Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka
pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan hal ini secara optimal
diselenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan atau upaya
kesehatan penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. Secara garis besar, disiplin ilmu
yang menopang ilmu kesehatan masyarakat, atau sering disebut sebagai pilar utama
Ilmu Kesehatan Masyarakat ini antara lain yaitu Epidemiologi,
Biostatistik/Statistik Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Pendidikan Kesehatan dan
Ilmu Perilaku, Administrasi Kesehatan Masyarakat, Gizi Masyarakat dan Kesehatan
Kerja (Notoatmodjo, 2010).
Masalah Kesehatan Masyarakat adalah multikausal, maka pemecahanya harus
secara multidisiplin. Oleh karena itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau
prakteknya mempunyai bentangan yang luas. Semua kegiatan baik langsung maupun
tidak untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif),
terapi (terapi fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif)
kesehatan (fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat. Upaya-upaya
yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu kesehatan masyarakat
antara lain yaitu Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular,
Perbaikan sanitasi lingkungan, Perbaikan lingkungan pemukiman, Pemberantasan
Vektor, Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat, Pelayanan Kesehatan Ibu
dan Anak, Pembinaan gizi masyarakat, Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum,
Pengawasan Obat dan Minuman dan Pembinaan Peran Serta Masyarakat
(Notoatmodjo, 2003).

1
Di dalam kegiatan sehari-hari dalam melakukan aktivitas, kita sering tidak
menduga akan mendapatkan resiko kecelakaan pada diri kita sendiri. Banyak sekali
masyarakat yang belum menyadari akan hal ini, termasuk di Indonesia. Baik di
lingkungan kerja (perusahaan, pabrik, atau kantor), di jalan raya, tempat umum
maupun di lingkungan rumah. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup dan masyarakat
sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak
asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan juga instansi pemerintahan. Sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan menciptakan sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Azmi, 2008).
Penerapan K3 adalah untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang
mengakibatkan cidera atau kerugian materi. Karena itu, para ahli K3 berupaya
mempelajari fenomena kecelakaan, faktor penyebab, serta cara efektif untuk
mencegahnya. Upaya pencegahan kecelakaan kerja di Indonesia masih menghadapi
berbagai kendala, salah satu diantaranya adalah pola pikir yang masih tradisional
yang menganggap kecelakaan adalah sebagai musibah, sehingga masyarakat bersifat
pasrah terhadap kecelakaan kerja yang menimpa mereka (Ramli, 2010).
Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 16/2008 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah
Permukiman tidak disebutkan adanya istilah jamban. Namun di dalam Keputusan
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah nomor 534/2001 tentang Pedoman
Standar Pelayanan Minimal disebutkan adanya sarana sanitasi individual dan
komunal berupa jamban beserta MCK-nya. Lebih jauh lagi di dalam Buku Panduan
Penyehatan Lingkungan Permukiman untuk RPIJM 2007 disebutkan adanya
pengumpulan data primer tentang jamban keluarga. Di dalam Petunjuk Teknis Tata
Cara Pembuatan Bangunan Jamban Keluarga dan Sekolah 1998 dari Departemen
Pekerjaan Umum, disebutkan bahwa jamban mencakup bangunan atas yang antara
lain terdiri: plat jongkok, leher angsa, lantai, dinding, dll, tetapi tidak termasuk
bangunan bawahnya.

2
Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 852/2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat disebutkan bahwa jamban sehat adalah
fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan
penyakit. Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 715/2003 tentang
Persyarakan Hygiene Sanitasi Jasaboga disebutkan bahwa usaha jasaboga harus
menyediakan WC Umum dengan fasilitas jamban dan peturasan sesuai dengan
jumlah karyawannya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ilmu Kesehatan Masyarakat


2.1.1 Pengertian
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis´ (Pasal 1 butir 1 UU No. 36 Tahun 2009). Menurut Ikatan Dokter Amerika
(1948) Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan seni memelihara, melindungi dan
meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian
masyarakat. Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni (kiat/art) untuk :
1. mencegah penyakit
2. memperpanjang harapan hidup, dan
3. meningkatkan kesehatan dan efisiensi masyarakat melalui usaha masyarakat
yang terorganisir untuk :
a. sanitasi lingkungan
b. pengendalian penyakit menular
c. pendidikan hygiene perseorangan
d. mengorganisir pelayanan media dan perawatan agar dapat
dilakukan diagnosis dini dan pengobatan pencegahan, serta
e. membangun mekanisme sosial, sehingga setiap insan dapat
menikmati standar kehidupan yang cukup baik untuk dapat
memelihara kesehatan. Dengan demikian, setiap warga negara dapat
menyadari haknya atas kehidupan yang sehat dan panjang
(Winslow, 1920)

2.1.2 Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat


Disiplin ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat antara lain,
mencakup :
1. Ilmu biologi 2. Ilmu kedokteran 9. Ilmu pendidikan
3. Ilmu kimia 4. Fisika
5. Ilmu Lingkungan 6. Sosiologi
7. Antropologi 8. Psikologi

4
Oleh karena itu ilmu kesehatan masyarakat merupakan ilmu yang
multidisiplin. Secara garis besar, disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan
masyarakat, atau sering disebut sebagai pilar utama Ilmu Kesehatan Masyarakat ini
antara lain sebagai berikut :
1. Epidemiologi. 2. Biostatistik/Statistik Kesehatan.
3. Kesehatan Lingkungan. 4. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
5. Gizi Masyarakat. 6. Administrasi Kesehatan Masyarakat
7. Kesehatan Kerja.

2.1.3 Upaya-Upaya Kesehatan Lingkungan


Masalah Kesehatan Masyarakat adalah multikausal, maka pemecahanya harus
secara multidisiplin. Oleh karena itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau
prakteknya mempunyai bentangan yang luas. Semua kegiatan baik langsung maupun
tidak untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif),
terapi (terapi fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif)
kesehatan (fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat. Upaya-upaya
yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu kesehatan masyarakat
antara lain sebagai berikut :
1. Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.
2. Perbaikan sanitasi lingkungan
3. Perbaikan lingkungan pemukiman
4. Pemberantasan Vektor
5. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat
6. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
7. Pembinaan gizi masyarakat
8. Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum
9. Pengawasan Obat dan Minuman
10. Pembinaan Peran Serta Masyarakat

5
2.2 K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
2.2.1 Pengertian
Menurut Mondy (2008) keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan dari
luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko
keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan
kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang,
kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Sedangkan kesehatan kerja
menurut Mondy (2008) adalah kebebasan dari kekerasan fisik. Resiko kesehatan
merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode
waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan
fisik. Beberapa pendapat mengenai pengertian keselamatan dan kesehatan kerja
antara lain:
1. Menurut Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
2. Menurut Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha
untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan
yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
3. Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan
yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang
mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan,
dan kondisi pekerja .
4. Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk
pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang
terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik,
mental dan stabilitas emosi secara umum.
5. Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000),
mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.

6
6. Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja
menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga
kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

Kesehatan pekerja bisa terganggu karena penyakit, stres, maupun karena


kecelakaan. Program kesehatan yang baik akan menguntungkan para pekerja secara
material, selain itu mereka dapat bekerja dalam lingkungan yang lebih nyaman,
sehingga secara keseluruhan para pekerja akan dapat bekerja secara lebih produktif

2.2.2 Tujuan Program Kesehatan Dan Keselamatan Kerja


Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan iklim
yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik kecelakaan
dan penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus dipertanggungjawabkan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan (Rika Ampuh Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut
Rizky Argama (2006), tujuan dari dibuatnya program keselamatan dan kesehatan
kerja adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja. Beberapa tujuan program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) adalah:
1. Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak karyawan dan
perusahaan
2. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan
3. Menghemat biaya premi asuransi
4. Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan
kepada karyawannya

2.2.3 Penyebab Kecelakaan Kerja


Menurut Mangkunegara (2008) faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan
kerja, yaitu:
1. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja
a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang
diperhitungkan keamanannya.
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2. Pengaturan Udara

7
a. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor,
berdebu, dan berbau tidak enak).
b. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
3. Pengaturan Penerangan
a. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
b. Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.
4. Pemakaian Peralatan Kerja
a. Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengamanan yang baik.
5. Kondisi Fisik dan Mental Pegawai
a. Stamina pegawai yang tidak stabil.
b. Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara
berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah,
sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan
dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang
membawa risiko bahaya.

2.2.4 Usaha Mencapai Keselamatan Kerja


Usaha–usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai keselamatan kerja dan
menghindari kecelakaan kerja antara lain:
a. Analisis Bahaya Pekerjaan (Job Hazard Analysis)
Job Hazard Analysis adalah suatu proses untuk mempelajari dan menganalisa
suatu jenis pekerjaan kemudian membagi pekerjaan tersebut ke dalam langkah
langkah menghilangkan bahaya yang mungkin terjadi. Dalam melakukan Job Hazard
Analysis, ada beberapa lagkah yang perlu dilakukan:
1) Melibatkan Karyawan.
Hal ini sangat penting untuk melibatkan karyawan dalam proses job hazard
analysis. Mereka memiliki pemahaman yang unik atas pekerjaannya, dan hal
tersebut merupakan informasi yang tak ternilai untuk menemukan suatu
bahaya.
2) Mengulas Sejarah Kecelakaan Sebelumnya.
Mengulas dengan karyawan mengenai sejarah kecelakaan dan cedera yang
pernah terjadi, serta kerugian yang ditimbulkan, bersifat penting. Hal ini

8
merupakan indikator utama dalam menganalisis bahaya yang mungkin akan
terjadi di lingkungan kerja
3) Melakukan Tinjauan Ulang Persiapan Pekerjaan.
Berdiskusi dengan karyawan mengenai bahaya yang ada dan mereka ketahui
di lingkungan kerja. Lakukan brainstorm dengan pekerja untuk menemukan
ide atau gagasan yang bertujuan untuk mengeliminasi atau mengontrol
bahaya yang ada.
4) Membuat Daftar, Peringkat, dan Menetapkan Prioritas untuk Pekerjaan
Berbahaya.
Membuat daftar pekerjaan yang berbahaya dengan risiko yang tidak dapat
diterima atau tinggi, berdasarkan yang paling mungkin terjadi dan yang
paling tinggi tingkat risikonya. Hal ini merupakan prioritas utama dalam
melakukan job hazard analysis.
5) Membuat Outline Langkah-langkah Suatu Pekerjaan.
Tujuan dari hal ini adalah agar karyawan mengetahui langkah-langkah yang
harus dilakukan dalam mengerjakan suatu pekerjaan, sehingga kecelakaan
kerja dapat diminimalisir.

b. Risk Management
Risk Management dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan
kerugian/kehilangan (waktu, produktivitas, dan lain-lain) yang berkaitan dengan
program keselamatan dan penanganan hukum
c. Safety Engineer
Memberikan pelatihan, memberdayakan supervisor/manager agar mampu
mengantisipasi/melihat adanya situasi kurang ‘aman’ dan menghilangkannya
d. Ergonomika
Ergonomika adalah suatu studi mengenai hubungan antara manusia dengan
pekerjaannya, yang meliputi tugas-tugas yang harus dikerjakan, alat-alat dan
perkakas yang digunakan, serta lingkungan kerjanya.
Selain ke-empat hal diatas, cara lain yang dapat dilakukan adalah:
1. Job Rotation 2. Personal protective equipment
3. Penggunaan poster/propaganda 4. Perilaku yang berhati-hati

9
2.2.5 Masalah Kesehatan Karyawan
Beberapa kasus yang menjadi masalaha kesehantan bagi para karyawan
adalah:
1. Kecanduan alkohol & penyalahgunaan obat-obatan
Akibat dari beban kerja yang terlalu berat, para karyawan terkadang
menggunakan bantuan dari obata-obatan dan meminum alcohol untuk
menghilangkan stress yang mereka rasakan. Untuk mencegah hal ini, perusahaan
dapat melkaukan pemeriksaan rutin kepada karyawan tanpa pemberitahuan
sebelumnya dan perusahaan tidak memberikan kompromi dengan hal-hal yang
merusak dan penurunan kinerja (missal: absen, tidak rapi, kurang koordinasi,
psikomotor berkurang)

2. Stress
Stres adalah suatu reaksi ganjil dari tubuh terhadap tekanan yang diberikan
kepada tubuh tersebut. Banyak sekali yang menjadi penyebab stress, namun beberapa
diantaranya adalah:
a. Faktor Organisasional, seperti budaya perusahaan, pekerjaan itu sendiri, dan
kondisi kerja
b. Faktor Organisasional seperti, masalah keluarga dan masalah finansial

3. Burnout
"Burnout” adalah kondisi terperas habis dan kehilangan energi psikis maupun
fisik. Biasanya hal itu disebabkan oleh situasi kerja yang tidak mendukung atau tidak
sesuai dengan kebutuhan dan harapan. Burnout mengakibatkan kelelahan emosional
dan penurunan motivasi kerja pada pekerja. Biasanya dialami dalam bentuk
kelelahan fisik, mental, dan emosional yang intens (beban psikologis berpindah ke
tampilan fisik, misalnya mudah pusing, tidak dapat berkonsentrasi, gampang sakit)
dan biasanya bersifat kumulatif.

10
2.3 Jamban Sehat
2.3.1 Pengertian
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran
manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau
tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran
dan air untuk membersihkannya.

2.3.2 Jenis jamban


Jamban yang ada di indonesia ada berbagai jenis beberapa diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Jamban cemplung: Adalah jamban yang penampungannya berupa lupang
yang ebrfungsi menyimpan dan meresapkan cairan kotoran/tinja ke dalam
tanah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung
diharuskan ada penutup agar tidak berbau.
2. Jamban tangki septik/leher angsa: Adalah jamban berbentuk leher angsa yang
penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai
wadah proses penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi
dengan resapannya. Pilihan leher angsa yang terbuat dari keramik, porselin
atau kaca serat (fiber glass). Tempat air perapat harus terbuat dari kaca serat
atau keramik karena permukaanya licin dan cukup kuat sehingga mudah
dibersihkan. Juga tidak berbau dan tidak mengundang serangga. Tinggi air
perapat harus paling sedikit 2 cm, agar bau dari

2.3.3 Kriteria jamban sehat


Jamban Sehat secara prinsip harus mampu memutuskan hubungan antara tinja
dan lingkungan. Sebuah jamban dikatagorikan SEHAT jika:
1. Mencegah kontaminasi ke badan air
2. Mencegah kontak antara manusia dan tinja
3. Membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga, serta binatang
4. Mencegah bau yang tidak sedap
5. Konstruksi dudukannya dibuat dengan baik & aman bagi pengguna.

11
Secara konstruksi kriteria diatas dalam prakteknya mempunyai banyak
bentuk pilihan, tergantung jenis material penyusun maupun bentuk konstruksi
jamban. Pada prinsipnya bangunan jamban dibagi menjadi 3 bagian utama, bangunan
bagian atas (rumah jamban), bangunan bagian tengah (slab/dudukan jamban), serta
bangunan bagian bawah (penampung tinja).
1. Rumah jamban (bangunan bagian atas)
Bangunan bagian atas bangunan jamban terdiri dari atap, rangka dan dinding.
Dalam prakteknya disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Beberapa
pertimbangan pada bagian ini antara lain :
a. Sirkulasi udara yang cukup
b. Bangunan mampu menghindarkan pengguna terlihat dari luar
c. Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca (baik musim panas maupun
musim hujan)
d. Kemudahan akses di malam hari- Disarankan untuk menggunakan bahan
local
e. Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk cuci tangan

2. Slab / dudukan jamban (bangunan bagian tengah)


Slab berfungsi sebagai penutup sumur tinja (pit) dan dilengkapi dengan
tempat berpijak. Pada jamban cemplung slab dilengkapi dengan penutup, sedangkan
pada kondisi jamban berbentuk bowl (leher angsa) fungsi penutup ini digantikan oleh
keberadaan air yang secara otomatis tertinggal di didalamnya. Slab dibuat dari bahan
yang cukup kuat untuk menopang penggunanya. Bahan-bahan yang digunakan harus
tahan lama dan mudah dibersihkan seperti kayu, beton, bambu dengan tanah liat,
pasangan bata, dan sebagainya. Selain slab, pada bagian ini juga dilengkapi dengan
abu atau air. Penaburan sedikit abu ke dalam sumur tinja (pit) setelah digunakan akan
mengurangi bau dan kelembaban, dan membuatnya tidak menarik bagi lalat untuk
berkembang biak. Sedangkan air dan sabun digunakan untuk cuci tangan.
Pertimbangan untuk bangunan bagian tengah:
a. Terdapat penutup pada lubang sebagai pelindung terhadap gangguan
serangga atau binatang lain.
b. Dudukan jamban dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan
(menghindari licin, runtuh, atau terperosok).

12
c. Bangunan dapat menghindarkan/melindungi dari kemungkinan timbulnya
bau.
d. Mudah dibersihkan dan tersedia ventilasi udara yang cukup.

3. Penampung tinja (bangunan bagian bawah)


Penampung tinja adalah lubang di bawah tanah, dapat berbentuk persegi,
lingkaran, bundar atau yang lainnya. Kedalaman tergantung pada kondisi tanah dan
permukaan air tanah di musim hujan. Pada tanah yang kurang stabil, penampung
tinja harus dilapisi seluruhnya atau sebagian dengan bahan penguat seperti anyaman
bambu, batu bata, ring beton, dan lain – lain. Pertimbangan untuk bangunan bagian
bawah antara lain:
a. Daya resap tanah (jenis tanah)
b. Kepadatan penduduk (ketersediaan lahan
c. Ketinggian muka air tana
d. Jenis bangunan, jarak bangunan dan kemiringan letak bangunan terhadap
sumber air minum (lebih baik diatas 10 m)
e. Umur pakai (kemungkinan pengurasan, kedalaman lubang/kapasitas)
f. Diutamakan dapat menggunakan bahan local
g. Bangunan yang permanen dilengkapi dengan manhole
Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada
penyebaran penyakit berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai
penularan ini harus dilakukan rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil,
akses masyarakat pada jamban (sehat) harus mencapai 100% pada seluruh
komunitas. Keadaan ini kemudian lebih dikenal dengan istilah Open Defecation Free
(ODF). Suatu masyarakat disebut ODF jika :
1. Semua masyarakat telah BAB (Buang Air Besar) hanya di jamban yang sehat
dan membuang tinja/ kotoran bayi hanya ke jamban yang sehat (termasuk di
sekolah)
2. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar
3. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk
mencegah kejadian BAB di sembarang tempat
4. Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai
100% KK mempunyai jamban sehat

13
5. Ada upaya atau strategi yang jelas untuk dapat mencapai Total Sanitasi

Suatu komunitas yang sudah mencapai status Bebas dari Buang Air Besar
Sembarangan, pada tahap pasca ODFdiharapkan akan mencapai tahap yang disebut
Sanitasi Total. Sanitasi Total akan dicapai jika semua masyarakat di suatu komunitas,
telah:
1. Mempunyai akses dan menggunakan jamban sehat
2. Mencuci tangan pakai sabun dan benar saat sebelum makan, setelah BAB,
sebelum memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan
makanan
3. Mengelola dan menyimpan air minum dan makanan yang aman
4. Mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat).
Untuk menentukan suatu komunitas telah mencapai status ODF, dilakukan
dengan proses verifikasi.

2.3.4 Syarat jamban sehat


Syarat jamban sehat yaitu sebagai berikut :
1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan
lubang penampungan minimal 10 meter
2. Tidak berbau
3. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus
4. Tidak mencemari tanah di sekitamya
5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan
6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung
7. Penerangan dan ventilasi cukup
8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai
9. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih
Buang air besar (BAB) sembarangan bukan lagi zamannya. Dampak BAB
sembarangan sangat buruk bagi kesehatan dan keindahan. Selain jorok, berbagai
jenis penyakit ditularkan. Sebagai gantinya, BAB harus pada tempatnya yakni di
jamban. Hanya saja harus diperhatikan pembangunan jamban tersebut agar tetap
sehat dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Kementerian

14
Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada tujuh kriteria
yang harus diperhatikan. Berikut syarat-syarat tersebut:
1. Tidak mencemari air
Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran
tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan
dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
a. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
b. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari
lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
c. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang,
danau, sungai, dan laut

2. Tidak mencemari tanah permukaan


a. Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat
sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.
b. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

3. Bebas dari serangga


a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam
berdarah
b. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk.
c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya
d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
e. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup

4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan


a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap
selesai digunakan
b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup
rapat oleh air

15
c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran
d. Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodic

5. Aman digunakan oleh pemakainya


a. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang
kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan
penguat lai yang terdapat di daerah setempat
b. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
c. Lantai jamban rata dan miring kea rah saluran lubang kotoran
d. Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran
karena dapat menyumbat saluran
e. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban
akan cepat penuh
f. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100

6. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan


a. Jamban harus berdinding dan berpintu
b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar
dari kehujanan dan kepanasan.

2.3.5 Pengetahuan dan tindakan masyarakat dalam pemanfatan jamban


keluarga
Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada pembuangan
tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu mendapatkan
prioritas. Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat terutama dalam
pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang
biasanya sangat erat kaitannya dengan prilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan
pendidikan.
Tempat jamban dapat dipilih yang baik, sehingga bau dari jamban tidak
tercium. Secara tersendiri dan ditempatkan di luar atau di dalam rumah dan

16
berfungsi untuk melayani 1 sampai dengan 5 keluarga, atau untuk melayani orang-
orang di tempat-tempat umum (terminal, bioskop, dan sebagainya).
Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu
bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan
sebagai media bibit penyakit, seperti diare, typhus, muntaber, disentri, cacingan dan
gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air
dan bau busuk serta estetika.
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang
tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus
atau WC. Syarat jamban yang sehat sesuai kaidah-kaidah kesehatan adalah sebagai
berikut :
1. Tidak memncemari sumber air minum
2. Tidak berbau tinja dan tidak bebas dijamah oleh serangga maupun tikus.
3. Air seni, air bersih dan air penggelontor tidak mencemari tanah sekitar
olehnya itu lantai sedikitnya berukuran 1 X 1 meter dan dibuat cukup landai,
miring kearah lobang jongkok.
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannnya.
5. Dilengkapi dengan dinding dan penutup
6. Cukup penerangan dan sirkulasi udara.
7. Luas ruangan yang cukup
8. Tersedia air dan alat pembersih.
Pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan
dan kebiasaan masyarakat. Tujuan program JAGA (jamban keluarga) yaitu tidak
membuang tinja ditempat terbuka melaingkan membangun jamban untuk diri sendiri
dan keluarga. Penggunaan jamban yang baik adalah kotoran yang masuk hendaknya
disiram dengan air yang cukup, hal ini selalu dikerjakan sehabis buang tinja sehingga
kotoran tidak tampak lagi. Secara periodic Bowl, leher angsa dan lantai jamban
digunakan dan dipelihara dengan baik, sedangkan pada jamban cemplung lubang
harus selalu ditutup jika jamban tidak digunakan lagi, agar tidak kemasukan benda-
benda lain.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jarak jamban dan
sumber air bersih adalah sebagai berikut :
1. Kondisi daerah, datar atau miring

17
2. Tinggi rendahnya permukaan air
3. Arah aliran air tanah
4. Sifat, macam dan struktur tanah
Pemeliharaan jamban keluarga sehat yang baik adalah lantai jamban
hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan air, bersihkan jamban secara teratur
sehingga ruang jamban selalu dalam keadaan bersih, didalam jamban tidak ada
kotoran terlihat, tidak ada serangga(kecoa, lalat) dan tikus berkeliaran, tersedia alat
pembersih dan bila ada kerusakan segera diperbaiki.

2.3.6 Petunjuk pemakaian dan pemeliharaan jamban


1. Sebelum dipakai plat jongkok disiram terlebih dahulu dengan air supaya najis
tidak melekat dan penggelontorannya lancar
2. Jika tidak ada bak penampung air di dalam kakus, sediakan tempat/ember
dengan isi 2 sampai 3 liter
3. Air hujan jangan dialirkan langsung ke dalam jamban demikian juga air dari
kamar mandi. Hal ini untuk menghindarkan gangguan terhadap Tangki Septik
atau Cubluk yang digunakan sebagai tempat pengolahan.
4. Pelat jongkok harus dibersihkan dengan sikat yang khusus untuk itu (yang
bertangkai). Untuk membersihkan dipakai sedikit air dan bubuk sabun atau
abu gosok. Demikian juga lantai kakus/jamban harus dibersihkan setiap hari.
5. Untuk menghindarkan tersumbatnya perangkap air, jangan membuang
sampah dan kotoran rumah tangga lainnya ke dalam lubang jamban
6. Jangan membuang puntung rokok yang masih menyala ke lubang jamban,
karena dapat mengakibatkan adanya tanda yang berbekas.
7. Perangkap air yang tersumbat dibersihkan dengan belahan bambu dari arah
lubang jamban atau jika ada dari lubang/bak pemeriksa di belakang kakus
8. Jika ada bau busuk dari kakus/jamban, periksalah apakah perangkap air
kosong atau rusak. Jika perangkap air kosong, siramkan air kedalam lubang
jamban.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
dapat diambil kesimpulan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah
suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko
kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja,
perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak
melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan
emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting
dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan
perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan
keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan
dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi
kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya
nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan
kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang
tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus
atau WC.
Pemeliharaan jamban keluarga sehat yang baik adalah lantai jamban
hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan air, bersihkan jamban secara teratur
sehingga ruang jamban selalu dalam keadaan bersih, didalam jamban tidak ada
kotoran terlihat, tidak ada serangga(kecoa, lalat) dan tikus berkeliaran, tersedia alat
pembersih dan bila ada kerusakan segera diperbaiki.

19
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, 2005. Dr. J. Leimena, Peletak Konsep Dasar Pelayanan Kesehatan Primer
(Puskesmas),http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewartic
le&sid=1099&Itemid=2 diakses tanggal 16 april 2019.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3): Definisi, Indikator Penyebab dan Tujuan
Penerapan Keselatan dan Kesehatan Kerja (http://jurnal-
sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html) diakses
tanggal 16 april 2019.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(http://anandasekarbumi.files.wordpress.com/2010/11/sap-9-msdm-10-11.ppt)
diakses tanggal 16 april 2019.
Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat ; Prinsip-prinsip Dasar.
Jakarta : Rineka Cipta.
Mondy, R.W., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh
(terjemahan), Jakarta: Penerbit Erlangga
Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(http://prokum.esdm.go.id/uu/2003/uu-13-2003.pdf) diakses tanggal 16 april
2019.

20

Anda mungkin juga menyukai