Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perdarahan subaraknoid (PSA) merupakan darurat medik dengan angka


kecacatan dan kematian yang sangat tinggi, meskipun sudah terdiagnosis dan diobati
secara dini tetapi angka kematian masih mencapai 50%. Lebih dari 50% dari yang
hidup mengalami perdarahan ulang dan vasospasme, bahkan 10-15% meninggal
sebelum mendapat pertolongan medis. Pada pasien yang selamat sering mengalami
gangguan neurologis dan kognitif. Penyebab terbanyak perdarahan subaraknoid
nontraumatik adalah pecahnya aneurisma, selain itu bisa disebabkan pecahnya
arterivenous malformation (AVM) atau trauma kepala. (Purwata Eko Thomas, 2014)

Tipe aneurisma yang paling sering menyebabkan PSA adalah aneurisma


Berry (saccular) dengan prevalensi 5- 10% dari populasi. Lokasi aneurisma yang
paling sering adalah di percabangan arteri besar di sirkulus Willisi, pada 85%
kasus PSA spontan penyebabnya adalah aneurisma serebri. Insiden PSA akibat
aneurisma 2-16 per 100.000, insiden ini meningkat dengan bertambahnya umur
dengan rerata awitan pada umur > 50 tahun, wanita lebih sering dari pria.2-3
Faktor risiko yang konsisten untuk PSA adalah hipertensi, merokok dan peminum
berat serta pemakaian obat-obatan simpatomimetik, misalnya amphetamine, cocaine.
(Purwata Eko Thomas, 2014)

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara


otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Perdarahan subaraknoid dimasukan ke
dalam klasifikasi stroke hemoragik.

2.2Anatomi

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah


pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater. (Sitorus Sari Mega, 2004)

1. Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan
dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana
keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus
venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam
membentuk sekat di antara bagian-bagian otak. (Sitorus Sari Mega, 2004)

Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga
membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam
tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang
berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua
hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista
galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis
interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke
dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga
masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebelli
terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa craniii

2
posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan
pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia meninggalkan
lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran
vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura. (Sitorus Sari Mega,
2004)

2. Arachnoidea

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi
spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum
subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang
membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling
berhubungan. (Sitorus Sari Mega, 2004)

Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam


sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi
arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis
superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki
circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke
dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe. (Sitorus
Sari Mega, 2004)

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang


secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun
rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak.
Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut
struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna
yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum. (Sitorus Sari Mega, 2004)

Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas


subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini
bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak
pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di
bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis.

3
Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum,
cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara
peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis
dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii). (Sitorus Sari Mega, 2004)

Gambar 1. Durameter

3. Piamater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi


permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah
di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah
corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius
dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah
choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan
ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di
tempat itu. (Sitorus Sari Mega, 2004)

Lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang


belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piamater ini merupakan lapisan dengan
banyak pembuluh darah dan terdiri dari jaringan penyambung yang halus serta dilalui
pembuluh dara yang memberi nutrisi pada jaringan saraf. Astrosit susunan saraf pusat
mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end feet dalam piamater untuk
membentuk selaput pia-glia. Selaput ini berfungsi utuk mencegah masuknya bahan-
bahan yang merugikan keadaann susunan saraf pusat. Piamater membentuk tela

4
choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus, dan menyatu dengan ependymal
membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis, tertius dan quartus.
( Lumongga F, 2008)

Gambar. Sel Glia Pada Otak

Gambar 2. Pembuluh Darah di Otak

5
Gambar 3. Bagian Otak dan Fungsi Otak

2.3 Etiologi

Penyebab paling sering pada perdarahann subarachnoid non traumatic adalah


rupture aneurisma serebral, yaitu sekitar 70% hingga 80%, dan malformasi
asteriovenosa sekitar 5-10 %. Risiko pecahnya aneurisma tergantung pada lokasi,
ukuran, dan keteblan dinding aneurisma. Aneurima dengan diameter kurang dari 7
mm pada sirkulasi serebral anterior mempunyai risiko pecahh terendah dan risiko
lebih tinggi terhadi pada aneurisma di sirkulasi serebral posterior dan akan
meningkat sesuai besarnya ukuran aneurisma. Kebanyakan perdarahan subarachnoid
terjadi karena perdarahan intraerebral primer (hipertensif), 10% pada perdarahan
primesensafalik, tumor susunan saraf pusat, trauma dan cedera iatrogenic selama
pemedahan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelainan perdarahan seperti
leukemia, vasculitis, anemi aplastk, ITP, gangguan fungsi hati, komplikasi obat
trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, diseksi arterial dan hemophilia
dapat memicu terjadinya perdarahan subarachnoid. Obat vasopressor, kokain, herpes
simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute necrolizing haemorrhagic,
encephalitis terdiri dari salah satu penyebab terjadinya perdarahan subarachnoid.
(Ganesen, 2016)

2.4 Patofisologi
6
Perdarahan subarachnoid diklarifikasikann menjadi dua kategori :

1. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik


Perdarahan subarachnoid traumatic terjadi hasil dari cedera kepala.
Namun, perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang
berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke hanya jika terjadi secara spontan
yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari factor-faktor eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh. (Ganesen, 2016)

2. Perdarahan Spotan Non Traumatic


Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma
mendadak disebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang meonjol
didaerah yang lemah dari dinding arteri itu. Aneurisma biasanya terjadi di
percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan),
atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahu dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan
subarachnoid adlah hasil dari aneurisma kongenita. Sedangkan spontan
subarachnoid hemoragik disebabkan oleh karena rupture aneurisma atau
abnormalitas pembulh darah pada otak. Mekanisme lain yang kurang
umum adalah perdarahan subarachnoid dari pecahnya koneksi abnormal
Antara arteri dan vena (malformasi arteri) didalam atau disekitatr otak.
Sebuah malformsi muncul pad saat kelahiran, tetapi biasanya hana
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan
darah pada katub jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke
arteri yang memasuk otak, dan menyebabkan artri menjadi meradang arteri
kemudian dapat melemah dan pecah. (Ganesen, 2016)

2.5 Gambaran Klinis


Gambaran klasik adalah keluhan tiba-tiba nyeri kepala berat, sering
digambarkan oleh pasien sebagai ”nyeri kepala yang paling berat dalam
kehidupannya”. Sering disertai mual, muntah, fotofobia, dan gejala neurologis akut
fokal maupun global, misalnya timbulnya bangkitan, perubahan memori atau
perubahan kemampuan konsentrasi, dan juga meningismus. Pasien mungkin akan

7
mengalami penurunan kesadaran setelah kejadian, baik sesaat karena adanya
peningkatan tekanan intrakranial atau ireversibel pada kasus-kasus parah.
Beberapa tanda dan gejala klinis yang sering dijumpai pada pasien perdarahan
subaraknoid:
- onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,
berlangsung dalam 1 atau 2 detik sampai 1 menit, kurang lebih 25% pasien didahului
nyeri kepala hebat.
- vertigo, mual, muntah, banyak keringat, menggigil, mudah terangsang, gelisah dan
kejang.
- penurunan kesadaran, kemudian sadar dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
- gejala-gejala meningeal.
- pada funduskopi, didapatkan 10% pasien mengalami edema papil beberapa jam
setelah perdarahan dan perdarahan retina berupa perdarahan subhialoid (10%), yang
merupakan gejala karakteristik karena pecahnya aneurisma di arteri komunikans
anterior atau arteri karotis interna.
- gangguan fungsi autonom berupa bradikardia atau takikardia, hipotensi atau
hipertensi, dan
- banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernapasan.
Kejadian misdiagnosis pada perdarahan subaraknoid berkisar antara 23%
hingga 53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi lebih
cermat.10,11 Terjadinya misdiagnosis sering berhubungan dengan status mental
pasien yang masih normal, volume perdarahan subaraknoid kecil, dan terjadinya
aneurisma masih dini. Tabel 3 memperlihatkan beberapa faktor risiko perdarahan
subaraknoid. (Setyopranoto Ismail, 2012)

2.6 Diagnosis Banding

Stroke Non Hemoragik

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat
gangguan peredaran darah terjadi, gejala-gejala tersebut diantaranya adalah:
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.

8
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral)
- Bisa terjadi kejang-kejang.
Yang membedakan dengan PSA adalah tidak didapatkannya gejala peningkatan
intrakranial seperti mual dan muntah. tidak didapatkan adanya tanda rangsang
meningeal dan onset kejadian yang mendadak tetapi tidak saat berakrtivitas. Gejala
klinis pada stroke non hemoragik kebanyakn lebih ringan daripada stroke hemoragik
seperti PSA. Penyingkiran diagnosis dapat dilihat dari hasil CT-Scan kepala, dimana
pada stroke non hemoragik akan didapatkan daerah infark dengan gambaran
hipodens, sedangkan pada PSA didapatkan perdarahan dengan gambaran hiperdens
pada ruang subarachnoid. (Burgerner,A.Francis dkk.1996)

Perdarahan Intraserebral

Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh
darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini
banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah
aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia,
trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang
tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular. Pada perdarahan intraserebral,
perdarahan terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Gejala yang membedakan
adalah pada perdarahan intraserebral (PIS) tidak terdapat kaku kuduk, nyeri
kepalanya tidak lebih berat daripada PSA, pada lumbal pungsi tidak didapatkan
darah, kecuali apabila PIS meluas ke ruang subaraknoid.
(Burgerner,A.Francis,dkk.1996)

Meningitis

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur.
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi,
muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal (Burgerner,A.Francis,dkk.1996).

2.7 Pemeriksaan Penunjang

9
1. CT SCAN
Pemeriksaan ct scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial.
Pada pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (densitas tinggi)
dalam ventrikel atau dalam ruang subarachnoid. (Thomas Eko Purwata.
2014).

Gambar 4. Gambar CT Scan Perdarahan Subarachnoid

2. Magnetic resonance imaging (MRI)

Perdarahan subarachnoid akut: perdarahan subarachnoid akut tidak biasanya terlihat


pada T1W1 dan T2W1 meskipun bisa dilihat sebagai intermediate untuk
pengcahayaan sinyal tinggi dengan proton atau gambar FLAIR. CT pada umunya
lebih baik daripada MRI dalam mendeteksi perdarahan subarachnoid akut. Control
perdarahan subarachnoid: hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang-
kadang tampak MRI lapisan tipis pada sinyal rendah. (Thomas Eko Purwata.
2014)

3. Lumbal Pungsi

Bila tidak dapat dilakukan CT Scan atau MRI dapan dilakukan lumbal pungsi untuk
membuktikan adanya perdarahan dalam rongga subaraknoid. Bila dilakukan pungsi
lumbal maka akan dijumpai cairan LCS yang mengandung darah, kadar protein
10
meningkat sekitar 10-20 mg%. Jumlah darah yang dijumpai pada LCS mempunyai
nilai prognostik. Prognosis biasanya buruk bila kadar hematokrit cairan spinal tinggi
misalnya 3-5 %, hal ini sebagai indikator besarnya perdarahan yang terjadi. (Thomas
Eko Purwata. 2014)

2.8 Tatalaksana

2.8.1 Perawatan pra-rumah sakit

- Menilai prosedur ABC

- Triase dan pindahkan pasien dengan tingkat kesadaran berubah atau


pemeriksaan neurologis abnormal ke pusat medis terdekat yang
memiliki CT scan dan bedah saraf.

- Idealnya, diarahkan untuk mencegah sedasi pada pasien ini.


(Anonymous. 2006)

2.8.2 Perawatan departemen emergensi

 Pada pasien yang diduga dengan PSA grade I atau II, perawatan departemen
emergensi dibatasi pada diagnosa dan terapi suportif.
1. Identifikasi awal nyeri kepala sentinel merupakan kunci untuk
mengurangi angka mortalitas dan morbiditas.

2. Penggunaan sedasi dengan bijaksana.

3. Amankan akses intravena selama menetap di departemen emergensi


dan pantau status neurologis pasien.

 Pada pasien dengan PSA grade III, IV, atau V (misal, pemeriksaan neurologis
berubah), perawatan departemen emergensi lebih luas.

 Menilai prosedur ABC

11
 Intubasi endotrakeal pada pasien melindungi dari aspirasi yang disebabkan
oleh refleks proteksi saluran nafas yang tertekan.

 Intubasi untuk hiperventilasi pasien dengan tanda-tanda herniasi:

1. Thiopental dan etomidate adalah agen induksi optimal pada PSA


selama intubasi. Thiopental bekerja singkat dan memiliki efek
sitoprotektif barbiturat. Thiopental harusnya hanya digunakan pada
pasien hipertensi karena kecenderungannya menurunkan tekanan darah
sistolik, yang merupakan penyebab cedera otak sekunder. Pada pasien
hipotensi dan normotensi, gunakanlah etomidate.

2. Gunakan rangkaian intubasi cepat jika memungkinkan. Pada


prosesnya, untuk mengurangi peningkatan TIK, idealnya gunakanlah
sedasi, defasikulasi, blok neuromuskular kerja-singkat, dan agen lain
dengan kemampuan mengurangi-TIK (seperti lidokain intravena).

3. Hindari hiperventilasi berlebihan atau hiperventilasi yang tidak


mencukupi. Target pCO2 adalah 30-35 mmHg untuk mengurangi
peningkatan TIK. Hiperventilasi berlebihan mungkin membahayakan
daerah yang mengalami vasospasme.

 Cegah sedasi berlebihan, yang menyebabkan pemeriksaan neurologis serial


menjadi lebih sulit dan telah dilaporkan meningkatkan TIK secara langsung.

 Awasi aktivitas jantung, oksimetri, tekanan darah otomatis, dan CO 2 tidal-


akhir, ketika diaplikasikan. Pengawasan CO2 tidal-akhir pada pasien yang
diintubasi memungkinkan klinisi menghindari hiperventilasi berlebihan atau
tidak mencukupi. Target pCO2 adalah 30-35 mmHg untuk mengurangi
peningkatan TIK.

 Pengawasan lini arteri invasif ketika berurusan dengan tekanan darah yang
labil (sering pada PSA tingkat tinggi). Agen anti hipertensi sebelumnya telah
dianjurkan untuk tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 90 mmHg. Jaga tekanan darah sistolik dalam rentang 90-140
mmHg sebelum pengobatan aneurisma, kemudian biarkan hipertensi untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik < 200 mmHg.

12
 Sediakan oksigen tambahan untuk semua pasien dengan cacat SSP.

 Tinggikan kepala setinggi 30° untuk memudahkan drainase vena-vena


intrakranial.

 Cairan dan hidrasi

1. Pertahankan euvolemia (CVP, 5-8 mmHg); jika ada vasosapsme


serebral, pertahankan hipervolemia (CVP 8-12 mmHg, atau PCWP 12-
16 mmHg)

2. Jangan sampai pasien over hidrasi karena dapat meningkatkan resiko


hidrosfalus

3. Pasien dengan PSA juga mengalami hiponatremia dari terbuangnya


garam dari otak

 Suhu tubuh pusat: jaga agar tetap 37,2°C; berikan asetaminofen (325-650 mg
per oral setiap 4-6 jam) dan gunakan alat pendingin jika dibutuhkan.
(Anonymous. 2006).

2.8.3 Medikasi

1. Agen Osmotik.

Gunakan agen osmotik, seperti mannitol, yang mengurangi TIK sebesar


50% dalam 30 menit, puncaknya setelah 90 menir, dan berakhir dalam 4
jam.

2. Obat hemostatik

Obat ini merupakan penghambat poten fibrinolisis dan dapat membalik


keadaan yang dihubungkan dengan fibrinolisis luas. Penggunaannya masih
kontroversial; dihimbau untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum
menggunakannya.

3. Antihipertensi

13
Manajemen pasien stroke hemoragik disertai hipertensi masih kontroversi.
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mencegah terjadinya
perdarahan ulangan, namun dilain pihak hal ini dapat mencetuskan
iskemik perihematomal. Beberapa peneliti menyarankan penurunan
tekanan darah menuju tekanan darah rata-rata harus dilakukan perlahan
hingga , 130 mmHg namun penurunan tekanan darah lebih darah 20%
harus dicegah dan tekanan darah tidak boleh turun lebih dari 84 mmHg.

4. Diuretik

Diuretik loop, seperti furosemid, juga menurunkan TIK tanpa


meningkatkan serum osmolalitas.

5. Vasopressor

Vasopresor dapat diindikasikan untuk mempertahankan tekanan darah


sistolik melebihi 120 mmHg; hal ini mencegah kerusakan SSP pada
penumbra iskemik dari vasospasme reaktif yang terlihat pada PSA.

6. Antiemetik

Memberikan antiemetik untuk mual atau muntah.

7. Antikonvulsan

Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis tidak dengan segera mencegah


kejang setelah PSA, tapi gunakanlah anti konvulsan pada pasien yang memang
kejang atau jika praktek lokal menginginkan penggunaan rutin. Mulailah
dengan anti konvulsan yang tidak merubah tingkat kesadaran (misal, awalnya
fenitoin, barbiturat atau benzodiazepin hanya untuk menghentikan kejang
aktif). (Mahmudah Raisa. 2014).

2.8.5 Pembedahan

Pembedahan dapat dilakukan untuk:


14
Menghilangkan kumpulan besar darah atau mengurangi tekanan pada otak jika
perdarahan tersebut karena cedera. Perbaikan aneurisma jika perdarahan yang
disebabkan oleh pecahnya aneurisma Jika pasien kritis, pembedahan mungkin
harus menunggu sampai orang yang lebih stabil. Pembedahan termasuk:
- Kraniotomi (membuka tengkorak) dan kliping aneurisma - untuk menutup
aneurisma
- Endovascular coiling - kumparan ditempatkan dalam aneurisma untuk
mengurangi risiko perdarahan lebih lanjut
Jika aneurisma tidak ditemukan, orang tersebut harus diawasi ketat oleh tim
perawatan kesehatan dan mungkin perlu tes pencitraan. (Setyopranoto Ismail,
2012).

2.9 Komplikasi

 Hidrosefalus dapat terbentuk dalam 24 jam pertama karena obstruksi aliran


CSS dalam sistem ventrikular oleh gumpalan darah.
 Perdarahan ulang pada PSA muncul pada 20% pasien dalam 2 minggu
pertama. Puncak insidennya muncul sehari setelah PSA. Ini mungkin berasal
dari lisis gumpalan aneurisma.

 Vasospasme dari kontraksi otot polos arteri merupakan simtomatis pada 36%
pasien.

 Defisit neurologis dari puncak iskemik serebral pada hari 4-12.

 Disfungsi hipotalamus menyebabkan stimulasi simpatetik berlebihan, yang


dapat menyebabkan iskemik miokard atau menurunkan tekanan darah labil.

 Hiponatremia dapat muncul sebagai hasil pembuangan garam serebral.

 Aspirasi pneumonia dan komplikasi lainnya dapat muncul.

 Disfungsi sistole ventrikel kiri: disfungsi sistole ventrikel kiri pada orang
dengan PSA dihubungkan dengan perfusi miokard normal dan
inervasi/persarafan simpatetik abnormal. Temuan ini dijelaskan oleh pelepasan

15
berlebihan norepinefrin dari nervus simpatetik miokard, yang dapat merusak
miosit dan ujung saraf. (Setyopranoto Ismail, 2012)

2.10 Prognosis

 Munculnya defisit kognitif, bahkan pada kebanyakan pasien yang dianggap


memiliki hasil akhir yang baik.
 Lebih dari 1/3 yang selamat dari PSA memiliki defisit neurologis mayor.

 Faktor yang mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas adalah sebagai


berikut:

1. Beratnya perdarahan

2. Derajat vasospasme serebral

3. Muculnya perdarahan ulang

4. Lokasi perdarahan

5. Usia dan kesehatan keseluruhan pasien

6. Kemunculan kondisi komorbid dan sumber dari rumah sakit (misal


infeksi, infark miokard).

7. Angka ketahanan hidup dihubungkan dengan tingkatan PSA saat


munculnya. Laporan menggambarkan angka ketahanan hidup 70%
untuk grade I, 60% untuk grade II, 50% untuk grade III, 40% untuk
grade IV dan 10% untuk grade V. (Setyopranoto Ismail, 2012).

16
BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara


otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Perdarahan subaraknoid (PAS) paling
sering diakibatkan oleh rupturnya aneurisma dan juga karena trauma.

Gejala klinis yang sering didapatkan pada PAS adalah nyeri kepala hebat yang
belum pernah dirasakan seumur hidup, mual, muntah, dan didapatkan tanda rangsang
meningeal karena iritasi darah pada meningen. Pada CT scan didapatkan gambaran
hiperdens, dan pada pungsi lumbal didapatkan darah.

Tatalaksana pada PSA bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah


kerusakan yang permanen pada otak. Mencari sumber perdarahan dapat dilakukan
dengan pemeriksaan CT Scan ataupun dengan angiografi. Hipertensi juga merupakan
salah satu faktor tersering yang mengakibatkan ruptur aneurisma, maka perbaikan
dengan obat-obatan antihipertensi diperlukan. Selain itu obat-obatan simptomatis
untuk meringankan gejala diberikan antiemetic, antikonvulsan, agen osmotik
diberikan untuk menurunkan tekanan intrakranial.

17
Daftar Pustaka

Anonymous. 2006. Hemorrhagic Stroke in Emergency Medicine Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview Acessed at 12
september 2018.

Burgerner,A.Francis.,dkk.1996. Differential Diagnosis in Computed


Tomography. George Thieme Verlag. Thieme Medical Publishers, Inc.
New York.

Ganesen Shalini Sree, 2016, Study Penggunaan Nimodipin Pada Pasien


Stroke Perdarahan Subarakhnoid Non Traumatik Berdasarkan Gambaran
Angiografi Serebral, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya.

Lumongga Fitriani, 2008, Meninges Dan Cerebrospinal Fluid, Fakultass


Kedokkteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mahmudah Raisa. 2014. Left Hemiparesis e.c. Hemorrhagic Stroke. Fakultas


Kedokteran Universitas Lampung, Vol 2 No 4.

Santoso B. Totok & Hardjono J., 2016, Pengaruh Penggunaan Splint


Terhadap Penurunan Spasitisitas Penderita Stroke, Jurnal Fisioterapi
Indonesia Vol.6 No.1, Jakarta.

Setyopranoto Ismail, 2012, Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid, Bag.


Neurologi Fakultas Kedokteran Universitaas Gajah Mada, Yogyakarta.

Sitorus, Sari Mega. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Bagian


Anatomi, Fakultas Kedokteran, 2005 Universitas Sumatera Utara. Medan.

18
Purwata E. Thomas, 2014, Nyeri Kepala Pada Perdarahan Subaraknoid, Bag.
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali.

19

Anda mungkin juga menyukai