Anda di halaman 1dari 21

Shortcase

Hordeolum Internum OS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:
Siti Utari Nadya, S.Ked.
04084821921093

Pembimbing:

dr. H. Alie Solahuddin, Sp.M(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
0
HALAMAN PENGESAHAN

Shortcase

Hordeolum Internum OS

Oleh:

Siti Utari Nadya, S.Ked.

04084821921093

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Departemen Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 20 Mei - 24 Juni
2019.

Palembang, Juni 2019

       dr. H. Alie Solahuddin, Sp.M(K)

1
STATUS PASIEN

1. Status Pasien
Nama : Tn. Nanang Setiyadin
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan :
Alamat : Jalan Tanjung api-api, Lorong Dakota
Tanggal Pemeriksaan : 29 Mei 2019

2. Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 29 Mei 2019 pukul 10.15 WIB )

a. Keluhan Utama
Benjolan pada kelopak mata kiri sejak 1 bulan yang lalu

b. Riwayat Perjalanan Penyakit


1 bulan yang lalu, pasien mengeluh ada benjolan dikelopak mata kiri
yang berwarna kemerahan. Benjolan dirasakan semakin lama semakin
membesar dan menetap. Pasien mulai merasa tidak nyaman pada mata kirinya
karena terasa mengganjal saat berkedip. Pasien juga mengeluhkan banyak
kotoran mata saat bangun tidur. Riwayat nyeri pada mata (+), mata merah (-),
gatal (+), banyak keluar air mata (+), penglihatan menurun (-). Kemudian
pasien berobat ke Rumah Sakit Khusus Mata Palembang

c. Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat keluhan nyeri dan mata merah sebelum kejadian disangkal
• Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal
• Riwayat memakai kacamata disangkal
• Riwayat memakai lensa kontak disangkal
• Riwayat kencing manis disangkal
• Riwayat darah tinggi disangkal

2
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20 kali/menit, thorakoabdominal
Suhu : 36,5o C
Status Gizi : Baik

b. Status Oftalmologis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Visus 6/6 6/6


Tekanan P=N+0 P=N+0
intraokular

KBM Ortoforia
(Hirschberg
test)
GBM
00 00

00 00

00 00

Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Segmen Anterior
Palpebra Tenang Tampak benjolan palpebra
superior bagian lateral,
dengan ukuran 2x6x2mm
berwarna merah, konsistensi

3
lunak, berbatas tegas,
terfiksir dan permukaan rata
Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
BMD Sedang Sedang
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil Bulat, central, refleks cahaya Bulat, central, refleks
(+), diameter 3 mm cahaya (-), diameter 3 mm

Lensa Jernih Jernih


Segmen Posterior
Refleks RFOD (+) RFOS (+)
Fundus
Papil Bulat, batas tegas, warna Bulat, batas tegas, warna
oranye, c/d rasio 0.3, a:v 2:3 oranye, c/d rasio 0.3, a:v 2:3
Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)
Retina Kontur pembuluh darah baik, Kontur pembuluh darah
perdarahan (-) baik, perdarahan (-)

4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan slit lamp

5. Diagnosis banding
 Kalazion

6. Diagnosis Kerja
Hordeolum internum OS

7. Tatalaksana
1. Informed consent
2. Non Farmakologi
- KIE

4
- Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhan pada pasien adalah
peradangan pada kelenjar di tepi kelopak mata bagian atas yang
disebabkan oleh bakteri.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhan yang dialami dapat
menyerang siapa saja, tanpa memandang ras dan jenis kelamin.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhan ini dapat sembuh
sendiri dalam waktu 5-7 hari.
- Menjelaskan kepada pasien untuk memberikan kompres hangat 4-
6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya.
- Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggosok mata ketika
terasa mengganjal, perih ataupun gatal.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa kelainan pada matanya ini
dapat bersifat progresif (selaput putih bisa mencapai ke
tengah mata) dan dapat mengganggu penglihatan. Oleh
karena itu, kelainan ini hanya dapat ditangani dengan
melakukan pembedahan dengan melakukan pengangkatan
selaput tersebut. Selain itu juga mengatakan pada pasien
bahwa kelainan mata ini dapat berulang meskipun sudah
dilakukan pembedahan.

