait dengan infeksi yaitu dapat mengganggu pertumbuhan dengan menekan
nafsu makan, mengganggu penyerapan, meningkatkan kehilangan zat gizi,
meningkatkan katabolisme, dan mengalihkan transport zat gizi tidak untuk
pertumbuhan (Stephensen, 1999).
Penelitian Mata menunjukkan bahwa seorang anak memerlukan 39 minggu
untuk mendapatkan kembali berat badannya setelah menderita batuk rejan. Mata
mendokumentasikan hubungan antara infeksi dan pertumbuhan anak di desa India
di mana semua bayi disusui, menunjukkan bahwa infeksi yang terjadi pada periode
awal saat bayi masih disusui tidak mempengaruhi pertumbuhan. Namun, setelah ASI
tidak lagi sebagai satu-satunya sumber makanan dan paparan infeksi enterik lebih
sering, maka kurva pertumbuhan relatif terus turun dibandingkan dengan anak
dengan kurva normal (Scrimshaw, 2003).
Konsekuensi perkembangan. Kurang gizi mempengaruhi pertumbuhan fisik,
aktivitas fisik, dan perkembangan motorik, kognitif, dan sosial emosional. Kurang gizi
mempengaruhi perkembangan otak melalui dua jalur. Jalur pertama adalah melalui
perilaku pengasuh dan yang kedua adalah melalui interaksi anak dengan lingkungan
lingkungan (Prado and Dewey, 2014). Stunting sangat terkait dengan hasil fungsional
yang buruk seperti gangguan perkembangan intelektual selama masa kanak-kanak,
4
dan tubuh pendek di masa dewasa (Adair and Guilkey, 1997). Anak sampai umur 2
tahun dengan severe stunting (HAZ <-3) mempunyai skor kognisi 10 poin lebih
rendah dibandingkan dengan anak yang tidak severe stunting (Berkman et al., 2002).

Perilaku pengasuh,
Pertumbuhan interaksi anak
fisik dan orang tua
kesehatan

Perkembangan Perkembangan
STATUS dan motorik, kognisi,
GIZI fungsi otak dan emosi

Pertumbuhan
fisik dan Tingkat interaksi
kesehatan anak dengan
lingkungan

Gambar 1. Pengaruh status gizi terhadap perkembangan (Prado and Dewey, 2014)

Konsekuensi ekonomi. Konsekuensi ekonomi berhubungan dengan


pengeluaran kesehatan dan biaya yang timbul dalam merawat anak yang sakit.
Secara langsung, stunting berhubungan dengan infeksi yang meningkatkan
pengeluaran rumah tangga untuk perawatan anak yang sakit. Penelitian dari Nepal
menyebutkan bahwa sekitar 10% dari total penduduk dilaporkan sakit, 69% di
antaranya mencari pelayanan kesehatan, dan menghabiskan antara 2,5% hingga
4,3% total per kapita pengeluaran rumah tangga tahunan mereka untuk pelayanan
kesehatan (Pokhrel and Sauerborn, 2004).

