Anda di halaman 1dari 37

LONGCASE ILMU PENYAKIT SARAF

EPIDURAL HEMATOM
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Di Bagian Neurologi di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada :
dr. Intan Rahayu, Sp. S

Disusun oleh :
Nur Laela
20174011067

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN
LONGCASE ILMU PENYAKIT SYARAF
EPIDURAL HEMATOM

Disusun oleh:
Nur Laela
20174011067

Disetujui dan disahkan pada tanggal :


20 Maret 2019

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

dr. Intan Rahayu, Sp. S

2
BAB I
PENDAHULUAN
Duramater normal terdiri dari dua lapisan, yang pertama terdiri atas dura endosteal luar
dan dura meningeal dalam. Kedua lapisan tersebut menyatu dalam bentuk sinus-sinus dural,
calvaria, tentorium, fisura-fisura interhemisfer. Gambaran karakteristik dari perdarahan ekstra
aksial secara langsung berhubungan dengan anatomi dura, arachnoid, dan piamater yang
berfungsi melindungi otak bagian keras (skull) dari periosteum.
Dasar lokasi perdarahan dapat dikenali kedalam empat tipe:
1. Epidural Hematom
2. Subdural Hematom
3. Subarachnoid Hemoragik
Epidural hematom (EDH) adalah suatu akumulasi atau penumpukan darah akibat trauma
yang berada diantara tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan membrane duramater, keadaan
tersebut biasanya sering mendorong atau menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang
akibatnya kepala seperti dipukul palu atau alat pemukul baseball. Pada 85 – 95% pasien,
trauma terjadi akibat adanya fraktur yang hebat. Pembuluh – pembuluh darah otak yang berada
didaerah fraktur atau dekat dengan daerah fraktur akan mengalami perdarahan. Prognosanya
biasanya baik apabila diterapi secara agresiv. Epidural hematom biasanya terjadi akibat tekanan
yang keras terhadap pembuluh darah yang terletak diluar duramater, apakah itu terjadi pada
tulang tengkorak atau pada kolumna spinalis. Pada tulang tengkorak, tekanan yang berlebihan
pada arteri meningeal akan menyebabkan epidural hematom. Hematoma yang terbentuk secara
luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan akhirnya akan merusak otak,
hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas dan batang otak akan mengalami
herniasi. Gejala epidural hematom dapat berupa sakit kepala hebat yang biasanya segera
timbul, akan tetapi dapat juga baru muncul beberapa jam kemudian. Kemudian sakit kepala
tersebut akan menghilang dan akan muncul lagi setelah beberapa jam kemudian dengan nyeri
yang lebih hebat dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa
ngantuk, kelumpuhan, pingsan, sampai koma.

3
BAB II
IDENTITIAS PASIEN
STATUS PASIEN BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF
A. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 80 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Puconganom, Sanden, Bantul
Masuk RS tanggal : 14 Maret 2019

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak kiri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien jatuh di halaman rumah, dengan posisi
kepala tidak terbentur lantai maupun tembok. Saat jatuh pasien tidak mengalami
pingsan, pasien masih mampu berdiri dengan mencari benda untuk menumpu pasien.
Pasien masih ingat kejadian. Tidak ada anggota keluarga yang mengetahui atau
menyaksikan kejadian tersebut. Setelah jatuh, keluhan mual dan muntah disangkal,
merasakan nyeri kepala hebat sekali disangkal.
7 hari sebelum masuk rumah sakit sakit pasien jatuh di WC rumah pasien,
dengan posisi kepala terbentur lantai. Saat jatuh pasien tidak mengalami pingsan,
pasien masih mampu berdiri dengan mencari benda untuk menumpu pasien. Pasien
masih ingat kejadian. Tidak ada anggota keluarga yang mengetahui atau menyaksikan
kejadian tersebut. Setelah jatuh, pasien merasa kepala bagian kanan nyeri akibat
terbentur lantai, keluhan mual dan muntah disangkal, merasakan nyeri kepala hebat
sekali disangkal.
10 hari sebelum masuk rumah sakit sakit pasien jatuh di pelataran dapur, dengan
posisi kepala tidak terbentur lantai maupun tembok. Saat jatuh pasien tidak mengalami
pingsan, pasien masih mampu berdiri dengan mencari benda untuk menumpu pasien.

4
pasien berusaha bangun sendiri dengan menyangga pada pipa paralon untuk berdiri.
Pasien masih ingat kejadian. Tidak ada anggota keluarga yang mengetahui atau
menyaksikan kejadian tersebut. Setelah jatuh, keluhan mual dan muntah disangkal,
merasakan nyeri kepala hebat sekali disangkal.
1 bulan sebelum masuk rumah sakit sakit pasien jatuh di samping sumur. dengan
posisi kepala terbentur tembok sumur. Saat jatuh pasien tidak mengalami pingsan,
pasien masih mampu berdiri dengan mencari benda untuk menumpu pasien. Pasien
masih ingat kejadian. Tidak ada anggota keluarga yang mengetahui atau menyaksikan
kejadian tersebut. Setelah jatuh, pasien merasa kepala bagian kanan nyeri akibat
terbentur tembok sumur, keluhan mual dan muntah disangkal, merasakan nyeri kepala
hebat sekali disangkal.
Satu hari setelah masuk rumah saki dilakukan anamnesis, pasien berbicara
dengan pelo, pasien tidak sadar mulai kapan berbicara pelo. Pasien masih mengeluhkan
anggota gerak sebelah kiri terasa berat dibandingkan sebelah kanan. Keluhan demam,
mual, muntah dan pusing disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM (-), HT (+) tak terkontrol, asma (-), jantung (-), alergi (-)
4. Riwayat Penyakit pada Keluarga yang diturunkan
Riwayat DM (-) HT (-) Asma (-) Jantung (-) Alergi (-) , riwayat keluhan serupa (-)
5. Riwayat Sosial/Pekerjaan
Pasien seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama anak lelakinya. Aktivitas sehari-hari
pasien adalah memasak dan menyapu.
6. Anamnesis Sistem
- Sistem serebrospinal : Demam (-), pusing (-), bicara pelo (+),
Kelemahan anggota gerak sebelah kiri (+), kesemutan (-
), partial seizure (-)
- Sistem respiratorius : Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)
- Sistem kardiovaskuler : Berdebar-debar (-)
- Sistem gastrointestinal : Mual (-) muntah (-), tidak ada gangguan BAB
- Sistem genitalia : Tidak ada gangguan BAK
- Sistem muskuloskeletal : Terdapat kelemahan anggota gerak sebelah kiri,

