Anda di halaman 1dari 31

UAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 83

DOSEN PEMBINA HAIDLOR,Lc

Oleh

Joveny Meining Tyas (152310101209)

UNIVERSITAS JEMBER
2015
1. Kedudukan Ilmu

Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran


islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al Qur’an yang
memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya.

Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar


dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam
bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science,
sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata
science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan
Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada
makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science)
di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :

“Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun


secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang
(pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

DALIL MENUNTUT ILMU DARI AL-QURAN

1. ‫علما زدني رب قُل و‬


Alloh Ta'ala berfirman :
" ... dan katakanlah olehmu - Wahai tuhanku, tambahkanlah untukku
ilmu " [ Thoha: 114]

2. ‫اْللباب أُولُو يتذ َّك ُر إنَّما يعل ُمون ال والَّذين يعل ُمون الَّذين يستوي هل قُل‬
Alloh Ta'ala berfirman :
Katakanlah (wahai Muhammad) apakah sama orang-orang yang
mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya
orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.[QS Az
Zumar: 9]

َّ ‫درجات العلم أُوتُوا الَّذين و من ُكم آمنُوا الَّذين‬


3. ‫َللاُ يرفع‬
Alloh Ta'ala berfirman :
"Alloh mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara
kalian serta orang-orang yang menuntut ilmu beberapa derajat [ Al
Mujadaah: 11 ]

َّ ُ‫بالقسط قائما العلم أُولُو و والمالئكةُ ُهو إ َّال إله ال أنَّه‬


4. ‫َللاُ شهد‬
Alloh Ta'ala berfirman :
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat
dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).
Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Ali Imraan : 18]
5. ‫َللاُ إ َّال تأويلهُ يعل ُم وما‬ َّ ‫ربنا عند من ُكل به آمنَّا يقُولُون العلم في‬
َّ ‫الراس ُخون و‬
Alloh Ta'ala berfirman :
... dan tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan
orang yang mendalam ilmunya berkata,”Kami beriman kepada ayat-
ayat yang mutasyabihat semuanya itu dari sisi Tuhan kami…” [Ali
Imran: 7 ]
6. ‫َللا يخشى إنَّما‬
َّ ‫العُلماء عباده من‬
Alloh Ta'ala berfirman :
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama.[Al Fathir: 28]
DALIL MENUNTUT ILMU DARI AL HADITS
1. َ ٌ‫ضة‬
ْ ‫ع َل ْى ك ُِل ُم‬
‫س ِلم‬ َ ‫ب ال ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬ َ
ُ َ‫طل‬
Rasululloh Bersabda :
" Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim" [ H.R.
Ibnu Majah ]
َّ ‫الدين في يُفقههُ خيرا به‬
2.‫َللاُ يُرد من‬
Rasululloh Bersabda :
" Siapa saja yang alloh kehendaki baginya kebaikan maka ia akan
difahamkan dalam masalah agama" [ H.R. Bukhari & Muslim ]
3. ُ‫ور ُج ٌل آتَاهُ للا‬ َ َّ‫سل‬
َ َّ‫طهُ عَلى َهلَكتِ ِه في الحَق‬ َ ‫س َد إالَّ في اثنَت َ ْي ِن َر ُج ٌل آتَاه للاُ َماالً ف‬
َ ‫ال َح‬
ِ َ‫الح ْك َمةَ فَ ُه َو ي‬
‫قضي ِبها َو يُعَ ِل ُّمها‬ ِ
Rasululloh Bersabda :
" Tidak diperbolehkan iri kecuali pada dua hal; Seorang laki-laki
yang Alloh karuniai harta lantas ia membelanjakannya di jalan yang
benar dan seorang yang Alloh karuniai hikmah (ilmu) lantas ia
beramal dengannya serta mengajarkannya" [ H.R. Bukhari &
Muslim]
4. ،‫ أو علم ينتفع به‬،‫ إال من صدقة جارية‬:‫إذا مات اإلنسان انقطع عنه عمله إال من ثالثة‬
‫أو ولد صالح يدعو له‬
Rasululloh Bersabda :
"jika seorang anak Adam (manusia) meninggal, maka seluruh
amalannya terputus kecuali dari tiga hal; Shedekah jariah, ilmu yang
bermanfaat dan anak sholih yang senantiasa mendoakannya"[ H.R.
Muslim ]
5. ‫ق ا ْل َجنَّ ِة‬ َ ‫َّللاُ ِب ِه‬
ُ ‫ط ِريقًا ِم ْن‬
ِ ‫ط ُر‬ ُ ُ‫ط ِريقًا يَ ْطل‬
َ ‫ب فِي ِه ِع ْل ًما‬
َّ ‫س َّه َل‬ َ َ‫سلَك‬
َ ‫َم ْن‬
Rasululloh Bersabda :
“Barangsiapa yang menapaki suatu jalan dalam rangka mencari ilmu
maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga. [ H.R. Ibnu
Majah & Abu Dawud ]
DALIL MENUNTUT ILMU MENURUT SAHABAT DAN
ULAMA

Menurut atsar (kata-kata sahabat Nabi dan pemuka-pemuka


Islam), maka berkata Ibnu Abbas ra.: "Aku telah menghinakan
seorang penuntut ilmu, lalu aku memuliakan yang dituntutnya".

Demikian pula berkata Ibnu Abi Mulaikah ra.: "Belum pernah aku
melihat orang seperti Ibnu Abbas. Apabila aku melihatnya maka
tampaklah, mukanya amat cantik. Apabila ia berkata-kata maka
lidahnya amat lancar. Dan apabila ia memberi fatwa maka dialah
orang yang amat banyak ilmunya".

Berkata Ibnul Mubarak ra.: "Aku heran orang yang tidak menuntut
ilmu! Bagaimana ia mau membawa dirinya kepada kemuliaan".

Berkata setengah hukama': Sesungguhnya aku tidak belas kasihan


kepada orang-orang, seperti belas kasihanku kepada salah seorang
dari dua: orang yang menuntut ilmu dan tidak memahaminya dan
orang yang memahami ilmu dan tidak menuntutnya".

Berkata Abud Darda' ra.: "Lebih suka aku mempelajari satu masalah,
daripada mengerjakan shalat satu malam".

Dan ditambahkannya pula:"Orang yang berilmu dan orang yang


menuntut ilmu, berserikat pada kebajikan. Dan manusia lain adalah
bodoh, tak ada kebajikan padanya".
Dan katanya lagi: "Hendaklah engkau orang berilmu atau belajar atau
mendengar ilmu dan janganlah engkau orang keempat (tak termasuk
salah seorang dari yang tiga tadi) maka binasalah engkau".

Berkata 'Atha': "Suatu majelis ilmu itu, akan menutupkan dosa tujuh
puluh majelis yang sia-sia".

Berkata Umar ra.: "Meninggalnya seribu 'abid, yang malamnya


mengerjakan shalat dan siangnya berpuasa, adalah lebih mudah,
daripada meninggalnya seorang alim yang mengetahui yang
dihalalkan dan yang diharamkan Allah".

Berkata Imam Asy-Syafi'i ra.: "Menuntut ilmu adalah lebih utama


daripada berbuat ibadah sunnah".

Berkata Ibnu Abdil Hakam ra.: "Adalah aku belajar ilmu pada Imam
Malik. Lalu masuk waktu Dhuhur. Maka aku kumpulkan semua kitab
untuk mengerjakan shalat. Maka berkata Imam Malik: "Hai, tidaklah
yang engkau bangun hendak mengerjakannya itu, lebih utama
daripada apa yang ada engkau didalamnya, apabila niat itu benar".

Berkata Abud-Darda' ra.: "Barangsiapa berpendapat bahwa pergi


menuntut ilmu bukan jihad, maka adalah dia orang yang kurang
pikiran dan akal".

Keutamaan Menuntut Ilmu :

ٌ‫ فإ َّن طلب العلم فريضة‬،‫ اطلُبُوا العلم ولو بالصين‬: ‫ قال رسول هللا‬:‫ابن عبد البر عن أنس قال‬
ُ ُ‫على ُكل ُمسل ٍم إن المالئكة تض ُع أجنحتها لطالب العلم رضا بما يطل‬
‫ب‬

Anas ra. berkata: Rasulullah saww. bersabda: “Tuntutlah ilmu walau


dinegri cina, sebab menuntut ilmu agama itu wajib atas tiap orang
muslim, sesungguhnya malaikat menghamparkan sayapnya pada
orang yang menuntut ilmu karena ridha (suka/senang) dengan apa
‫‪yang dituntutnya (dicari).” (HR. Ibnu Abdul Barr, Kitab Irsyadul‬‬
‫)‪‘Ibad‬‬

‫‪Maksudnya menuntut ilmu walau kenegri cina adalah kita disuruh‬‬


‫‪menuntut ilmu bila mana ada seorang yang alim dalam ilmu dalam‬‬
‫‪bidangnya khususnya ilmu agama bila orang tersebut berada‬‬
‫‪dikota/negri/daerah yang sangat jauh maka untuk mendatanginya bila‬‬
‫‪ada kemampuan.‬‬

‫الزهري عن سعيد‬ ‫حدَّثنا بك ُر ب ُن خلفٍ أبُو بش ٍر حدَّثنا عبد ُ اْلعلى عن معم ٍر عن ُّ‬
‫َللاُ عليه وسلَّم من يُرد َّ‬
‫َللاُ‬ ‫َللا صلَّى َّ‬ ‫بن ال ُمسيَّب عن أبي هُريرة قال قال ر ُ‬
‫سو ُل َّ‬
‫به خيرا يُفقههُ في الدين‬

‫‪Telah menceritakan kepada kami Bakr bin Khalaf Abu Bisyr berkata,‬‬
‫‪telah menceritakan kepada kami Abdul A’la dari Ma’mar dari Zuhri‬‬
‫‪dari Sa’id Ibnul Musayyab dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah‬‬
‫‪shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa dikehendaki‬‬
‫‪Allah untuk mendapat kebaikan, maka Allah akan memberikan‬‬
‫‪pemahaman kepadanya tentang agama.” (HR. Ibnumajah No.216,‬‬
‫‪217, Bukhori No.69, 2884, 6768, Ahmad No.16243, 16323, Ad‬‬
‫)‪Darimi No.226, 227, 228‬‬

‫َللا ب ُن د ُاود سمعتُ عاصم بن رجاء بن حيوة‬ ‫حدَّثنا ُمسدَّدُ ب ُن ُمسره ٍد حدَّثنا عبد ُ َّ‬
‫ث عن د ُاود بن جمي ٍل عن كثير بن قي ٍس قال ُكنتُ جالسا مع أبي الدَّرداء في‬ ‫يُحد ُ‬
‫َللاُ‬‫سول صلَّى َّ‬ ‫مسجد دمشق فجاءهُ ر ُج ٌل فقال يا أبا الدَّرداء إني جئتُك من مدينة َّ‬
‫الر ُ‬
‫َللاُ عليه وسلَّم ما جئتُ‬
‫َللا صلَّى َّ‬ ‫سول َّ‬ ‫ث بلغني أنَّك تُحدثُهُ عن ر ُ‬ ‫عليه وسلَّم لحدي ٍ‬
‫ب‬ ‫َللاُ عليه وسلَّم يقُو ُل من سلك طريقا يطلُ ُ‬ ‫َللا صلَّى َّ‬
‫سول َّ‬ ‫لحاج ٍة قال فإني سمعتُ ر ُ‬
‫ط ُرق الجنَّة وإ َّن المالئكة لتض ُع أجنحتها رضا‬ ‫َللاُ به طريقا من ُ‬ ‫فيه علما سلك َّ‬
‫سموات ومن في اْلرض والحيت ُ‬
‫ان‬ ‫لطالب العلم وإ َّن العالم ليستغف ُر لهُ من في ال َّ‬
‫في جوف الماء وإ َّن فضل العالم على العابد كفضل القمر ليلة البدر على سائر‬
‫الكواكب وإ َّن العُلماء ورثةُ اْلنبياء وإ َّن اْلنبياء لم يُورثُوا دينارا وال درهما‬
‫ي حدَّثنا‬ ‫و َّرثُوا العلم فمن أخذهُ أخذ بحظٍ واف ٍر حدَّثنا ُمح َّمدُ ب ُن الوزير الدمشق ُّ‬
‫عثمان بن أبي سودة عن أبي‬ ُ ‫الوليدُ قال لقيتُ شبيب بن شيبة فحدَّثني به عن‬
ُ‫َللاُ عليه وسلَّم بمعناه‬
َّ ‫الدَّرداء يعني عن النَّبي صلَّى‬

Telah menceritakan kepada kami Musaddad bin Musarhad telah


menceritakan kepada kami Abdullah bin Daud aku mendengar
‘Ashim bin Raja bin Haiwah menceritakan dari Daud bin Jamil dari
Katsir bin Qais ia berkata, “Aku pernah duduk bersama Abu Ad
Darda di masjid Damaskus, lalu datanglah seorang laki-laki
kepadanya dan berkata, “Wahai Abu Ad Darda, sesungguhnya aku
datang kepadamu dari kota Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
karena sebuah hadits yang sampai kepadaku bahwa engkau
meriwayatannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan
tidaklah aku datang kecuali untuk itu.” Abu Ad Darda lalu berkata,
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa meniti jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan
mempermudahnya jalan ke surga. Sungguh, para Malaikat
merendahkan sayapnya sebagai keridlaan kepada penuntut ilmu.
Orang yang berilmu akan dimintakan maaf oleh penduduk langit dan
bumi hingga ikan yang ada di dasar laut. Kelebihan serang alim
dibanding ahli ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam
purnama atas seluruh bintang. Para ulama adalah pewaris para nabi,
dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah
mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah
mengambil bagian yang banyak.” Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al Wazir Ad Dimasyqi telah menceritakan kepada
kami Al Walid ia berkata; aku berjumpa dengan Syabib bin Syaibah
lalu ia menceritakannya kepadaku dari Utsman bin Abu Saudah dari
Abu Ad Darda dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan
maknanya.” (HR. Abudaud No.3157, Ahmad No.7965, 20723, At
Tirmidzi No.2570, 2606, Ibnumajah No.219, Ad Darimi No.346, 348)
2. AQIDAH, SYARIAH, DAN AKHLAK

Aqidah
‘Aqidah menurut bahasa arab berasal dari kata al-aqdu yang
berati ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan
yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapkan) dan
ar-rabthu biquw-wah yang artinya mengikat dengan kuat, sedangkan
menurut istilah ‘Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti yang tidak
ada keraguannya sedikit pun bagi orang yang meyakininya. Dengan
kata lain ‘Aqidah adalah sesuatu yang dipercayai dan diyakini
kebenarannya oleh hati manusia, sesuai ajaran islam dengan
berpedoman kepada Al Quran dan Hadist.

‘Aqidah islam meliputi:

 Percaya adanya Allah dan segala sifat-sifat-Nya


 Percaya adanya makaikat-malaikat Allah
 Percaya kepada kitab-kitab Allah
 Percaya kepada nabi dan rosul-rosul Allah
 Percaya kepada hari akhir dan sesuatu yang terjadi pada saat itu
 Percaya kepada qodho dan qadar
Beberapa dalil tentang aqidah. Diantaranya adalah firman Allah:

َ ‫ف َُقَدأْ َُ َطا‬
َُ ‫عاْللَّ ْه‬ ْ َ‫سول‬ َّ ْ ‫ني ُُطعا‬
ُ ‫لر‬ ْ ‫َم‬
“barangsiapa yang taat kepada rasul maka sungguh dia telah taat
kepada Allah.”(QS.An-nisaa:80)

ْ ‫علَّكُمتْ ُُر َح ُم‬


َُ ‫ون‬ َ َُْ ‫سولَل‬ َّ ْ‫َوأَطيعُواا‬
ُ ‫لر‬
“Taatlah kalian kepada rasul semoga kalian dirahmati.”
(QS.An-Nuur:56)
ْ َّ‫ف َُإنتْ َُ َول‬
َُ ‫واف‬ ْ َ‫سول‬ُ ‫لر‬َّ ْ‫قُألْ َُطيعُوااْللَّ َه ْو َُأَطيعُواا‬
ْ ‫مو َُإنتْ ُُطيعُو ُهتْ َُهتَد‬
‫ُواو َُ َما‬ ْ ُ ‫علَيكُم ْم َُاْ ُح ِّملت‬
َ َُ ‫إنَّ َماع َُْلَيه ْم َُاحْ ُْ ُُ ِّملَ ْو‬
ْ ‫غاْل ُم‬
ُُ ‫بين‬ ُ َُ ‫سو ْإل ََّّلاْل َب َل‬ َّ ْ ‫ع َُْلَىا‬
ُ ‫لر‬

“Katakanlah: “Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika
kamu berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa
yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah
semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat
kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. dan tidak lain
kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan
terang”. (QS.An-Nuur:54)

َّ‫واف َُإنَّاْلل‬
ْ َّ‫ف َُإنتْ َُ َول‬ْ َ‫سول‬ َّ َُ ‫قُألْ َُطيعُوااْللَّ َه ْو‬
ُ ‫الر‬
ْ
َُ ‫َافرين‬ ‫اي ُُحبُّاْلك‬
ْ َُْ ‫َهل‬
“Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling,
Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.
(QS.Ali Imran:32)

Dan ayat-ayat yang masih banyak lagi dari kitabullah Azza wajalla.
Dan telah datang pula perintah dari Allah Azza wajalla untuk
mengikuti RAsul-Nya Shallallahu alaihi wasallam berupa perintah
untuk menjadikannya sebagai suri tauladan dalam banyak tempat
(dalam al-qur’an).

Allah Azza wajalla berfirman:


‫قُإلنكُُ نتُمتُُ حبُّوناللَّهفُاتَّبعُونييُُ حبب ُك ُماللَّ ُهوُيغفرلُ ُكمذُُ نُوب ُكموُُاللَّ ُهفُُُُ ور‬
‫رحيم‬

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,


niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.Ali Imran:31)
Dan Allah Azza wajalla juga ber‫ا‬firman:

‫سولهالنَّبيالُُ ميالَّذييُُ منُباللَّه‬


ُ ‫فآمنُوباللَّهوُر‬
ُ‫وكلماتهوُاتَّبعُو ُهلُعلَّ ُكمتُهتدُون‬

“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang


ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya
dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.

Tingkatan Aqidah Islam

1) Tingkat Taqlid
Yaitu menerima suatu kepercayaan dari orangain tanpa mengetahui
alasan-alasannya. Sikap taqlid ini dilarang oleh agama Islam.
2) Tingkat Ilmul Yaqin
Yaitu suatu keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu yang bersifat
teoritis.
3) Tingkat Ainul Yaqin
Yaitu suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan mata
kepala secara langsung tanpa perantara.
4) Tingkat Haqqul Yaqin
Yaitu suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan dan
penghayatan pengamalan (empiris).
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat
penting. Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan
ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang
dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah
suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau
badai, bahkan untuk sekedar menahan atau menanggung beban apa
saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan. Allah swt
berfirman,
‫بُعُب يُشركُ وال صالُُا مال ع مل عُ لي ف ربه قآء لُ ر ُجوا ي ن كا من ف‬
‫اُ ربه ا‬

Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan


Tuhannya (di akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan tidak
menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
(Q.S. al-Kahfi: 110)

‫سماوات‬َّ ‫والللَّهإلي ُكمجُمياعاالَّذيلُ ُهمُُ ل ُكال‬


ُ ‫س‬ ُ ‫قُليُاأُيُّهاالنَّا‬
ُ ُ‫سإنير‬
ُ‫سولهالنَّبيالُُ مي‬ ُ ‫والُرضلُاإلُُهإ َّالهُُ ويُُ حييوُيُميتُفُآمنُواباللَّهوُر‬
ُ‫الَّذييُُ منُُ باللَّهوُكلماتهوُاتَّبعُو ُهلُعلَّ ُكمتُهتد ُون‬

Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah


kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan
bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang
menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah
dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan
kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia,
supaya kamu mendapat petunjuk". (QS: Al-A'raf Ayat: 158)

Syari’ah

 Secara Etimologi
Kata Syari’ah berasal dari bahasa Arab, dari kata Syara’a yang berarti
jalan. Syari’ah Islam berarti jalan dalam agama Islam atau peraturan
dalam Islam.
 Secara Terminologi
Syari’ah adalah suatu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan
manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya dan
hubungan manusia dengan seluruh ciptaan Tuhan di alam
semesta.Muhammad Ali al-Sayis mengartikan syari’ah dengan jalan
“yang lurus”. Kemudian pengertian ini dijabarkan menjadi: “Hukum
Syara’ mengenai perbuatan manusia yang dihasilkan dari dalil-dalil
terperinci”. Syekh Mahmud Syaltut mengartikan syari’ah sebagai
hukum- hukum dan tata aturan yang disyariatkan oleh Allah bagi
hamba-Nya untuk diikuti
‫ شريعة‬:
‫هيالنظمالتيشرعهااللهاوشرعاصولهاليأخذاإلنسانبهانفسهفيعالقتهبربهوعالقتهبأخيهالمسلموع‬
‫القتهبأخيهاإلنسانوعالقتهبالكونوعالقتهبالحياة‬
Menurut Faruq Nabhan, secara istilah, syari’ah berarti “ segala
sesuatu yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Sedangkan menurut Manna al-Qaththan, syari’ah berarti segala
ketentuan yang disyariatkan bagi hamba-hamba-Nya, baik
menyangkut aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalat. Abdul Wahab
Khallaf memberikan pengertian syari’ah itu sebagai :
‫الشريعةماشرعهاللهتعاليلعبادهمناْلحكامالتيجاءتبهانبيمناْلنبياءصلعموعلينبيتاوسلم‬,
‫سواءكانتمتعلقةبكيفيةعملوتسميفرعيةودونلهاعلمالفقهاوبكيفيةاإلعتقادوتسمياصليةواعتقاديةود‬
‫ونلهاعلمالكالم‬.
Dari beberapa pengertian yang diungkapkan oleh para ahli dapat
dirumuskan bahwa syari’ah adalah aturan-aturan yang berkenaan
dengan prilaku manusia, baik yang berkenaan dengan hukum pokok
maupun hukum cabang yang bersumber dari al-Quran dan hadis Nabi
saw.
Namun demikian, perlu difahami bahwa meskipun syari’at Islam itu
tidak berubah, tetapi dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan
kondisi, sebab petunjuk-petunjuk yang dibawakannya dapat
membawa manusia kepada kebahagiaan yang abadi.

Jadi Syariat islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur
seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan
aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh
kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam
merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan
hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Kata “syara’a” berarti memakai syari’at. Juga kata “syara’a” atau
“istara’a” berarti membentuk syari’at atau hukum. Dalam hal ini
Allah berfirman,

َ ‫﴿فَاحْ ُك ْم َب ْينَ ُه ْم ِب َما أ َ ْن َز َل للاُ َوالَ تَت َّ ِب ْع أ َ ْه َوا َء ُه ْم‬


ِ ‫ع َّما َجا َءكَ ِم َن ا ْل َح‬
﴾‫ق‬

1. “Maka putuskan hukum di antara mereka menurut apa yang


diturunkan Alloh, dan jangan menuruti hawa nafsu mereka untuk
meninggalkan kebenaran yang telah diturunkan padamu…” (QS. Al-
Maidah: 48)
Komponen Islam yang kedua adalah Syariah yang berisi
peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktifitas yang
seharusnya dikerjakan dan yang tidak boleh dikerjakan manusia.
Syariat adalah sistem nilai Islam ditetapkan oleh Allah sendiri dalam
kaitan ini Allah disebut sebagai Syaari' atau pencipta hukum.

Sistem nilai Islam secara umum meliputi dua bidang :


a. Syariat yang mengatur hubungan manusia secara vertikal dengan
Allah, seperti sholat, puasa, dan haji, serta yang juga berdimensi
hubungan dengan manusia, seperti zakat . Hubungan manusia
dalam bentuk peribadatan biasa dengan Allah disebut ibadah
mahdhah atau ibadah khusus, karena sifatnya yang khas dan tata
caranya sudah ditentukan secara pasti oleh Allah dan dicontohkan
secara rinci oleh Rasulullah.
‫س ْو َل‬ ُ ‫سأ َ َل َر‬
َ ً‫ أ َ َّن َر ُجال‬: ‫ع ْن ُه َما‬ َ ُ‫ص ِاري َر ِض َي للا‬ َ ‫ع ْب ِد للاِ األ َ ْن‬ َ ‫ع َْن أ َ ِبي‬
َ ‫ع ْب ِد للاِ َجا ِب ْر ْب ِن‬
ُ‫ َوأَحْ لَ ْلت‬،‫ان‬َ ‫ض‬
َ ‫ص ْمتُ َر َم‬ َ ‫ أ َ َرأَيْتَ ِإذَا‬: ‫سلَّ َم فَقَا َل‬
ُ ‫ َو‬،ِ‫صلَّيْتُ اْل َم ْكت ُ ْو َبات‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ ُ‫صلَّى للا‬
َ ِ‫للا‬
‫ نَعَ ْم‬: ‫ أَأ َ ْد ُخ ُل ا ْل َجنَّةَ ؟ قَا َل‬،ً‫ش ْيئا‬ َ ‫ َولَ ْم أ َ ِز ْد‬،‫ َو َح َّر ْمت ا ْل َح َرا َم‬،‫ا ْل َحالَ َل‬
َ َ‫علَى ذَ ِلك‬
]‫[رواه مسلم‬
Dari Abu Abdullah, Jabir bin Abdullah Al Anshary
radhiallahuanhuma : Seseorang bertanya kepada Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata : Bagaimana
pendapatmu jika saya melaksanakan shalat yang wajib, berpuasa
Ramadhan, Menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang
haram dan saya tidak tambah sedikitpun, apakah saya akan masuk
surga ?. Beliau bersabda : Ya. (Riwayat Muslim)

Pelajaran yang terdapat dalam hadits :


 Setiap muslim dituntut untuk bertanya kepada ulama tentang
syariat Islam, tentang kewajibannya dan apa yang dihalalkan
dan diharamkan baginya jika hal tersebut tidak diketahuinya.
 Penghalalan dan pengharaman merupan aturan syariat, tidak ada
yang berhak menentukannya kecuali Allah ta’ala.
 Amal shalih merupakan sebab masuknya seseorang kedalam
surga.
 Keinginan dan perhatian yang besar dari para shahabat serta
kerinduan mereka terhadap surga serta upaya mereka dalam
mencari jalan untuk sampai ke sana.

beberapa ulama membagi bid’ah menjadi dua yaitu : bid’ah


yang baik (bid’ah hasanah) dan bid’ah yang tercela (bid’ah
madzmumah). Mereka menyandarkan pembagian tersebut kepada Al-
Imam Asy-Syafi’iy rahimahullah, yang kemudian dengan semangat
pembagian ini diikuti secara ghulluw oleh para pengikut hawa nafsu.
Melalui dasar pembagian bid’ah ini, maka hampir dikata tidak ada
istilah bid’ah (dlalalah)dalam terminology syari’at menurut mereka,
karena setiap orang berhak untuk menentukan kadar baik dalam
bid’ah yang mereka lakukan.
‫سن قَا َل سننكم وللا الذي ال إله إال هو بينهما بين الغالي والجافي‬
َ ‫ارك عَن ال َح‬
َ َ‫عَن المب‬
‫فاصبروا عليها رحمكم للا فإن أهل السنة كانوا أقل الناس فيما مضى وهم أقل الناس فيما‬
‫بقي الذين لم يذهبوا مع أهل األتراف في أترافهم وال مع أهل البدع في بدعهم وصبروا‬
‫على سنتهم حتى لقوا ربهم فكذلك إن شاء للا فكونوا‬
Dari ’Abdillah bin Al-Mubarak dari Al-Hasan ia berkata : ”Perbedaan
antara perilaku/perikehidupan kalian dengan sesuatu yang
disyari’atkan oleh Allah yang tiada tuhan yang patut disembah dengan
benar melainkan Dia, seperti perbedaan antara sesuatu yang sangat
berharga (mahal) dengan sesuatu yang busuk (murah). Maka
bersabarlah kalian dalam memegang syari’at Allah, niscaya Allah
akan mengasihi kalian. Sesunggunya Ahlus-Sunnah itu merupakan
kelompok yang sangat sedikit dan kecil, baik pada masa lampau
maupun pada masa yang akan datang. Mereka itu adalah orang yang
tidak senang bercampur dengan ahli maksiat pada kemaksiatan
mereka, dan tidak mau bekerjasama dengan para ahli bid’ah dalam
mengerjakan kebid’ahan mereka. Bersabarlah kalian dalam
memegang apa yang diwariskan oleh Ahlus-Sunnah hingga kalian
menghadap Tuhannya (Allah). Seandainya kalian melakukannya,
maka insyaAllah keberadaan kalian seperti mereka” [Diriwayatkan
oleh Ad-Darimi no. 222; dla’if]

Akhlak
Pembicaraan tentang Akhlak berkaitan dengan persoalan nilai
baik dan buruk. Oleh karena itu ukuran yang menjadi dasar penilaian
tersebut harus merujuk pada nilai-nilai agama Islam. Dengan
demikian, ukuran baik buruknya suatu perbuatan harus merujuk pada
norma-norma agama, bukan sekedar kesepakatan budaya. Kalau tidak
demikian, norma-norma akan berubah seiring dengan perubahan
budaya, sehingga sesuatu yang baik dan sesuai dengan agama bisa
jadi suatu saat dianggap buruk pada saat bertentangan dengan budaya
yang ada.
Dalam Islam, akhlak menjadi salah satu inti ajaran. Fenomena
ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana disebutkan
dalam Al Qur’an surat al–Qalam (4) :

Artinya : “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti


yang agung.”
Keseluruhan akhlak Rasulullah ini juga diungkapkan oleh Aisyah r.a.
saat ditanya tentang akhlak Nabi. Saat itu Aisyah berkata : “Akhlak
Nabi adalah Al Qur’an”. Demikian juga disebutkan dalam Al Qur’an
surat Al Ahzab (33) : 21.

Artinya : Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri


teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.

Dengan demikian bagi umat Islam, untuk menunjuk siapa yang layak
dicontoh tidak perlu sulit sulit, cukuplah berkiblat kepada akhlak yang
ditampilkann oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadis dinyatakan :
“orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang
paling baik budi pekertinya” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah). Dalam
hadis yang lain yang diriwayatkan oleh at Turmudzi dari Jabir r.a.,
Rasulullah menyatakan : “Sungguh di antara yang paling aku cintai,
dan yang paling dekat tempat duduknya dengan aku kelak pada hari
kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya diantara kamu”.
Akhlak menempati kedudukan yang luhur dalam Islam, bahkan
di antara misi utama agama ini adalah menyempurnakan akhlak yang
mulia, sebagaimana sabda Nabi SAW :

‫اكمل المؤ منين ايمانا احسنهم خلقا‬


Artinya : “ Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang
paling baik akhlaknya”

Dari penjelasan hadits di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang


yang mempunyai keimanan paling sempurna adalah apabila orang
tersebut memiliki akhlak yang baik, karena dari akhlak yang baik
akan menimbulkan hati yang bersih untuk beribadah dan menambah
keimanan seseorang kepada Tuhannya. Bahkan akhlak yang baik
menjadi penyebab terbanyak masuknya seorang hamba ke dalam
surga, karena dengan begitu seorang hamba akan selalu melaksanakan
perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.

Dalam haditsnya beliau bersabda:

ِ َ‫ لم يكن النبي صلى للا عليه وسلم ف‬: ‫عن عبد للا بن عمرو رضي للا عنهما قال‬
‫احشا ً َو َال‬
َ ْ‫ار ُك ْم أَح‬
‫سنُ ُك ْم أ ً ْخالَقا ً رواه البخاري‬ َ ‫ ُمتَفَ ِحشا ً َوك‬.
ُ َ‫ إِ َّن ِم ْن ِخي‬: ‫َان َيقُ ْو ُل‬

Dari Abdullah bin Amru berkata: Nabi tidak pernah berbuat keji
sendiri tidak pula berbuat keji kepada orang lain. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya termasuk sebaik-baik kalian adalah yang paling baik
akhlaknya” (HR Bukhari)

Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cerminan dari apa


yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik
merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus
ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari.Inilah misi diutusnya
Nabi Muhammad SAW.

Malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong seseorang untuk


meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela, sehingga
mampu menghalangi seseorang dari melakukan dosa dan maksiat
serta mencegah sikap melalaikan hak orang lain.
Abu Sa’id al-Khudri rahimahullah berkata,

‫كانالنَّبيُّصلَّىالل ُهعليهوسلَّمأشدَّحياءمنالعذراءفـيخدرها‬.
“Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih pemalu daripada gadis yang
dipingit di kamarnya.” [Shahîh: HR.al-Bukhâri (no. 6119).]
Ketahuilah bahwa ulama salaf sangat perhatian sekali pada masalah
adab dan akhlak. Mereka pun mengarahkan murid-muridnya
mempelajari adab sebelum menggeluti suatu bidang ilmu dan
menemukan berbagai macam khilaf ulama. Imam Darul Hijrah, Imam
Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,

‫تعلم األدب قبل أن تتعلم العلم‬


“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab?
Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,
‫باألدب تفهم العلم‬
“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami
ilmu.”

3. Sumber-Sumber Ajaran Atau Hukum Agama Islam

a. Al Qur’an
Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan
secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah,
diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan
ibadah. Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama.
Setiap muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-
hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat
kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan
menjauhi segala larangnannya Al Qur’an memuat berbagai pedoman
dasar bagi kehidupan umat manusia.

1. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan


yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
2. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang
muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
3. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat
dan haji.

4. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam


masyarakat
Isi kandungan Al Qur’an dilihat dari segi kuantitas dan kualitas.

Segi Kuantitas
Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan
77.439 kosa kata
Segi Kualitas

Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3


(tiga) bagian:

1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur


hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang
berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu
Tauhid atau Ilmu Kalam
2. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur
hubungan dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini
tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih
3. Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap
muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku –
perilaku tercela.

Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:


Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa,
zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan
dengan hubungan manusia dengan tuhannya.
Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan
(muamalah) seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana),
perekonomian, pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.

Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:


Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam
berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang
berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai,
perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap
orang dapat terpelihara dengan tertib
Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang
berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah
Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan
dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan
kriminalitas
Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu
hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga
tercpai kedamaian dan kesejahteraan.
Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda,
seperti zakat, infaq dan sedekah.

Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an ada yang rinci


dan ada yang garis besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya
berhubungan dengan masalah ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada
bagian ini banyak hukum bersifat ta’abud (dalam rangka ibadah
kepada Allah SWT), namun tidak tertutup peluang bagi akal untuk
memahaminya sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat
ahkam (hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan dengan
muamalah, seperti perekonomian, ketata negaraan, undang-undang
sebagainya. Ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan masalah ini
hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan seringkali hanya
disebutkan nilai-nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan
perkembangan zaman. Selain ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan
dengan hukum, ada juga yang berkaitan dengan masalah dakwah,
nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lain-lainnya. Ayat yang berkaitan
dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak sekali.

Hadits

Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW


baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits
merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah
SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-
perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam
haditsnya.Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan
seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur
dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa
meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal
tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki akhlak dan budi
pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang
kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW:

“Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat
selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan
sunah rasulnya”. (HR Imam Malik)

Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki


kedua fungsi sebagai berikut.
1. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an,
sehingga kedunya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum
untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al Qur’an
menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan
dalam firmannya :
........ُ‫الرجسمنالُوثانو‬..........
Artinya: “…Jauhilah perbuatan dusta…” (QS Al Hajj : 30)

2. Ayat diatas juga diperkuat olehMemberikan rincian dan penjelasan


terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat umum. Misalnya,
ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan
menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar. Seperti tidak
menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara melaksanakan shalat,
tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak memarkan cara-cara
melaksanakan haji. Rincian semua itu telah dijelaskan oelh rasullah
SAW dalam haditsnya. Contoh lain, dalam Al Qur’an Allah SWT
mengharamkan bangkai, darah dan daging babi. Firman Allah sebagai
berikut:
‫ٱلُ ُۡنزيرهذللغ ۡير‬ ۡ ‫ُحرم ۡتعل ۡي ُك ُم ۡٱلم ۡيتةُوٱذلد ُمول ُُۡ ُم‬
ُُ
‫ومآأٱذللبهو ۡٱل ُم ۡنخنقةُو ۡٱلم ۡوقُوذةو ۡٱل ُمتُُديةُوٱلنذطيحةُكل‬
ُ
‫ومآأٱلذسبُعُإذلَّما‬
‫صبنت‬ ُ ُّ‫ذكيت ُ ۡموماذُبحعَُللن‬ۡ ‫ذ‬
ُ
ُ‫أست ۡقس ُموا ۡبزلُُ ٖۚم‬ ۡ ‫و‬
ٌۗ
ُُۡ‫ۡٱلذُل ُك ۡمف ۡسقٱ ٌ ۡل ُُۡ ۡوم‬
ُ‫ٱل ُُۡ ۡوم ۡكم ۡلت‬ ۡ ‫يئسٱذ َّلُينكف ُروامندين ُك ۡمفلُتُ ُۡش ۡو ُه ۡمو‬
ۡ ُ‫ٱخش ۡو ٖۚن‬
ُ
‫أ‬
‫ۡتم ۡمتُعل ۡي ُك ۡمنعۡ متُورضيتُل ُك ُم‬
ُ
‫ل ُك ۡمدين ُك ۡموأس ُۡلُُم‬
ٞ ُ‫طذرفُمُ ُۡمصةٍغ ۡير ُمتجانفل ُُۡ ۡثمفإذنٱذللَّغف‬
‫ م‬ٞ‫ورذرحي‬ ُ ‫ٱض‬
ۡ ‫ٱل ُۡد ٗينافمن‬
ۡ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-
orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang” (QS: Al-Maidah Ayat: 3)

Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang


adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan
tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang
samar-samar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits
2. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil,
tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya,
dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan
termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal
yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting
3. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih
syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak
macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain,
disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau
hasan yang tidak dipenuhi
Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih, yaitu:
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatan
3. Sanadnya tidak terputus
4. Hadits itu tidak berilat, dan
5. Hadits itu tidak janggal

Akal Pikiran ( Ar-Ra’yu atau Ijtihad )

Akal pikiran manusia memenuhi syarat untuk berijtihad yang


menjadi sumber hukum Islam yang ketiga ini dalam kepustakaan yang
disebut arra’yu atau ijtihad saja. Ijtihad menurut bahasa berasal dari
kata “Jahada” artinya Mencurahkan segala kemampuan atau “
menanggung beban kesulitan”.
Arti Ijtihad Menurut Istilah Ahli Ushul fiqh Imam as-Syaukani
menjelaskan definisi ijtihadnya sebagai berikut:
Mencurahkan kemampuan
Hukum Syara’
I’tiqadiyyah ( mencurahkan kemampuan guna mendapatkan
hukum ilmiah )
Dengan cara mengambil istimbat
Imam Syaukani berkata: Penambahan kata “faqih” tersebut
merupakan suatu keharusan, sebab pencurahan kemampuan
yang dilakukan oleh orang bukan faqih tidak disebut ijtihad
menurut istilah.

Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. Syarat-syarat


mujtahid adalah:
a. Mengetahui al-Qur’anul Karim
b. Mengetahui as-Sunnah
c. Mengetahui bahasa Arab
d. Mengetahui tempat-tempat Ijma’
Mengetahui hukum-hukum yang telah disepakati para Ulama
sehingga tidak terjerumus memberi fatwa yang bertentangan dengan
hasil Ijma’ sebagaimana juga ia harus mengatahui nash-nash dalil
guna menghindari fatwa yang berbeda dengan nash tersebut.
e. Mengetahui Ushul Fiqih
Suatu ilmu yang diciptakan oleh para fuquha Islam guna meletakkan
kaidah-kaidah dan cara untuk mengambil istimbat hukum dari nash
mencocokkan cara pengambilan hukum yang tidak ada nash
hukumnya.
f. Mengetahui maksud-maksud Syariah
h. Bersifat adil dan taqwa
i. Menguasai ilmu-ilmu sosial
j. Dilakukan secara kolektif bersama para ahli.

Metode-metode Berijtihad

1. Ijma’ adalah kebulatan pendapat fuquha mujtahid diantara imat


Islam pada suatu masa atas sesuatu hukum sesudah masa Nabi
Muhammad S.a.w. ( Abdul Wahab Khallaf, 1996:64 ).
Contoh ijma’ di Indonesia adalah mengenai kebolehan beristri lebih
dari seseorang berdasarkan ayat Al-Qur’an surat an-Nisa (4) ayat 3
ُُ‫أٱل ُُۡتُُمُُفٱنك ُحواماطابل ُكممنٱلنسآءم ۡثن‬ ۡ ‫طوافُخ ۡفت ُ ۡم‬ ُ ‫وإ ۡنذلَّت ُ ۡقس‬
ُ‫ۡدنُُُ ُُٓ ۡيمُُنُ ُكمٖۚۡ ذُلكأ ۡوماملك ۡتأذلَّتعۡ دلُوافوُُحدةأوثُلُُثو ُربُُعفإ ۡنخ ۡفت ُ ۡمأذلَّتع‬
ُ‫ولُوا‬
٣‫أ‬
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Dengan syarat-syarat tertentu, selain dari kewajiban berlaku adil yang


disebut dalam ayat tersebut, dituangkan didalam UU Perkawinan.
2. Qiyas secara etimologi adalah mengukur dan menyamakan. Qiyas
secara terminologi adalah menyamakan masalah baru yang tidak
terdapat ketentuan hukumnya didalam Al-Qur’an atau Sunnah Nabi
Muhammad dengan masalah yang sudah ada ketetapan hukumnya
didalam Al-Qur’an atau Sunnah Nabi Muhammad berdasarkan atas
adanya persamaan illat ( penyebab atau alasan ) hukum.
Contoh Qiyas adalah dilarang minum minuman khamar ( sejenis
minuman yang memabukkan yang dibuat dari buah-buahan ) yang
terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah(5)ayat 90.
‫ُسم ۡنعم‬ٞ ُۡ ‫اب ُُۡ ۡٱلو ۡزلُُ ُم ُُۡ ۡٱلرج‬
ُ ‫اٱلُ ُۡ ۡم ُرو ۡٱلم ۡيسُُ ونص‬
ۡ ‫يُّهايُُ ُٓأٱذ َّلُينءامنُ ٓواإذنم‬
٩٠‫فٱجتنبُوهلعذل ُك ۡمت ُ ۡفل ُحون‬ ۡ ‫َل‬
ۡ ‫لذشيطُُن‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar,
judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-
Maidah : 90)
Yang dilarang karena illatnya yaitu minuman itu memabukkan.

3. Istidal adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan.


Misalnya menarik kesimpulan dari adat istiadat dan hukum agama
yang diwahyukan sebelum Islam.

4. Masalih al-mursalah adalah cara menemukan hukum sesuatu hal


yang tidak terdapat ketentuannya baik didalam Al-Qur’an maupun
kitab-kitab Hadis, berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarak
atau kepentingan umum.
Contohnya adalah memungut pajak penghasilan untuk kemaslahatan
atau kepentingan masyarakat dalam rangka pemerataan pendapat atau
pengumpulan dana yang diperlukan untuk memelihara kepentingan
umum yang sama sekali tidak disinggung dalam Al-Qur’an dan
sunnah Rasul ( A. Azhar basyir, 1983:3 )
5. Istihsan adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang
dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial.
Secara etimologi istihsan adalah memandang sesuatu yang baik,
sedangkan menurut istilah berarti memandang lebih baik
meninggalkan ketentuan dalil yang bersifat khusus untuk
mengamalkan ketentuan dalil yang bersifat umum yang dipandang
lebih kuat.
Contohnya hak milik yang dimiliki seseorang hanya dapat dicabut
kalau tidak disetujui pemiliknya. Contoh lain yaitu wanita sejak dari
kepalanya sampai kakinya aurat kemudian diberikan oleh Allah SWT
dan RasulNya keizinan kepada manusia untuk melihat beberapa
bagian badannya bila menganggap perlu atas ingin menikahinya.

6. Istihsab adalah menetapkan sesuatu menurut keadaan sebelumnya


sehingga terdapat suatu dalil yang menunjukkan perubahan keadaan
atau menjadikan hukum yang telah ada ditetapkan pada masa lampau
secara kekal menurut keadaan sehingga terdapat dalil yang
menunjukkan atas perubahannya ( abdul Wahhab Khallaf, 1996:64 ).
Contohnya adalah aabila seorang pria mengawini seorang wanita,
kemudian meninggalkan pasangannya tanpa proses cerai dan
mengawini perempuan lagi. Perkawinan yang kedua tidak syah
apabila seoranng pria itu tidak bisa membuktikan bahwa dia telah
bercerai dengan istri pertama dan selama itu pula status perkawinan
yang syah adalah pertama. Contoh lain adala seorang mengadakan
perjanjian utang-piutang dengan orang, lalu apabila utang tersebut
telah dibayar tanpa menunjukkan suatu bukti atau saksi. Dalam kasus
ini berdasarkan istihsab orang tersebut masih mempunyai utang
karena belum ada bukti yang menyatakan bahwa perjanjian utang-
piutang tersebut telah berakhir.
7. Adat-istiadat atau urf yang tidak bertentangan dengan hukum Islam
yang dapat dikukuhkan tetap terus berlaku bagi masyarakat yang
bersangkutan. Contohnya adalah kebiasaan yang berlaku di Dunia
perdagangan pada masyarakat tertentu melalui inden misalnya jual-
beli buah-buahan di pohon yang dipetik sendiri oleh pembelinya,
melamar waniti dengan memberikan sebuah tanda ( pengikat ),
pembayaran mahar secara tunai atau utang atas persetujuan kedua
belah pihak dal lain-lain. ( Mukhtar Yahya,1979:119,A. Azhar Basyir,
1983:4).
Dalil fiqih adalah Al Qur’an, hadits, ijma’ mujtahidin dan qiyas.
Sebagian ulama menambahkan yaitu istihsan, istidlal, ‘urf dan
istishab.

Hukum-hukum itu ditinjau dari pengambilannya terdiri atas


empat macam.

1. Hukum yang diambil dari nash yang tegas, yakni adanya dan
maksudnya menunjukkan kepada hukum itu Hukum seperti ini tetap,
tidak berubah dan wajib dijalankan oleh seluruh kaum muslim, tidak
seorangpun berhak membantahnya. Seperti wajib shalat lima waktu,
zakat, puasa, haji dan syarat syah jual beli dengan rela. Imam syafi’ie
berpendapat apabila ada ketentuan hukum dari Allah SWT, pada
suatu kejadian, setiap muslim wajib mengikutinya.
2. Hukum yang diambil dari nash yang tidak yakin maksudnya
terhadap hukum-hukum itu. Dalam hal seperti ini terbukalah jalan
mujtahid untuk berijtihad dalam batas memahami nas itu. Para
mujtahid boleh mewujudkan hukum atau menguatkan salah satu
hukum dengan ijtihadnya. Umpamanya boleh atau tidakkah khiar
majelis bagi dua orang yang berjual beli, hukum yanash dibedakan
menjadi dua yaitu:

- Hukum yang ada nas, baik secara qa’i (pasti) maupun zanni
(dugaan), tetapi pada suatu masa telah sepakat (ijma’) mujtahidin atas
hukum-hukumnya Seperti bagian kakek seperenam, dan batalnya
perkawinan seorang muslimah dengan laki-laki non muslim. Di sini
tidak ada jalan untuk ijtihad, bahkan setiap muslim wajib mengakui
untuk menjalankannya. Karena hukum yang telah disepakati oleh
mujtahdidin itu adalah hukum untuk seluruh umat, dan umat itu
menurut Rasulullah SAW tidak akan sepakat atas sesuatu yang sesat.
Mujtahidin merupakan ulil amri dalam mempertimbangkan,
sedangkan Allah SWT menyuruh hambanya menaati ulil amri.
Sungguhpun begitu, kita wajib betul-betul mengetahui bahwa pada
huku itu telah terjadi ijma’ (sepakat) ulama mujtahidin. Bukan hanya
semata-mata hanyan didasarkan pada sangkaan yang tidak
berdasarkan penelitian.

- Hukum yang tidak ada dari nas, baik qat’i ataupun zanni, dan tidak
pula ada kesepakatan mujtahidin atas hukum itu. Seperti yang banyak
terdapat dalam kitab-kitab fiqih mazhab. Hukum seperti ini adalah
hasil pendapat seorang mujtahid. Pendapat menurut cara yang sesuai
denngan akal pikirannya dan keadaan lingkungannya masing-masing
diwaktu terjadinya peristiwa itu. Hukum-hukum seperti itu tidak
tetap, mungkin berubah dengan berubahnya keadaan atau tinjauannya
masing-masing. Maka mujtahid dimasa kini atau sesduahnya berhak
membantah serta menetapkan hukum yang lain. Sebagaimana
mujtahid pertama telah memberi (menetapkan) hukum itu
sebelumnya. Ia pun dapat pula mengubah hukum itu dengan
pendapatnya yang berbeda dengan tinjauan yang lain, setelah
diselidiki dan diteliti kembali pada pokok-pokok pertimbangannya.
Hasil ijtihad seperti ini tidak wajib dijalankan oleh seluruh muslim.
Hanya wajib bagi mujtahid itu sendiri dan bagi orang-orang yang
meminta fatwa kepadanya, selama pendapat itu belum diubahnya.

Orang yang berkompeten dalam bidang ini adalah Majelis Ulama


Indonesia dan Kementerian Agama. Syarat-sayatnya adalah sebagai
berikut:
1. Organisasi islam yang didukung oleh komunitas islam dan
membantu peribadatan pendidikan dan dakwah setempat,
mempunyai kantor permanen staf yang berkualitas
2. Memiliki komisi fatwa minimum tiga ulama dan ilmuan atau
auditor halal
3. Memiliki standar prosedur yang meliputi administrasi pengujian
pabrik dan prosedur komisi fatwa MUI
4. Memiliki jaringan yang luas dan menjadi anggota WHFC
5. Memiliki kapabilitas bekerja sama dalam mengawasi produk
halal
Contoh hukum fatwa kontemporer. Hukum mewarnai rambut dengan
warna tertentu. Mewarnai rambut dengan warna hitam murni adalah
haram, karena sabda Rasululloh ShalAllohu ‘alaihi wa sallam, yang
artinya: “Ubahlah uban ini dan jauhkalah ia dari warna hitam”Adapun
jika ia mencampurinya dengan warna lain hingga agak hitam, maka
hal itu tidak mengapa, tetapi Mengubah warna uban adalah sunnah
yang diperintahkan oleh Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa sallam, dan ia
dapat diubah dengan warna apa saja selain hitam karena Rasulullah
saw telah melarang hal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai