Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk paling sempurna diantara makhluk-makhluk ciptaan


tuhan di bumi ini. Diberinya daya cipta, rasa dan karsa yang memungkinkan
manusia untuk berbuat lebih besar dari pada otak mereka yang kecil. Kekuatan
berpikir itulah yang sering disebut-sebut dengan intelegensi. Manusia yang
mempunyai intelegensi yang tinggi, tentulah mereka lebih unggul daripada
manusia yang memiliki intelegesi yang rendah. Intelegensi merupakan
kemampuan yang dibawa sejak lahir, bukan timbul secara tiba-tiba. Yang
memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Intelegensi juga
dapat dipahami sebagai kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan
penyesuaian terhadap suatu situasi atau masalah.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan:
1. Bagaimana pengertian intelegensi?
2. Apa saja macam-macam intelegensi?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi?
4. Apa saja jenis-jenis gangguan intelegensi?
5. Apa saja hal-hal yang berhungan dengan intelegensi?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan:
1. Untuk mengetahui pengertian intelegensi.
2. Untuk megetahui macam-macam intelegensi.
3. Utuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis intelegensi.
5. Utuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan intelegensi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Intelegensi

Konsep Intelegensi menimbulkan kontroversi dan debat panas, sering kali


sebagai reaksi terhadap gagasan bahwa setiap orang punya kapasitas mentalumum
yang dapat diukur dan dikuantifikasikan dalam angka. Intelegesi adalah suatu
istilah yang popular. Hampir semua orang sudah mengenal istilah tersebut, bahkan
mengemukakannya. Seringkali kita dengar seorang mengatakan si A tergolong
pandai atau cerdas (inteligen) dan si B tergolong bodoh atau kurang cerdas (tidak
inteligen). Istilah inteligen sudah lama ada dan berkembang dalam masyarakat
sejak zaman Cicero yaitu kira-kira dua ribu tahun yang lalu dan merupakan salah
satu aspek alamiyah dari seseorang. Intelegesi bukan merupakan kata asli yang
berasal dari bahasa Indonesia. Kata Intelegesi adalah kata yang berasal dari
bahasa latin yaitu“Intelegesia“. Sedangkan kata “ Intelegesia “ itu sendiri berasal
dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara, sedangkan lego berarti
memilih. Sehingga Intelegesi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan
untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.

Menurut W. Stem dalam Abu Ahmadidan Widodo Supriyono


mengemukakan intelegensi adalah suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri
dengan cepat dan tepat di dalam situasi yang baru. Menurut David Wechsler,
Intelegesi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara
rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa Intelegesi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan
proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, Intelegesi tidak dapat diamati
secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang
merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.

Menurut Wangmuba Intelegesi merupakan suatu konsep mengenai


kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

2
Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat
spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu
suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau
ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau
Aptitude. Karena suatu tes Intelegesi tidak dirancang untuk menyingkap
kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui
lewat tes Intelegesi. K. Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan
yang disertai dengan pemahaman atau pengertian. David Wechster (1986).
Definisinya mengenai intelegensi mula-mula sebagai kapasitas untuk mengerti
ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya.
Namun di lain kesempatan ia mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan
untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi
lingkungannya secara efektif. Beberapa pakar menyebutkan bahwa intelegensi
sebagai keahlian untuk memecahkan masalah.

Intelegensi merupakan potensi bawaan yang sering dikaitkan dengan berhasil


tidaknya anak belajar disekolah. Dengan kata lain, intelegensi dianggap sebagai
faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya anak disekolah. Kecerdasan
(Intelegesi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni: kecerdasan sebagai
suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan
kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga
masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan
demikian pengetahuan pun bertambah. Sternberg dalam Santrock mengatakan
bahwa secara umum intelegensi dibedakan menjadi 3 diantaranya:

1. Intelegesi Analitis
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung dalam proses penilaian objektif
dalam suatu pembelajaran dalam setiap pelajaran, selalu mendapatkan nilai
yang bagus dalam setiap hasil ujian. Misalnya: seorang individu dalam ujian
disetiap pelajarannya selalu mendapatkan nilai di atas rata-rata.

3
2. Intelegesi Kreatif
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung pada sifat-sifat yang unik,
merancang hal-hal yang baru. Misalnya: seorang peserta didik diinstrusikan
untuk menuliskan kata “P O H O N” oleh gurunya, tetapi jawaban seorang
individu yang kreatif dengan menggambarkan sebuah pohon.
3. Intelegesi Praktis
Yaitu kecerdasan yang berfokus pada kemampuan untuk menggunakan,
menerapkan, mengimplementasikan, dan mempraktikan. Misalnya: seorang
individu mendapatkan skor rendah dalam tes IQ tradisional, tetapi dengan cepat
memahami masalah dalam kehidupan nyata, contohnya dalam pembelajaran
praktikum di laboratorium, akan cepat memahami karena dibantu dengan
berbagai peralatan dan media.

2.2. Macam-macam Intelegensi


Ada beberapa macam intelegensi, antara lain :
1. Intelegesi keterampilan verbal
Yaitu kemampuan untuk berpikir dengan kata-kata dan menggunakan
bahasa untuk mengungkapkan makna. Contohnya: seorang anak harus berpikir
secara logis dan abstrak untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang
bagaimana beberapa hal bisa menjadi mirip. Contoh pertanyaannya “Apa
persamaan Singan dan Harimau”?. Cenderung arah profesinya menjadi:
(penulis, jurnalis, pembicara).
2. Intelegesi keterampilan matematis
Yaitu kemampuan untuk menjalankan operasi matematis. Peserta didik
dengan kecerdasan logical mathematical yang tinggi memperlihatkan minat
yang besar terhadap kegiatan eksplorasi. Mereka sering bertanya tentang
berbagai fenomena yang dilihatnya. Mereka menuntut penjelasan logis dari
setiap pertanyaan. Selain itu mereka juga suka mengklasifikasikan benda dan
senang berhitung. Cenderung profesinya menjadi: (ilmuwan, insinyur,
akuntan).

4
3. Intelegesi kemampuan ruang
Yaitu kemampuan untuk berpikir secara tiga dimensi. Cenderung berpikir
secara visual. Mereka kaya dengan khayalan internal (Internal imagery)
sehingga cenderung imaginaif dan kreatif. Contohnya seorang anak harus
menyusun serangkaian balok dan mewarnai agar sama dengan rancangan yang
ditunjukan penguji. Koordinasi visual-motorik, organisasi persepsi, dan
kemampuan untuk memvisualisasi dinilai secara terpisah. Cenderung menjadi
profesi arsitek, seniman, pelaut.
4. Intelegesi kemampuan musikal
Yaitu kepekaan terhadap pola tangga nada, lagu, ritme, dan mengingat
nada-nada. Ia juga dapat mentransformasikan kata-kata menjadi lagu, dan
menciptakan berbagai permainan musik. Mereka pintar melantunkan beat lagu
dengan baik dan benar. Mereka pandai menggunakan kosa kata musical, dan
peka terhadap ritme, ketukan, melodi atau warna suara dalam sebuah
komposisi music.
5. Intelegesi Keterampilan kinestetik tubuh
Yaitu kemampuan untuk memanipulasi objek dan mahir sebagai tenaga
fisik. Senang bergerak dan menyentuh. Mereka memiliki control pada
gerakan, keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak.
Mereka mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya. Cenderung berprofesi
menjadi ahli bedah, seniman yang ahli, penari.
6. Intelegesi Keterampilan intrapersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami diri sendiri dengan efektif
mengarahkan hidup seseorang. Memiliki kepekaan perasaan dalam situasi
yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri, dan mampu mengendalikan
diri dalam konflik. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan dan apa yang
tidak dapat dilakukan dalam lingkungan social. Mereka mengetahui kepada
siapa harus meminta bantuan saat memerlukan. Cenderung berprofesi menjadi
teolog, psikolog.

5
7. Intelegesi keterampilan interpersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami dan secara efektif berinteraksi dengan
orang lain. Pintar menjalin hubungan social, serta mampu mengetahui dan
menggunakan beragam cara saat berinteraksi. Mereka juga mampu merasakan
perasaan, pikiran, tingkah laku dan harapan orang lain, serta mampu bekerja
sama dengan orang lain.
8. Intelegesi keterampilan naturalis
Yaitu kemampuan untuk mengamati pola di alam serta memahami system
buatan manusia dan alam. Menonjol ketertarikan yang sangat besar terhadap
alam sekitar, termasuk pada binatang, diusia yang sangat dini. Mereka
menikmati benda-benda dan cerita yang berkaitan dengan fenomena alam,
misalnya terjadinya awan, dan hujan, asal-usul binatang, peumbuhan tanaman,
dan tata surya.
9. Intelegesi emosional
Yaitu kemampuan untuk merasakan dan mengungkapkan emosi secara
akurat dan adaftif (seperti memahami persfektif orang lain).

Orang yang berjasa menemukan tes Intelegesi pertama kali ialah seorang
dokter bangsa Prancis Alfred Binet dan pembantunya Simon. Tesnya terkenal
dengan nama tes Tes Binet-Simon. Seri tes dari Binet-Simon ini, pertamakali
diumumkan antara 1908-1911 yang diberi nama : “Chelle Matrique de
l’inteligence” atau skala pengukur kecerdasan. Tes binet-simon terdiri dari
sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan menurut
umur (untuk anak-anak umur 3-15 tahun). Pertanyaan-pertanyaaan itu sengaja
dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran di
sekolah. Seperti mengulang kalimat, dengan tes semacam inilah usia seseorang
diukur atau ditentukan. Dari hasil tes itu ternyata tidak tentu bahwa usia
kecerdasan itu sama dengan usia sebenarnya (usia kalender). Sehingga dengan
demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan IQ (Inteligentie
Quotient) pada tiap-tiap orang/anak.

6
Dewasa ini perkembangan tes itu demikian majunya sehingga sekarang
terdapat beratus-ratus macam tes, baik yang berupa tes verbal maupun nonverbal.
Juga dinegeri kita sudah mulai banyak dipergunakan te, dalam lapangan
pendidikan maupun dalam memilih jabatan-jabatan tertentu. Klasifikasi IQ antara
lain :

1. Genius 140 ke atas


2. Sangat Cerdas 130-139
3. Cerdas (superior) 120-129
4. Di atas rata-rata 110-119
5. Rata-rata 90-109
6. Di bawah rata-rata 80-89
7. Garis Batas 70-79
8. Moron 50-69
9. Imbisil, Idiot 49 ke bawah

2.3. Faktor yang mempengaruhi Intelegesi


Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap individu memiliki tingkat
intelegensi yang berbeda.Perbedaan intelegensi itu, dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut :
1. Pengaruh faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang
berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka
berkolerasi tinggi ( + 0,50 ) orang yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak
saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya
( + 0,10 – +0,20 ).
2. Pengaruh faktor lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh
karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi
seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh
lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang

7
bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang
amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain
(khususnya pada masa-masa peka). Ada beberapa lingkungan yang
berpengaruh terhadap intelegensi, antara lain :
a. Lingkungan keluarga;
b. Pengalaman pendidikan;
3. Stabilitas inteIigensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum
tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes
intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari
intelegensi). Stabilitas intelegensi tergantung perkembangan organik otak.
4. Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang
jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya (berkaitan erat
dengaan umur).
5. Pengaruh faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan
sengaja (seperti disekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam
sekitar).
6. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan
(motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat
dan lebih baik.
7. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang
tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai

8
kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan
kebutuhannya.

Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan
intelegensi atau tidaknya seseorang, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada
salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor total. Keseluruhan
pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi seseorang.

2.4. Jenis-jenis Gangguan Intelegensi


Beberapa jenis gangguan intelegensi antara lain:
1. Oligoprenia: tuna kecerdasan (oliges: sedikit; phren; jiwa, pikiran).
Penderita oligoprenia seolah-olah dilahirkan dengan vekal-bekal yang
terbatas, dan perkembangan inteleknya pun terbatas pula.
2. Idiota ketunaan yang terberat, terdapat tanda-tanda tidak ada
kemampuan memenuhi hidup sendiri, sukar mengembangkan diri.
3. Imbesila: dungu, lebih ringan dari pada idiot. Orang yang imbesila
sudahdapat mandi sendiri, makamn sendiri,hanya tingkat perkembangan
terbatas.
4. Debilita: tolol, moron, lemh kemampuan. Kemampuannya mendekati orang
yang normal, namun taraf kemajuan yang dapat dicapai masih sangat
terbatas.
5. Demensia: mula-mula penderita mengalami perkembangan normal, tetapi
sesuatu sebab perkembangannya terhenti dan mengalami kemunduran yang
menyolok.
6. Delusia: (keadaan yang menunjukkan keadaan yang illusive). Delusia
sangat erat hubungannya dengan gejala illusi. Penderita mempunyai
keyakinan yang kuat tenyang sesutaun, tetapi keyakinan yang kuat sama
sekali tidak menurut kenyataan.
7. Obsesia: (obsesio: pengepungan). Pederita seolah-olah dikepung atau
dicengkram oleh pikiran-pikiran tertentu yang tidak masuk akal (tidak

9
logis). Makin besar usaha untuk melepaskan diri, makin besar pula ganguan
pikiran yang mencekram.

2.5. Beberapa hal yang berhubungan dengan Intelegensi


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam masalah intelegensi, antara
lain :
1. Intelegesi Dengan Bakat
Intelegesi merupakan suatu konsep mengenai kamampuan umum individu
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dalam kemampuan yang umum
ini terdapat keampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan ini
memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya
pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan tertentu setelah melalui suatu
latihan. Inilah yang disebut bakat atau aptitude. Karena suatu tes Intelegesi
tidak dirancang khusus untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus
ini, maka bakat tidak dengan segera diketahui lewat tes Intelegesi. Demikian
juga, karena rangsang lingkungan dengan tidak sadar selalu diarahkan pada
kemampuan-kemampuan khusus ini maka bakat tidak selalu dengan
sendirinya menampakkan diri.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut
aptitude test atau tes bakat. Karena sifatnya khusus, maka tes ini dirancang
khusus untuk mengungkap kemampuan yang amat spesifik.
2. Intelegesi dan Kreativitas
Kreatifitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena
keativitas juga merupakan manifestsi dari suatu proses kognitif, meskipun
demikian, hubungan antara kreativitas dengan Intelegesi tidak selalu
menunjukkan keselarasannya. Walaupun ada anggapan kreatifitas mempunyai
hubungan yang bersifat kurva linear dengan Intelegesi, tetapi bukti-bukti yang
diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung pendapat itu. Skor IQ
yang rendah memang diikuti tingkat kreativitas yang rendah, namun semakin
tinggi skor IQ tidak selalu diikuti oleh tingkat keativitas yang tinggi. Sampai
pada skor IQ tertentu, masih dapat korelasi yang cukup berarti.

10
Permasalahan diatas menimbulkan banyak pertanyaan mengapa ini terjadi.
Salah satu jawabannya diberikan oleh J. P. Guilfrod. Ia menjelaskan bahwa
kreatifitas adalah suatu proses berfikir yang bersifat divergen, yaitu
kemampuan untuk memberikan alternatif jawaban berdasarkan informasi yang
diberikan. Sebaliknya, tes Intelegesi hanya dirancang untuk mengukur proses
berfikir yang bersifat konvergen, yakni kemampuan untuk memberikan satu
jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan
3. Hubungan Intelegesi dengan kehidupan
Memang kecerdasan/intelegensi seseorang memainkan peranan yang
penting dalam kehidupannya. Akan tetapi kehidupan adalah sangat kompleks,
intelegensi bukan satu-satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya
kehidupan seseorang. Banyak lagi faktor yang lain, seperti faktor kesehatan
dan ada tidaknya kesempatan. Orang yang sakit-sakitan saja meskipun
intelegensinya tinggi dapat gagal dalam usaha mengembangkan dirinya dalam
kehidupannya. Demikian pula meskipun cerdas jika tidak ada kesempatan
mengembangkan dirirnya dapat gagal pula.
Juga watak (pribadi) seseorang sangat berpengaruh dan turut menentukan.
Banyak di antara orang-orang yang sebenarnya memiliki intelegensi yang
cukup tinggi, tetapi tidak mendapat kemajuan dalam kehidupannya. Ini
disebabkan/karena misalnya, kekurangan-mampuan bergaul dengan orang-
orang lain dalam masyarakat,atau kurang memiliki cita-cita yang tinggi,
sehingga tidak/kurang adanya usaha untuk mencapainya.
Sebaliknya, ada pula seorang yang sebenarnya memiliki intelegensi yang
sedang saja, dapat lebih maju dan mendapat kehidupan yang lebih layak
berkat ketekunan dan keuletannya dan tidak banyak faktor-faktor yang
menggagu atau yang merintanginya. Akan tetapi intelejensi yang rendah
menghambat pula usaha seseorang untuk maju dan berkembang, meskipun
orang itu ulet dan bertekun dalam usahanya. Sebagai kesimpulan dapat kita
katakan: Kecerdasan atau intelejensi seseorang memberi kemungkinan
bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai
di mana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula kepada

11
kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada. Jelaslah sekarang bahwa
tidak terdapat korelasi yang tetap antara tingkatan intelegensi dengan tingkat
kehidupan seseorang.

12
BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan

Dalam pembahasan Inelegensi memang harus benar-benar dipahami secara


teliti biar kita semua bisa tau apa Intelegensi itu sendiri. Yang lebih penting lagi
yang harus dipahami secara detail dalam pembagian kecerdasan/tingkat
kecerdasan, dengan memahami tingkat kecerdasan itu kita bisa tahu bahwa dalam
diri kita ini ada kecerdasan yang tidak pernah kita sadari meski dalam sekolah-
sekolah kita tidak pernah mendapatkan rangking, orang selalu menganggap bahwa
orang yang cerdas adalah orang yang dapat rangking kelas dan yang bisa jawab
soal ujian, namun orang yang mampu dalam menghias, main musik tidak
dianggap kecerdasan. Dari itu, sangat perlulah kita memahami intelegensi dan
tingkat intelegensi biar tidak ada kesalah pahaman dalam mengartikan intelegensi
itu sendiri.

Intelegensi juga mempunyai hubungan dan perbedaan dengan bakat maupun


kreativitas, tapi yang perlu kita ketahui, bakat dan kreativitas adalah hasil yang
didapat dari intelegensi itu sendiri.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta,
1991

John, W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Kencana, 2011

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011

Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Fakultas Tarbiyah : IAIN SU, 2011

14

Anda mungkin juga menyukai