03 TR NTT
03 TR NTT
Nomor: TR-03/L1/ND/XI/2016
WORK PACKAGE
WP 2 – Kluster kewilayahan
TECHNICAL REPORT
PROGRAM
Inovasi Teknologi Rekayasa Industri Maritim
Dr. Aprijanto, ST., M.Si. Ir. Muh. Alfan Santoso, MT . Ir. Muh. Alfan Santoso, MT .
Tanggal : Tanggal: Tanggal :
I. PENGANTAR
1
Pengembangan Kawasan Pertumbuhan Ekonomi perlu didukung ketersediaan
infrastruktur industri dan industri Penunjang. Infrastruktur Industri ini menurut UU No.24
tahun 2014 meliputi infrastruktur jaringan Energi dan Kelistrikan, jaringan telekomunikasi,
jaringan sumber daya air dan jaminan pasokan air baku, sanitasi dan jaringan transportasi.
Dari hasil Penelusuran data PDRB sektor Industri Pengolahan, Pertambangan dan Pariwisata
merupakan sektor yang memiliki kontribusi yang dominan. Kawasan yang akan
dikembangkan dewasa ini antara lain adalah Kawasan Natuna dan Kawasan Maluku
Tenggara Barat ( Masela ) dan Nusa Tenggara Timur dimana kedua kawasan pertumbuhan
akan di dominasi kegiatan industri Pengolahan dan Pertambangan yang di support oleh
industry lain. Keberhasilan aktivitas kegiatan ekonomi pada kawasan pertumbuhan ekonomi
tersebut diperlukan system konektivitas dan infrastruktur untuk mendukung kelancaran
pergerakan bahan baku dan barang jadi.
Proses logistik merupakan bagian dari manajemen rantai pasok ( suplay chain ) yang
terhubung dengan segala hal pembelian dan kontrol dari jasa perpindahan Bisnis logitik
adalah merupakan bagian dari proses supply chain yang berfungsi untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengendalikan keefisienan dan keefektifan penyimpanan dan aliran
barang, pelayanan dan informasi terkait dari titik permulaan (point of origin) hingga titik
konsumsi (point of consumption) dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para
pelanggan (Coyle, John J, et.al). Logistik juga disebut sebagai strategi mengelola dan
pengadaan, pergerakan dan penyimpanan bahan baku, suku cadang dan persediaan produk
jadi (finished good) serta arus informasi yang terkait dalam proses tersebut, melalui
organisasi dan saluran pemasaran sehingga dapat memaksimalkan keutungan bagi
perusahaan baik saat ini dan masa yang kan datang dengan biaya yang seefektif mungkin.
Logistik adalah bagian dari rantai pasok (supply chain) yang menangani arus barang, arus
informasi dan arus uang melalui proses pengadaan (procurement), penyimpanan
(warehousing), transportasi (transportation), distribusi (distribution), dan pelayanan
pengantaran (delivery services) sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat
yang dikehendaki konsumen, secara aman, efektif dan efisien, mulai dari titik asal (point of
origin) sampai dengan titik tujuan (point of destination). Pada dasarnya obyek logistik tidak
terbatas pada logistik barang, namun mencakup pula logistik penumpang, logistik bencana,
dan logistik militer (pertahanan keamanan), sedangkan aktivitas pokok logistik meliputi
pengadaan, produksi, pergudangan, distribusi, transportasi, dan pengantaran barang yang
2
dilakukan oleh setiap pelaku bisnis dan industri baik pada sektor primer, sekunder maupun
tersier dalam rangka menunjang kegiatan operasionalnya.
Permasalahan yang ada dalam operasional konektivitas dengan angkutan laut adalah
ketidakseimbangan muatan antara barat dan timur , dan in efiseiensi dalam rantai
transportasi laut , ketidak effisienan ini akan mengakibatkan biaya yang harus di bayar oleh
pengguna akhir akibat dari idle capacity dari peralatan dalam rantai transportasi. Ketidak
efisienan ini disebabkan karena banyak faktor , disamping jumlah barang yang kurang
memenuhi ukuran ekonomis juga di akibatkan oleh banyaknya instansi yang terlibat dan
utilisasi dari peralatan dalam proses rantai pasok. Untuk mengatasi hal tersebut diatas maka
dikembangkan system jaringan Pelabuhan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan
derajat konentivitas. Permasalahan ini digambarkan dalam hubungan kausalitas oleh para
peneliti dari ABO AKADEMI UNIVERSITY yang ditunjukkan dengan gambar berikut :
3
pengembangan system logistik yang dinamis dan terintegrasi. Penggambaran
pelabuhan yang mendukung system logistic yang dinamis dan terintegrasi ,
merupakan turunan dari work Station ( WS ), dimana arus input berupa material ,
jenis kendaraan angkut, gudang penumpukan dan lain sebagainya.Sedangkan Output
terdiri atas barang jadi dan juga inventory/persediaan (bisa berupa WIP maupun
inventori barang jadi). Sedangkan mekanisme yang ada di dalam sistem ini adalah
kapal, dermaga, Peralatan bongkar muat , operator dan juga tempat penampung
inventori ( tempat penumpukan ) ataupun WIP. Yang menjadi pengontrol dalam
sistem ini adalah mekanisme pengontrolan, yaitu mekanisme kanban dan conWIP,
waktu Bongkar dan Muat kapal dan juga mekanisme pengantaran barang, yaitu FIFO
(First-In-First-Out) atau FCFS (First-Come-First-Serve). Untuk pengembangan
pelabuhan dengan berfungsi seperti itu, maka dikembangkan di daerah Provinsi Nusa
Tenggara Timur sebagai salah satu pusat destinasi wisata baru dan sekaligus menjadi
salah satu sentra industri peternakan , komoditas pertambangan dan indutri
pengolahan, sangat membutuhkan kehadiran pelabuhan yang mampu beroperasi
selama 1 tahun tanpa berhenti.
4
II. TUJUAN
1. Peningkatan utilisasi fasilitas serta kinerja operasional pelayanan pelabuhan-
pelabuhan utama pada koridor Nusa Tenggara Timur dalam mendukung
konektivitas tol laut.
2. Peningkatan peran pelabuhan-pelabuhan utama dalam jaringan trayek nasional dan
keterkaitannya dengan pelabuhan-pelabuhan feeder dalam skema jaringan rantai
Pasok
3. Rumusan strategi pengembangan pelabuhan-pelabuhan utama dan konsep tatanan
jaringan transportasi laut pada koridor Nusa Tenggara Timur sehingga mampu
meningkatkan aksesibilitas pengelolaan Rantai Pasok
III. KEGIATAN WP
1. Melakukan analisis hinterland di koridor Nusa Tenggara Timur dalam mendukung
konektivitas tol laut, dengan Analisa location qoatient.
2. Melakukan analisis hinterland di koridor Nusa Tenggara Timur dalam mendukung
konektivitas tol laut, dengan Analisa shift -share.
5
1) Kluster pulau yang terdiri dari Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai
Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka dan Flores Timur;
2) Kluster pulau, terdiri Kabupaten Lembata;
3) Kluster pulau terdiri Kabupaten Alor;
4) Kluster pulau terdiri Kabupaten Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, Timor Tengah
Selatan, Kupang dan Kota Kupang;
5) Kluster pulau terdiri Kabupaten Rote Ndao;
6) Kluster pulau terdiri Kabupaten Sabu Raijua;
7) Kluster pulau terdiri Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Baratdaya dan
Sumba Barat.
Penetapan kawasan andalan yang diharapkan menjadi penggerak perekonomian
wilayah dengan ciri kawasan yang lebih cepat tumbuh dibandingkan daerah lainnya
nampaknya belum bisa optimal. Pengaturan Satuan Wilayah Pertumbuhan (SWP) di
Provinsi Nusa Tenggara Timur ditunjukkan dengan Gambar 4.1. Peta dibawah ini.
Gambar 4.1. Peta Pembagian Satuan Wilayah Pertumbuhan (SWP) di Prov. Nusatenggara Timur
berdasarkan Letak Geografis Gugus Pulau.
6
Penentuan Pertumbuhan dan Pusat Pertumbuhan di Nusatenggara Timur
digunakan pendekatan Analisis Tipologi Klassen , Tipologi Klassen pada dasarnya membagi
daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan
pendapatan per kapita daerah. Dalam studi ini pertumbuhan ekonomi daerah diukur
dengan pertumbuhan PDRB, sedangkan pendapatan per kapita daerah diukur dengan PDRB
per kapita. Daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu daerah cepat
maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high
income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan
daerah relatif tertinggal ( low growth and low income).
Ada tiga kondisi yang dapat dicirikan dalam perhitungan dengan metode LQ pada suatu
wilayah, yaitu:
Jika nilai LQ > 1, menunjukkan sektor tersebut disamping dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri, juga memberikan peluang untuk diekspor ke wilayah lainnya. Dapat dikatakan pula
bahwa wilayah tersebut terspesialisasi pada sektor yang bersangkutan (sektor tersebut
merupakan sektor basis).
Jika nilai LQ = 1, menunjukkan sektor tersebut hanya dapat memenuhi kebutuhan wilayah itu
sendiri. Atau dengan kata lain, sektor yang bersangkutan di daerah tersebut memiliki tingkat
spesialisasi yang sama dibandingkan dengan sektor yang sama pada wilayah nasional.
7
Jika nilai LQ < 1, menunjukkan bahwa sektor tersebut tidak cukup memenuhi kebutuhan
wilayahnya sendiri, sehingga wilayah tersebut harus mengimpor dari wilayah lain. Dapat
dikatakan juga bahwa wilayah tersebut tidak terspesialisasi pada sektor yang bersangkutan
(sektor tersebut merupakan sektor non basis)
Pengembangan pelabuhan, keberhasilannya akan sangat tergantung dari volume
barang yang akan melalui pelabuhan tersebut, yaitu volume barang yang diperkirakan akan
memanfaatkan fasilitas pelabuhan. Perkiraan arus muatan akan dipengaruhi oleh volume
pertumbuhan tiap-tiap komoditas dan total pertumbuhan arus barang sesuai kondisi
pengiriman barang ekspor/muat ataupun impor/bongkar. Untuk mendapatkan gambaran
yang lebih jelas dan dengan mempertimbangkan kondisi pasar yang ada, maka jenis barang
yang akan dilakukan evaluasi adalah mencakup semua potensi barang/komoditas yang
keluar masuk kawasan hinterland. Untuk kajian ini wilayah pembagian untuk lokasi yang
diusulkan sebagai pelabuhan short sea shipping mengacu kepada sistem pembagian
dengan masing-masing akan dianalisis dan diarahkan sistem kewilayahan daya dukung
komoditas untuk menopang di tiap pengelompokan hinterland yang mendukung
keberlangsungan pengembangan pelabuhan short sea shipping yang terdekat. Oleh karena
itu sebagai dasar penentuan daya dukung komoditas yang digunakan dalam perhitungan
analisis menggunakan data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah tahun
2013- tahun 2014, akan tetapi komoditas yang digunakan hanya mencakup 7 (tujuh)
komoditas utamanya. Analisis LQ di kajian ini dilakukan pengelompokan
kewilayahan sangatlah penting dilakukan sebagai pertimbangan utama untuk meninjau
keberlanjutan (sustainable) keberadaan maupun pengembangan pelabuhan dengan
mempertimbangkan kondisi hinterland sebagai penyangga utama komoditas kewilayahan
masing-masing pelabuhan, dengan keperluan praktis kemudahan akses dan kedekatan ke
pengangkutan transportasi darat menuju pelabuhan yang disanggah komoditasnya yang
akan dikirim keluar atau masuk di pengelompokan wilayah hinterland pelabuhan tersebut.
Berdasarkan data PDRB dilakukan analisis Location Quotient (LQ) untuk
menentukan apakah komoditas di kelompok kewilayahan yang mendukung masing
pelabuhan bersifat sebagai daerah basis, perlu memasukkan komoditas atau mengirimkan
komoditas ke daerah lainnya. Sebagai gambaran jelas hasil hitungan LQ masing-masing
kelompok kewilayahan tahun 2013 sampai tahun 2015, beserta kondisi sebaran pelabuhan
8
eksisting dan nama pelabuhannya (berdasar profil dan kinerja perhubungan darat 2014,
kementerian Perhubungan) yang mendukung untuk keberlanjutan suatu pelabuhan
berdasar daya dukung wilayahnya dapat dilihat pada Tabel 4.4. hingga Tabel 4.6.
9
Tabel 4.4. Hasil Analisis Analisis Location Quotient (LQ) Tahun 2013
Cluster Wilayah 1
Total PDRB Manggarai Manggarai
Komoditas tiap sektor Manggarai Ngada Nagekeo Ende Sikka Flores Timur
Semua cluster Barat Timur
10
Lanjutan Tabel 4.4
Cluster Wilayah Cluster Wilayah
2 3 Cluster Wilayah 4
Total PDRB Timor Tengah Timor Tengah
Komoditas tiap sektor Lembata Alor Belu Malaka Kupang Kota Kupang
Semua Utara Selatan
cluster
Industri Pengolahan 645.266,12 1.886,80 21.993,20 23.848,50 23.577,40 22.476,44 26.199,91 68.098,96 182.654,30
Pertanian 14.220.814,9 308.974,85 316.699,90 531.330,20 597.399,90 982.859,49 1.684.978,20 1.570.264,62 264.655,00
Konstruksi/Bangunan 5.108.806,60 54.735,52 151.953,20 158.984,80 155.271,10 226.891,54 273.726,98 428.589,71 1.834.624,00
Pengangkutan&Komunikasi 2.591.354,38 25.244,48 82.900,30 103.041,40 88.374,20 120.172,40 61.527,08 201.743,50 846.483,90
Pertambangan&Penggalian 725.842,43 3.998,41 24.120,40 77.596,10 14.566,40 40.231,74 70.616,35 76.030,36 12.857,30
Penyediaan Akomodasi Dan Makan 298.786,16 1.936,55 6.507,30 7.351,60 1.329,20 13.404,04 3.343,93 4.495,48 188.627,80
Minum
Total 29.310.835,7 452.721,19 784.340,50 1.159.879,00 932.931,30 1.496.901,45 2.369.973,19 2.806.225,34 5.093.229,50
Industri Pengolahan 4
LQ 0,18931472 1,273717517 0,933980312 1,147983342 0,682061687 0,50216415 1,102318957 1,629018415
Pertanian, Kehutanan & Perikanan LQ 1,4066823 0,832236963 0,944181596 1,31983365 1,353324492 1,465394538 1,153331142 0,107100272
Perdagangan Besar& Eceran LQ 0,633230786 1,177073287 1,138625872 0,287888959 0,311058498 0,539637921 0,834509066 1,774085256
Transportasi & Pergudangan LQ 0,630720577 1,195509012 1,004848198 1,071463113 0,908056598 0,293646118 0,813164484 1,87986581
11
Lanjutan Tabel 4.4.
Cluster Cluster
Cluster Wilayah 7
wilayah 5 wilayah 6
Total PDRB Sumba Barat
Komoditas tiap sektor Rote Ndao Saibu Raijua Sumba Timur Sumba Tengah Sumba Barat
Semua cluster Daya
Perdagangan, Hotel & Restoran 5.719.965,06 113.316,00 87.809,53 441.783,70 26.199,10 180.827,90 182,36
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum 298.786,16 2.465,20 1.632,39 7.038,50 669,00 3.515,80 0,52
Pertanian, Kehutanan & Perikanan LQ 1,482935657 1,265076511 0,859892194 1,581905381 1,006656263 1,478966895
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum LQ 0,25391322 0,337626737 0,390303993 0,214644752 0,571119138 0,04568048
12
Tabel 4.5. Hasil Analisis Analisis Location Quotient (LQ) Tahun 2014
Cluster Wilayah 1
Total PDRB Manggarai Manggarai
Komoditas tiap sektor Manggarai Ngada Nagekeo Ende Sikka Flores Timur
Semua cluster Barat Timur
13
Lanjutan Tabel 45.
Cluster Wilayah Cluster Wilayah
2 3 Cluster Wilayah 4
Total PDRB Timor Tengah Timor Tengah
Komoditas tiap sektor Lembata Alor Belu Malaka Kupang Kota Kupang
Semua Utara Selatan
cluster
Industri Pengolahan 674.897,59 1.949,01 22.965,20 25.053,90 24.769,10 23.705,73 27.082,09 72.332,99 191.126,80
Pertanian 14.663.663,6 317.667,52 325.801,10 546.210,70 614.701,60 1.018.414,43 1.732.212,37 1.630.305,32 279.088,60
Konstruksi/Bangunan 5.385.223,38 58.011,80 158.993,00 168.335,30 164.487,70 236.812,49 290.313,01 453.836,66 1.943.105,10
Pengangkutan&Komunikasi 2.750.344,77 27.276,91 87.453,50 109.700,90 94.127,40 127.774,28 63.333,07 213.938,58 910.019,90
Pertambangan&Penggalian 766.429,59 4.192,77 25.434,00 81.913,30 15.500,70 42.081,70 73.520,58 81.374,89 13.263,70
Penyediaan Akomodasi Dan Makan
318.276,36 2.037,44 6.724,50 7.887,90 1.432,70 14.576,17 3.488,09 4.925,33 199.874,30
Minum
Total 30.591.104,3 470.025,12 817.482,30 1.210.381,00 971.180,20 1.559.396,36 2.450.397,30 2.946.549,02 5.380.549,10
Industri Pengolahan LQ 0 0,187953439 1,273353983 0,938232601 1,15602622 0,689055328 0,500959883 1,112704962 1,610097839
Pertanian, Kehutanan & Perikanan LQ 1,409952261 0,831432224 0,941435933 1,32043549 1,362450375 1,474746231 1,154271413 0,108210191
Perdagangan Besar& Eceran LQ 0,635378491 1,179351721 1,136602312 0,293257731 0,312299957 0,539012862 0,843045125 1,738062644
Transportasi & Pergudangan LQ 0,645479001 1,189890106 1,008082578 1,078013649 0,911370449 0,287476303 0,807576095 1,881188464
14
Lanjutan Tabel 4.5.
Cluster Cluster
Cluster Wilayah 7
wilayah 5 wilayah 6
Total PDRB Sumba Barat
Komoditas tiap sektor Rote Ndao Saibu Raijua Sumba Timur Sumba Tengah Sumba Barat
Semua cluster Daya
Perdagangan, Hotel & Restoran 6.032.268,97 118.854,70 94.192,38 473.213,10 26.020,20 191.337,90 194,64
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum 318.276,36 2.534,00 2.411,26 7.558,20 683,50 3.737,70 0,55
Pertanian, Kehutanan & Perikanan LQ 1,498349383 1,238186519 0,855292586 1,59622824 1,00471037 1,477358134
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum LQ 0,244527698 0,46443362 0,395528652 0,209547491 0,570252425 0,045930059
15
Tabel 4.6. Hasil Analisis Analisis Location Quotient (LQ) Tahun 2015
Cluster Wilayah 1
Total PDRB Manggarai Manggarai
Komoditas tiap sektor Manggarai Ngada Nagekeo Ende Sikka Flores Timur
Semua cluster Barat Timur
Industri Pengolahan 636.108,52 8.071,30 10.381,60 8.518,40 30.109,70 21.019,20 49.797,80 46.318,00 28.796,24
Pertanian 15.121.006,98 798.839,20 571.890,10 722.805,50 677.360,40 626.613,20 904.607,90 957.456,00 797.145,47
Perdagangan, Hotel & Restoran 6.360.067,65 176.433,50 223.064,60 172.234,00 245.854,10 62.116,20 551.149,00 289.878,00 232.852,22
Konstruksi/Bangunan 5.666.400,98 209.402,60 329.277,50 79.614,40 2.325,20 56.973,30 350.183,40 150.914,00 167.816,81
Pengangkutan&Komunikasi 2.915.255,18 78.646,20 86.271,20 11.479,00 159.540,90 33.600,50 222.184,00 159.617,00 166.074,33
Pertambangan&Penggalian 764.278,34 33.458,40 84.214,80 85.403,60 30.109,70 8.595,10 48.235,00 35.938,00 27.916,77
Penyediaan Akomodasi dan Makan
338.901,31 10.867,50 10.536,10 1.591,80 8.493,90 1.606,70 10.427,20 18.873,00 2.456,59
Minum
Total 31.802.018,96 1.315.718,70 1.315.635,90 1.081.646,70 1.153.793,90 810.524,20 2.136.584,30 1.658.994,00 1.423.058,43
Industri Pengolahan LQ 0,30669304 0,394504586 0,393727799 1,304672984 1,296503448 1,165235221 1,395816933 1,011664549
Pertanian, Kehutanan & Perikanan LQ 1,276939435 0,914220259 1,405432516 1,234711642 1,625951292 0,890459808 1,213802389 1,1781181
Perdagangan Besar& Eceran LQ 0,6705188 0,84778923 0,796207777 1,065472325 0,383205603 1,289858138 0,873702137 0,818183294
Konstruksi/Bangunan LQ 0,893236396 1,404668128 0,413098469 0,011310439 0,394505241 0,919862492 0,510542738 0,661850829
Transportasi & Pergudangan LQ 0,652067887 0,715332966 0,115770189 1,508418727 0,452228439 1,134412138 1,049572505 1,273086442
Pertambangan&Penggalian LQ 1,05814519 2,66351929 3,285442635 1,08587874 0,441253424 0,939388827 0,901388949 0,816292068
Penyediaan Akomodasi Dan Makan
Minum LQ 0,775082705 0,751494165 0,138097086 0,690812758 0,186015979 0,457961654 1,067523807 0,161991189
Nama Pelabuhan Eksisting
p.komodo Pel. Aimere Pel. Marapokot Pel. Nangakeo Pel. Larantuka
pel.labuan Pel Ende (bung
bajo karno) Pel. Waiwerang
pel.labuan
bajo Pel. Solor
16
Lanjutan Tabel 4.6.
Cluster Wilayah Cluster Wilayah
2 3 Cluster Wilayah 4
Total PDRB Timor Tengah Timor Tengah
Komoditas tiap sektor Lembata Alor Belu Malaka Kupang Kota Kupang
Semua Utara Selatan
cluster
Industri Pengolahan 636.108,52 2.044,28 23.911,70 26.264,40 25.924,50 25.015,83 27.904,33 6.672,60 200.494,60
Pertanian 15.121.006,9 328.892,96 334.722,80 564.667,80 635.630,20 1.056.025,01 1780731,13 1.693.248,43 293.391,30
8
Perdagangan, Hotel & Restoran 6.360.067,65 63.141,71 202.248,10 285.443,60 60.025,50 101.499,54 272.889,84 522.296,48 1.938.853,40
Konstruksi/Bangunan 5.666.400,98 61.053,94 166.615,90 178.120,40 173.185,70 247.384,67 309.956,13 468.858,93 2.063.869,10
Pengangkutan&Komunikasi 2.915.255,18 29.190,20 92021,1 116.606,90 99.096,50 135.902,21 65.277,80 229.169,64 971.814,70
Pertambangan&Penggalian 764.278,34 4.445,53 26.639,40 86.155,70 16.387,90 4.398,59 76.603,12 85.667,87 13.704,70
Penyediaan Akomodasi Dan Makan
Minum 338.901,31 2.185,83 6.926,40 8.439,20 1.540,10 15.881,77 3.648,82 5.382,81 211.192,40
Total 31.802.018,9 490.954,45 853.085,40 1.265.698,00 1.011.790,40 1.586.107,62 2.537.011,17 3.011.296,76 5.693.320,20
6
Industri Pengolahan LQ 0,208172165 1,40133324 1,037434938 1,280982846 0,788507348 0,549886047 0,110780932 1,760599402
Pertanian, Kehutanan & Perikanan LQ 1,408923312 0,825214337 0,93828961 1,321258965 1,400282078 1,476216142 1,182608791 0,10838161
Perdagangan Besar& Eceran LQ 0,643084579 1,185454523 1,127672977 0,29664579 0,319981139 0,537846002 0,867274344 1,702834027
Konstruksi/Bangunan LQ 0,697942883 1,096153367 0,789825145 0,960658131 0,875361659 0,685685931 0,873848255 2,0345292
Transportasi & Pergudangan LQ 0,648595582 1,176719709 1,005014372 1,068429518 0,934699443 0,28068632 0,830197922 1,862069861
Pertambangan&Penggalian LQ 0,376777955 1,299376686 2,83241615 0,673962746 0,115394198 1,256397952 1,183770608 0,10016294
Penyediaan Akomodasi Dan Makan
Minum LQ 0,417788639 0,761897421 0,625680515 0,142836701 0,939610141 0,134962 0,167740116 3,480920626
17
Lanjutan Tabel 4.6.
Cluster Cluster
Cluster Wilayah 7
wilayah 5 wilayah 6
Total PDRB Sumba Barat
Komoditas tiap sektor Rote Ndao Saibu Raijua Sumba Timur Sumba Tengah Sumba Barat
Semua cluster Daya
Perdagangan, Hotel & Restoran 6.360.067,65 125.877,50 100.715,54 504.976,50 25.842,60 202.463,80 211,92
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum 338.901,31 2.603,10 3.485,02 8.088,30 700,50 3.973,70 0,57
18
Berdasarkan tabel hasil analisis LQ Tahun 2013 untuk Tabel 4.4. sebagai berikut :
g. Komoditas Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, yang menunjukkan sektor tersebut
disamping dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, juga memberikan peluang untuk diekspor
ke wilayah lainnya. Khusus komoditas Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum berdasar
analisis LQ yang memenuhi syarat nilai lebih besar (>) dari 1 hanya di wilayah Kota Kupang
sebesar 3,633123647.
Berdasarkan tabel hasil analisis LQ Tahun 2014 untuk Tabel 4.5. sebagai berikut :
lainnya antara lain Kota Kupang, Kabupaten Ngada, Flores Timur, Alor, Ende, Malaka, Sikka
dan Belu dengan nilai tertinggi komoditas tersebut di wilayah Kota Kupang, yaitu
1,881188464 mengalami peningkatan nilai dari tahun 2013.
f. Komoditas Pertambangan & Penggalian, yang menunjukkan sektor tersebut disamping dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri, juga memberikan peluang untuk diekspor ke wilayah
lainnya, antara lain Kabupaten Manggarai Timur, Sumba Tengah, Belu, Manggarai, Alor,
Timor Tengah Selatan, Kupang, Timor Tengah Utara, Ngada dan Manggarai Barat, dengan
nilai tertinggi komoditas tersebut di wilayah Kabupaten Manggarai Timur, yaitu 3,151473354
mengalami peningkatan nilai dari tahun 2013.
g. Komoditas Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, yang menunjukkan sektor tersebut
disamping dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, juga memberikan peluang untuk diekspor
ke wilayah lainnya, adalah Kota Kupang dan Kabupaten Sikka dengan nilai tertinggi
komoditas tersebut di wilayah Kota Kupang, yaitu 3,570434983 mengalami peningkatan nilai
dari tahun 2013.
Berdasarkan tabel hasil analisis LQ Tahun 2015 untuk Tabel 4.6. sebagai berikut :
wilayah lainnya antara lain Kota Kupang, Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur, Ende, Alor,
Belu, Ngada dan Saibu Raijua dengan nilai tertinggi komoditas tersebut di wilayah Kota
Kupang, yaitu 1,702834027 mengalami penurunan nilai dari tahun 2014.
d. Komoditas Konstruksi/Bangunan, yang menunjukkan sektor tersebut disamping dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri, juga memberikan peluang untuk diekspor ke wilayah
lainnya antara lain Kota Kupang. Kabupaten Manggarai, Sumba Timur, Alor, Malaka, Ende,
Timor Tengah Utara dan Kab. Kupang dengan nilai tertinggi komoditas tersebut di wilayah
Kota Kupang, yaitu 2,0345292 mengalami penurunan nilai dari tahun 2014.
e. Komoditas Pengangkutan & Komunikasi, yang menunjukkan sektor tersebut disamping dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri, juga memberikan peluang untuk diekspor ke wilayah
lainnya antara lain Kota Kupang, Kabupaten Ngada, Flores Timur, Alor, Ende, Malaka, Sikka
dan Belu dengan nilai tertinggi komoditas tersebut di wilayah Kota Kupang, yaitu
1,862069861 mengalami penurunan nilai dari tahun 2014.
f. Komoditas Pertambangan & Penggalian, yang menunjukkan sektor tersebut disamping dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri, juga memberikan peluang untuk diekspor ke wilayah
lainnya, antara lain Kabupaten Manggarai Timur, Sumba Tengah, Belu, Manggarai, Alor dan
Timor Tengah Selatan, dengan nilai tertinggi komoditas tersebut di wilayah Kabupaten
Manggarai Timur, yaitu 3,285442635 mengalami peningkatan nilai dari tahun 2014.
g. Komoditas Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, yang menunjukkan sektor tersebut
disamping dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, juga memberikan peluang untuk diekspor
ke wilayah lainnya, adalah Kota Kupang dan Kabupaten Sikka dengan nilai tertinggi
komoditas tersebut di wilayah Kota Kupang, yaitu 3,480920626 mengalami penurunan nilai
dari tahun 2014.
Kajian analisis berikutnya adalah melakukan analisis LQ untuk meninjau komoditas yang
sesuai sebagai pertimbangan keberlanjutan (sustainable) keberadaan maupun pengembangan
masing-masing pelabuhan yang telah didukung oleh kelompok hinterland dengan
mempertimbangkan kemudahan akses dan jarak terdekat menuju dan keluar pelabuhan di
wilayah yang didukung oleh hinterland tersebut
a. Kluster pulau yang terdiri dari Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur,
Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka dan Flores Timur yang didukung oleh keberadaan pelabuhan
eksisting yang ada yaitu Pelabuhan Komodo sebagai pelabuhan komersil dalam provinsi dan
Pelabuhan Labuan Bajo sebagai pelabuhan komersil antar provinsi di Kab. Manggarai Barat;
Pelabuhan Aimere sebagai pelabuhan perintis dalam provinsi di Kab. Ngada; Pelabuhan
Marapokot sebagai pelabuhan perintis dalam provinsi di Kab. Nagekeo; Pelabuhan Nagakeo
dan Pelabuhan Ende/Bung Karno sebagai pelabuhan perintis dalam provinsi di Kab. Ende;
Pelabuhan Larantuka, Pelabuhan Waiwerang dan Pelabuhan Solor sebagai pelabuhan
perintis dalam provinsi di Kab. Flores Timur dapat dipertimbangkan berdasarkan nilai tinggi
LQ untuk pintu keluar masuk komoditas pertanian, konstruksi/bangunan,
transportasi/pergudangan, pertambangan/penggalian dan penyediaan akomodasi dan
minuman yang mendukun sektor pariwisata.
b. Kluster pulau, terdiri Kabupaten Lembata; yang didukung oleh keberadaan pelabuhan
eksisting yang ada yaitu Pelabuhan Lewoloba dan Pelabuhan Balauring kemungkinan dapat
dikembangkan sebagai pelabuhan perintis dalam provinsi untuk komoditas pertanian
c. Kluster pulau terdiri Kabupaten Alor; yang didukung oleh keberadaan pelabuhan eksisting
yang ada yaitu Pelabuhan Kalabahi sebagai pelabuhan komersil dalam provinsi dan
Pelabuhan Baranusa sebagai pelabuhan perintis dalam provinsi kemungkinan dapat
dikembangkan sebagai pelabuhan untuk komoditas industri pengolahan.
d. Kluster pulau terdiri Kabupaten Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan,
Kupang dan Kota Kupang; yang didukung oleh keberadaan pelabuhan eksisting yang ada
yaitu Pelabuhan Teluk Gurita sebagai pelabuhan perintis antar provinsi di Kab. Belu;
Pelabuhan Bolok sebagai pelabuhan komersil dalam provinsi dan Pelabuhan Hansisi sebagai
pelabuhan perintis dalam provinsi di Kab. Kupang, dapat dipertimbangkan berdasarkan nilai
tinggi LQ untuk pintu keluar masuk komoditas industri pengolahan, pertanian, perdagangan,
konstruksi/bangunan, transportasi/pergudangan, pertambangan/penggalian dan penyediaan
akomodasi dan minuman yang mendukun sektor pariwisata.
e. Kluster pulau terdiri Kabupaten Rote Ndao; yang didukung oleh keberadaan pelabuhan
eksisting yang ada yaitu Pelabuhan Rote sebagai pelabuhan komersil dalam provinsi dan
Pelabuhan Pantai Baru sebagai pelabuhan perintis dalam provinsi, kemungkinan dapat
dikembangkan sebagai pelabuhan untuk komoditas pertanian.
f. Kluster pulau terdiri Kabupaten Sabu Raijua; yang didukung oleh keberadaan pelabuhan
eksisting yang ada yaitu Pelabuhan Seba sebagai pelabuhan perintis dalam provinsi,
kemungkinan dapat dikembangkan sebagai pelabuhan perintis untuk komoditas pertanian
g. Kluster pulau terdiri Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Baratdaya dan Sumba
Barat. yang didukung oleh keberadaan pelabuhan eksisting yang ada yaitu Pelabuhan
Waingapu sebagai pelabuhan perintis dalam provinsi di Kab. Sumba Timur dan Pelabuhan
Waikelo sebagai pelabuhan komersil antar provinsi di Kab. Sumba Barat Daya, dengan
komoditas industri pengolahan, pertanian, perdagangan, konstruksi/bangunan dan
pertambangan/penggalian
Lebih jelasnya gambaran posisi pelabuhan dan hinterland berdasarkan pembagian
pengelompokan kewilayahan sebagai pertimbangan utama untuk meninjau keberlanjutan
(sustainable) keberadaan maupun pengembangan pelabuhan dengan mempertimbangkan
kondisi hinterland sebagai penyangga utama komoditas kewilayahan masing-masing pelabuhan,
dengan keperluan praktis kemudahan akses dan kedekatan ke pengangkutan transportasi darat
menuju pelabuhan yang disanggah komoditasnya yang akan dikirim keluar atau masuk di
pengelompokan wilayah hinterland pelabuhan tersebut, dapat dilihat pada Gambar 4.2. Peta
Jaringan Pelabuhan di Prov. Nusatenggara Timur dan Sekitarnya.
Tabel 4.7. Perubahan PDRB di Provinsi NTT Selama Tahun 2013 sampai 2014 PDRB Atas Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha
24,179,412.16−9,188,860.62
𝑅𝑎 = 9,188,860.62
= 1.63138306
𝑌 ′ 𝑖.−𝑌𝑖.
𝑅𝑖 = 𝑌𝑖.
Keterangan:
Y’i. : produksi/kesempatan kerja(provinsi) dari sektor i pada tahun akhir analisis
Yi. : produksi kesempatan kerja (provinsi) dari sektor i pada tahun dasar analisis
Sektor pertanian:
9,553,184.31−3,984,258.11
𝑅𝑖 = 3,984,258.11
=1.397732
Tabel 4.8. Tabel Rasio Produksi Kesempatan Kerja (Provinsi) dari Sektor i
Lapangan Usaha Ri
Pertanian 1.397732
Pertambangan dan galian 1.242507
Industri Pengolahan 1.582166
Listrik, gas, dan air bersih 1.702192
Bangunan 1.352715
Perdagangan, hotel, dan restoran 1.591795
Pengangkutan dan komunikasi 1.710116
Keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan 2.664288
Jasa-jasa 2.132955
𝑌 ′ 𝑖𝑗−𝑌𝑖𝑗
𝑟𝑖 = 𝑌𝑖𝑗
Keterangan:
Y’ij : produksi/kesempatan kerja(provinsi) dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir
analisis
Yij : produksi kesempatan kerja (provinsi) dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar
analisis
Sektor pertanian:
823,589.27−457,972.64
𝑟𝑖 = = 823,589.27
457,972.64
Tabel 4. 9. Tabel Rasio Produksi Kesempatan Kerja (Provinsi) dari Sektor i pada wilayah j
Lapangan Usaha ri
Pertanian 0.798337
Pertambangan dan galian 1.906853
Industri Pengolahan 2.517521
Listrik, gas, dan air bersih 1.370955
Bangunan 2.175774
Perdagangan, hotel, dan restoran 1.75135
Pengangkutan dan komunikasi 2.285418
Keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan 2.778674
Jasa-jasa 3.222687
Keterangan:
PNij: komponen pertumbuhan nasional sektor i untuk wilayah j
Yij : produksi/kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis
Tabel 4.10. Nilai Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) di NTT Tahun 2013-2014
Analisis:
a. Sektor ekonomi dengan peningkatan kontribusi PN terbesar adalah pertanian. Hal ini
mengindikasikan bahwa sektor pertanian sangat berpengaruh terhadap perubahan
kebijakan nasional, yang berarti bahwa apabila terjadi perubahan kebijakan nasional
maka kontribusi sektor pertanian beserta subsektornya akan mengalami perubahan.
b. Sektor ekonomi dengan peningkatan kontribusi PN terkecil adalah sektor listrik, gas, dan
air bersih. Hal ini berrati bahwa sektor listrik, air, dan gas air bersih tidak memiliki
pengaruh yang besar terhadap perubahan kebijakan nasional.
Komponen Pertumbuhan Proporsional
PPij = (Ri-Ra) Yij
Keterangan:
PPij : komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah j
Yij : produksi/kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis
Tabel 4.11. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di NTT Tahun 2013-2014
Lapangan Usaha PPij Persen
Analisis:
a. Sektor yang memiliki pertumbuhan yang cepat (PPij > 0) adalah sektor listrik, gas, dan air
bersih; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa.
b. Sektor yang memiliki pertumbuhan yang lambat (PPij < 0) adalah sektor pertanian; sektor
pertambangan dan galian; sektor industri pengolahan; sektor bangunan; dan sektor
pengangkutan dan komunikasi.
Keterangan:
PPWij : komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah j
Yij : produksi/kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis
Tabel 4.12. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di NTT Tahun 2013-2014
Lapangan Usaha PPWij Persen
Analisis:
a. Sektor ekonomi yang dapat bersaing dengan baik dengan sektor ekonomi pada wilayah
lainnya adalah sektor pertambangan dan galian; industri pengolahan; bangunan;
perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keungan, persewaan,
dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa.
b. Sektor ekonomi yang tidak dapat bersaing dengan baik dengan sektor ekonomi pada
wilayah lainnya adalah sektor pertanian; sektor pertanian; listrik, gas, dan air bersih.
Analisis:
c. Sektor ekonomi yang termasuk kelompok progresif (maju) adalah sektor pertambangan
dan galian; industri pengolahan; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran;
pengangkutan dan komunikasi; keungan, persewaan, dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa.
d. Sektor ekonomi yang termasuk kelompok pertumbuhannya lamban adalah sektor
pertanian; sektor pertanian; listrik, gas, dan air bersih.
120
Pertanian
100
Industri Pengolahan
60
Bangunan
20
-60 Jasa-jasa
-80
Keterangan:
Kuadran I : sektor jasa-jasa; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan.
Kuadran II : sektor listrik, gas, dan air bersih.
Kuadran III : sektor pertanian.
Kuadran IV : sektor pertambangan dan galian; bangunan; industri pengolahan.
bagaimana relatif tingginya tingkat dependensi Provinsi NTT terhadap daerah lain dalam
memenuhi kebutuhan konsumsinya.
Jika melihat struktur PDRB Provinsi NTT secara sektoral, kondisinya relatif belum berubah.
Sektor pertanian masih menjadi sektor unggulan (prime mover) dalam menggerakkan
perekonomian, secara lebih khusus subsektor tanaman pangan. Namun demikian, akselerasi
kinerja sektor pertanian cenderung belum optimal. Kondisi pertanian NTT yang masih sangat
bergantung pada curah hujan mengakibatkan perkembangan sektor pertanian berjalan relatif
lambat. Selain itu, tingkat fertilitas lahan pertanian di NTT umumnya masih tergolong marginal.
Kemampuan sumber daya manusia NTT (khususnya petani) dalam mengelola sektor pertanian
juga masih relatif belum berkembang.
Sebagian dari petani masih menggunakan sistem tradisional dalam menjalankan usaha
tani, seperti : pengolahan lahan dengan sistem tebas bakar (ladang berpindah), masih
menggunakan bibit lokal, dan umumnya jarang atau bahkan tidak menggunakan
pupuk/pestisida. Kemudian sektor jasa dan perdagangan sebagai sektor sekunder dan tersier,
mengalami perkembangan yang relatif lebih baik dibandingkan sektor pertanian. Pertumbuhan
kedua sektor tersebut dalam beberapa periode terakhir relatif lebih tinggi. Hal ini tercermin
dari tren share PDRB sektor jasa dan perdagangan yang cenderung meningkat.
Tingkat konsumsi masyarakat (propensity to consume) yang relatif tinggi membuat kedua
sektor ini berkembang cukup baik. Dari sisi pendanaan sektor jasa dan perdagangan memiliki
kemampuan yang tidak sebanding (padat modal) dengan kapasitas sektor pertanian yang
merupakan usaha padat karya. Pergerakkan struktur perekonomian NTT relatif berkorelasi
dengan komposisi sisi ketenagakerjaannya. Perkembangan sektor pertanian yang belum
optimal, tercermin dari kemampuannya yang relatif menurun dalam melakukan penyerapan
tenaga kerja. Sedangkan tenaga kerja sektor sekunder dan tersier dengan dukungan dana yang
lebih kuat mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja dengan lebih cepat.
Dengan kondisi tersebut, peran pemerintah daerah untuk mendorong kinerja sektor
ekonomi unggulan di masing-masing daerah menjadi salah satu kunci keberhasilan yang utama.
Melalui programprogram dan langkah-langkah yang strategis, didukung dengan alokasi
anggaran yang memadai, rencana pembangunan pemerintah daerah diarahkan pada sasaran
yang lebih fokus. Pada tahun 2008, pemerintah Provinsi NTT telah menetapkan beberapa
komoditi untuk dikembangkan secara terpadu. Melalui perluasan lahan, bantuan-bantuan fisik
(sarana dan prasarana), maupun dengan pendampingan langsung diharapkan mampu memacu
sektor pertanian secara umum ke arah yang lebih baik. Dalam mengambil keputusan terhadap
pengembangan suatu sektor ekonomi di suatu wilayah tertentu, akan lebih efektif dan efisien
jika didasari oleh pertimbangan mengenai hubungan atau keterkaitan seluruh sektor ekonomi
dalam menggerakkan perekonomian secara menyeluruh. Sehingga dengan demikian kita bisa
melihat bagaimana multiplier effect yang dihasilkan oleh suatu sektor terhadap sektor lainnya.
Untuk menganalisa pergerakkan tersebut dapat dilakukan dengan bantuan tabel Input – output
(IO) dari setiap daerah, dalam hal ini Provinsi NTT.
Dengan melakukan analisis tabel input – output, dapat dilihat keterkaitan antar sektor
ekonomi dalam suatu wilayah tertentu secara komprehensif. Analisis input – output didasarkan
pada situasi perekonomian yang nyata bukan dengan pendekatan teori semata. Tabel input –
output memberikan dapat mendeskripsikan arus transaksi antar pelaku perekonomian. Dengan
demikian, apabila terjadi perubahan tingkat produksi atas sektor tertentu, dampaknya terhadap
sektor lain dapat dilihat. Untuk menggambarkan ilustrasi diatas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.15 . Bentuk Umum Transaksi Input-Output
Dari tabel 4.14., kita asumsikan bahwa perekonomian suatu wilayah hanya memiliki dua
sektor produksi, yaitu sektor 1 dan sektor 2. khusus untuk contoh ini, terdapat empat
komponen pada permintaan akhir, yaitu : konsumsi rumah tangga (C), investasi (I), pengeluaran
pemerintah (G), dan ekspor (E). Kemudian terdapat dua faktor produksi, yaitu labour dengan
balas jasa upah (L) dan capital dengan balas jasa sewa (N). Selanjutnya, sektor-sektor produksi
maupun pengguna akhir juga dapat membeli barang dari luar negeri dalam bentuk impor (M).
Kesimpulan secara umum, bahwa jumlah total input akan sama dengan total output-nya.
Sedangkan untuk komponen matrix yang paling kecil (z12) dapat diterjemahkan sebagai output
sektor produksi 1 yang digunakan oleh sektor produksi 2 (sebagai input). Variabel terakhir
secara langsung menunjukkan hubungan antar sektor produksi. Secara umum, karena sifatnya
linier, maka dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matematis :
X1 + X2 + L + N + M = X (1)
X1 + X2 + C + I + G + E = X (2)
substitusi persamaan (1) dan (2) didapatkan
L+N=C+I+G+E–M (3)
Persamaan (3) diatas, sesuai teori makro ekonomi merupakan komponen pembentukan
pertumbuhan ekonomi melalui pendekatan PDRB sisi permintaan. Maka secara tidak langsung
kita bisa menghitung pertumbuhan ekonoi suatu wilayah dengan menggunakan tools tabel
input-output. Persamaan (3) diatas, sesuai teori makro ekonomi merupakan komponen
pembentukan pertumbuhan ekonomi melalui pendekatan PDRB sisi permintaan. Maka secara
tidak langsung kita bisa menghitung pertumbuhan ekonoi suatu wilayah dengan menggunakan
tools tabel input-output. Selanjutnya untuk mengetahui sektor yang memiliki hubungan paling
kuat terhadap suatu sektor lainnya, dapat dilakukan dengan melakukan perhitungan secara
aljabar tabel input output. Yang dimaksud Selanjutnya untuk mengetahui sektor yang memiliki
hubungan paling kuat terhadap suatu sektor lainnya, dapat dilakukan dengan melakukan
perhitungan secara aljabar tabel input output. Yang dimaksud hubungan adalah tingkat
multiplier effect yang mampu dihasilkan oleh suatu sektor terhadap sektor lainnya. Namun
untuk mempermudah perhitungan dapat dilakukan operasi matematis dengan menggunakan
kaidah matriks. Secara sederhana total output yang dihasilkan oleh setiap sektor produksi
merupakan penjumlahan antara total permintaan (final demand) dan proporsinya untuk
memenuhi kebutuhan sektor produksi lainnya. Secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut :
Xi = A Xi + F (4)
Dimana
Xi : adalah total output sektor i
A : matriks proporsi output sektor produksi i yang digunakan sektor industri lainnya
F : final demand
Variabel matriks A sering disebut pula sebagai koefisien input langsung (direct input coeffisient)
yang dapat pula diterjemahkan sebagai aij diterjemahkan sebagai jumlah input yang digunakan
untuk memproduksi satu unit output sektor j yang berasal dari sektor i. Untuk mengetahui
tingkat multiplier effect suatu sektor, dari persamaan (4) :
(I – A) Xi = F
Xi = F / (I – A) (5)
untuk Provinsi NTT sektor produksi yang memiliki backward linkage cukup dominan adalah
sektor industri (1,837), jasa (1,746) dan perbankan (1,869). Sedangkan untuk sektor produksi
yang memiliki forward linkage relatif dominan adalah sektor industri (2,123), jasa (2,462) dan
komunikasi (2,552). Dengan demikian, bisa kita lihat tingkat hubungan sektor-sektor produksi
atau ekonomi terhadap sektor lain. Sektor pertanian sebagai prime mover perekonomian NTT
justru memiliki keterkaitan yang lebih kecil, meskipun dari struktur PDRB kontribusinya sangat
dominan. Bisa kita simpulkan bahwa sektor industri dan sektor jasa memiliki peran yang
penting dalam memberikan multiplier effect terhadap kinerja perekonomian NTT. Untuk
meningkatkan efektivitas dan efiensi, pemerintah daerah perlu memperhatikan fenomena
diatas dalam menentukan arah kebijakannya, agar fokus pemerintah dalam mengembangkan
komoditi-komoditi unggulan memberikan dampak yang optimal terhadap perekonomian NTT
secara keseluruhan. Dengan demikian, bisa kita lihat tingkat hubungan sektor-sektor produksi
atau ekonomi terhadap sektor lain. Sektor pertanian sebagai prime mover perekonomian NTT
justru memiliki keterkaitan yang lebih kecil, meskipun dari struktur PDRB kontribusinya sangat
dominan. Bisa kita simpulkan bahwa sektor industri dan sektor jasa memiliki peran yang
penting dalam memberikan multiplier effect terhadap kinerja perekonomian NTT. Untuk
meningkatkan efektivitas dan efiensi, pemerintah daerah perlu memperhatikan fenomena
diatas dalam menentukan arah kebijakannya, agar fokus pemerintah dalam mengembangkan
komoditi-komoditi unggulan memberikan dampak yang optimal terhadap perekonomian NTT
secara keseluruhan. Pengembangan sektor pertanian sebagian sektor primer dan sektor yang
melakukan penyerapan tenaga kerja paling dominan pada dasarnya memang perlu. Namun,
melihat tingkat keterkaitan antar sektor yang lebih didominasi oleh sektor industri dan jasa.
Pemerintah hendaknya perlu mengembangkan sektor pertanian ke arah industri (agroindustri).
Pengembangan agro industri akan memacu sektor pertanian untuk bekerja lebih optimal, selain
tingkat penyerapan tenaga kerja akan meningkat signifikan baik dari sektor pertanian maupun
industri yang notabene memiliki kapasitas relatif tinggi untuk menyerap. Dalam jangka panjang,
dengan meningkatnya ketersediaan lapangan kerja maka tingkat kesejahteraan masyarakat NTT
ke depan akan cenderung lebih baik.
Berdasarkan kajian dan analisis yang telah dilakukan di atas dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa Pengembangan suatu pelabuhan dapat berkelanjutan (sustainable) harus
mempertimbangkan kondisi hinterland sebagai pendukung utama sebelum memperhitungkan
kondisi lainnya, karena dengan mempertimbangkan sumberdaya alam terhadap kelompok
kewilayahan yang diharapkan sirkulasi komoditas yang harus dibawa keluar dan masuk suatu
daerah menjadi tujuan utama untuk menentukan kebutuhan atau jenis tertentu pelabuhan.
V. REFERENSI
. REFERENSI
1) Program Manual Program Tahun 2016
2) RKAKL DIPA tahun 2016
3) TN Nomor : TN-06/ES1.1/ND/XI/2016
4) TN Nomor : TN-07/ES1.1/ND/XI/2016
5) TN Nomor : TN-08/ES1.1/ND/XI/2016
6) PerPres 105 tahun 2015
7) Permenhub 171 tahun 2015
8) Permenhub 23 tahun 2015
9) Permenhub 51 tahun 2011
10) Dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan Pelaksanaan Program.
11) Badan Pusat Statistik, (2013-2015). Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota
di Nusatenggara Timur menurut lapangan usaha. Provinsi Nusatenggara Timur.
12) Miller. M.M, J.L. Gibson, & G.N. Wright, 1991, Location Quotient Basic Tool for
Economic Development Analysis, Economic Development Review, 9(2);65
13) Partovi, F. Y., (1994). Determining What to Bencmark: An Analytical HierarchyProcess
Approach, International Journal of Operations and Production Management, 14 (6), pp
55 –9.
14) Saaty, T.L,1991. ”Pengambilan keputusan bagi para Pemimpin, Proses; Hirarki Analitik
untuk Pengambilan Keputusan dalam situasi yang Kompleks”, Seri Manajemen no.134,
PPM, Jakarta.
15) Triatmodjo, B, 2009, Perencanaan Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta