PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat
spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu
suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau
ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau
Aptitude. Karena suatu tes Intelegesi tidak dirancang untuk menyingkap
kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui
lewat tes Intelegesi. K. Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan
yang disertai dengan pemahaman atau pengertian. David Wechster (1986).
Definisinya mengenai intelegensi mula-mula sebagai kapasitas untuk mengerti
ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya.
Namun di lain kesempatan ia mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan
untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi
lingkungannya secara efektif. Beberapa pakar menyebutkan bahwa intelegensi
sebagai keahlian untuk memecahkan masalah.
1. Intelegesi Analitis
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung dalam proses penilaian objektif
dalam suatu pembelajaran dalam setiap pelajaran, selalu mendapatkan nilai
yang bagus dalam setiap hasil ujian. Misalnya: seorang individu dalam ujian
disetiap pelajarannya selalu mendapatkan nilai di atas rata-rata.
3
2. Intelegesi Kreatif
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung pada sifat-sifat yang unik,
merancang hal-hal yang baru. Misalnya: seorang peserta didik diinstrusikan
untuk menuliskan kata “P O H O N” oleh gurunya, tetapi jawaban seorang
individu yang kreatif dengan menggambarkan sebuah pohon.
3. Intelegesi Praktis
Yaitu kecerdasan yang berfokus pada kemampuan untuk menggunakan,
menerapkan, mengimplementasikan, dan mempraktikan. Misalnya: seorang
individu mendapatkan skor rendah dalam tes IQ tradisional, tetapi dengan cepat
memahami masalah dalam kehidupan nyata, contohnya dalam pembelajaran
praktikum di laboratorium, akan cepat memahami karena dibantu dengan
berbagai peralatan dan media.
4
3. Intelegesi kemampuan ruang
Yaitu kemampuan untuk berpikir secara tiga dimensi. Cenderung berpikir
secara visual. Mereka kaya dengan khayalan internal (Internal imagery)
sehingga cenderung imaginaif dan kreatif. Contohnya seorang anak harus
menyusun serangkaian balok dan mewarnai agar sama dengan rancangan yang
ditunjukan penguji. Koordinasi visual-motorik, organisasi persepsi, dan
kemampuan untuk memvisualisasi dinilai secara terpisah. Cenderung menjadi
profesi arsitek, seniman, pelaut.
4. Intelegesi kemampuan musikal
Yaitu kepekaan terhadap pola tangga nada, lagu, ritme, dan mengingat
nada-nada. Ia juga dapat mentransformasikan kata-kata menjadi lagu, dan
menciptakan berbagai permainan musik. Mereka pintar melantunkan beat lagu
dengan baik dan benar. Mereka pandai menggunakan kosa kata musical, dan
peka terhadap ritme, ketukan, melodi atau warna suara dalam sebuah
komposisi music.
5. Intelegesi Keterampilan kinestetik tubuh
Yaitu kemampuan untuk memanipulasi objek dan mahir sebagai tenaga
fisik. Senang bergerak dan menyentuh. Mereka memiliki control pada
gerakan, keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak.
Mereka mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya. Cenderung berprofesi
menjadi ahli bedah, seniman yang ahli, penari.
6. Intelegesi Keterampilan intrapersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami diri sendiri dengan efektif
mengarahkan hidup seseorang. Memiliki kepekaan perasaan dalam situasi
yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri, dan mampu mengendalikan
diri dalam konflik. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan dan apa yang
tidak dapat dilakukan dalam lingkungan social. Mereka mengetahui kepada
siapa harus meminta bantuan saat memerlukan. Cenderung berprofesi menjadi
teolog, psikolog.
5
7. Intelegesi keterampilan interpersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami dan secara efektif berinteraksi dengan
orang lain. Pintar menjalin hubungan social, serta mampu mengetahui dan
menggunakan beragam cara saat berinteraksi. Mereka juga mampu merasakan
perasaan, pikiran, tingkah laku dan harapan orang lain, serta mampu bekerja
sama dengan orang lain.
8. Intelegesi keterampilan naturalis
Yaitu kemampuan untuk mengamati pola di alam serta memahami system
buatan manusia dan alam. Menonjol ketertarikan yang sangat besar terhadap
alam sekitar, termasuk pada binatang, diusia yang sangat dini. Mereka
menikmati benda-benda dan cerita yang berkaitan dengan fenomena alam,
misalnya terjadinya awan, dan hujan, asal-usul binatang, peumbuhan tanaman,
dan tata surya.
9. Intelegesi emosional
Yaitu kemampuan untuk merasakan dan mengungkapkan emosi secara
akurat dan adaftif (seperti memahami persfektif orang lain).
Orang yang berjasa menemukan tes Intelegesi pertama kali ialah seorang
dokter bangsa Prancis Alfred Binet dan pembantunya Simon. Tesnya terkenal
dengan nama tes Tes Binet-Simon. Seri tes dari Binet-Simon ini, pertamakali
diumumkan antara 1908-1911 yang diberi nama : “Chelle Matrique de
l’inteligence” atau skala pengukur kecerdasan. Tes binet-simon terdiri dari
sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan menurut
umur (untuk anak-anak umur 3-15 tahun). Pertanyaan-pertanyaaan itu sengaja
dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran di
sekolah. Seperti mengulang kalimat, dengan tes semacam inilah usia seseorang
diukur atau ditentukan. Dari hasil tes itu ternyata tidak tentu bahwa usia
kecerdasan itu sama dengan usia sebenarnya (usia kalender). Sehingga dengan
demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan IQ (Inteligentie
Quotient) pada tiap-tiap orang/anak.
6
Dewasa ini perkembangan tes itu demikian majunya sehingga sekarang
terdapat beratus-ratus macam tes, baik yang berupa tes verbal maupun nonverbal.
Juga dinegeri kita sudah mulai banyak dipergunakan te, dalam lapangan
pendidikan maupun dalam memilih jabatan-jabatan tertentu. Klasifikasi IQ antara
lain :
7
bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang
amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain
(khususnya pada masa-masa peka). Ada beberapa lingkungan yang
berpengaruh terhadap intelegensi, antara lain :
a. Lingkungan keluarga;
b. Pengalaman pendidikan;
3. Stabilitas inteIigensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum
tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes
intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari
intelegensi). Stabilitas intelegensi tergantung perkembangan organik otak.
4. Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang
jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya (berkaitan erat
dengaan umur).
5. Pengaruh faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan
sengaja (seperti disekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam
sekitar).
6. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan
(motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat
dan lebih baik.
7. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang
tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai
8
kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan
kebutuhannya.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan
intelegensi atau tidaknya seseorang, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada
salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor total. Keseluruhan
pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi seseorang.
9
logis). Makin besar usaha untuk melepaskan diri, makin besar pula ganguan
pikiran yang mencekram.
10
Permasalahan diatas menimbulkan banyak pertanyaan mengapa ini terjadi.
Salah satu jawabannya diberikan oleh J. P. Guilfrod. Ia menjelaskan bahwa
kreatifitas adalah suatu proses berfikir yang bersifat divergen, yaitu
kemampuan untuk memberikan alternatif jawaban berdasarkan informasi yang
diberikan. Sebaliknya, tes Intelegesi hanya dirancang untuk mengukur proses
berfikir yang bersifat konvergen, yakni kemampuan untuk memberikan satu
jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan
3. Hubungan Intelegesi dengan kehidupan
Memang kecerdasan/intelegensi seseorang memainkan peranan yang
penting dalam kehidupannya. Akan tetapi kehidupan adalah sangat kompleks,
intelegensi bukan satu-satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya
kehidupan seseorang. Banyak lagi faktor yang lain, seperti faktor kesehatan
dan ada tidaknya kesempatan. Orang yang sakit-sakitan saja meskipun
intelegensinya tinggi dapat gagal dalam usaha mengembangkan dirinya dalam
kehidupannya. Demikian pula meskipun cerdas jika tidak ada kesempatan
mengembangkan dirirnya dapat gagal pula.
Juga watak (pribadi) seseorang sangat berpengaruh dan turut menentukan.
Banyak di antara orang-orang yang sebenarnya memiliki intelegensi yang
cukup tinggi, tetapi tidak mendapat kemajuan dalam kehidupannya. Ini
disebabkan/karena misalnya, kekurangan-mampuan bergaul dengan orang-
orang lain dalam masyarakat,atau kurang memiliki cita-cita yang tinggi,
sehingga tidak/kurang adanya usaha untuk mencapainya.
Sebaliknya, ada pula seorang yang sebenarnya memiliki intelegensi yang
sedang saja, dapat lebih maju dan mendapat kehidupan yang lebih layak
berkat ketekunan dan keuletannya dan tidak banyak faktor-faktor yang
menggagu atau yang merintanginya. Akan tetapi intelejensi yang rendah
menghambat pula usaha seseorang untuk maju dan berkembang, meskipun
orang itu ulet dan bertekun dalam usahanya. Sebagai kesimpulan dapat kita
katakan: Kecerdasan atau intelejensi seseorang memberi kemungkinan
bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai
di mana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula kepada
11
kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada. Jelaslah sekarang bahwa
tidak terdapat korelasi yang tetap antara tingkatan intelegensi dengan tingkat
kehidupan seseorang.
12
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta,
1991
14