Konsekuensi Jangka Panjang


Konsekuensi kesehatan. Penelitian yang dilakukan di Brasil dengan 416
orang dewasa (usia 18-60 tahun), menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi arteri
(AH) adalah 28,5% dari populasi (wanita = 38,5%; pria = 18,4). Sistolik dan diastolik
AH meningkat sesuai dengan penurunan tinggi badan. Hipertensi lebih banyak terjadi
pada wanita yang mengalami obesitas dan pendek (50%) dibandingkan pada mereka
yang obesitas tetapi tidak pendek (OR = 1,98; CI = 1.22-2.96) (Florêncio et al., 2004).
Survei lain menyelidiki apakah kondisi kesehatan ibu yang memiliki tubuh pendek
5
akan berbeda dari mereka yang tidak pendek. Ibu yang pendek secara independen
terkait dengan obesitas, obesitas abdominal dan peningkatan tekanan arteri.
Selanjutnya, ibu pendek dikaitkan dengan BBLR dan stunting pada anak-anaknya.
Serangkaian studi telah menunjukkan bahwa adipositas sentral dikaitkan dengan
hipertensi dan diabetes tipe 2 (Ferreira et al., 2009; Martins et al., 2011). Dalam studi
multi country menggunakan data kohort (Brazil, Guatemala, India, Filipina, Afrika
Selatan) mendapatkan hasil bahwa berat lahir rendah dan kurang gizi di masa anak
adalah faktor risiko untuk kadar glukosa yang tinggi, tekanan darah tinggi, dan
hiperkolesterol setelah dikendalikan dengan indeks massa tubuh dan tinggi badan
(Victora et al., 2008).
Konsekuensi pada perkembangan. Penelitian di Jamaica pada anak stunting
yang diukur 17 tahun kemudian, menunjukkan bahwa anak stunting secara signifikan
mempunyai tingkat kecemasan lebih tinggi (koefisien regresi ¼ 3,03; 95% CI ¼ 0.99,
5.08), gejala depresi lebih tinggi (0,37; 95% CI ¼ 0,01, 0,72) dan harga diri lebih
rendah (21,67; 95% CI ¼ 20.38, 22,97 ) dibandingkan dengan anak yang tidak
stunting (Walker et al., 2007a). Systematic review 68 artikel menyimpulkan bahwa
setiap kenaikan satu unit HAZ (height for age z score) untuk anak-anak berusia < 2
tahun dikaitkan dengan peningkatan + 0,22-SD nilai kognitif pada usia 5 sampai 11
tahun (95% CI, 0,17-0,27; I2 = 0%). Peningkatan HAZ juga secara signifikan terkait
dengan kemampuan berjalan pada usia lebih awal dan skor motorik yang lebih baik
(Sudfeld et al., 2015). Dewasa pendek dikaitkan dengan rendahnya pendidikan dan
produktivitas ekonomi (Martorell, 1996). Data dari studi kohort menunjukkan bahwa
dengan mengendalikan status sosial-ekonomi, gender dan pendidikan ibu, orang
dewasa yang pada usia 2 tahun stunted menyelesaikan sekolahnya 1 tahun lebih
lama dibandingkan dengan anak yang tidak stunted (Martorell et al., 2010). Dalam
analisis lain, peningkatan 1 SD HAZ pada usia 2 tahun dikaitkan dengan penurunan
risiko 24% untuk tidak menyelesaikan sekolah menengah (Adair et al., 2013).
Konsekuensi ekonomi. Penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi,
hiperkolesterol juga memiliki biaya sumber daya langsung termasuk biaya obat dan
biaya yang berkaitan dengan mengakses layanan-layanan kesehatan. Ada juga biaya
yang terkait dengan kehilangan pekerjaan sebagai akibat dari penyakit, perawatan
6
medis atau kematian dini. Biaya juga dapat dikeluarkan oleh rumah tangga atau
anggota keluarga lain yang melupakan waktu yang dihabiskan bekerja atau di
sekolah untuk merawat seseorang yang sakit. Perkiraan simulasi biaya penyakit
kronis menunjukkan bahwa biaya tinggi untuk penyakit jantung, penyakit pernapasan
kronis, kanker, diabetes dan kesehatan mental akan menghasilkan kerugian output
global dari US $ 47 triliun selama dua puluh tahun ke depan (Bloom et al., 2012).
Stunting memiliki konsekuensi ekonomi yang penting pada tingkat individu, rumah
tangga dan masyarakat (Hoddinott et al., 2013). Diperkirakan bahwa anak-anak
stunted mempunyai pengeluaran 20% lebih sedikit dibandingkan dengan individu
yang tidak stunted. Dalam perkiraan Bank Dunia, kerugian 1% di ketinggian dewasa
karena pengerdilan masa kanak-kanak dikaitkan dengan kerugian 1,4% dalam
produktivitas ekonomi (Shekar et al., 2006; Stewart et al., 2013).

FAKTOR RISIKO STUNTING


Publikasi WHO menyatakan bahwa "Stunting results from causes that extend
beyond hunger and food availability". Kelaparan dan ketidaktersediaan pangan
menjadi penyebab dari stunting (World Health Organization, 2014), yang bersinergi
dengan penyakit infeksi (Scrimshaw, 2003). Studi multipel kohort dari beberapa
negara menyimpulkan bahwa kejadian stunting akan meningkat 1.13 kali setiap
terjadi 5 episode diare (95% CI 1.07–1.19) (Checkley et al., 2008).
Lebih dari seperlima penduduk dunia hidup dalam kemiskinan ekstrim, di
mana kurangnya air bersih dan sanitasi yang memadai menjadikan tingginya tingkat
infeksi enterik dan diare yang terus berlanjut. Meskipun terapi rehidrasi oral telah
sangat mengurangi angka kematian terkait diare, infeksi enterik masih tetap ada,
mengganggu penyerapan dan menghalangi fungsi usus, yang akhirnya
mengakibatkan hingga 43% anak menjadi stunting. Yaitu seperlima dari anak-anak
di seluruh dunia dan sepertiga anak-anak di negara berkembang . Diare pada anak-
anak usia hingga 2 tahun dari daerah miskin dapat menyebabkan rata-rata
penurunan pertumbuhan sebesar 8 cm (Guerrant et al., 2013).
Kejadian stunting secara signifikan meningkat dengan adanya diare, demam
infeksi saluran pernapasan, pemberian makanan tambahan dini dan berat badan lahir

7
rendah. Pengaruh berat lahir paling kuat di tahun pertama. Menyusui, perawatan
kesehatan preventif dan perawakan ibu tinggi secara signifikan menurunkan kejadian
stunting. Anak laki-laki lebih cenderung menjadi stunting pada tahun pertama,
sedangkan perempuan lebih mungkin untuk menjadi stunting di tahun kedua
kehidupan (Adair and Guilkey, 1997).
Penelitian data sekunder di Indonesia mencatat bahwa rumah tangga yang
menghabiskan proporsi pengeluaran yang lebih besar pada pembelanjaan makanan
bukan serealia, dan makanan sumber hewani tertentu, memiliki prevalensi lebih
rendah pada stunting. Odds ratio (OR) pengeluaran rumah tangga kuintil 5 pada
makanan hewani adalah sebesar 0,87 (95% CI = 0,85-0,90), nabati 0,86 (95 % CI =
0,84-0,88), dan makanan nongrain 0,85 (95% CI = 0,83-0,87) dibandingkan dengan
kuintil 1 (Sari et al., 2010). Muncul pula faktor pendidikan ayah dan ayah merokok. Di
antara keluarga miskin di daerah kumuh perkotaan Indonesia, ayah perokok
mengalihkan uang rumah tangga dari makanan untuk tembakau dan memperburuk
malnutrisi anak. Ayah yang merokok dikaitkan dengan stunting anak (aOR 1,11, 95%
CI 1,08-1,14), dan severe stunting (OR 1,09, 95% CI 1,04-1,15). Dalam rumah
tangga di mana sang ayah adalah perokok, tembakau menyumbang 22% dari
pengeluaran rumah tangga per kapita mingguan, dengan lebih sedikit uang yang
dibelanjakan untuk makanan dibandingkan dengan rumah tangga tanpa ayah
perokok (Semba et al., 2007). Demikian pula pendidikan ayah dan ibu merupakan
determinan yang kuat untuk kejadian stunting di Indonesia (Semba et al., 2008).
Hasil olah data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa parental distress menjadi
faktor risiko mild dan moderate stunting di Indonesia. Relative risk ratio dari parental
distress untuk mild stunting adalah 1.24 sampai 1.36, sedangkan untuk moderate
stunting adalah 1.36 sampai 1.47. Setiap ada distress ibu, ayah, atau keduanya
dapat menurunkan masing-masing 0.09, 0.16 and 0.24 z-score. Faktor lain yang
signifikan dengan kejadian stunting adalah anak-anak yang menderita 2 atau lebih
penyakit infeksi (diare, infeksi saluran pernapasan atas, malaria). Dari faktor gizi,
anak-anak yang tinggal di rumah tangga yang tidak menggunakan garam beryodium
dan vitamin A dosis tinggi yang berisiko untuk stunting. Faktor fisiologis yang
berhubungan dengan stunting anak dengan ibu kurang energi kronis (KEK), ibu dan
8
ayah pendek, ibu dan ayah muda, dan anak laki-laki. Faktor perilaku ditemukan
sebagai determinan stunting yaitu: rumah tangga dengan pembuangan limbah yang
tidak sehat, tidak mencuci tangan, menggunakan air yang tidak sehat, tidak
mempunyai septic tank, menggunakan kontrasepsi, menggunakan pestisida, dan
ayah yang merokok. Faktor-faktor sosial berkorelasi dengan stunting anak adalah
pendapatan rendah, anggota rumah tangga lebih dari 4, pendidikan ibu kurang dari
SLTA, ibu dan ayah bekerja, dan tinggal perkotaan (Susiloretni et al., 2016).
Stunting merupakan masalah multi sektor. Banyak faktor terkait stunting.
Gambar 2 menunjukkan faktor-faktor penyebab dan konsekuensi stunting,
merupakan gabungan dari beberapa studi (World Health Organization, 2014;
Susiloretni et al., 2016; Stewart et al., 2013). Faktor risiko stunting meliputi variabel
yang berkaitan penyebab (box warna biru) dan variabel kontekstual (box warna
hijau).

Gambar 2. Faktor risiko dan konsekuensi stunting (World Health Organization, 2014;
Stewart et al., 2013; Susiloretni et al., 2016)

9
PENANGANAN STUNTING DENGAN PENDEKATAN KELUARGA

Gerakan Nasional Sadar Gizi Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan


Sejak Lancet series tahun 2008 mengangkat Maternal and Child
Undernutrition, malnutrition masuk dalam internet interest di Google Trends
menyamai 'HIV/AIDS'. Kemudian September 2010 muncul gerakan 'Scaling Up
Nutrition (SUN)' yang menjadi simbol peningkatan perhatian pada gizi. Pada
pertengahan Mei 2013, gerakan SUN telah berkembang di 35 negara yang
berkomitmen untuk meningkatkan intervensi gizi langsung dan memajukan
pembangunan gizi sensitif, termasuk Indonesia (Gillespie et al., 2013). Gerakan SUN
di Indonesia dimulai tahun 2012 sebagai Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam Rangka
Percepatan Perbaikan Gizi Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000
HPK).
Gerakan 1000HPK mengintervensi faktor risiko penyebab kurang gizi yang
langsung dan tidak langsung. Faktor langsung dilakukan intervensi gizi spesifik yang
umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan, seperti imunisasi, PMT ibu hamil dan
balita, monitoring pertumbuhan balita di Posyandu, suplemen tablet besi-folat ibu
hamil, promosi ASI Eksklusif, MP-ASI dan sebagainya. Faktor tidak langsung
penyebab stunting dilakukan dengan intervensi gizi sensitif dengan berbagai kegiatan
pembangunan di luar sektor kesehatan. Beberapa kegiatan tersebut adalah
penyediaan air bersih, sarana sanitasi, berbagai penanggulangan kemiskinan,
ketahanan pangan dan gizi, fortifikasi pangan, pendidikan dan KIE Gizi, pendidikan
dan KIE Kesehatan, kesetaraan gender, dan lain-lain (Pemerintah Republik
Indonesia, 2012).
Dalam organisasinya Gernas 1000HPK membentuk gugus-gugus tingkat
nasional dan daerah yang melibatkan Pemerintah, Perguruan Tinggi, Organisasi
Profesi, Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Keagamaan, dunia usaha, dan
anggota masyarakat. Pastinya gugus ini akan bermuara pada gugus di tingkat desa
untuk merengkuh sasaran masyarakat malnutrisi. Pemerintah telah menyusun
perencanaan dengan baik. Bagaimana implementasinya? Target primer Gernas
1000HPK adalah balita. Balita harus mencapai pertumbuhan dan perkembangan

10
optimal, minimal mengurangi angka stunting hingga 40% (Pemerintah Republik
Indonesia, 2012).

Penanganan stunting dengan pendekatan keluarga


Bayi dan balita mencapai tonggak perkembangan selama 24 bulan pertama
kehidupan: belajar duduk, merangkak, berdiri, berjalan, dan berbicara. Perilaku
makan juga berkembang secara dramatis dari mengkonsumsi hanya ASI menjadi
makan makanan yang disajikan (buah dan sayuran, biji-bijian, daging, telur) pada
saat mereka mencapai usia 2 tahun. Bayi dan balita sangat tergantung pada orang
tua atau pengasuhnya. Perilaku makan orang tua dan pengasuh memainkan peran
penting dalam pembentukan preferensi makanan anak-anak dan berikutnya
mempengaruhi perilaku makan, pertumbuhan, dan berat badannya (Siega-Riz et al.,
2010).
Selain itu bila kita cermati faktor risiko stunting, faktor yang berkaitan dengan
keluarga sangat banyak. Semakin banyak faktor risiko yang diintervensi akan makin
efektif suatu program. Faktor risiko yang dapat diintervensi adalah faktor perilaku
(modifiable behavior), diantaranya faktor yang berkaitan dengan makanan tambahan
yang tidak adekuat, menyusui, infeksi, dan lingkungan. Faktor yang berkaitan
dengan makanan tambahan tidak adekuat meliputi: kualitas makan yang kurang
(kurang aneka ragam dan hewani, kurang gizi mikro, kandungan zat antigizi, mpasi
rendah kandungan energi, dan tidak menggunakan garam beryodium), praktik yang
salah (frekuensi makan kurang, kurang makan selama dan saat sakit, makanan
encer, dan jumlah makan kurang), dan keamanan pangan ( makanan dan air
tercemar, praktik sanitasi salah, penyiapan dan penyimpanan makanan tidak aman).
Faktor yang berkaitan dengan menyusui adalah praktik yang salah seperti menunda
menyusui, tidak menyusui eksklusif, dan menyapih cepat. Faktor yang berkaitan
dengan infeksi meliputi infeksi enterik: diare, enteropat lingkungan, kecacingan,
infeksi saluran nafas, malaria, kurang nafsu makan akibat infeksi, dan inflamasi.
Faktor yang berkaitan dengan lingkungan rumah meliputi stimulasi dan aktivitas anak
kurang, kurang perawatan, tak ada jamban, sanitasi dan air sehat, ketahanan
pangan, distribusi makan tidak proporsional, pendidikan pengasuh rendah, dan ayah
11
merokok (World Health Organization, 2014; Susiloretni et al., 2016; Stewart et al.,
2013). Fakta tersebut menunjukkan bahwa penanganan stunting harus melalui
keluarga.

Bagaimana penanganan stunting dengan pendekatan keluarga?


Studi intervensi menunjukkan bahwa efek negatif dari diare pada pertumbuhan
dapat dikurangi atau dihilangkan dengan perbaikan gizi. Intervensi yang
menggabungkan antara perbaikan gizi dengan pencegahan dan pengendalian infeksi
mungkin paling efektif untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak
(Dewey and Mayers, 2011). Intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan asupan
makanan mungkin sama pentingnya dengan program pengendalian infeksi untuk
meningkatkan pertumbuhan anak di negara-negara berkembang yang miskin (Becker
et al., 1991). Anak yang biasa makan daging berkaitan dengan rendahnya angka
stunting (OR = 0.64; 95% CI, 0.46 to 0.90) (Krebs et al., 2011). Demikian pula anak-
anak yang ada pada keluarga dengan pengeluaran pangan hewani lebih besar,
mempunyai prevalensi stunting yang lebih rendah (Sari et al., 2010). Pemberian lipid-
based nutrient supplements (SQ-LNS) dan pengobatan untuk diare dan malaria dapat
memperbaiki pertumbuhan, mengurangi stunting, wasting, dan anemia pada anak
(Hess et al., 2015). Meningkatkan gizi pada anak usia dini menyebabkan peningkatan
substansial dalam tingkat upah untuk laki-laki, yang menunjukkan bahwa investasi di
bidang gizi pada anak usia dini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka
panjang. Pemberian makanan tambahan sebelum usia 3 tahun tapi tidak setelahnya,
dikaitkan dengan upah per jam lebih tinggi pada laki-laki (Hoddinott et al., 2008).
Pendidikan gizi beperan dalam merubah perilaku ibu hingga pertumbuhan
anaknya. Pendidikan gizi intensif setiap minggu dengan dan tanpa pemberian
micronutrient dapat memperbaiki pertambahan berat badan dan status hemoglobin
anak dengan status mildly wasted (Inayati et al., 2012). Systematic review tentang
pemberian tambahan makanan yang tepat, dengan atau tanpa pendidikan gizi, dan
konseling gizi pada ibu dapat menyebabkan peningkatan yang signifikan pada berat
badan dan tinggi badan pada anak usia 6-24 bulan. Intervensi ini dapat secara

12
signifikan mengurangi risiko stunting di negara-negara berkembang (Imdad et al.,
2011).
Intervensi pada ibu hamil juga dapat memperbaiki pertumbuhan anaknya.
Balance energy protein pada 12 trial, 6705 wanita memberikan efek risiko bayi lahir
mati berkurang secara signifikan bagi ibu yang diberikan 'balance energy protein' (RR
0,60, 95% CI 0,39-0,94, lima uji coba, 3408 ibu), dan berat lahir rata-rata meningkat
secara signifikan (random-efek MD + 40,96 g, 95% CI 4,66-77,26, pada 11 trial, 5385
ibu) (Ota et al., 2015). Penambahan berat badan lahir akan berdampak pada
perbaikan pertumbuhannya kemudian.
Paragraf diatas menunjukkan keberhasilan intervensi stunting dengan
memperbaiki faktor penyebab langsung yaitu makanan dan infeksi. Intervensi lainnya
telah dilakukan review oleh The Maternal and Child Undernutrition Study Group
Lancet pada penelitian di 36 negara yang mendokumentasikan program yang dapat
memperbaiki gizi ibu dan anak seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Intervensi yang berpengaruh pada gizi ibu dan anak


Bukti cukup untuk pelaksanaan di 36 negara Bukti implementasi spesifik, konteks situasional
Ibu dan persalinan
Suplementasi zat besi folat Suplemen ibu energi yang seimbang dan protein
Suplemen mikronutrien ibu Suplemen yodium ibu
Ibu dengan iodisasi garam yodium Pengobatan kecacingan ibu hamil
Suplemen kalsium ibu Pengobatan pencegahan intermiten untuk malaria
Intervensi untuk mengurangi konsumsi tembakau Kelambu berinsektisida
atau polusi udara dalam ruangan
Bayi yang baru lahir
Promosi menyusui (individu dan konseling Suplemen vitamin A neonatal
kelompok)
Delayed cord clamping
Bayi dan anak-anak
Promosi menyusui (individu dan konseling Program bantuan keuangan (dengan pendidikan
kelompok) gizi)
Komunikasi perubahan perilaku untuk Pengobatan kecacingan
meningkatkan makanan pendamping ASI
Suplemen zinc Program fortifikasi dan suplementasi besi
Zinc dalam manajemen diare
Fortifikasi atau suplementasi vitamin A
Iodisasi garam
Mencuci tangan atau kebersihan intervensi
Pemulihan severe acute malnutrition

13
Intervensi yang direview diatas belum menunjukkan intervensi komprehensif
yang mengaplikasikan atau memodifikasi faktor risiko yang berpengaruh pada level
keluarga. Padahal semakin banyak faktor risiko yang dapat diintervensi dengan tepat
akan semakin efektif intervensi untuk mengatasi suatu masalah. Perbaikan gizi akan
lebih baik dimulai sejak dari konsepsi hingga remaja, sepanjang daur kehidupan.

INTERVENSI GIZI SETELAH UMUR 2 TAHUN

Gambar 3. Grafik pertumbuhan setelah usia 2 tahun (Prentice et al., 2013).

Pada akhirnya perbaikan gizi setelah usia 2 tahun juga bermanfaat . Studi
menggunakan data longitudinal dari the Consortium of Health Oriented Research in
Transitioning Collaboration (Brazil, Guatemala, India, Filipina, dan Afrika Selatan),
data cross-sectional dan longitudinal pertumbuhan dari pedesaan Gambia,
menunjukkan bahwa catch-up growth tinggi badan terjadi antara 24 bulan dan
midchildhood, dan lagi antara midchildhood dan dewasa, bahkan dengan tidak
adanya intervensi. data longitudinal pertumbuhan dari pedesaan Gambia juga
menggambarkan bahwa fase pertumbuhan pubertas memungkinkan pertambahan
tinggi badan sangat besar, terutama pada anak perempuan selama masa remaja.
Mengingat pentingnya tinggi badan ibu untuk kesehatan anak-anaknya, argumen
peneliti ini menjadi pengingat pentingnya pendekatan yang lebih komprehensif dari

14
Tim UNICEF dengan pendekatan gizi selama daur kehidupan. Secara khusus,
peneliti berpendapat bahwa masa remaja merupakan 'window of opportunity'
tambahan selama siklus hidup hingga efek antargenerasi dapat diperoleh. Regulasi
pertumbuhan merupakan hal kompleks dan dapat dipengaruhi oleh intervensi gizi
yang diberikan bertahun-tahun sebelumnya (Prentice et al., 2013).

KESIMPULAN
Stunting menjadi ukuran utama dari masalah kurang gizi pada anak karena
tingginya angka prevalensi secara global dan beratnya dampak yang ditimbulkan baik
pada jangka pendek maupun jangka panjang dari aspek kesehatan, perkembangan,
dan ekonomi. Faktor risiko stunting telah banyak ditunjukkan dari berbagai studi, dan
banyak faktor diantaranya yang dapat dimodifikasi atau diintervensi untuk perbaikan
stunting. Upaya global memerangi stunting dan sudah diadopsi di Indonesia adalah
gerakan nasional 1000HPK. Faktor risiko banyak yang berkaitan dengan keluarga,
sehingga intervensi perlu menekankan pada pendekatan keluarga. Intervensi yang
dinilai efektif di 36 negara adalah intervensi pada ibu hamil, bayi baru lahir, anak, dan
balita. Perlu diingat perbaikan masalah stunting tidak berhenti pada 1000HPK
karena perbaikan tinggi badan dan perkembangan dapat dilakukan hingga masa
remaja bahkan sepanjang daur kehidupan .

DAFTAR PUSTAKA
Adair, L. S., Fall, C. H., Osmond, C., Stein, A. D., Martorell, R., Ramirez-Zea, M.,
Sachdev, H. S., Dahly, D. L., Bas, I. & Norris, S. A. 2013. Associations of
Linear Growth and Relative Weight Gain During Early Life with Adult Health
and Human Capital in Countries of Low and Middle Income: Findings from Five
Birth Cohort Studies. The Lancet, 382, 525-534.
Adair, L. S. & Guilkey, D. K. 1997. Age-Specific Determinants of Stunting in Filipino
Children. The Journal of Nutrition, 127, 314-320.
Becker, S., Black, R. E. & Brown, K. H. 1991. Relative Effects of Diarrhea, Fever, and
Dietary Energy Intake on Weight Gain in Rural Bangladeshi Children. The
American Journal of Clinical Nutrition, 53, 1499-503.
Berkman, D. S., Lescano, A. G., Gilman, R. H., Lopez, S. L. & Black, M. M. 2002.
Effects of Stunting, Diarrhoeal Disease, and Parasitic Infection During Infancy
on Cognition in Late Childhood: A Follow-up Study. The Lancet, 359, 564-571.
Black, R. E., Victora, C. G., Walker, S. P., Bhutta, Z. A., Christian, P., de Onis, M.,
Ezzati, M., Grantham-McGregor, S., Katz, J., Martorell, R. & Uauy, R. 2013.

15
Maternal and Child Undernutrition and Overweight in Low-Income and Middle-
Income Countries. The Lancet, 382, 427-451.
Bloom, D. E., Cafiero, E., Jané-Llopis, E., Abrahams-Gessel, S., Bloom, L. R.,
Fathima, S., Feigl, A. B., Gaziano, T., Hamandi, A. & Mowafi, M. 2012. The
Global Economic Burden of Noncommunicable Diseases. Program on the
Global Demography of Aging.
Checkley, W., Buckley, G., Gilman, R. H., Assis, A. M. O., Guerrant, R. L., Morris, S.
S., Mølbak, K., Valentiner-Branth, P., Lanata, C. F. & Black, R. E. 2008. Multi-
Country Analysis of the Effects of Diarrhoea on Childhood Stunting.
International journal of epidemiology, 37, 816-830.
Dewey, K. G. & Mayers, D. R. 2011. Early Child Growth: How Do Nutrition and
Infection Interact? Maternal & Child Nutrition, 7, 129-142.
Ferreira, H. S., Moura, F. A., Júnior, C. R. C., Florêncio, T. M., Vieira, R. C. & de
Assunção, M. L. 2009. Short Stature of Mothers from an Area Endemic for
Undernutrition Is Associated with Obesity, Hypertension and Stunted Children:
A Population-Based Study in the Semi-Arid Region of Alagoas, Northeast
Brazil. British Journal of Nutrition, 101, 1239-1245.
Florêncio, T., Ferreira, H., Cavalcante, J. & Sawaya, A. 2004. Short Stature, Obesity
and Arterial Hypertension in a Very Low Income Population in North-Eastern
Brazil. Nutrition, Metabolism and Cardiovascular Diseases, 14, 26-33.
Gillespie, S., Haddad, L., Mannar, V., Menon, P. & Nisbett, N. 2013. The Politics of
Reducing Malnutrition: Building Commitment and Accelerating Progress. The
Lancet, 382, 552-569.
Grantham-McGregor, S., Cheung, Y. B., Cueto, S., Glewwe, P., Richter, L. & Strupp,
B. 2007. Developmental Potential in the First 5 Years for Children in
Developing Countries. The Lancet, 369, 60-70.
Guerrant, R. L., DeBoer, M. D., Moore, S. R., Scharf, R. J. & Lima, A. A. 2013. The
Impoverished Gut—a Triple Burden of Diarrhoea, Stunting and Chronic
Disease. Nature Reviews Gastroenterology and Hepatology, 10, 220-229.
Hess, S. Y., Abbeddou, S., Jimenez, E. Y., Somé, J. W., Vosti, S. A., Ouédraogo, Z.
P., Guissou, R. M., Ouédraogo, J.-B. & Brown, K. H. 2015. Small-Quantity
Lipid-Based Nutrient Supplements, Regardless of Their Zinc Content, Increase
Growth and Reduce the Prevalence of Stunting and Wasting in Young
Burkinabe Children: A Cluster-Randomized Trial. PLoS One, 10, e0122242.
Hoddinott, J., Alderman, H., Behrman, J. R., Haddad, L. & Horton, S. 2013. The
Economic Rationale for Investing in Stunting Reduction. Maternal & Child
Nutrition, 9, 69-82.
Hoddinott, J., Maluccio, J. A., Behrman, J. R., Flores, R. & Martorell, R. 2008. Effect
of a Nutrition Intervention During Early Childhood on Economic Productivity in
Guatemalan Adults. The Lancet, 371, 411-416.
Imdad, A., Yakoob, M. Y. & Bhutta, Z. A. 2011. Impact of Maternal Education About
Complementary Feeding and Provision of Complementary Foods on Child
Growth in Developing Countries. BMC Public Health, 11, S25.
Inayati, D. A., Scherbaum, V., Purwestri, R. C., Wirawan, N. N., Suryantan, J.,
Hartono, S., Bloem, M. A., Pangaribuan, R. V., Biesalski, H. K. & Hoffmann, V.
2012. Combined Intensive Nutrition Education and Micronutrient Powder
16
Supplementation Improved Nutritional Status of Mildly Wasted Children on
Nias Island, Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 21, 361.
Kementrian Kesehatan RI 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Krebs, N. F., Mazariegos, M., Tshefu, A., Bose, C., Sami, N., Chomba, E., Carlo, W.,
Goco, N., Kindem, M. & Wright, L. L. 2011. Meat Consumption Is Associated
with Less Stunting among Toddlers in Four Diverse Low-Income Settings.
Food And Nutrition Bulletin, 32, 185.
Martins, V. J. B., Florêncio, T. M. M. T., Grillo, L. P., Franco, M. d. C. P., Martins, P.
A., Clemente, A. P. G., Santos, C. D. L., Vieira, M. d. F. A. & Sawaya, A. L.
2011. Long-Lasting Effects of Undernutrition. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 8, 1817-1846.
Martorell, R. 1996. The Role of Nutrition in Economic Development. Nutrition reviews,
54, S66.
Martorell, R., Horta, B. L., Adair, L. S., Stein, A. D., Richter, L., Fall, C. H., Bhargava,
S. K., Biswas, S. D., Perez, L. & Barros, F. C. 2010. Weight Gain in the First
Two Years of Life Is an Important Predictor of Schooling Outcomes in Pooled
Analyses from Five Birth Cohorts from Low-and Middle-Income Countries. The
Journal of Nutrition, 140, 348-354.
Olofin, I., McDonald, C. M., Ezzati, M., Flaxman, S., Black, R. E., Fawzi, W. W.,
Caulfield, L. E., Danaei, G. & for the Nutrition Impact Model, S. 2013.
Associations of Suboptimal Growth with All-Cause and Cause-Specific
Mortality in Children under Five Years: A Pooled Analysis of Ten Prospective
Studies. PLoS One, 8, e64636.
Ota, E., Hori, H., Mori, R., Tobe-Gai, R. & Farrar, D. 2015. Antenatal Dietary
Education and Supplementation to Increase Energy and Protein Intake.
Cochrane Database Syst Rev, 6.
Pemerintah Republik Indonesia 2012. Kerangka Kebijakan. Gerakan Nasional Sadar
Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 Hpk),
Jakarta, Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat.
Pokhrel, S. & Sauerborn, R. 2004. Household Decision-Making on Child Health Care
in Developing Countries: The Case of Nepal. Health Policy and Planning, 19,
218-233.
Prado, E. L. & Dewey, K. G. 2014. Nutrition and Brain Development in Early Life.
Nutrition reviews, 72, 267-284.
Prentice, A. M., Ward, K. A., Goldberg, G. R., Jarjou, L. M., Moore, S. E., Fulford, A.
J. & Prentice, A. 2013. Critical Windows for Nutritional Interventions against
Stunting. The American Journal of Clinical Nutrition, 97, 911-918.
Sari, M., de Pee, S., Bloem, M. W., Sun, K., Thorne-Lyman, A. L., Moench-Pfanner,
R., Akhter, N., Kraemer, K. & Semba, R. D. 2010. Higher Household
Expenditure on Animal-Source and Nongrain Foods Lowers the Risk of
Stunting among Children 0–59 Months Old in Indonesia: Implications of Rising
Food Prices. The Journal of nutrition, 140, 195S-200S.
Scrimshaw, N. S. 2003. Historical Concepts of Interactions, Synergism and
Antagonism between Nutrition and Infection. The Journal of Nutrition, 133,
316S-321S.
17
Semba, R. D., de Pee, S., Sun, K., Sari, M., Akhter, N. & Bloem, M. W. 2008. Effect
of Parental Formal Education on Risk of Child Stunting in Indonesia and
Bangladesh: A Cross-Sectional Study. The Lancet, 371, 322-328.
Semba, R. D., Kalm, L. M., Pee, S., Ricks, M. O., Sari, M. & Bloem, M. W. 2007.
Paternal Smoking Is Associated with Increased Risk of Child Malnutrition
among Poor Urban Families in Indonesia. Public health nutrition, 10, 7-15.
Shekar, M., Heaver, R. & Lee, Y.-K. 2006. Repositioning Nutrition as Central to
Development: A Strategy for Large Scale Action, World Bank Publications.
Siega-Riz, A. M., Deming, D. M., Reidy, K. C., Fox, M. K., Condon, E. & Briefel, R. R.
2010. Food Consumption Patterns of Infants and Toddlers: Where Are We
Now? Journal of the American Dietetic Association, 110, S38-S51.
Stephensen, C. B. 1999. Burden of Infection on Growth Failure. The Journal of
Nutrition, 129, 534.
Stewart, C. P., Iannotti, L., Dewey, K. G., Michaelsen, K. F. & Onyango, A. W. 2013.
Contextualising Complementary Feeding in a Broader Framework for Stunting
Prevention. Maternal & Child Nutrition, 9, 27-45.
Sudfeld, C. R., Charles McCoy, D., Danaei, G., Fink, G., Ezzati, M., Andrews, K. G. &
Fawzi, W. W. 2015. Linear Growth and Child Development in Low- and Middle-
Income Countries: A Meta-Analysis. Pediatrics, 135, e1266-e1275.
Susiloretni, K. A., Wilopo, S. A., Smith, E. R., Suparmi, S. & Shankar, A. H. 2016.
Does Parental Distress Relate to Child Stunting in Indonesia? Based on Basic
Health Research Data 2013. Semarang: Semarang Health Polytechnic
Indonesia.
UNICEF. 1990. Strategy for Improved Nutrition of Children and Women in Developing
Countries: A Unicef Policy Review, 1990-1, Unicef.
Victora, C. G., Adair, L., Fall, C., Hallal, P. C., Martorell, R., Richter, L. & Sachdev, H.
S. 2008. Maternal and Child Undernutrition: Consequences for Adult Health
and Human Capital. The Lancet, 371, 340-357.
Walker, S. P., Chang, S. M., Powell, C. A., Simonoff, E. & Grantham-McGregor, S. M.
2007a. Early Childhood Stunting Is Associated with Poor Psychological
Functioning in Late Adolescence and Effects Are Reduced by Psychosocial
Stimulation. The Journal of Nutrition, 137, 2464-2469.
Walker, S. P., Wachs, T. D., Grantham-McGregor, S., Black, M. M., Nelson, C. A.,
Huffman, S. L., Baker-Henningham, H., Chang, S. M., Hamadani, J. D., Lozoff,
B., Gardner, J. M. M., Powell, C. A., Rahman, A. & Richter, L. 2011. Inequality
in Early Childhood: Risk and Protective Factors for Early Child Development.
The Lancet, 378, 1325-1338.
Walker, S. P., Wachs, T. D., Meeks Gardner, J., Lozoff, B., Wasserman, G. A., Pollitt,
E. & Carter, J. A. 2007b. Child Development: Risk Factors for Adverse
Outcomes in Developing Countries. The Lancet, 369, 145-157.
World Health Organization 2014. Childhood Stunting: Challenges and Opportunities:
Report of a Webcast Colloquium on the Operational Issues around Setting and
Implementing National Stunting Reduction Agendas, 14 October 2013-Who
Geneva.

18

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai