Anda di halaman 1dari 19

KONSEP DASAR HEMODIALISA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Di Ruang Hemodialisa

Praktek Klinik Keperawatan III Di RSUD RAA Soewondo Pati

Disusun Oleh :
Nama : Muhamat Ridwan
NIM : 161

AKADEMI KEPERAWATAN PRAGOLOPATI PATI


TAHUN AJARAN 2018 / 2019
KONSEP DASAR HEMODIALISA

A. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialysis
yang berarti pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah proses pembersihan
darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien
dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang
membutuhkan dialysis waktu singkat (Nursalam, 2009).
Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui
dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali
lagi ke dalam tubuh pasien (Baradero Mary, dkk., 2009).
Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang berlebih ; zat
sisa nitrogen yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat ; dan elektrolit
seperti kalium, fosfor, dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal ginjal
kronik, khususnya pada gagal ginjal terminal (GGT) (Hartono, 2009).

B. Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk memindahkan produk-produk
limbah yang terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam
mesin dialysis (Muttaqin & Sari, 2011).
Menurut Nurdin (2009), sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa
mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam
urat.
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita

2
C. Prinsip Hemodialisa
Menurut Muttaqin & Sari (2011) disebutkan bahwa ada tiga prinsip yang
mendasari kerja hemodialisa, yaitu :
1. Difusi
Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan
kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
2. Osmosis
Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi
yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.
3. Ultrafiltrasi
Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat.

D. Dosis dan Kecukupan Dosis Hemodialisa


1. Dosis hemodialisa
Dosis hemodialisa yang diberikan pada umumnya sebanyak 2 kali
seminggu dengan setiap hemodialisa selama 5 jam atau sebanyak 3 kali
seminggu dengan setiap hemodialisa selama 4 jam (Suwitra, 2006).
2. Kecukupan dosis hemodialisa
Kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan disebut dengan adekuasi
hemodialisis. Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitung urea
reduction ratio (URR) dan urea kinetic modeling (Kt/V). Nilai URR
dihitung dengan mencari nilai rasio antara kadar ureum pradialisis yang
dikurangi kadar ureum pascadialisis dengan kadar ureum pascadialisis.
Kemudian, perhitumgan nilai Kt/V juga memerlukan kadar ureum
pradialisis dan pascadialisis, berat badan pradialisis dan pascadialisis
dalam satuan kilogram, dan lama proses hemodialisis dalam satuan jam.
Pada hemodialisa dengan dosis 2 kali seminggu, dialisis dianggap cukup
bila nilai URR 65-70% dan nilai Kt/V 1,2-1,4 (Swartzendruber et al.,
2008).

3
E. Terapi Hemodialisa
Selama tindakan hemodialisa dilakukan, darah yang kontak dengan
dialyzer dan selang dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal ini
dapat mengganggu cara kerja dialyzer dan proses hemodialisis itu sendiri.
Untuk mencegah terjadinya pembekuan darah selama proses hemodialisis,
maka perlu diberikan suatu antikoagulan agar aliran darah dalam dialyzer dan
selang tetap lancar. Terapi yang digunakan selama proses hemodialisis, yaitu:
1. Heparin
Heparin merupakan antikoagulan pilihan untuk hemodialisa, selain karena
mudah diberikan dan efeknya bekerja cepat, juga mudah untuk
disingkirkan oleh tubuh. Ada 3 tehnik pemberian heparin untuk
hemodialisa yang ditentukan oleh faktor kebutuhan pasien dan faktor
prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah sakit yang menyediakan
hemodialisa, yaitu :
a. Routine continuous infusion (heparin rutin)
Tehnik ini sering digunakan sehari-hari. Dengan dosis injeksi tunggal
30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum hemodialisa dmulai. Kemudian
dilanjutkan 750-1250 U/kg/jam selama proses hemodialisis
berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1 jam sebelum hemodialisa
selesai.
b. Repeated bolus
Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum
hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan dengan dosis injeksi
tunggal 30-50 U/kg berulang-ulang sampai hemodialisa selesai.
c. Tight heparin (heparin minimal)
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan
ringan sampai sedang. Dosis injeksi tunggal dan laju infus diberikan
lebih rendah daripada routine continuous infusion yaitu 10-20 U/kg, 2-
3 menit sebelum hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan 500
U/kg/jam selama proses hemodialisis berlangsung. Pemberian heparin
dihentikan 1 jam sebelum hemodialisa selesai.

4
2. Heparin-free dialysis (Saline)
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan
berat atau tidak boleh menggunakan heparin. Untuk mengatasi hal
tersebut diberikan normal saline 100 ml dialirkan dalam selang yang
berhubungan dengan arteri setiap 15-30 menit sebelum hemodialisa.
Heparin-free dialysis sangat sulit untuk dipertahankan karena
membutuhkan aliran darah arteri yang baik (>250 ml/menit), dialyzer
yang memiliki koefisiensi ultrafiltrasi tinggi dan pengendalian ultrafiltrasi
yang baik.
3. Regional Citrate
Regional Citrate diberikan untuk pasien yang sedang mengalami
perdarahan, sedang dalam resiko tinggi perdarahan atau pasien yang tidak
boleh menerima heparin. Kalsium darah adalah faktor yang memudahkan
terjadinya pembekuan, maka dari itu untuk mengencerkan darah tanpa
menggunakan heparin adalah dengan jalan mengurangi kadar kalsium ion
dalam darah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan infus trisodium
sitrat dalam selang yang berhubungan dengan arteri dan menggunakan
cairan dialisat yang bebas kalsium. Namun demikian, akan sangat
berbahaya apabila darah yang telah mengalami proses hemodialisis dan
kembali ke tubuh pasien dengan kadar kalsium yang rendah. Sehingga
pada saat pemberian trisodium sitrat dalam selang yang berhubungan
dengan arteri sebaiknya juga diimbangi dengan pemberian kalsium
klorida dalam selang yang berhubungan dengan vena. (Swartzendruber et
al., 2009).

F. Diet Pasien Hemodialisa


Menurut Suwitra 2009, diet pasien hemodialisa mengacu pada tingkat
perburukan fungsi ginjalnya. Sehingga, ada beberapa unsur yang harus
dibatasi konsumsinya yaitu :
1. Asupan protein dibatasi 1-1,2 g/kgBB/hari,

5
2. Asupan kalium dibatasi 40-70 meq/hari, mengingat adanya penurunan
fungsi sekresi kalium dan ekskresi urea nitrogen oleh ginjal.
3. Jumlah kalori yang diberikan 30-35 kkal/kgBB/hari.
4. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada
ditambah dengan insensible water loss, sekitar 200-250 cc/hari.
5. Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan tekanan
darah dan edema.
Menurut Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan (2011), hal
yang harus diperhatikan pada diet pasien hemodialisis :
1. Diet Rendah Kalium (Potassium) Dan Natrium (Sodium)
Natrium banyak terkandung dalam garam dapur (natrium klorida). Bagi
penderita gagal ginjal, hindari makanan yang mengandung natrium tinggi.
Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi natrium
menyebabkan kita menjadi banyak minum, padahal asupan cairan pada
pasien penyakit ginjal kronik perlu dibatasi. Asupan garam yang
dianjurkan sebelum dialysis antara 2,5-5 gr garam/hari. Nilai normal
natrium adalah 135-145 mmol/L.
Pantangan besar :
a. Makanan dan minuman kaleng (Na Benzoat)
b. Manisan dan asinan
c. MSG/ Vetsin/ Moto
d. Ikan asin dan daging asap
e. Garam (makanan tidak boleh terlalu asin).
Kalium adalah mineral yang ada dalam makanan dengan nilai
normalnya adalah 3.5-5.5 mmol/L. Kalium banyak pada buah dan sayur.
Kalium memiliki peran penting dalam aktivitas otot polos (terutama otot
jantung) dan sel saraf. Ginjal normal akan membuang kelebihan
kalium, namun pada pasien, kemampuan tersebut menurun,
sehingga dapat terjadi akumulasi/ penimbunan kalium dalam darah.
Biasanya konsentrasi kalium yang tinggi adalah lebih berbahaya daripada
konsentrasi kalium yang rendah.

6
Asupan kalium yang dianjurkan adalah 40 mg/kgBB/hari. Konsentrasi
kalium darah yang lebih dari 5.5 mEq/L akan mempengaruhi sistem
konduksi listrik jantung. Kadar kalium yang sangat tinggi akan membuat
otot melemah, mengganggu irama jantung dan dapat menyebabkan
kematian. Pilih buah/sayur yang rendah kalium.
Makanan Yang Tinggi Kalium
a. Buah : pisang, alpukat, kurma, duku, pepaya, apricot, kismis, prune.
b. Sayuran : petersell, daun papaya muda, kapri, seledri batang, kembang
kol.
2. Fosfor Dan Kalsium
Tubuh memerlukan keseimbangan fosfor dan kalsium, terutama untuk
membangun massa tulang. Jika ginjal sudah tidak berfungsi dengan baik
maka kadar fosfor naik sehingga kalsium menjadi turun. Agar aliran
darah tetap stabil, pasokan kalsium diambil dari tulang sehingga massa
kalsium dalam tulang menjadi berkurang. Hal ini yang menyebabkan
tulang mudah retak atau patah. Jumlah fosfor yang dibutuhkan sehari 800-
1.200 mg, sedangkan kalsium 1.000 mg. Agar dapat menyeimbangkan
jumlah keduanya, sebaiknya perhatikan kandungannya dalam bahan
makanan.
Dalam darah, nilai normal fosfor : 2,5-4,5 mg/dl, sedangkan kalsium :
8,4-10,2 mg/dl. Fosfor adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk
tulang. Jika ginjal tidak berfungsi baik, kelebihan fosfor tidak bisa
dibuang. Kadar fosfor yang tinggi dapat menurunkan kadar kalsium di
tulang, melepaskannya ke darah, sehingga kadar kalsium dalam darah
meningkat. Ini akan menyebabkan tulang rapuh, gatal2, tulang nyeri dan
mata merah.
Makanan Tinggi fosfor :
a. Produk susu : susu, keju, yoghurt, es krim.
b. Produk sereal : oatmeal, coklat, waffle, roti gandum.
c. Sayuran : kacang-kacanganan, biji bunga matahari, kedelai.

7
d. Daging, Ikan dan telur : hati, seafood (udang, kepiting), kuning telur,
sarden, ikan bilis.
Tips Untuk Diet Fosfor :
a. Batasi makanan yang banyak mengandung fosfor.
b. Mengkonsumsi obat pengikat fosfor/fosfat binder, seperti kalsium
karbonat (CaCO3) dan Aluminium hidroksida. Obat ini dikonsumsi di
pertengahan makan agar efektif.
3. Cairan
Pada pasien hemodialisis mudah terjadi penumpukan cairan yang berlebih
karena fungsi ekskresi ginjal yang terganggu. Asupan cairan dalam 24
jam setara dengan urin yang dikeluarkan 24 jam ditambah 500 cc (berasal
dari pengeluaran cairan dari keringat dan BAB). Ingat juga bahwa
makanan berkuah tetap dihitung sebagai cairan.
Pantangan besar : Air kelapa dan minuman isotonic
Dengan perhatian khusus : kopi, susu, teh, lemon tea.
Tips mengurangi rasa haus :
a. Kurangi konsumsi garam.
b. Mengisap/mengkulum es batu.
c. Mengunyah permen karet
Menurut KEMKES RI (2011), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh
pasien gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa :
a. Makanlah secara teratur,porsi kecil sering.
b. Diet Hemodialisis ini harus direncanakan perorangan, karena nafsu
makan pasien umumnya rendah sehingga perlu diperhatikan makanan
kesukaan pasien.
c. Untuk membatasi banyaknya jumlah cairan , masakan lebih baik
dibuat dalam bentuk tidak berkuah misalnya: ditumis, dikukus,
dipanggang, dibakar, digoreng.
d. Bila ada edema (bengkak di kaki), tekanan darah tinggi, perlu
mengurangi garam dan menghindari bahan makanan sumber natrium

8
lainnya, seperti minuman bersoda, kaldu instan, ikan asin, telur asin,
makanan yang diawetkan, vetsin, bumbu instan.
e. Hidangkan makanan dalam bentuk yang menarik sehingga
menimbulkan selera.
f. Makanan tinggi kalori seperti sirup, madu, permen, dianjurkan
sebagai penambah kalori, tetapi hendaknya tidak diberikan dekat
waktu makan, karena mengurangi nafsu makan.
g. Agar meningkatkan cita rasa, gunakanlah lebih banyak bumbu-bumbu
seperti bawang, jahe, kunyit, salam, dll
h. Cara untuk mengurangi kalium dari bahan makanan : cucilah sayuran,
buah, dan bahan makanan lain yang telah dikupas dan dipotong-
potong kemudian rendamlah bahan makanan dalam air pada suhu 50-
60 derajat celcius (air hangat) selama 2 jam, banyaknya air 10 kali
bahan makanan. Air dibuang dan bahan makanan dicuci dalam air
mengalir selama beberapa menit. Setelah itu masaklah. Lebih baik
lagi jika air yang digunakan untuk memasak banyaknya 5 kali bahan
makanan.

G. Komplikasi Tindakan Hemodialisa


Menurut Tisher dan Wilcox (1997) dalam Havens dan Terra (2005) selama
tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara
lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot
seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan
volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan

9
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat
berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat
diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang
kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien
osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini
menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem
serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu
dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat
dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama
hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
7. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai
dengan sakit kepala.
8. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
9. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang
tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
Menurut Rendy dan Margareth (2012), komplikasi dalam pelaksanaan
hemodialisa yang sering terjadi pada saat terapi seperti: hipotensi, kram otot,
mual atau muntah, sakit kepala, sakit dada, gatal-gatal, demam dan
menggigil, kejang.

10
H. Prosedur
1. Persiapan sebelum hemodialisa
a. Persiapan pasien
1) Surat dari dokter penanggungjawab Ruang HD untuk tindakan HD
(instruksi dokter)
2) Apabila dokter penanggung jawab HD tidak berada ditempat atau
tidak bisa dihubungi, surat permintaan tindakan hemodialisa
diberikan oleh dokter spesialis penyakit dalam yang diberi
delegasi oleh dokter penanggung jawab HD.
3) Apabila pasien berasal dari luar RS ( traveling ) disertai dengan
surat traveling dari RS asal.
4) Identitas pasien dan surat persetujuan tindakan HD
5) Riwayat penyakit yang pernah diderita (penyakit lain)
6) Keadaan umum pasien
7) Keadaan psikososial
8) Keadaan fisik (ukur TTV, BB, warna kulit, extremitas edema +/-)
9) Data laboratorium: darah rutin,GDS,ureum, creatinin, HBsAg,
HCV, HIV, CT, BT
10) Pastikan bahwa pasien benar-benar siap untuk dilakukan HD
b. Persiapan mesin
1) Listrik
2) Air yang sudah diubah dengan cara:
a) Filtrasi
b) Softening
c) Deionisasi
d) Reverse osmosis
3) Sistem sirkulasi dialisat
a) Sistem proporsioning
b) Acetate / bicarbonate
4) Sirkulasi darah
a) Dializer / hollow fiber

11
b) Priming
c. Persiapan alat
1) Dialyzer
2) Transfusi set
3) Normal saline 0.9%
4) AV blood line
5) AV fistula
6) Spuit
7) Heparin
8) Lidocain
9) Kassa steril
10) Duk
11) Sarung tangan
12) Mangkok kecil
13) Desinfektan (alkohol/betadin)
14) Klem
15) Matkan
16) Timbangan
17) Tensimeter
18) Termometer
19) Plastik
20) Perlak kecil
d. Langkah-langkah
1) Setting dan priming
a) Mesin dihidupkan
b) Lakukan setting dengan cara: keluarkan dialyzer dan AV
blood line dari bungkusnya, juga slang infus / transfusi set dan
NaCl (perhatikan sterilitasnya)
c) Sambungkan normal saline dengan seti infus, set infus dengan
selang arteri, selang darah arteri dengan dialyzer, dialyzer
dengan selang darah venous

12
d) Masukkan selang segmen ke dalam pompa darah, putarlah
pump dengan menekan tombol tanda V atau Λ (pompa akan
otomatis berputar sesuai arah jarum jam)
e) Bukalah klem pada set infus, alirkan normal saline ke selang
darah arteri, tampung cairan ke dalam gelas ukur
f) Setelah selang arteri terisi normal saline, selang arteri diklem
2) Lakukan priming dengan posisi dialyzer biru (outlet) di atas dan
merah (inlet) di bawah
a) Tekan tombol start pada pompa darah, tekan tombol V atau Λ
untuk menentukan angka yang diinginkan (dalam posisi
priming sebaiknya kecepatan aliran darah 100 rpm)
b) Setelah selang darah dan dialyzer terisi semua dengan normal
saline, habiskan cairan normal sebanyak 500 cc
c) Lanjutkan priming dengan normal saline sebanyak 1000 cc.
Putarlah Qb dan rpm
d) Sambungkan ujung selang darah arteri dan ujung selang darah
venous
e) Semua klem dibuka kecuali klem heparin
f) Setelah priming, mesin akan ke posisi dialysis, start layar
menunjukkan “preparation”, artinya: consentrate dan RO telah
tercampur dengan melihat petunjuk conductivity telah
mencapai (normal: 13.8 – 14.2). Pada keadaan “preparation”,
selang concentrate boleh disambung ke dialyzer
g) Lakukan sirkulasi dalam. Caranya: sambung ujung blood line
arteri vena
1. Ganti cairan normal saline dengan yang baru 500 cc
2. Tekan tombol UFG 500 dan time life 10 menit
3. Putarlah kecepatan aliran darah (pump) 350 rpm
4. Hidupkan tombol UF ke posisi “on” mesin akan otomatis
melakukan ultrafiltrasi (cairan normal saline akan
berkurang sebanyak 500 cc dalam waktu 10 menit

13
5. Setelah UV mencapai 500 cc, akan muncul pada layar
“UFG reached” artinya UFG sudah tercapai
h) Pemberian heparin pada selang arteri
Berikan heparin sebanyak 1500 unit sampai 2000 unit pada
selang arteri. Lakukan sirkulasi selama 5 menit agar heparin
mengisi ke seluruh selang darah dan dialyzer, berikan
kecepatan 100 rpm
3) Dialyzer siap pakai ke pasien
Sambil menunggu pasien, matikan flow dialisat agar concentrate
tidak boros.
Catatan: jika dialyzer reuse, priming 500 cc dengan Qb 100 rpm
sirkulasi untuk membuang formalin (UFG: 500, time life 20 menit
dengan Qb 350 rpm). Bilaslah selang darah dan dialyzer dengan
normal saline sebanyak 2000 cc
2. Punksi Akses Vaskuler
a. Tentukan tempat punksi atau periksa tempat shunt
b. Alasi dengan perlak kecil dan atur posisi
c. Bawa alat-alat dekat dengan tempat tidur pasien (alat-alat steril
dimasukkan ke dalam bak steril)
d. Cuci tangan, bak steril dibuka, memakai handscoen
e. Beritahu pasien bila akan dilakukan punksi
f. Pasang duk steril, sebelumnya desinfeksi daerah yang akan dipunksi
dengan betadine dan alcohol
g. Ambil fistula dan puncti outlet terlebih dahulu. Bila perlu lakukan
anestesi lokal, kemudian desinfeksi
h. Punksi inlet dengan cara yang sama, kemudian difiksasi
3. Memulai Hemodialisa
Sebelum dilakukan punksi dan memulai hemodialisa, ukur tanda-tanda
vital dan berat badan pre hemodialisa
a. Setelah selesai punksi, sirkulasi dihentikan, pompa dimatikan, ujung
AV blood line diklem

14
b. Lakukan reset data untuk menghapus program yang telah dibuat,
mesin otomatis menunjukkan angka nol (0) pada UV, UFR, UFG dan
time left
c. Tentukan program pasien dengan menghitung BB datang – BB
standar + jumlah makan saat hemodialisa
d. Tekan tombol UFG = target cairan yang akan ditarik
e. Tekan tombol time left = waktu yang akan deprogram
f. Atur concentrate sesuai kebutuhan pasien (jangan merubah Base Na
+ karena teknisi sudah mengatur sesuai dengan angka yang berada di
gallon. Na = 140 mmol)
g. Tekan tombol temperatur (suhu mesin = 360C – 370C)
h. Buatlah profil yang sesuai dengan keadaan pasien
i. Berikan kecepatan aliran darah 100 rpm
j. Menyambung selang fistula inlet dengan selang darah arteri
1) Matikan (klem) selang infuse
2) Sambungkan selang arteri dengan fistula arteri (inlet)
3) Masing-masing kedua ujung selang darah arteri dan fistula di-
swab dengan kassa betadine sebagai desinfektan
4) Ujung selang darah venous masukkan dalam gelas ukur
5) Hidupkan pompa darah dan tekan tombol V atau Λ 100 rpm
6) Perhatikan aliran cimino apakah lancar, fixasi dengan micropore.
Jika aliran tidak lancar, rubahlah posisi jarum fistula
7) Perhatikan darah, buble trap tidak boleh penuh (kosong),
sebaiknya terisi ¾ bagian
8) Cairan normal saline yang tersisa ditampung dalam gelas ukur
namanya cairan sisa priming
9) Setelah darah mengisi semua selang darah dan dialyzer, matikan
pompa darah
k. Menyambung selang darah venous dengan fistula outlet

15
1) Sambung selang darah venous ke ujung AV fistula outlet (kedua
ujungnya diberi kassa betadine sebagai desinfektan). Masing-
masing sambungan dikencangkan)
2) Klem pada selang arteri dan venous dibuka, sedangkan klem
infus ditutup
3) Pastikan pada selang venous tidak ada udara, lalu hidupkan
pompa darah dari 100 rpm sampai dengan yang diinginkan
4) Tekan tombol UF pada layar monitor terbaca “dialysis”
5) Selama proses hemodialisa ada 7 lampu hijau yang menyala
(lampu monitor, on, dialysis start, pompa, heparin, UF dan Flow)
6) Rapikan peralatan
4. Penatalaksanaan Selama Hemodialisa
a. Memprogram dan memonitor mesin hemodialisa
1) Lamanya HD
2) QB (kecepatan aliran darah) 150 – 250 cc/menit
3) QD (kecepatan aliran dialisa) 500 cc/menit
4) Temperatur dialisat 370C
5) UFR dan TMP otomatis
6) Heparinisasi
a) Dosis awal: 25 – 50 unit/kgBB
1. Diberikan pada waktu punksi
2. Sirkulasi extra corporeal 1500 unit
3. Dosis maintenance 500 – 2000 unit/jam diberikan pada
waktu HD berlangsung
b) Dosis maintenance 500 – 2000 u/jam Diberikan pada waktu
HD berlangsung
Cara pemberian dosis maintenance
1. Kontinyu: diberikan secara terus menerus dengan bantuan
pompa dari awal HD sampai dengan 1 jam sebelum HD
berakhir

16
2. Intermitten: diberikan 1 jam setelah HD berlangsung dan
pemberian selanjutnya dimasukkan tiap selang waktu 1
jam, untuk 1 jam terakhir tidak berakhir
3. Minimal heparin: heparin dosis awal kurang lebih 200
unit, selanjutnya diberikan kalau perlu
7) Pemeriksaan (laboratorium, ECG, dll)
8) Pemberian obat-obatan, transfusi, dll
9) Monitor tekanan
a) Fistula pressure
b) Arterial pressure
c) Venous pressure
d) Dialisat pressure
e) Detektor (udara blood leak detektor)
b. Observasi pasien
1) Tanda-tanda vital (T, N, S, R, kesadaran)
2) Fisik
3) Perdarahan
4) Sarana hubungan sirkulasi
5) Posisi dan aktivitas
6) Keluhan dan komplikasi hemodialisa
5. Mengakhiri Hemodialisa
a. Persiapan alat
1) Piala ginjal
2) Kassa steril
3) Betadine solution
4) Sarung tangan tidak steril
5) Perban gulung
6) Band aid (pelekat)
7) Gunting
8) Nebacetin powder antibiotic
9) Thermometer

17
10) Micropore
b. Pelaksanaan
1) Perawat mencuci tangan
2) Perawat memakai sarung tangan
3) Mesin menggunakan UFG reached = UFG sudah tercapai (angka
UV = angka UF)
4) Jika proses hemodialisa sudah selesai, posisi mesin akan terbaca
“Reinfusion”
5) Sebelum 5 menit selesai, pasien diobservasi tanda-tanda vital
6) Kecilkan kecepatan aliran darah (pompa darah) sampai 100 rpm
lalu matikan
7) Klem pada fistula arteri dan selang darah arteri
8) Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan
kassa betadine, tutuplah bekas tusukan dengan kassa betadine
9) Bilaslah fistula, selang darah dan dializer dengan normal saline
secukupnya sampai bersih dan gunakan kecepatan aliran darah
100 rpm
10) Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan
kassa betadine
11) Jika tidak ada darah bekas tusukan, maka berilah nebacetin
powder dan tutuplah bekas tusukan dengan Band Aid (K/p
dibalut dengan perban gulung)
12) Berilah fixasi dengan micropore pada perban gulung
13) Observasi tanda-tanda vital pasien
14) Kembalikan alat-alat ke tempat semula
15) Perawat melepas sarung tangan
16) Perawat mencuci tangan

18
DAFTAR PUSTAKA

Hamka. (2009). Gambaran Mekanisme Koping pada Pasien Hemodialisis.

http://perawatberseni.blogspot.com/2009/11/gambaran-mekanisme-koping-pada

pasien.html/ Diakses 23 Agustus 2014

Havens & Terra. (2005). Hemodialisa. Jakarta: EGC.

Swartzendrubber, dkk (2008) . Hemodialysis Procedures and Complications

http://www.emedicine.com/med/topic683.html. diakses 23 Agustus 2014.

19

Anda mungkin juga menyukai