3. Farmakologi
 Kompres hangat 3 x 15 menit
 Kloramfenikol Eye Ointment 3 x OS

4. Non Farmakologi
 Pro Insisi Kuretase Hordeolum

8. Prognosis
• Okuli Sinistra
- Quo ad vitam : Bonam
- Quo ad functionam : Bonam
- Quo ad sanationam : Bonam

5
LAMPIRAN

Gambar 1. Okuli dekstra dan sinistra kondisi terbuka

6
Gambar 2. Okuli dekstra dan sinistra kondisi tertutup

Gambar 3. Okuli dekstra

Gambar 4. Okuli sinistra

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Mata dan Konjungtiva


Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu sistem
anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada beberapa sistem
anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu: 2
1. Anatomi kelopak mata

7
Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda asing yang
membahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,
serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.
Pada kelopak terdapat bagian-bagian seperti kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis
dan kelenjar Meibom. Sementara pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. levator
palpebra yang dipersarafi oleh N. fasialis.
2. Anatomi sistem lakrimal
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu:
a. Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di
daerah temporal bola mata.
b. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal,
duktus nasolakrimal, meatus inferior.
3. Anatomi konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi
bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a. Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus
b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya.
c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan forniks
berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola
mata mudah bergerak.
4. Anatomi bola mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan
(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam, sehingga terdapat bentuk dengan 2
kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkusoleh 3 lapis jaringan, yaitu:
a. Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola
mata.
b. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uveadibatasi oleh ruang
yang potensial mudah dimasuki darah apabila terjadiperdarahan pada ruda paksa yang
disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid.
Badan siliar menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor).
c. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai
susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang
akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.

8
5. Anatomi rongga orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang membentuk
dinding orbita yaitu: lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama terdiri
atas tulang maksila, Bersama-sama tulang palatinum dan zigomatikus. Secara garis besar
anatomi mata terdiri dari (luar ke dalam):
a. Kornea
b. Kamera okuli anterior
c. Iris
d. Lensa
e. Kamera okuli posterior (vitreus body)
f. Retina
g. Nervus optikus

B. Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang
dipermukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus.
Konjungtiva memiliki suplay limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang
berlimpah. Mukus dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal
merupakan komponen penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier
pertahanan dari adanya infeksi. Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan
submandibula, yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata. Konjungtiva
terdiri atas 3 bagian, yaitu:

9
Gambar 4. Anatomi Konjungtiva

a. Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepikelopak dan


bergabung ke lapis tarsal posterior. 3 Konjungtiva palpebra melapisi permukaan posterior
kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Pada tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
dan menjadi konjungtiva bulbaris.4
b. Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra dan bulbi.
c. Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan epitel kornea pada
limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade Vogt. Stroma beralih
menjadi kapsula tenon, kecuali pada limbus dimana dua lapisan menyatu. 3 Konjungtiva
bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini
memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.
Lipatan konjungtiva bulbaris tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di
kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur
epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran
mukosa.4

10
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva
yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jarring-jaring vaskuler
konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva terususun dalam lapisan
superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak
mata hingga membentuk pleksus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan pertama nervus kranialis kelima. Saraf ini hanya relatif sedikit
mempunyai serat nyeri.4

C. Perdarahan Subkonjungtiva
1. Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah
konjungtiva. Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera, sehingga mata akan
terlihat merah dan mengkhawatirkan bagi pasien.3 Perdarahan subkonjungtiva dapat
terjadi secara spontan pada pasien usia tua sebagai akibat dari arteriosclerosis, dapat
pula terjadi karena batuk, bersin, atau mengangkat beban berat. Meskipun keadaan
mata merah mendadak yang terjadi sering mengkhawatirkan pasien, namun perdarah
subkonjungtiva akan mengalami penyembuhan dalam waktu 1-3 minggu.4

2. Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur,
namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.
Penelitian epidemiologi di Kongo rata–rata usia yang mengalami perdarahan
subkonjungtiva adalah usia 30 tahun. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar
terjadi unilateral (90%). Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi
dengan angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun
jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell, dan melahirkan.6

3. Etiologi
1. Idiopatik
2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah-muntah, bersin)
3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atauruptur bola
mata)
4. Hipertensi

11
5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya
riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE,
parasit dan defisisensi vitamin C.
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan Dyang telah
mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan
warfarin.
7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.
8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva,
termasuk septikemia meningokokus, demam scarlet, demamtifoid, kolera, riketsia,
malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).
9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan
tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.
10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtivayang
diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtiva khalasis dan pinguecula.
11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan
penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

4. Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola
mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva mengandung serabut
saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus, cukup rapuh, dan dindingnya
mudah pecah, sehingga menyebabkan perdarahan subkonjungtiva. Struktur
konjungtiva yang halus menyebabkan sedikit darah dapat menyebar secara difus di
jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki
intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih
rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut,
dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya.
Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena
perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit.4
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar,
berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga
menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi
kelopak mata. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma,

12
ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau
episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu:3
a. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah
rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah pertambahan umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia,
pemakaian antikoagulan dan batuk rejan. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini
biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh
kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus
disingkirkan terlebih dahulu.
b. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung
atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang-
kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

5. Manifestasi Klinis
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan
perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera. Pasien sangat
jarang mengalami nyeri pada awal perdarahan subkonjungtiva. Ketika perdarahan
terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh
di mata. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau
merah tua (tebal). Tidak ada tanda peradangan, kalaupun ada biasanya peradangan
yang ringan. Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama, kemudian akan
berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.9
Pada pasien tertentu harus dikonsulkan ke dokter spesialis mata, misalnya jika
pasien merasa nyeri pada mata, terjadi perubahan visus, terdapat riwayat trauma atau
cedera baru-baru ini, terdapat riwayat gangguan perdarahan, atau riwayat tekanan
darah tinggi.9

6. Penegakan Diagnosis
Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang
riwayat dapat membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut.
Ketika ditemukan adanya trauma, maka trauma dari bola mata atau orbita

13
harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi
untuk pertama kalinya, biasanya tidak diperlukan langkah diagnostik
lebih lanjut.6
Jika merupakan suatu kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan
koagulasi harus disingkirkan. Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi
tetes mata proparacaine (anestesi topikal) jika pasien tidak dapat membuka
mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau
terdapat fotofobia. Selain itu, pemeriksaan vsus juga diperlukan pada
kasus ini. Pemeriksaan reaktivitas pupil dan defek pupil dilakukan dengan
menggunakan slit lamp.6
Pada pasien dengan riwayat perdarah subkonjungtiva berulang juga
dipertimbangkan pemeriksaan waktu perdarahan, waktu prothrombin,
parsial thromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah
trombosit, serta protein C dan S. Tes laboratorium ini juga penting untuk
pasien yang menggunakan obat antikoagulan seperti heparin dan
warfarin, dan pada pasien yang dicurigai memiliki gangguan koagulasi
darah.6
7. Diagnosis banding 6
a. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitu mata
merah.
b. Konjungtivitis hemoragik akut
c. Sarcoma kaposi

8. Penatalaksanaan 10
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan
dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres hangat. Perdarahan
subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati. Pada
bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan sayatan
dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga dapat
membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari
penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi
untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan

14
vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan
mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang. Perdarahan
subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi berikut
ini:
a. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.
b. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitanuntuk melihat)
c. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
d. Riwayat hipertensi
e. Riwayat trauma pada mata.

9. Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1-2
minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun, adanya perdarahan
subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui gejala klinis
yang melibatkan penurunan penglihatan.6

10. Prognosis
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik karena
sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu
seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan,
maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi.

15
D. Erosi Kornea
1. Definisi
Erosi kornea adalah suatu keadaan terlepasnya epitel kornea (sel
skuamosa) yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea.
Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal. Epitel kornea
sekitarnya akan bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel
tersebut dalam waktu yang singkat. Pasien biasanya mengeluh sakit sekali
pada mata akibat erosi merusak kornea yang mempunyai banyak serat
sensible, mata berair, blefarospasme, lakrimasi, fotopobia, dan
penglihatan akan terganggu karena media kornea yang keruh.3
2. Manifestasi Klinis11
a. Injeksi siliar (+)
b. Kornea lebih tipis pada daerah erosi
c. Warna iris dibelakang erosi lebih hitam
d. Terdapat defek epitel kornea yang bila diberi pewarnaan fluoresein akan
berwarna hijau.
3. Penatalaksanaan
Pasien dengan erosi kornea perlu mendapatkan antibiotik untuk
mencegah infeksi, seperti antibiotika spektrum luas neosporin,
kloramfenikol, dan sulfasetamid tetes mata. Untuk mengurangi rasa sakit
dan mengistirahatkan mata, dapat diberikan sikloplegik aksi-pendek
seperti tropikamida. Lakukan bebat tekan pada pasien dengan erosi
kornea untuk mencegah terganggunya proses reepitelisasi. Bebat tekan
dapat dilakukan selama 24 jam atau 48 jam.3
4. Komplikasi12
Komplikasi yang dapat timbul antara lain:
a. Erosi kornea rekuren
b. Ulkus kornea
c. Endoftalmitis
d. Ptosis bulbi

ANALISIS MASALAH

16
Tn. Nanang, 43 tahun, datang karena terdapat benjolan berwarna
kemerahan pada kelopak mata kiri yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu.
Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar dan menetap. Pasien
mulai merasa tidak nyaman pada mata kirinya karena terasa mengganjal saat
berkedip. Pasien juga mengeluhkan banyak kotoran mata saat bangun tidur.
Riwayat nyeri pada mata (+), mata merah (-), gatal (+), banyak keluar air
mata (+), penglihatan menurun (-). Kemudian pasien berobat ke Rumah
Sakit Khusus Mata Palembang
Pada pemeriksaan status generalis didapatkan keadaan umum tampak
sakit ringan, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
80x/menit, Respiratory rate 20x/menit, suhu 36,5oC, status gizi baik. Pada
pemeriksaan oftalmologi visus mata kanan 6/6 dan mata kiri 6/6. Pada
palpebral mata kiri tampak benjolan di palpebra superior bagian lateral,
dengan ukuran 2x6x2mm berwarna merah, konsistensi lunak, berbatas tegas,
terfiksir dan permukaan rata. Pupil tampak bulat, central, refleks cahaya (-),
diameter 3 mm. Pemeriksaan segmen anterior lain dan segmen posterior
dalam batas normal.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan berupa
benjolan pada kelopak mata kiri berwarna merah dan nyeri. Benjolan pada
kelopak mata dapat didiagnosis banding dengan kalazion, karsinoma
kelenjar sebasea dan selulitis preseptal. Diagnosis banding dapat
disingkirkan satu per satu dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologi.
Pada anamnesis didapatkan keluhan ada benjolan pada kelopak mata
kiri yang berwarna kemerahan, nyeri, gatal, bengkak dan mata berair.
Sedangkan pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan pada kelopak mata kiri
tampak benjolan palpebra superior bagian lateral, dengan ukuran 2x6x2mm
berwarna merah, konsistensi lunak, berbatas tegas, terfiksir dan permukaan
rata. Temuan ini mengarah pada diagnosis hordeolum.
Kalazion adalah radang granulomatosa kronik pada kelenjar meibom.
Umumnya ditandai oleh pembengkakkan setempat yang tidak terasa sakit
dan berkembang dalam beberapa minggu. Awalnya dapat berupa radang
ringan disertai nyeri tekan yang mirip hordeolum. Dibedakan dari

17
hordeolum karena tidak ada tanda-tanda radang akut. Kebanyakan kalazion
mengarah ke permukaan konjungtiva yang mungkin sedikit memerah atau
meninggi. Pada kasus, pasien mengeluh benjolan terasa nyeri disertai
kemerahan yang mengarah ke penyakit hordeolum sehingga diagnosis
banding kalazion dapat disingkirkan.
Selulitis preseptal merupakan infeksi pada kelopak mata dan jaringan
lunak periorbital yang ditandai dengan adanya edema luas dan eritema pada
kelopak mata, penurunan penglihatan dan konjungtivitis. Pada kasus tidak
terdapat infeksi yang meluas ke palpebral bagian dalam dan jaringan
periorbital. Serta tidak ditemukan edema luas periorbita dan gangguan
penglihatan sehingga diagnosis banding seluitis preseptal dapat
disingkirkan.
Karsinoma sel sebasea paling sering berasal dari kelenjar meibom dan
zeis tetapi dapat muncul di kelenjar sebasea alis mata atau caruncula. Sekitar
separuhnya mirip lesi dan kelainan peradangan jinak seperti kalazion.

Dari pemaparan di atas, tatalaksana yang diberikan pada pasien ini


adalah edukasi berupa penjelasan kepada pasien mengenai hordeolum,
menjelaskan kepada pasien bahwa keluhan ini dapat sembuh sendiri dalam
waktu 5-7 hari dan menatalaksana hordeolum dengan mengompres mata
dengan air hangat 4-6 kali selama 15 menit. Pada terapi farmakologi
pasien diberikan kloramfenikol eye ointment 3x1 OS. Tindakan operatif
juga dipertimbangan insisi kuretase hordeolum.
Prognosis quo ad vitam pada mata kiri pasien ini adalah bonam
karena hordeolum tidak mengancam nyawa. Prognosis quo ad functionam
pada mata kiri pasien ini adalah fungsi penglihatan tidak terganggu (visus
tidak menurun). Prognosis quo ad sanationam pada mata kiri pasien ini
adalah bonam dikarenakan menurut literature hordeolum dapat sembuh
sendiri dalam watu 5-7 hari.

18
19
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Masalah Kesehatan Anda. 2005. FK UI. Jakarta.


2. Schlote, Pocket Atlas of Ophthalmology. 2006 Thieme.
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta.
4. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum, 2000. Widia Meka. Jakarta.
5. K Lang, Gerhard. Ophthalmology A Short Textbook. 2000. Thieme Stuttgart. New
York.
6. Graham, R. K. Subconjunctival Hemorrhage. 1st Edition. 2009. Medscape’s
Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 21 April 2019, dari
http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview.
7. Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival
haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada tanggal 21 April 2019, dari
https://pubmed.com.
8. Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. [Eye diseases and control of labor.
Studies of changes in the eye in labor exemplified by
subconjunctivalhemorrhage (hyposphagmas)]. Johanniter-Krankenhauses Bonn.
Jerman. Diakses pada tanggal 21 April 2019.
9. American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika.
10. Sullivan JA,. Orbita. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP, editor.
Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. 2007.
11. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th
ed.Elsevier, 2011.
12. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New age
international,2007.
13. Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah mada; 2012.
14. Friedman NJ, Kaiser PK. Essentials of ophthalmology. 1 st Ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007.

20

Anda mungkin juga menyukai