Anda di halaman 1dari 18

T R 0 2 WP L 0 2 BLN 1 0 THN 2 0 1 6

Nomor: TR-02/L 1/ND/X/2016

TECHNICAL REPORT – TR.02

Analisis Pola Aktivitas dan Potensi Wilayah

WORK PACKAGE
WP 2 – Kluster kewilayahan
TECHNICAL REPORT

WORK BREAKDOWN STRUCTURE


WBS Tol Laut Konektivitas Kawasan Industri di NTT

PROGRAM
Inovasi Teknologi Rekayasa Industri Maritim

Pusat Teknologi Rekayasa Industri Maritim


Kedeputian Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

Dibuat Oleh Diperiksa Oleh Disetujui Oleh


Leader L 2 Group Leader Chief Engineer

Dr. Aprijanto, ST., M.Si. Ir. Muh. Alfan Santoso, MT . Ir. Muh. Alfan Santoso, MT .
Tanggal : Tanggal: Tanggal :
TECHNICAL REPORT – TR.02

I. PENGANTAR
Pengembangan Kawasan Pertumbuhan Ekonomi perlu didukung ketersediaan
infrastruktur industri dan industri Penunjang. Infrastruktur Industri ini menurut UU No.24 tahun
2014 meliputi infrastruktur jaringan Energi dan Kelistrikan, jaringan telekomunikasi, jaringan
sumber daya air dan jaminan pasokan air baku, sanitasi dan jaringan transportasi. Dari hasil
Penelusuran data PDRB sektor Industri Pengolahan, Pertambangan dan Pariwisata merupakan
sektor yang memiliki kontribusi yang dominan. Kawasan yang akan dikembangkan dewasa ini
antara lain adalah Kawasan Natuna dan Kawasan Maluku Tenggara Barat ( Masela ) dan Nusa
Tenggara Timur dimana kedua kawasan pertumbuhan akan di dominasi kegiatan industri
Pengolahan dan Pertambangan yang di support oleh industry lain. Keberhasilan aktivitas
kegiatan ekonomi pada kawasan pertumbuhan ekonomi tersebut diperlukan system konektivitas
dan infrastruktur untuk mendukung kelancaran pergerakan bahan baku dan barang jadi.
Proses logistik merupakan bagian dari manajemen rantai pasok ( suplay chain ) yang
terhubung dengan segala hal pembelian dan kontrol dari jasa perpindahan Bisnis logitik adalah
merupakan bagian dari proses supply chain yang berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan,
dan mengendalikan keefisienan dan keefektifan penyimpanan dan aliran barang, pelayanan dan
informasi terkait dari titik permulaan (point of origin) hingga titik konsumsi (point of
consumption) dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan (Coyle, John J, et.al).
Logistik juga disebut sebagai strategi mengelola dan pengadaan, pergerakan dan penyimpanan
bahan baku, suku cadang dan persediaan produk jadi (finished good) serta arus informasi yang
terkait dalam proses tersebut, melalui organisasi dan saluran pemasaran sehingga dapat
memaksimalkan keutungan bagi perusahaan baik saat ini dan masa yang kan datang dengan
biaya yang seefektif mungkin. Logistik adalah bagian dari rantai pasok (supply chain) yang
menangani arus barang, arus informasi dan arus uang melalui proses pengadaan (procurement),
penyimpanan (warehousing), transportasi (transportation), distribusi (distribution), dan
pelayanan pengantaran (delivery services) sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan
tempat yang dikehendaki konsumen, secara aman, efektif dan efisien, mulai dari titik asal (point
of origin) sampai dengan titik tujuan (point of destination). Pada dasarnya obyek logistik tidak
terbatas pada logistik barang, namun mencakup pula logistik penumpang, logistik bencana, dan
logistik militer (pertahanan keamanan), sedangkan aktivitas pokok logistik meliputi pengadaan,
produksi, pergudangan, distribusi, transportasi, dan pengantaran barang yang dilakukan oleh

WP_ Kluster kewilayahan 2


TECHNICAL REPORT – TR.02

setiap pelaku bisnis dan industri baik pada sektor primer, sekunder maupun tersier dalam rangka
menunjang kegiatan operasionalnya.
Permasalahan yang ada dalam operasional konektivitas dengan angkutan laut adalah
ketidakseimbangan muatan antara barat dan timur , dan in efiseiensi dalam rantai transportasi
laut , ketidak effisienan ini akan mengakibatkan biaya yang harus di bayar oleh pengguna akhir
akibat dari idle capacity dari peralatan dalam rantai transportasi. Ketidak efisienan ini
disebabkan karena banyak faktor , disamping jumlah barang yang kurang memenuhi ukuran
ekonomis juga di akibatkan oleh banyaknya instansi yang terlibat dan utilisasi dari peralatan
dalam proses rantai pasok. Untuk mengatasi hal tersebut diatas maka dikembangkan system
jaringan Pelabuhan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan derajat konentivitas.
Permasalahan ini digambarkan dalam hubungan kausalitas oleh para peneliti dari ABO
AKADEMI UNIVERSITY yang ditunjukkan dengan gambar berikut :

Gambar. 1 Skema diagram Kasalitas


Dari gambar diatas dapat diterangkan , Kerugian oleh Pengguna akhir ( Industri ) di
akibatkan oleh Pemborosan bahan bakar , Biaya rantai pasok yang panjang, akibat
ketidakpastian dalam perencanaan pengadaan, Biaya operasional dan fleksibilitas muatan
yang rendah. Dengan memperhatikan hubungan sebab akibat tersebut diatas , maka
PTRIM-BPPT berupaya mengembangkan konsep model Penguatan infrastruktur jaringan
pelabuhan untuk mendukung konsep Tol laut. Konsep yang di kembangkan adalah

WP_ Kluster kewilayahan 3


TECHNICAL REPORT – TR.02

menyusun konsep pelabuhan yang mampu mendukung pengembangan system logistik


yang dinamis dan terintegrasi. Penggambaran pelabuhan yang mendukung system logistic
yang dinamis dan terintegrasi , merupakan turunan dari work Station ( WS ), dimana arus
input berupa material , jenis kendaraan angkut, gudang penumpukan dan lain
sebagainya.Sedangkan Output terdiri atas barang jadi dan juga inventory/persediaan (bisa
berupa WIP maupun inventori barang jadi). Sedangkan mekanisme yang ada di dalam
sistem ini adalah kapal, dermaga, Peralatan bongkar muat , operator dan juga tempat
penampung inventori ( tempat penumpukan ) ataupun WIP. Yang menjadi pengontrol
dalam sistem ini adalah mekanisme pengontrolan, yaitu mekanisme kanban dan conWIP,
waktu Bongkar dan Muat kapal dan juga mekanisme pengantaran barang, yaitu FIFO
(First-In-First-Out) atau FCFS (First-Come-First-Serve). Untuk pengembangan
pelabuhan dengan berfungsi seperti itu, maka dikembangkan di daerah Provinsi Nusa
Tenggara Timur sebagai salah satu pusat destinasi wisata baru dan sekaligus menjadi
salah satu sentra industri peternakan , komoditas pertambangan dan indutri pengolahan,
sangat membutuhkan kehadiran pelabuhan yang mampu beroperasi selama 1 tahun tanpa
berhenti.

Gambar. 2 Jaringan Rantai Pasok BBM Nasional


Dari gambar tersebut diatas, ditunjukkan simpul simpul lokasi pengiriman bahan kebutuhan ,
dalam gambar diatas simpul Nusa Tenggara Timur, dan Maluku Tenggara Barat merupakan
daaerah yang termarginalkan karena hanya merupakan simpul sekunder dalam siklus rantai
pasok , namun demikian potensi pelabuhan tersebut diatas, mempunyai potensi yang baik
sebagai salah satu simpul dalam hab rantai pasok untuk pengembangan kawasan industry.

WP_ Kluster kewilayahan 4


TECHNICAL REPORT – TR.02

II. TUJUAN
1. Peningkatan utilisasi fasilitas serta kinerja operasional pelayanan pelabuhan-pelabuhan
utama pada koridor Nusa Tenggara Timur dalam mendukung konektivitas tol laut.
2. Peningkatan peran pelabuhan-pelabuhan utama dalam jaringan trayek nasional dan
keterkaitannya dengan pelabuhan-pelabuhan feeder dalam skema jaringan rantai Pasok
3. Rumusan strategi pengembangan pelabuhan-pelabuhan utama dan konsep tatanan
jaringan transportasi laut pada koridor Nusa Tenggara Timur sehingga mampu
meningkatkan aksesibilitas pengelolaan Rantai Pasok

III. KEGIATAN WP
1. Melakukan analisis hinterland di koridor Nusa Tenggara Timur dalam mendukung
konektivitas tol laut, dengan Analisa location qoatient.
2. Melakukan analisis hinterland di koridor Nusa Tenggara Timur dalam mendukung
konektivitas tol laut, dengan Analisa shift -share.

IV. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN


4.1.1. Pola dan Struktur Pemanfaatan Lahan
Pola dan struktur pemanfaatan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di
pengaruhi oleh kondisi alam dan jenis kegiatan di setiap Kabupaten/ Kota. Pada umumnya
lahan yang ada sekarang belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagian besar masih didominasi
lahan kering dan dan hanya sebagain kecil lahan untuk kegiatan pertanian lahan basah (sawah)
meliputi potensi seluas ± 284.103 Ha. Secara garis besar penggunaan lahan di wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur diuraikan perkawasan sebagai berikut :
a. Kawasan Non Budidaya, antara lain : ƒ Hutan Lindung : - Kawasan yang memberikan
perlindungan bawahannya; - Kawasan yang memberikan perlindungan setempat. ƒ Suaka
Alam dan Cagar Alam; ƒ Cagar Budaya.
b. Kawasan Budidaya, antara lain : ƒ Kegiatan Pertanian; lahan kering dan lahan basah; ƒ
Kegiatan Peternakan; ƒ Kawasan Perikanan; ƒ Kawasan Perindustrian; ƒ Kawasan
Pertambangan; ƒ Kawasan Pariwisata; ƒ Kawasan Permukiman : Perkotaan - Perdesaan.

WP_ Kluster kewilayahan 5


TECHNICAL REPORT – TR.02

c. Pengembangan sarana dan prasarana. Untuk lebih jelasnya luasan pola penggunaan lahan
di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel 4.1

4.1.2. Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan


Jumlah dan Perkembangan Penduduk Penduduk Nusa Tenggara Timur menurut hasil
registrasi penduduk tahun 2013 (Tabel 4.1.) berjumlah 4.088.058 jiwa, dengan kepadatan 86,58
jiwa/kilometer persegi. Bila dilihat penyebarannya dari total penduduk NTT, yang terbesar
berada di Kabupaten Manggarai (16,08%), disusul Kabupaten Timor Tengah Selatan (10 %),
Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Belu. Sedangkan tingkat
penyebaran penduduk yang paling sedikit berada pada Kabupaten Lembata (2,42%).
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, laju pertumbuhan periode 2000 - 2010 sebesar
1,6%/tahun. Keadaan ini sudah menurun jika dibandingkan dengan dua periode sebelumnya,
dimana pada periode 1981 - 1990 laju pertumbuhan sebesar 1,95%/tahun, dan periode 1990 -
2000 sebesar 1,79%/tahun.
Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten Kepadatan penduduk terbesar di Kota Kupang
(1.731,93 jiwa/km2) dan terendah di Kabupaten Sumba Timur (28,31 jiwa/km2). Kabupaten lain
yang juga cukup padat penduduknya (di atas 100 jiwa/km2) adalah Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Belu, Flores Timur, Sikka dan Ende. Sedangkan kabupaten sisanya kepadatan
penduduknya berkisar 56 – 90 jiwa/km2.
Struktur Penduduk Struktur penduduk meliputi tinjauan penduduk berdasarkan
komposisinya menurut umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan dan ketenagakerjaan.
Sebagian besar penduduk Nusa Tenggara Timur pada tahun 2012 berada dalam kelompok usia
15 – 54 tahun, yaitu sekitar 52,72% dari total penduduk propinsi. Bila melihat struktur
penduduk menurut jenis kelaminnya, secara umum jumlah penduduk wanita (50,82%) relatif
lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk pria (49,18%). Pada tahun 2012 sebagian
besar penduduk Nusa Tenggara Timur memeluk agama Katolik (54,91%). Dilihat dari tingkat
pendidikannya, tercatat sampai tahun 2012 jumlah penduduk yang tidak/belum tamat SD
sebesar 44,47% dan 33,85% sudah tamat SD dan sisanya minimal telah menamatkan
pendidikan sampai SLTP. Pada tahun 2012, jumlah angkatan kerja sebesar 1.878.387 jiwa (48%

WP_ Kluster kewilayahan 6


TECHNICAL REPORT – TR.02

dari total penduduk), yang terdiri dari 126.135 jiwa sedang mencari pekerjaan dan 1.752.252
jiwa telah bekerja. Jika dilihat struktur penduduk menurut lapangan perkerjaannya, maka
dalam tahun 2012 sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian
(78,68%) diikuti sektor perdagangan, angkutan, keuangan dan jasa (15,02%) serta sektor
pertambangan, industri dan listrik menyerap sekitar 6,28%. Jumlah Penduduk, Luas Daerah dan
Kepadatan Penduduk dapat dilihat pada Tabel II.6.

4.1.3. Kondisi Perekonomian


Perkembangan Struktur Ekonomi Berdasarkan perkembangan peranan masing-masing
sektor ekonomi dalam kurun 2010 – 2013 seperti disajikan pada Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa
sektor-sektor ekonomi yang dominan dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur adalah sektor
pertanian, sektor hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa. Peranan dari ketiga sektor ini pada
kurun 2010 – 2013 merupakan yang terbesar yaitu sekitar 88,34 % dari seluruh PDRB Nusa
Tenggara Timur masing-masing tahun pada kurun waktu tersebut.
Meskipun cenderung terus menurun peranannya dalam kurun 2010 – 2013, namun sektor
pertanian masih merupakan yang paling besar sumbangannya terhadap PDRB Nusa Tenggara
Timur. Pada tahun 2010 peranan nilai tambah bruto sektor pertanian sebesar 43,36 % dari
seluruh nilai PDRB harga berlaku. Peranan tersebut kemudian terus menurun hingga menjadi
hanya sekitar 39,24 % pada tahun 2013. Gambaran ini memperlihatkan bahwa sektor pertanian
meskipun cenderung melemah tetapi masih memegang peranan penting dalam perekonomian
di wilayah ini. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan prospek yang cukup
menggembirakan. Pada tahun 2010 peranan sektor ini sebesar 17,55 % terhadap perekonomian
Nusa Tenggara Timur. Kemudian pada tahun 2011 peranan sektor ini sedikit menurun menjadi
sebesar 17,51 %. Akan tetapi kembali meningkat pada tahun-tahun berikutnya, hingga akhirnya
mencapai 17,93 % pada tahun 2013.
Demikian halnya peranan sektor jasa-jasa dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur juga
terlihat semakin meningkat pada kurun 2010 – 2013. Meskipun pada tahun 2010 sektor ini
hanya mampu menyumbang 16,47 % terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur bahkan
kedudukannya lebih rendah dan tergeser oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai

WP_ Kluster kewilayahan 7


TECHNICAL REPORT – TR.02

penyumbang kedua terbesar setelah sektor pertanian, namun sejak diberlakukannya otonomi
daerah sampai dengan tahun 2011 dan berlanjut hingga tahun 2013 sumbangan sektor ini
terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur kembali menduduki urutan kedua terbesar dengan
sumbangan sebesar 18,51% hingga 21,17 %. Uraian singkat tersebut memperlihatkan bahwa
peran dominan sektor pertanian dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur tetap tidak
bergeser pada kurun 2010 – 2013. Sedangkan untuk sektor dominan lain telah terjadi
pergeseran posisi. Dominasi ketiga sektor tersebut secara gabungan terhadap perekonomian
Nusa Tenggara Timur tampaknya cenderung menguat. Hal ini ditunjukkan oleh semakin
kecilnya peranan sektor lain terhadap pembentukan PDRB Nusa Tenggara Timur dalam kurun
2010 – 2012 meskipun peranan sektor lain ini mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2013
menjadi 21,66 %.
Tabel 4.1. Pola Penggunaan Lahan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2012

WP_ Kluster kewilayahan 8


TECHNICAL REPORT – TR.02

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk, Luas Daerah Dan Kepadatan Penduduk Nusa Tenggara Timur 2013

4.1.4. Kondisi Infrastruktur Transportasi


Moda transportasi laut, penyeberangan dan darat di NTT saling mengisi satu sama lain
(komplementer). Dengan luas wilayah laut (200.000 km2) sekitar empat kali lipat luas
daratannya (47.000 km2), dan panjang garis pantai 5.700 km, moda transportasi laut dan
penyeberangan memegang peranan yang sangat penting di provinsi ini. Sebagian besar
perdagangan barang –antarprovinsi dan intraprovinsi – membutuhkan penggunaan lebih dari
satu moda transportasi. Dengan demikian, persoalan infrastruktur jalan dan pelabuhan menjadi
sangat penting dalam mendukung kinerja transportasi di provinsi ini.
1. Infrastruktur Jalan Raya Sebagian besar jalan di NTT merupakan jalan kabupaten dan
beraspal, walaupun kondisi topografis dan kontur tanah cukup sulit. Jalan raya
merupakan penunjang distribusi barang dan komoditas di dalam pulau (inter island
trading) di provinsi ini. Berdasarkan NTT dalam Angka (2009), 75% jalan di NTT berstatus
jalan kabupaten, 10% jalan provinsi, dan sisanya jalan nasional. Lebih dari 90% jalan yang
ada merupakan jalan beraspal. Jika dilihat dari kondisi jalan, 66% dari jalan nasional yang
ada di NTT berada dalam kondisi yang baik dan hanya 15% yang rusak dan rusak berat.
Sementara itu, untuk jalan provinsi, hanya sekitar 30% jalan berada dalam kondisi rusak.
Data mengenai kondisi jalan kabupaten tidak dapat diidentifikasi. Kondisi topografis dan
kontur tanah yang berbukit dan tidak rata dengan rata-rata kemiringan lebih dari 60%
menjadi faktor yang menyebabkan terhambatnya distribusi barang melalui darat.

WP_ Kluster kewilayahan 9


TECHNICAL REPORT – TR.02

Berdasarkan klasifikasi jalan, jalan nasional di provinsi NTT mempunyai kapasitas untuk
menanggung kendaraan tipikal di sana. Ruas jalan nasional di Provinsi NTT ditetapkan
sebagai kelas II, III A, III B, dan III C. Dengan klasifikasi seperti itu, maka jalan arteri di NTT
dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 meter dan
muatan sumbu terberat (MST) antara 8 hingga 10 ton.
2. Infrastruktur Pelabuhan Terdapat lima pelabuhan laut di NTT yang dikategorikan sebagai
pelabuhan komersial. Pelabuhan komersial dikelola oleh PT PELINDO, yang memiliki dua
cabang di NTT. PT PELINDO III Cabang Kupang mengelola Pelabuhan Laut Tenau (Kupang),
Waingapu (Sumba), dan Kalabahi (Alor). Sementara PT PELINDO III Cabang Maumere
mengelola Pelabuhan Maumere (Sikka) dan Ende. Pemerintah, melalui Administrator
Pelabuhan (ADPEL), berperan sebagai regulator kelima pelabuhan komersial ini,
khususnya dalam hal keselamatan dan keamanan di pelabuhan.
Pelabuhan non-komersial dikelola langsung baik oleh pemerintah pusat melalui Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan atau pemerintah daerah.
Sebagian besar pelabuhan laut di NTT mempunyai fasilitas yang terbatas. Sebagian besar
pelabuhan hanya memiliki satu dermaga, yang membuat kapal-kapal harus mengantri untuk
bersandar jika tiba pada waktu yang bersamaan. Pelabuhan yang memiliki jumlah dermaga
lebih dari satu dengan kapasitas besar (lebih dari 2.000 DWT) umumnya pelabuhan komersial
yang dikelola oleh PT PELINDO. Misalnya, Pelabuhan Laut Tenau memiliki lima dermaga,
Maumere dan Waingapu masing-masing tiga dermaga. Beberapa pelabuhan non-komersial
memang memiliki dermaga lebih dari satu, seperti Pelabuhan Laut Atapupu (empat dermaga)
dan Larantuka (empat dermaga), tetapi dengan kapasitas yang relatif kecil (kurang dari 2.000
DWT). Hanya Pelabuhan Laut Tenau yang bisa disandari kapal dengan tonase besar (sampai
dengan 10.000 DWT) dan memiliki fasilitas peti kemas, walaupun fasilitas seperti gantry crane
belum dimiliki oleh pelabuhan ini. Sementara itu, fasilitas seperti gudang dan wilayah
penumpukan barang (stacking area) di sebagian besar pelabuhan laut masih terbatas.
3. Infrastruktur Penyeberangan Sebagian besar pelabuhan penyeberangan memiliki
kapasitas yang terbatas. Empat pelabuhan penyeberangan yang relatif besar dikelola oleh
PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry, sementara yang

WP_ Kluster kewilayahan 10


TECHNICAL REPORT – TR.02

lainnya dikelola oleh Dinas Perhubungan Kabupaten/ Kota atau Ditjen Perhubungan Darat
(Ditjen Hubdat), Kementerian Perhubungan. Hampir semua pelabuhan penyeberangan
hanya memiliki satu dermaga, kecuali pelabuhan Bolok di Kupang yang memiliki dua
dermaga. Rata-rata pelabuhan penyeberangan memiliki movable bridge (MB) dengan
kapasitas masing-masing 1.000 GT.
Secara umum kondisi infrastruktur transportasi di NTT masih terbatas. Dari lima
pelabuhan laut komersial di NTT, hanya Pelabuhan Laut Tenau (Kupang) yang dapat disandari
kapal besar sampai dengan 10.000 dead weight ton (DWT) dengan fasilitas peti kemas,
sementara pelabuhan laut lainnya hanya dengan kapasitas kapal maksimum relatif kecil (kurang
dari 2.000 DWT). Kondisi pelabuhan penyeberangan juga masih terbatas. Kecuali Pelabuhan
Penyeberangan Bolok (Kupang) yang memiliki dua dermaga, pelabuhan lainnya hanya memiliki
satu dermaga saja. Dalam hal infrastruktur jalan, secara umum kondisi jalan nasional yang
dilalui truk yang menjadi sampel dalam studi ini dalam kondisi yang baik, namun cakupan dan
kualitas jalan kabupaten/kota masih rendah.
Ketergantungan NTT terhadap wilayah lain di Indonesia, terutama Surabaya, sangat besar
dengan pola pusat-pinggiran. Sebagian besar barang kebutuhan pokok, sekunder, dan tersier,
berasal dari luar NTT, dengan Surabaya sebagai pemasok utama. Sebagian besar barang dengan
tujuan Provinsi NTT diangkut dengan kapal laut dari Surabaya ke Pelabuhan Laut Tenau di
Kupang yang tercermin dari tingginya volume bongkar-muat dan dari ukuran serta jenis kapal
yang berlabuh di Tenau. Demikian juga sebaliknya, barang-barang dari seluruh NTT yang
menuju Surabaya maupun wilayah luar NTT lainnya sebagian besar melalui Kupang yang juga
merefleksikan pentingnya Kupang sebagai pengumpul. Namun demikian, beberapa pusat
perekonomian di Pulau Flores, terutama di bagian barat, langsung berhubungan dengan
Surabaya tanpa melalui Kupang.

WP_ Kluster kewilayahan 11


TECHNICAL REPORT – TR.02

Tabel 4.3. Pelabuhan Penyeberangan di Provinsi NTT Menurut Pengelola

Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi NTT, 2007; Catatan: MB = movable bridge

Penggunaan kapal laut untuk perdagangan antarprovinsi lebih dominan, sementara truk
dan feri lebih banyak digunakan pada perdagangan antarpulau. Kapal laut lebih dipilih untuk
perdagangan antarprovinsi karena rute Surabaya-Kupang yang relatif jauh, dengan biaya yang
lebih rendah, walaupun waktu tempuh efektifnya lebih lama daripada truk dan feri. Namun
demikian, untuk barangbarang yang diangkut dari/ke Flores bagian barat cukup banyak yang
diangkut dengan menggunakan truk dan feri. Sementara itu, kondisi geografis NTT yang berupa
kepulauan, dengan volume barang yang relatif rendah, membuat truk dan feri lebih banyak
dipilih sebagai moda pengangkutan barang antarpulau di dalam provinsi.
Ketidakseimbangan antara barang yang masuk dan keluar NTT, serta antara Kupang
dengan dengan wilayah lain di NTT, sangat tinggi. Data-data bongkar-muat di beberapa
pelabuhan utama menunjukkan bahwa volume barang umum (general cargo) yang dibawa
keluar NTT melalui pelabuhan tidak lebih dari 10-16% dari total barang yang masuk/dibongkar.
Ketidakseimbangan volume bongkarmuat barang juga terjadi pada perdagangan antarpulau.

WP_ Kluster kewilayahan 12


TECHNICAL REPORT – TR.02

Barang yang didistribusikan dari Kupang ke wilayah lain di NTT lebih tinggi dibandingkan barang
yang dibawa ke Kupang. Hal ini mengakibatkan biaya transportasi per satuan berat atau volume
barang menjadi lebih tinggi karena kurangnya muatan dari NTT perlu dikompensasikan. Selain
itu, ketidakseimbangan perdagangan ini juga menimbulkan peningkatan waktu tunggu untuk
mengkonsolidasikan barang yang akan diangkut dari NTT.
Kondisi cuaca di NTT tidak mendukung pelayaran reguler sepanjang tahun. Kondisi
geografis NTT yang berupa kepulauan menimbulkan ketergantungan yang tinggi pada angkutan
laut dan pe nyeberangan. Kondisi angin yang kencang dan gelombang yang tinggi terjadi pada
bulan Januari dan Februari, sehingga frekuensi penyeberangan hanya mencapai 65% dan 44%
dari rata-rata jumlah penyeberangan pada bulan-bulan lainnya. Hal ini tentunya sangat
mengganggu distribusi barang, baik untuk konsumsi masyarakat NTT maupun untuk dikirimkan
ke tempat lain di luar NTT.

4.1.5. Arah Dan Strategi Pengembangan Wilayah


Provinsi NTT sebagai bagian dari wilayah Nusa Tenggara difokuskan sebagai wilayah
percepatan pembangunan yang akan dilakukan dengan strategi:
1. Pengembangan sentra produksi komoditas unggulan melalui kebijakan :
a. Pengembangan cluster industri pertanian jagung;
b. Pengembangan cluster industri pertanian kakao;
c. Pengembangan sentra produksi peternakan sapi;
d. Pengembangan sentra produksi rumput laut; dan e. Pengembangan sentra produksi
garam.
2. Pengembangan pariwisata Pulau Komodo, danau Kelimutu dan Taman Laut di wilayah Nusa
Tenggara Timur melalui kebijakan :
a. Meningkatkan aksesibilitas ke wilayah pariwisata melalui keterpaduan transportasi
darat dan laut;
b. Pengembangan fasilitas pendukung obyek wisata berstandar internasional;
c. Pengembangan jalur wisata lanjutan dengan wilayah lain, Bali dan NTB;

WP_ Kluster kewilayahan 13


TECHNICAL REPORT – TR.02

3. Pengembangan infrastruktur yang dapat menghubungkan antarkota, pulau-pulau, wilayah


tertinggal dan terpencil melalui kebijakan :
a. Mengembangkan jaringan jalan lintas Nusa Tenggara;
b. Meningkatkan aksesibilitas pulau-pulau terpencil dan terdepan/terluar;
c. Mengembangkan jaringan transportasi penyeberangan antarpulau;
d. Pengembangan dan pengelolaan infrastruktur irigasi;
e. Peningkatan dan pengembangan jalan perbatasan;
f. Peningkatan dan pengembangan kelistrikan;
g. Pengembangan perumahan rakyat.
4. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui kebijakan :
a. Peningkatan akses pendidikan;
b. Peningkatan akses kesehatan;
c. Pemberdayaan ekonomi lokal;
d. Penyediaan sarana dan prasarana dasar ekonomi seperti pasar dan lembaga-lembaga
keuangan/perbankan termasuk koperasi;
e. Pemberian bantuan modal usaha dan bimbingan teknis usaha kepada masyarakat
ekonomi lemah, pengusaha kecil dan menengah;
f. Kerjasama dengan berbagai pihak terutama dunia usaha/swasta untuk membantu
memasarkan hasil produksi pertanian, peternakan dan perikanan dalam arti luas dan
berbagai produk industri mikro, kecil dan menengah serta jasa lingkungan termasuk
pariwisata, serta penanganan warga baru.
5. Pembangunan daerah tertinggal dan kawasan strategis melalui kebijakan :
a. Meningkatkan stabilitas keamanan perbatasan;
b. Mengembangkan kegiatan ekonomi di kawasan perbatasan;
c. Mengembangkan kawasan perbatasan secara terpadu untuk mendukung fungsi Pusat
Kegiatan Strategis Nasional; serta
d. Menguatkan peran pemerintah daerah dalam penanganan batas wilayah dan
pengembangan kawasan. Dengan memperhatikan PP No. 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Perpres No. 5 Tahun 2010 tentang

WP_ Kluster kewilayahan 14


TECHNICAL REPORT – TR.02

RPJMN 2010-2014, dan Rancangan Peraturan Presiden Rencana Tata Ruang (RTR)
Kepulauan Nusa Tenggara dalam kaitannya dengan titik berat RKP Tahun 2012 yaitu
perluasan dan percepatan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat, maka pengembangan wilayah Nusa Tenggara Tahun
2012 terutama diarahkan untuk:
1) Mengembangkan kota-kota di wilayah pesisir sebagai pusat pelayanan kegiatan
industri kemaritiman terpadu sebagai sektor basis yang didukung oleh prasarana dan
sarana yang memadai, khususnya transportasi, energi, dan sumber daya air;
2) Mengembangkan wilayah darat, laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil sebagai satu
kesatuan wilayah Kepulauan Nusa Tenggara melalui kegiatan pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan ruang yang terpadu yang didukung oleh prasarana dan
sarana yang memadai;
3) Meningkatkan aksesibilitas antara kota-kota pesisir yang menghubungkan poros
AcehAtambua sehingga membentuk keterkaitan sosial ekonomi yang kuat;
4) Meningkatkan keterkaitan pengembangan antarkawasan (Kawasan Andalan dan
Kawasan Andalan Laut) untuk mengoptimalkan potensi wisata budaya dan wisata
alam, termasuk wisata bahari, dengan mengembangkan jalur wisata terpadu Bali-
Lombok-Komodo-Tana Toraja;
5) Menetapkan fokus spesialisasi penanganan komoditas unggulan termasuk
pemasarannya, yang berorientasi eksport, dengan mengutamakan pengelolaan
sumber daya alam terbarukan berdasarkan prinsip kemanfaatan bersama
antarwilayah, maupun antar kawasan;
6) Meningkatkan keberadaan Forum Kerjasama Daerah dan Forum Kerjasama Ekonomi
Internasional, baik secara bilateral dengan Australian dan Timor Leste, maupun
secara multilateral dalam konteks kerja sama ekonomi sub-regional;
7) Meningkatkan perlindungan kawasan konservasi nasional di Kepulauan Nusa
Tenggara khususnya konservasi laut agar kelestariannya terpelihara; serta

WP_ Kluster kewilayahan 15


TECHNICAL REPORT – TR.02

8) Mengelola kawasan perbatasan darat dengan Timor Leste dan kawasan perbatasan
laut dengan Timor Leste dan Australia sebagai “beranda depan” Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam rancangan Rencana Tata Ruang (RTR) Kepulauan Nusa Tenggara, pusat-pusat
pertumbuhan yang diklasifikasikan kedalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN) diarahkan untuk
menjadi pusat pertumbuhan wilayah nasional yang berorientasi pada upaya mendorong
perkembangan sektor produksi wilayah:
1. Mataram diarahkan untuk mendorong perkembangan sektor produksi pertanian
tanaman pangan dan hortikultura, tanaman tahunan, hasil hutan, perikanan tangkap,
wisata ecotourism, serta wisata bahari.
2. Kupang diarahkan untuk mendorong perkembangan sektor perdagangan, perikanan
tangkap, wisata ecotourism, industri pengolahan serta hasil pertambangan.
Arah kebijakan Infrastruktur untuk mendukung program: mengembangkan sistem
jaringan infrastruktur perhubungan multimoda yang terintegrasi, untuk meningkatkan
interkonektivitas antarkota, antarpulau, wilayah tertinggal, dan wilayah terpencil, serta untuk
mendukung percepatan dan perluasan pengembangan koridor ekonomi Bali - Nusa Tenggara.
Strategi Pengembangan :
1. Mengembangkan jaringan jalan lintas Nusa Tenggara.
2. Meningkatkan aksesibilitas pulau-pulau terpencil dan terdepan/terluar.
3. Mengembangkan jaringan transportasi penyeberangan antarpulau (pelabuhan).
4. Mengembangkan jaringan prasarana transportasi penyeberangan (pelabuhan) Lembar
dan Sape.
5. Mengembangkan jaringan prasarana transportasi penyeberangan (pelabuhan) Labuhan
Bajo, Waingapu, Sumba, dan Maropokot.
6. Mengembangkan jaringan prasarana pelabuhan laut sebagai Pelabuhan Nasional di
Lembar dan Bima.
7. Meningkatkan sarana tranportasi untuk melayani rute daerah tertinggal;

WP_ Kluster kewilayahan 16


TECHNICAL REPORT – TR.02

8. Mengembangkan perluasan jaringan listriknya baik terintegrasi maupun yang terisolasi


untuk meningkatkan jangkauan dan keandalan memastikan beroperasinya fasilitas
telekomunikasi Desa Berdering dan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK);
9. Memfasilitasi pengembangan e-government.
10. Meningkatkan sistem penyediaan air baku dan air minum, pembangunan prasarana banjir
dan pengamanan pantai serta pembangunan waduk; serta
11. Mengurangi dampak kejadian banjir dan abrasi pantai melalui pembangunan
sarana/prasarana.
Arah, strategi, dan isu-isu terkait Pengembangan Wilayah NTT Dengan memperhatikan
perluasan dan percepatan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat, maka pengembangan wilayah Nusa Tenggara diarahkan
untuk: mengembangkan kota-kota di wilayah pesisir; mengembangkan wilayah darat, laut,
pesisir, dan pulau-pulau kecil; meningkatkan aksesibilitas antara kota-kota pesisir yang
menghubungkan poros Aceh-Atambua; meningkatkan keterkaitan pengembangan
antarkawasan (Kawasan Andalan dan Kawasan Andalan Laut) untuk mengoptimalkan potensi
wisata budaya dan wisata alam; menetapkan fokus spesialisasi penanganan komoditas
unggulan;meningkatkan keberadaan Forum Kerjasama Daerah dan Forum Kerjasama Ekonomi
Internasional; meningkatkan perlindungan kawasan konservasi nasional di Kepulauan Nusa
Tenggara; serta mengelola kawasan perbatasan dengan Timor Leste dan Australia. Strateginya
untuk pengembangan wilayah di NTT, antara lain : pengembangan sentra produksi komoditas
unggulan melalui kebijakan cluster/sentra, Pengembangan pariwisata Pulau Komodo, danau
Kelimutu dan Taman Laut di wilayah Nusa Tenggara Timur, Pengembangan infrastruktur yang
dapat menghubungkan antarkota, pulau-pulau, wilayah tertinggal dan terpencil, Peningkatan
kualitas sumberdaya manusia, Pembangunan daerah tertinggal dan kawasan strategis
Sedangkan arah kebijakan Infrastruktur untuk mendukung program: mengembangkan sistem
jaringan infrastruktur perhubungan multimoda yang terintegrasi, untuk meningkatkan
interkonektivitas antarkota, antarpulau, wilayah tertinggal, dan wilayah terpencil, serta untuk
mendukung percepatan dan perluasan pengembangan koridor ekonomi Bali - Nusa Tenggara.
Isu-Isu terkait Penataan Ruang antara lain Perwujudan Struktur Ruang Wilayah (meliputi Sistem

WP_ Kluster kewilayahan 17


TECHNICAL REPORT – TR.02

Perkotaan Nasional, Sistem Jaringan Prasarana Transportasi, Sistem Jaringan Prasarana Energi,
dan Sistem Jaringan Prasarana Sumberdaya Air); Isu-Isu terkait Perwujudan Pola Ruang Wilayah
(meliputi Perwujudan Kawasan Lindung, Perwujudan Kawasan Andalan), dan isu-isu terkait
Perwujudan Kawasan Strategis.

V. REFERENSI
1) Program Manual Program Tahun 2016
2) RKAKL DIPA tahun 2016
3) TN Nomor : TN-03/ES1.1/ND/X/2016
4) TN Nomor : TN-04/ES1.1/ND/X/2016
5) TN Nomor : TN-05/ES1.1/ND/X/2016
6) PerPres 105 tahun 2015
7) Permenhub 171 tahun 2015
8) Permenhub 23 tahun 2015
9) Permenhub 51 tahun 2011
10) Dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan Pelaksanaan Program.
11) Badan Pusat Statistik, (2013-2015). Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota
di Nusatenggara Timur menurut lapangan usaha. Provinsi Nusatenggara Timur.
12) Miller. M.M, J.L. Gibson, & G.N. Wright, 1991, Location Quotient Basic Tool for
Economic Development Analysis, Economic Development Review, 9(2);65
13) Partovi, F. Y., (1994). Determining What to Bencmark: An Analytical HierarchyProcess
Approach, International Journal of Operations and Production Management, 14 (6), pp
55 –9.
14) Saaty, T.L,1991. ”Pengambilan keputusan bagi para Pemimpin, Proses; Hirarki Analitik
untuk Pengambilan Keputusan dalam situasi yang Kompleks”, Seri Manajemen no.134,
PPM, Jakarta.
15) Triatmodjo, B, 2009, Perencanaan Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta

WP_ Kluster kewilayahan 18

Anda mungkin juga menyukai