5
- Sistem integumentum : Akral teraba hangat

C. PEMERIKSAAN FISIK (15 Maret 2019).


1. Keadaan Umum
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Suhu : 36.6 OC
Nadi : 92 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit

2. Kepala
- Bentuk : Mesocephal
- Ukuran : Normochepal
- Rambut : Warna tampak hitam, tidak rontok distribusi merata.
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor (+/+), reflek cahaya (+/+)
- Telinga : Malformasi (-) serumen (-/-)
- Hidung : Malformasi (-),lendir (-/-) ,napas cuping hidung(-/-),
epiktasis (-/-)
- Mulut : pucat (-), bibir pecah-pecah (-), mucosa bucal kering(-)

3. LEHER
- Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar
- Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar

4. THORAX
a. Jantung
- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : batas jantung normal

6
tidak terdapat pembesaran
- Auskultasi : bunyi jantung S1-S2 regular,
murmur (-), gallop (-)
b. Paru-paru:
- Inspeksi : simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi (-)
- Perkusi : sonor (+/+)
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

5. ABDOMEN:
- Inspeksi : supel (+)
- Auskultasi : peristaltik (+)
- Perkusi : tympani (+)
- Palpasi : nyeri tekan (-), turgor kulit baik, hepar teraba normal,
lien tidak teraba

6. EKSTREMITAS : akral hangat, nadi kuat, capillary refill < 2 detik, edema(-)

D. STATUS NEUROLOGIS
1. Kepala
Ukuran : normocephal
Wajah : simetris
Nyeri tekan : (-)
2. Leher dan vertebra
1. Range of motion : bebas
2. Manuver :
1. Lasegue : (-/-)
2. Patrick’s : (-/-)
3. Contrapatrick’s : (-/-)
4. Lhermitte’s : (-)
5. Valsava : (-)
3. Rangsang meningeal

7
1. Kaku kuduk : (-)
2. Test kernig : (-)
3. Brudzinski I : (-)
4. Brudzinski II : (-)
5. Brudzinski III : (-)
6. Brudzinski IV : (-)
4. Saraf otak
1. Nervus I (Olfaktorius)
1. Anosmia : (-)
2. Hiposmia : (-)
3. Hiperosmia : (-)
4. Parosmia : (-)
5. Kakosmia : (-)
6. Halusinasi penciuman : (-)
2. Nervus II (Optikus)
Kanan Kiri
Medan penglihatan Normal Normal
Visus Penglihatan 2/60 2/60
Persepsi Warna + +
3. Nervus III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Ptosis - -
Gerak mata ke atas dbn dbn
Gerak mata ke medial dbn dbn
Gerak mata ke bawah dbn dbn
Ukuran pupil ±3 mm ±3 mm
Bentuk pupil Bulat reguler Bulat reguler
Kesamaan pupil Isokor
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +

8
Diplopia - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -

4. Nervus IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerak mata ke lateral bawah dbn Dbn
Strabismus konvergen - -
Diplopia - -

5. Nervus V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Menggigit + +
Membuka mulut + +
Sensibilitas muka atas, tengah, + +
bawah
Refleks kornea + +
Refleks bersin + +
Trismus - -

6. Nervus VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerak mata ke lateral dbn Dbn
Strabismus konvergen - -
Diplopia - -

7. Nervus VII (Fasialis)


Kanan Kiri
Kedipan mata + +
Lipatan nasobial dbn Dbn

9
Sudut mulut simetris simetris
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis + +
Menggembungkan pipi + +

8. Nervus VIII (Vestibulokoklearis)


Kanan Kiri
Mendengar suara berbisik + +
Mendengar detik arloji + +

9. Nervus IX (Glossifaringeus)
Arkus faring Simetris
Sengau -

10. Nervus X (Vagus)


Arkus faring Simetris
Nadi Teraba
Bersuara +
Menelan +

11. Nervus XI (Aksesorius)


Kanan Kiri
Memalingkan kepala normal normal
Sikap bahu Simetris Simetris
Mengangkat bahu Dbn Dbn

12. Nervus XII (Hipoglosus)


1. Sikap lidah : dbn
2. Artikulasi : sedikit tidak jelas

10
3. Menjulurkan lidah : tidak menunjukkan deviasi

5. Sistem motorik
1. Gerakan volunter : normal
2. Tonus otot : normal
3. Kekuatan otot : normal

Snistra Dextra
4 5
4 5
6. Sistem sensorik
Tangan Kaki
Sensibilitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Nyeri + + + +
Taktil + + + +
Posisi Dbn dbn dbn dbn

7. Refleks fisiologis
Refleks Kanan Kiri
Biceps + +
Triceps + +
Achilles + +
Knee patella + +

8. Refleks patologis
Refleks Kanan Kiri
Tromner - -
Hoffman - -
Babinski - -
Chaddock - -

11
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) LABORATORIUM
Tgl 14/03/2019
Parameter Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.7 14,0 – 18,0 gr/dL
Leukosit 7.95 4 – 11 ribu/uL
Eritosit 4.74 4,5 – 5,5 ribu/uL
Trombosit 239 150 – 450 ribu/uL
Hematokrit 39.3 42 – 52 ribu/uL
Eosinofil 2 2–4%
Basofil 1 0–1%
Batang 0 2–5%
Segmen 66 51 – 67 %
Limfosit 23 20 – 35 %
Monosit 8 4–8%
FUNGSI GINJAL
Ureum 25 17-43
Kreatinin 0.76 0.90-1.30
Asam Urat 6.38 2.3-6.1
DIABETES
GDS 113 80 – 126
PROFIL LIPID
Kolesterol 199 150-200
LDL 138 <115
HDL 35 >39
Trigliserida 124 60-150

12
1) RO THORAX PA (Tgl 14/03/2019)

Cardiomegali dan pulmo dalam batas normal


2) CT SCAN KEPALA TANPA KONTRAS (Tgl 14/03/2019)

- KESAN : Epidural hematom lama di parietal kanan-kiri (volume 95.72 ml)

13
F. DIAGNOSIS
- Diagnosa Klinis : Observasi Hemiparese Kiri
- Diagnosa Topis : Parietal sinistra dan dextra
- Diagnosa Etiologi : Epidural Hematom Bilateral
- Diagnosis Tambahan : Hipertensi

G. TATALAKSANA
Tx. Saraf :
Injeksi Mannitol 125cc/6jam tappering off
Injeksi Citicolin 500mg/12 jam
Tx. UPD :
Candesartan 1x16mg
Atorvastatin 1x20mg
Herbesser CD 1x100mg

H. PROGNOSIS
Death : dubia et bonam
Disease : dubia et bonam
Dissability : dubia et bonam
Discomfort : dubia et bonam
Dissatisfaction : dubia et bonam

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI dan FISIOLOGI


Cerebrum dan medulla spinalis diliputi oleh tiga membran, atau meningen: duramater,
arachnoideamater, dan piamater. Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges.
Lapisan luarnya adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx,
dibagi menjadi arachnoidea dan piamater.1,2
Lapisan meningeal adalah duramater yang sebenarnya merupakan membrane fibrosa
padat dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan diri setelah melalui foramen magnum
sebagai duramater medulla spinalis. Duramater meliputi Falx cerebri, Tentorium cerebelli, dan
Falx cerebelli. Banyak arteri yang mendarahi duramater, yaitu arteri carotis interna, arteri
maxillaries, arteri pharyngea ascendens, arteri occipitalis, dan arteri vertebralis. Dari sudut
klinis yang terpenting adalah arteri meningea media, yang sering rusak pada cedera kepala.
Vena-vena meningea terletak di dalam lapisan endosteal duramater. Vena meningea media
mengikuti cabang-cabang arteria meningea media dan bermuara ke dalam plexus venosus
pterygoideus atau sinus sphenoparietalis. Vena-vena terletak lateral terhadap arterinya.2
Arachnoideamater adalah suatu membrane lembut yang tidak permeable yang meliputi
otak dan terletak diantara piamater disebelah dalam dan duramater disebelah luar. Membrane
ini dipisahkan dari durmater oleh ruang potensial, disebut spatium subdurale, dan dari piamater
oleh spatium subarachnoideum yang terisi oleh cairan cerebrospinalis.2
Piamater adalah membran vascular yang dengan erat membungkus otak,
membungkus gyrus-gyrus dan masuk ke dalam sulcus-sulcus yang terdalam.2
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior dan membentuk circulus willisi. Arteri carotis interna
muncul dari sinus cavernosus pada sisi medial processus clinoideus anterior. Kemudian arteri
ini membelok ke belakang menuju ke sulcus cerebri lateralis. Disini, arteri ini bercabang
menjadi arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media.2
Arteri vertebralis, cabang dari arteri pertama A.Subclavia. Pada pinggir bawah pons,
arteri ini bergabung dengan arteri dari sisi lainnya membentuk arteri basilaris.2

15
Gambar 1: penampang koronal bagian atas kepala memperlihatkan lapisan kulit kepala,
lapisan meningea.2

B. DEFINISI
Perdarahan intrakranial adalah istilah yang mencakup berbagai kondisi yang yang
ditandai dengan akumulasi ekstravaskuler darah dalam ruang intrakranial yang berbeda.3
Perdarahan intrakranial adalah keadaan kegawat daruratan medis yang ditandai
dengan kerusakan neurologis awal ataupun kematian. Terdapa gejala muntah, perubahan
tingkat kesadaran, dan peningkatan tekanan darah pada pasien stroke akut dapat dicurigai
perdarahan intracranial.4
C. EPIDEMIOLOGI
Negara-negara di Asia memiliki insiden yang tinggi terhadap kejadian perdarahan
intracerebral dari daerah atau negara lain yang ada di dunia.5
D. ETIOLOGI
 Hipertensi : peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan arteri kecil pecah di dalam
otak.
 Obat-obatan anti koagulan seperti, warfarin, dan heparin yang digunakan untuk
pengobatan stroke dan penyakitr jantung.

16
 Arteri vena malformasi (AVM)
 Trauma kepala
 Gangguan perdarahan
 Tumor
 Amyloid angiopati.
 Perdarahan secara spontan6
E. PATOGENESIS
Nontraumatic perdarahan intraserebral terjadi karena kerusakan dinding pembuluh
darah (misalnya, hipertensi, eklampsia), tetapi juga mungkin karena autoregulatory disfungsi
dengan aliran darah otak yang berlebihan (misalnya, cedera, reperfusi, transformasi hemoragik,
paparan dingin), pecahnya aneurysm atau arteriovenous malformation (AVM), arteriopati
(misalnya, amiloid serebral angiopathy), hemostasis (misalnya, trombolisis, antikoagulan,
perdarahan diatesis), hemoragik nekrosis (misalnya, tumor, infeksi), atau vena obstruksi
outflow (misalnya, trombosis vena cerebral).5
Trauma tembus kranial juga penyebab umum dari perdarahan. Pasien yang
mengalami trauma kepala tumpul dan kemudian menerima warfarin atau clopidogrel dianggap
berisiko untuk mengalami perdarahan intrakranial traumatik. Menurut sebuah penelitian, pasien
yang menerima clopidogrel memiliki prevalensi lebih tinggi secara signifikan langsung
perdarahan intrakranial traumatik dibandingkan dengan pasien yang menerima warfarin.
Tertunda perdarahan intrakranial traumatik jarang dan hanya terjadi pada pasien yang
menerima warfarin.5
F. KLASIFIKASI
Tipe perdarahan intrakranial yakni; perdarahan epidural, perdarahan subdural,
perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebral dan perdarahan periventrikular-
intraventrikular (PVH-IVH).
1. Perdarahan Epidural
a. Definisi
Epidural hematom adalah suatu akumulasi darah yang terletak diantara
meningen (membran duramter) dan tulang tengkorak yang terjadi akibat trauma.
Duramater merupakan suatu jaringan fibrosa atau membran yang melapisi otak dan
medulla spinalis. Epidural dimaksudkan untuk organ yang berada disisi luar duramater

17
dan hematoma dimaksudkan sebagai masa dari darah. Umumnya terkait dengan riwayat
trauma dan terkait patah tulang tengkorak. Sumber perdarahan biasanya arteri
meningeal robek (paling sering, arteri meningeal media). EDH biasanya bikonveks
dalam bentuk dan dapat menyebabkan efek massa dengan herniasi.7
b. Epidemiologi
Biasanya perdarahan epidural terlihat pada pasien muda yang telah menderita
trauma kepala, biasanya dengan patah tulang tengkorak.7
c. Etiologi
Epidural hematom terjadi akibat suatu trauma kepala, biasanya disertai dengan
fraktur pada tulang tengkorak dan adanya laserasi arteri. Epidural hematom juga bisa
disebabkan akibat pemakaian obat – obatan antikoagulan, hemophilia, penyakit liver,
penggunaan aspirin, sistemik lupus erimatosus, fungsi lumbal. Spinal epidural
hematom disebabkan akibat adanya kompresi pada medulla spinalis. Gejala klinisnya
tergantung pada dimana letak terjadinya penekanan. Trauma adalah penyebab khas
perdarahan epidural. Trauma tumpul memberikan dampak ke kepala dari serangan,
jatuh, atau kecelakaan lainnya. Distosia, persalinan forceps, dan molding tengkorak
yang berlebihan melalui jalan lahir telah terlibat dalam perdarahan epidural pada bayi
baru lahir.8
d. Patofisiologi
Laserasi arteri meningeal media adalah etiologi yang paling umum. Sejumlah
kecil epidural hematoma telah dilaporkan dengan tidak adanya trauma. Etiologinya
termasuk infeksi pada tulang tengkorak, malformasi pembuluh darah dari duramater,
dan metastasis ke tengkorak. perdarahan epidural spontan juga dapat berkembang pada
pasien dengan koagulopati berhubungan dengan masalah medis lain (penyakit hati
misalnya, stadium akhir, alkoholisme kronis, penyakit lainnya yang berhubungan
dengan disfungsi trombosit).8
Cedera kepala yang berat dapat merobek atau menghancurkan saraf, pembuluh
darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur
saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan
penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh
pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas,

18
maka peningkatan tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena
posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah,
otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan
batang otak, keadaan ini disebut dengan herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa
mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen
magnum) kedalam medulla spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang
otak mengendalikan fungsi fital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera kepala yang
tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut
dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan, sangat peka terhadap terjadinya
perdarahan di sekeliling otak.8
Perdarahan epidural timbul akibat cedera terhadap arteri atau vena meningeal.
Arteri yang paling sering mengalami kerusakan adalah cabang anterior arteri meningea
media. Suatu pukulan yang menimbulkan fraktur kranium pada daerah anterior inferior
os parietal, dapat merusak arteri. Cidera arteri dan venosa terutama mudah terjadi jika
pembuluh memasuki saluran tulang pada daerah ini. Perdarahan yang terjadi
melepaskan lapisan meningeal duramater dari permukaan dalam kranium. Tekanan
ntracranial meningkat, dan bekuan darah yang membesar menimbulkan tekanan ntra
pada daerah motorik gyrus presentralis dibawahnya. Darah juga melintas
kelateral melalui garis fraktur, membentuk suatu pembengkakan di bawah
8
m.temporalis.
Apabila tidak terjadi fraktur, pembuluh darah bisa pecah juga, akibat daya
kompresinya. Perdarahan epidural akan cepat menimbulkan gejala – gejala, sesuai
dengan sifat dari tengkorak yang merupakan kotak tertutup, maka perdarahan epidural
tanpa fraktur, menyebabkan tekanan intrakranial yang akan cepat meningkat. Jika ada
fraktur, maka darah bisa keluar dan membentuk hematom subperiostal (sefalhematom),
juga tergantung pada arteri atau vena yang pecah maka penimbunan darah ekstravasal
bisa terjadi secara cepat atau perlahan – lahan. Pada perdarahan epidural akibat
pecahnya arteri dengan atau tanpa fraktur linear ataupun stelata, manifestasi neurologik
akan terjadi beberapa jam setelah trauma kapitis. 8
e. Gambaran klinis

19
Tidak seperti perdarahan subdural, perdarahan epidural biasanya dipicu oleh
trauma kepala yang jelas. sebuah tanda khas adalaha adanya cedera kepala (baik
selama olahraga, atau akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor) yang terdapat
kehilangan kesadaran secara sementara, setelah cedera kembali ke tingkat kesadaran
yang normal (lucid interval), tetapi biasanya mengalami sakit kepala yang parah.
Secara bertahap setelah beberapa jam berikutnya mereka akan kehilangan kesadaran.
Perdarahan epidural terus berkembang sampai menimbulkan peningkatan tekanan
intracranial dan mungkin herniasi.7,8
Saat awal kejadian, pada sekitar 20% pasien, tidak timbul gejala apa – apa Tapi
kemudian pasien tersebut dapat berlanjut menjadi pingsan dan bangun bangun dalam
kondisi kebingungan. Pasien dengan epidural hematom yang mengenai fossa posterior
akan menyebabkan keterlambatan atau kemunduran aktivitas yang drastis. Penderita
akan merasa kebingungan dan berbicara kacau, lalu beberapa saat kemudian menjadi
apneu, koma, kemudian meninggal. 7,8
Pupil pada sisi perdarahan pertama-tama sempit, tetapi kemudian menjadi lebar
dan tidak bereaksi terhadap penyinaran cahaya. Dilatasi pupil, lebam, pupil yang
terfixasi, bilateral atau ipsilateral kearah lesi, adanya gejala – gejala peningkatan
tekanan intrakranial, atau herniasi. Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma,
bisa dijumpai hemiparese atau serangan fokal.9
Tanda diagnostik klinik berupa:
1) Lucid interval (+)
2) Kesadaran makin menurun
3) Late Hemiparese kontralaterallesi
4) Pupil anisokor
5) Babinsky ( +) kontralaterallesi
6) Fraktur di daerah temporal
Respon chusing yang menetap dapat timbul sejalan dengan adanya peningkatan
tekanan intara kranial, dimana gejalanya dapat berupa :
 Hipertensi
 Bradikardi
 bradipneu

20
 Adanya tiga gejala klasik sebagai indikasi dari adanya herniasi yang menetap,
yaitu:
 Coma
 Fixasi dan dilatasi pupil
 Deserebrasi
 Adanya hemiplegi kontralateral lesi dengan gejala herniasi harus dicurigai adanya
epidural hematom.
f. Gambaran radiologi
CT-scan tanpa kontras
Pada hampir setiap kasus perdarahan epidural terlihat pada CT-scan kepala.
Memberikan gambaran hematoma berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa
cembung sering terletak di area temporal atau temporoparietal, gambaran lain yang
dapat ditemukan yaitu pergeseran garis tengah. Pada Ct-scan tampak area yang tidak
selalu homogen, bentuknya bikonveks sampai planokonveks, melekat pada tabula
interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontra lateral (tanda space occupying lesion,
batas dengan korteks licin, densitas duramater biasanya jelas.

Gambar CT Scan Epidurah Hematoma7

Angiografi
Hal ini dapat digunakan untuk mengevaluasi penyebab nontraumatic dari EDH
(yaitu AVM). Jarang angiography dapat menunjukkan laserasi arteri meningeal

21
media. Kontras ekstravasasi dari arteri meningea dipasangkan ke vena meningea
dikenal sebagai "trem track sign".7
g. Diagnosis banding
Hematoma subdural
terjadi akibat pengumpulan darah diantara duramater dan arachnoid. gambaran CT-
Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdense
berbentuk bulan sabit.7,10
Meningioma
mungkin hyperdense, dengan meningkatkan kontras dan biasanya jauh dari fraktur
(misalnya parafalcine).7
h. Pengobatan8
Tatalaksana EDH dibagi menjadi 2 yaitu tatalaksana medikamentosa dan operatif.
Tatalaksana medikamentosa diberikan jika terdapat EDH subakut atau kronik yang
berukuran kecil (≤ 1 cm ketebalan) dan terdapat gejala dan tanda neurologius yang
minimal. Pada keadaan tersebut, pasien dirawat dan diobservasi dengan CT scan follow
up 1 minggu kemudian jika secara klinis stabil. Pada 50% kasus, EDH yang kecil akan
berkembang menjadi lebih besar dan diperlukan terapi operasi. Managemen operatif
diindikasikan jika terdapat:
a. EDH simptomatik
b. EDH akut asimptomatik tetapi ketebalan > 1 cm
c. EDH pada pasien anak

Tujuan dilakukan operasi adalah untuk menghilangkan bekuan darah sehingga dapat
menurunkan tekanan intrakranial, hemostasis dan mencegah reakumulasi darah di ruang
epidural.

i. Prognosis
Bahkan dengan hematoma yang relatif besar, secara umum cukup baik, asalkan
gumpalan tersebut dievakuasi segera. Sebuah hematoma kecil tanpa efek massa atau
tanda swirl dapat diobati secara konservatif, kadang-kadang menyebabkan kalsifikasi
dari duramater.8
2. Perdarahan Subdural

22
a. Definisi
Subdural hematoma (SDH) atau perdarahan subdural adalah salah satu bentuk

cedera otak dimana perdarahannya terjadi diantara duramater (lapisan pelindung terluar

dari otak) dan arachnoid (lapisan tengah meningens) yang terjadi akibat dari trauma.

Subdural hematoma adalah jenis yang paling umum dari trauma lesi massa intrakranial.

Hematoma Subdural yaitu perdarahan yang terjadi di antara duramater-arakhnoid,

akibat robeknya "bridging vein" (vena jembatan). 11

b. Etiologi
Subdural hematom disebabkan robekan vena – vena di korteks cerebri atau bridging
vein oleh suatu trauma. kebanyakan perdarahan subdural disebabkan karena trauma
kepala yang merusakkan vena-vena kecil didalam lapis meninges.
Penyebab hematoma subdural meliputi berikut ini:
 Trauma kepala
 Penggunaan obat-obatan anti koagulan
 Perdarahan intrakranial nontraumatic karena aneurisma otak, malformasi arteri,
atau tumor (meningioma atau metastasis dural.
 Pascaoperasi (kraniotomi, CSF shunting)
 Hipotensi intrakranial (misalnya, setelah pungsi lumbal, lumbal CSF kebocoran,
shunt lumboperitoneal, anestesi epidural spinal.
 Spontan atau tidak diketahui (jarang)
Faktor risiko hematoma subdura meliputi berikut ini:
 Alkoholisme kronis
 Epilepsi
 Koagulopati
 Kista arachnoid
 Terapi antikoagulan (termasuk aspirin)
 Penyakit kardiovaskular (misalnya, hipertensi, arteriosclerosis)
 Trombositopenia
 Diabetes mellitus

23
Pada pasien yang lebih muda, alkoholisme, trombositopenia, gangguan
koagulasi, dan terapi antikoagulan oral yang telah ditemukan untuk menjadi lebih
umum. Kista arachnoid lebih sering dikaitkan dengan hematoma subdural kronis pada
pasien yang lebih muda dari 40 tahun. Pada pasien yang lebih tua, penyakit jantung
dan hipertensi arteri yang ditemukan lebih umum. Dalam sebuah penelitian, 16%
pasien dengan hematoma subdural kronis berada di terapi aspirin. Dehidrasi utama
adalah kondisi kurang umum terkait dan ditemukan secara bersamaan hanya 2% dari
pasien.11
c. Patofisiologi
Perdarahan terjadi diantara duramater dan araknoidea. Perdarahan dapat berasal
dari ruptur dari bridging vein, rupture granulasio pacchioni, perluasan perdarahan dari
fossa piamater, dan juga bisa dari perdarahan kontusio serebri.12
Meningen terdiri dari duramater, arachnoid, dan piamater. Daerah yang terdapat
diantara arachnoid dan duramater disebut daerah subdural. Bridging veins melintasi
daerah ini, berjalan dari permukaan kortikal menuju sinus dural. Perdarahan pada vena-
vena ini dapat terjadi akibat dari mekanisme sobekan di sepanjang permukaan subdural
dan peregangan traumatic dari vena-vena, yang dapat terjadi dengan cepat akibat
dekompresi ventrikular. Karena Permukaan subdural yang tidak dibatasi oleh sutura
cranialis, darah dapat menyebar di seleuruh hemisper dan masuk ke dalam fisura
hemisfer12
Mekanisme yang bisa menyebabkan munculnya hematom subdural akut adalah
benturan yang cepat dan kuat pada tengkorak. Subdural Hematom akut biasanya ada
hubungannya dengan trauma yang jelas dan seringkali disertai dengan laserasi atau
kontusi otak. 12
Subdural Hematom diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :
 Subdural Hematom Akut (Hiperdens)
Bila perdarahan terjadi kurang dari bebrapa hari atau dalam 24 – 48 jam setelah
trauma.
 Subdural HEmatom SubAkut (Isodens)
Bila perdarahan berlangsung antara 2-3 minggu setelah trauma
 Subdural Hematom Kronik

24
Bila perdarahan lebih dari 3 minggu setelah trauma
d. Gambaran klinis 11,13
Gejala klinis dari subdural hematom akut tergantung dari ukuran hematom dan
derajat kerusakan parenkim otak. Subdural hematom biasanya bersifat unilateral. Gejala
neurologis yang sering muncul adalah :
1. Perubahan tingkat kesadaran, terjadi penurunan kesadaran
2. Dilatasi pupil ipsilateral hematom
3. Kegagalan pupil ipsilateral bereaksi terhadap cahaya
4. Hemiparesis kontralateral
5. Papiledema
Pada penderita subdural hematom subakut, terdapat trauma kepala yang
menyebabkan penurunan kesadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologic
yang perlahan-lahan. Namun, setelah jangka waktu tertentu pasien memperlihatkan
tanda-tanda status neurologis yang memburuk. Manifestasi klinis dari subdural
hematom kronik biasanya tersembunyi dengan gejala-gejala berupa penurunan
kesadaran, gangguan keseimbangan, disfungsi kognitif dan gangguan memori,
hemiparesis, sakit kepala dan afasia, kebingungan, mual, muntah, kejang.
e. Gambaran Radiologis
CT-Scan
 Akut
Penampilan klasik dari hematoma subdural akut adalah homogen hyperdense
ekstra-aksial berbentuk bulan sabit yang menyebar difus. Pada CT Scan tampak
gambaran hyperdens sickle (seperti bulan sabit) didekat tabula interna, kadang
sulit dibedakan dengan epidural hematom. Batas medial hematom seperti
bergerigi. adanya hematom di daerah fissura interhemisfer dan tentorium juga
menunjukkan adanya hematom subdural.14

25
Gambar Perdarahan subdural akut14
 Subakut
Kepadatan akan turun ke 30HU dan menjadi isodense ke korteks yang
berdekatan. CSF diisi sulci tidak mencapai tengkorak melainkan memudar
keluar ke subdural yang efek massa termasuk penipisan sulcal (distorsi) dan
pergeseran garis tengah, penebalan jelas korteks. 11

gambar: Darah abu-abu merupakan subakut perdarahan, sedangkan darah putih


mewakili akut.11
 Kronis
Subdural hematom menjadi hipodens dan dapat mencapai 0 HU dan akan
isodense. Pada CT Scan tampak area hipodens, isodens dan sedikit hiperdens,
berbentuk bikonveks, berbatas tegas, melekat pada tabula.

26
Ada 4 macam tampilan CT Scan untuk subdural hematom kronik, yaitu:
1. Tipe I : Hypodens Chronic Subdural Hematom
2. Tipe II : Chronic Subdural Hematom densitas inhomogen
3. Tipe III : isodens Chronic Subdural Hematom
4. Tipe IV : Sligthly hyperdens chronic subdural hematom

Gambar CT Scan Subdural hematom Kronik

Gambar Non - kontras aksial CT scan menunjukkan berbentuk bulan sabit,


kronis CSF - isodense meninggalkan hematoma subdural (panah). Ada
penipisan ringan ventrikel lateral kiri.23
f. Pengobatan

27
Seperti halnya pasien trauma, resusitasi dimulai dengan ABC (jalan napas,
pernapasan, sirkulasi). Semua pasien dengan Glasgow Coma Scale (GCS) skor kurang
dari 8 harus diintubasi untuk perlindungan jalan napas. Pada pasien yang tidak
memiliki efek massa yang signifikan pada studi pencitraan dan tidak ada gejala atau
tanda-tanda neurologis kecuali sakit kepala ringan, hematoma subdural kronis telah
diamati dengan scan serial. Meskipun resolusi hematoma telah dilaporkan, namun
tidak ada terapi medis yang telah terbukti efektif dalam mempercepat resolusi
hematoma subdural akut atau kronis. Bedah untuk muncul dekompresi telah dianjurkan
jika hematoma subdural akut dikaitkan dengan pergeseran garis tengah lebih besar dari
atau sama dengan 5 mm.11
Operasi juga telah direkomendasikan untuk hematoma subdural akut dengan
ketebalan melebihi 1 cm. Indikasi ini telah dimasukkan ke dalam Pedoman
Pengelolaan Bedah Akut Subdural hematoma yang diusulkan oleh perusahaan
patungan antara Brain Trauma Foundation dan Kongres Ahli Bedah Neurologi, dirilis
pada tahun 2006. Secara umum, penanganan SDH kronik adalah dengan pemberian
profilaksis kejang dengan fenitoin (17 mg/kg iv secara lambat) dilanjutkan dengan 100
mg IV lambat setiap 8 jam, mengatasi koagulopati dan tatalaksana operatif untuk
mengevakuasi hematom. Indikasi dilakukan evakuasi hematom adalah SDH kronis
simptomatik dan SDH dengan ketebalan lebih 1 cm, serta pergeseran garis tengah lebih
dari 0,5 cm.11
g. Prognosis
Perlu dicatat bahwa angka kematian di hematoma subdural akut yang membutuhkan
pembedahan sebenarnya sangat tinggi (50-90%), terutama pada pasien yang dengan
antikoagulan hanya 20% pulih sepenuhnya.
3. Perdarahan Subarachnoid
a. Definisi
Perdarahan subarachnoid ( SAH ) adalah Perdarahan Subarakhnoid merupakan
gangguan mekanikal system vaskuler pada intracranial yang menyebabkan masuknya
darah ke dalam ruang subarachnoid.15,16
b. Etiologi

28
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma
(85%). Kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan
kaitan dari pendarahan aneurisma. Perdarahan subarachnoid spontan (primer) biasanya
hasil dari pecahnya aneurisma. Sebuah bawaan intrakranial saccular atau berry
aneurisma adalah penyebab di sekitar 85 % pasien. Perdarahan dapat berhenti secara
spontan. Aneurisma perdarahan dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering
terjadi dari usia 40-65. Penyebab kurang umum adalah aneurisma mikotik, malformasi
arteri, dan gangguan perdarahan.17
c. Patofisiologi
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamic
pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma
dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput
tipis bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan
aneurisma. Suatu bagian tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid. 17
Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid
bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran wilis.
Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah ruang subarachnoid. Pia
mater terikat erat pada permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi dengan CSF.
Trauma perdarahan subarachnoid adalah kemungkinan pecahnya pembuluh darah
penghubung yang menembus ruang itu, yang biasanya sma pada perdarahan subdural.
Meskipun trauma adalah penyebab utama subarachoid hemoragik, secara umum
digolongkan denga pecahnya saraf serebral atau kerusakan arterivenous. 17
Perdarahan di ruang subarachnoid dapayt menyebabkan meningitis dan dapat
meningkatkan tekanan intrakranial untuk beberapa hari atau beberapa minggu.
Vasospasme sekunder dapat menyebabkan iskemia otak fokal; sekitar 25% dari pasien
mengembangkan tanda-tanda serangan transient ischemic (TIA) atau stroke iskemik.17
d. Gejala Klinis16
Gejala utama adalah sakit kepala parah yang dimulai secara tiba-tiba (sering disebut
sakit kepala petir). Hal ini sering lebih sakit pada bagian dekat belakang kepala.
Banyak orang sering menggambarkannya sebagai "sakit kepala terburuk yang pernah
terjadi".

29
 Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90% tanpa
keluhan sakit kepala.
 Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit
delirium sampai koma.
 Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, tanda kernig ada.
 Fundus okuli : 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam setelah
pendarahan. Sering terdapat pedarahan subarachnoid karena pecahnya aneurisma
pada arteri komunikans anterior, atau arteri karotis interna
 Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.
 Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam ringan karena
rangsangan meningen, dan demam tinggi bila pada hipotalamus. Begitu pun
muntah,berkeringat,menggigil, dan takikardi, adanya hubungan dengan
hipotalamus.
e. Gambaran Radiologis
CT-Scan
Pemeriksaan ct scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial. Pada
pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (densitas tinggi) dalam
ventrikel atau dalam ruang subarachnoid. Sensitivitas CT adanya darah
subarachnoid sangat dipengaruhi oleh jumlah darah dan sejak kapan perdarahan.
Diagnosis dicurigai ketika bahan darah terlihat mengisi ruang subarachnoid. Paling
umum ini jelas di sekitar lingkaran Willis, karena sebagian besar aneurisma berry
terjadi di wilayah ini (65%), atau dalam fissure Sylvian (30%). Sejumlah kecil
darah kadang-kadang dapat dilihat di fossa interpeduncular, muncul sebagai
segitiga hyperdense kecil, atau dalam tanduk oksipital dari ventrikel lateral.15

30
Gambar Ada tinggi-redaman darah di celah Sylvian (panah biru) dan fisura
interhemispheric (panah merah).24
f. Pengobatan
Relief vasospasme terkait (terjadi pada sebanyak 50 % pasien dengan SAH) dapat
dicapai secara medis dengan calcium channel blockers.
Operasi pengangkatan dapat diindikasikan.
g. Prognosis
Sekitar 35% dari pasien meninggal setelah aneurisma pertama perdarahan
subarachnoid; lain 15% meninggal dalam beberapa minggu karena pecahnya
berikutnya. Secara umum, prognosis adalah buruk dengan aneurisma, baik dengan
malformasi arteri, dan terbaik saat angiografi pembuluh darah tidak mendeteksi lesi,
mungkin karena sumber perdarahan kecil dan telah tertutupi.17
4. Perdarahan Intraventricular
a. Definisi
Perdarahan intraventrikular ( IVH ) hanya menunjukkan adanya darah dalam sistem
ventrikel otak, dan bertanggung jawab untuk morbiditas yang signifikan karena dapat
berkembang menjadi hidrosefalus obstruktif. Pada orang dewasa perdarahan
intraventrikular biasanya hasil dari perdarahan intraserebral (biasanya basal ganglia
perdarahan hipertensi) atau perdarahan subarachnoid. IVH merupakan rupturnya
dinding ventrikel pada tepi ependymal dan vaskuler sub ependymal,

31
perdarahan/petechie di sekitar ganglia basalis yang disebabkan akselerasi traumatik dan
distorsi otak.
b. Patofisiologi
Akselerasi traumatik dan distorsi otak menyebabkan dinding ventrikel pada tepi
ependymal dan vaskuler sub ependymal, perdarahan/petechie di sekitar ganglia basalis
kemudian darah menghambat aliran CSF sehingga dapat menyebabkan ventrikel
melebar.
c. Gejala Klinis
Presentasi klinis perdarahan intraventrikular (terlepas dari penyebab) adalah mirip
dengan perdarahan subarachnoid. Pasien mengalami tiba-tiba mengalami sakit kepala
berat. Tanda-tanda meningismus juga hadir (yaitu fotofobia, mual dan muntah, dan
leher kaku). Pendarahan yang lebih besar dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran,
kejang, dan kompresi batang otak dengan kompromi kardiorespirasi.18,19
d. Gambaran Radiologis
CT-Scan

Gambar Noncontrast CT scan menunjukkan AVM kalsifikasi dan bergumpal IVH ,


setiap hyperdense.26
CT non kontras adalah andalan evaluasi akut pasien yang datang dengan onset sakit
kepala mendadak atau gejala stroke seperti; darah di ventrikel muncul sebagai bahan
hyperdens. Akut, jika volume darah yang signifikan dapat mengisi ventrikel. Daerah berbatas
tegas dengan densitas meningkat pada sistem ventrikel dan tampak pelebaran ventrikel.18

32
e. Pengobatan dan Prognosis
Pendekatan pengobatan utama perdarahan intraventrikular dapat dibagi menjadi dua :
pengobatan penyebab yang mendasari perdarahan (misalnya aneurisma, AVM).
pengobatan hidrosefalus obstruktif. Kemudian hanya mungkin memerlukan pemantauan
hati-hati klinis negara dan seri CT otak untuk menilai ukuran ventrikel, atau mungkin
memerlukan penempatan saluran ventrikel.
5. Perdarahan Intracerebral
a. Definisi
Hematom intraserebral merupakan area perdarahan yang homogen dan konfluen yang
terdapat didalam parenkim otak. Perdarahan intracerebral biasanya disebabkan oleh
trauma terhadap pembuluh darah, timbul hematoma intraparenkim dalam waktu 30
menit – 6 jam setelah terjadinya trauma. Hematoma timbul pada daerah kontralateral
trauma.3
b. Epidemiologi
Intraserebral hematom menyumbang sekitar 20 % kasus dari keseluruhan perdarahan
intrakranial dan umumnya terjadi pada regio frontal dan temporal meskipun dapat juga
terjadi di korpus kalosum, area periventrikular dan ganglia basalis. 3
c. Etiologi
ICH bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak,
tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan
pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam yaitu di parenkim otak atau
pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Penyebab paling umum dari perdarahan
intraserebral adalah tekanan darah tinggi (hipertensi). Penyebab kurang umum dari
perdarahan intraserebral termasuk trauma, infeksi, tumor, kekurangan pembekuan
darah, dan kelainan pada pembuluh darah (misalnya malformasi arteri). 3
d. Gejala Klinis
Gejala biasanya datang tiba-tiba dan dapat bervariasi tergantung pada lokasi perdarahan
. Gejala umum termasuk :
- Penurunan kesadaran.

33
- Sakit kepala, mual , dan muntah.
- Letargi atau kebingungan.
- Kelemahan mendadak atau mati rasa pada wajah , lengan atau kaki , biasanya pada
satu sisi.
- Kerugian sementara visi.
- Kejang
e. Gambaran Radiologis
CT-Scan
CT-Scan adalah X - ray noninvasif untuk meninjau struktur anatomi di dalam otak
untuk melihat apakah ada darah di otak. Sebuah teknologi baru yang disebut CT
angiografi melibatkan injeksi kontras ke dalam aliran darah untuk melihat arteri otak.
Pemeriksaan CT-Scan dapat dilakukan untuk mengevaluasi adanya ICH. Gambaran
yang dapat diberikan oleh CT-scan antara lain satu atau lebih hematom yang terlokalisir
dan kadang-kadang terletak pada lokasi yang dalam. Selain itu dapat juga ditemukan
edema pada area disekeliling hematom. Jika pada Ct-scan pertama tidak ditemukan
perdarahan yang tidak sesuai dengan energi trauma, atau jika terdapat perdarahan ICH
yang sedikit, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT-scan follow up untuk
mendeteksi delayed ICH.6

Gambar CT-Scan perdarahan intracerebral.3


f. Penatalaksanaan
Tatalaksana ICH dapat berupa konservatif atau operatif. Managemen operatif dapat
dilakukan jika terdapat indikasi berupa penurunan kesadaran dan adanya pergeseran
garis tengah dan letak hematom pada regio lobus temporal kanan dapat menimbulkan

34
herniasi meskipun tidak terdapat peningkatan tekanan intrakranial. Setelah penyebab
dan lokasi perdarahan diketahui, perawatan medis atau bedah dilakukan untuk
menghentikan pendarahan, menghilangkan bekuan, dan meringankan tekanan pada
otak. Jika dibiarkan sendiri otak akhirnya akan menyerap gumpalan dalam beberapa
minggu-namun kerusakan pada otak yang disebabkan oleh ICH. 6
Umumnya, pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) dan defisit minimal
diperlakukan secara medis. Pasien dengan perdarahan cerebellar (> 3 cm 3) yang
memburuk atau yang memiliki kompresi batang otak dan hidrosefalus diperlukan
pembedahan untuk menghapus hematoma sesegera mungkin. Pasien dengan perdarahan
lobar besar (50 cm3) yang memburuk biasanya menjalani operasi pengangkatan
hematoma.6
G. KESIMPULAN
Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang terjadi di dalam tulang tengkorak.
perdarahan bisa terjadi didalam otak maupun disekelilingnya. Perdarahan Epidural adalah
perdarahan yang terjadi diantara tulang tengkorak dan lapisan duramater. Perdarahan subdural
adalah perdarahan yang terjadi antara duramater dan arachnoid. Perdarahan subarachnoid
adalah perdarahan yang terjadi di rongga subarachnoid. Perdarahan intracerebral adalah
perdarahan yang terjadi di dalam otak. sedangkan perdarahan intraventrikular adalah
perdarahan yang terjadi didalam ventrikel. Penyebab perdarahan intracranial bisa karena cedera
kepala maupun kelainan pada pembuluh darah.

35
DAFTAR PUSTAKA
1. Pietrangelo ann. Intracerebral Hemorrhage. 2012. www.healthline.com diakses pada 16
Maret 2019.
2. Snell RS, Sugiharto L. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta; EGC. 2011.
3. Frank G, Goel A. Intracranial Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada 16
Maret 2019.
4. Joseph PB, Harold PA, et.all. Guidelines for the Management of Spontaneous
Intracerebral Hemorrhage. AHA Scientific Statement. https://stroke.ahajournals.org
diakses pada 16 Maret 2019.
5. Liebeskind DS. Lutsep, HL. Intracranial Hemorrhage.
https://emedicine.medscape.com/ diakses pada 16 Maret 2019.
6. Zuccarello Mario. Intracerebral Hemorrhage. Mayfield Clinic and Spine Institute.
https://mayfieldclinic.com. Diakses pada 16 Maret 2019.
7. Frank G, Goel A. Extradural Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada 16 Maret
2019.
8. Ullman JS. Epidural Hemorrhage. https://emedicine.medscape.com/ diakses pada 16
Maret 2019.
9. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta; Dian Rakyat. 2010.
10. Markam S. Trauma Kapitis. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Gajahmada
University Press. Yogyakarta: 2005.
11. Meagher RJ. Subdural Hematoma. https://emedicine.medscape.com/ diakses pada 16
Maret 2019.
12. Rusdy Ghazali Malueka. Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendekia Press; Yogyakarta.
2011
13. Senelick Richard. 2015. Subdural Hematoma. https://m.webmd.com diakses pada 16
Maret 2019.
14. Gaillard Frank. Subdural Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada 16 Maret
2019.
15. Gaillard Frank. Subarachnoid Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada 16
Maret 2019.

36
16. Reinhardt MR. Subarachnoid hemorrhage. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed diakses pada
16 Maret 2019.
17. Giraldo EA. Subarachnoid Hemorrhage. Merckmanual. www.merckmanuals.com
diakses 16 Maret 2019.
18. Knipe Henry. Intraventricular hemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada 16 Maret
2019.
19. Mercer JS. Intraventricular hemorrhage. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed diakses pada
16 Maret 2019.
20. Octaviani D, Estiasari R, Kurniawan M, Tandian D. Perdarahan Intraventrikuler Primer.
Jakarta; FKUI RSCM. J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 5, Mei 2011
21. David J. Intracranial Hemorrhage. USA; Medscape. 2011.
https://emedicine.medscape.com
22. Mogoseanu M, Pascut M, Barsasteanu F, et.all. Computed Tomography (CT) Versus
Magnetic Resonance Imaging (MRI) in Evaluation of Head Injuries. Timisoara Medical
Journal. www.tmj.ro diakses 17 Maret 2019.
23. Kim MS, Lee DH, et.all. A Case of Subdural hematoma in patient with chronic myeloid
leukemia treated with high-dose imatinib mesylate. www.openi.nlm.nih.gov diakses 16
Maret 2019.
24. Gershon A, Feld R, Twohig M. Subarachnoid Hemorrhage. Learning Radiology.
www.learningradiology.com diakses 17 Maret 2019.
25. Xavier AR, Quershi AI, Kirmani JF, Yahia AM, Bakshi R. Neuroimaging of Stroke.
Southern Medical Journal. www.medscape.com diakses 17 september 2015.
26. Bakshi R, Kamran S, Kinker PR, Bates VE, et.all. Fluid-Attenuated Inversion-Recovery
MRI in Acute and Subacute Cerebral Intraventricular Hemorrhage. AJNR Am J
Neuroradiology 20:629-636, April 1999. www.ajnr.org diakses 17 Maret 2019.

37

Anda mungkin juga menyukai