Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH AIK IV

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HADIST

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8:

NAMA ANGGOTA :

1. MUHAMMAD AZIZ (170300)

2. MUHAMMAD IMAM (170300)

3. EUIS TITI HERLINA (17030047)

D3 SEMESTER 4

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH

TANGERANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Swt, atas limpahan serta
hidayahnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Sejarah Perkembangan Hadits” dengan harapan dapat dimanfaatkan oleh semua
jurusan di perguruan tinggi, sebagai bahan diskusi pada tatap muka perkuliahan.

Shalawat serta salam semoga Allah SWT selalu mencurahkan kepada baginda
Nabi besar kita, pemimpin yang arif, penunutun jalan kebenaran, yaitu Nabi
Muhammad SAW. Dan kita selaku umatnya selalu mengharapkan syafa’atnya di
yaumul qiyamat nanti. Amin.

Diakhir kata kami sangat berharap sekali kepada seluruh yang membaca
makalah yang kami sajikan untuk selalu memberikan motivasi untuk kepada kami,
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari kalian. Terutama untuk dosen
pengampu kami dan para kerabat dekat kami.

Jikalau penyusun benar itu merupakan sebuah hidayah yang datang dari Allah
SWT, dan jikalau penyusun banyak kesalahan itu merupakan suatu kewajaran dalam
diri manusia. Karena manusia merupakan tempat kesalahan dan dosa, maka saya
meminta maaf yang sebesar-besarnya.

Penyusun menyadari akan keterbatasan makalah ini, dan dalam keterbatasan ini
penulis mohon maaf. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Umumnya bagi pembaca, dan khususnya bagi penyusun sendiri.

Tangerang, 29 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................2

2.1 Sejarah Perkembangan Hadits............................................................................................2

2.2 Fase Pengumpulan dan Penulisan Hadits..........................................................................13

BAB III KESIMPULAN...................................................................................................................17

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................17

3.2 Saran....................................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah
dilalui oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan,
penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan
memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa lahirnya di masa
Rasulullah SAW meneliti dan membin hadits, serta segala hal yang
memengaruhi hadits tersebut (Aglayanah, 1995).

Di samping sebagai utusan Allah SWT, Rasulullah SAW adalah


panutan dan tokoh masyarakat. Beliau sadar sepenuhnya bahwa agama yang
dibawanya harus disampaikan dan terwujud secara konkrit dalam kehidupan
sehari-hari. Karena itu, setiap kali ada kesempatan Rasulullah SAW
memanfaatkannya berdialog dengan para sahabat dengan berbagai media.
Hadis Rasulullah SAW yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang
dihafal dan dicatat. Dengan demikian, ada beberapa periode dalam sejarah
perkembangan hadis, dari Periode Rasulullah SAW sampai periode sekarang
(Aglayanah, 1995).

Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini, kami akan


menyajikan bahan seminar kelas yang berjudul “Sejarah Perkembangan
Hadis”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa sejarah perkembangan hadis?

2. Bagaimana Fase Pengumpulan dan Penulisan Hadits

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hadis
2. Untuk mengetahui fase Pengumpulan dan Penulisan Hadits

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Hadits


Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah
dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan,
dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang
telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW meneliti
dan membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis tersebut. Para ulama
Muhaditsin membagi sejarah hadis dalam beberapa periode. Adapun para`ulama
penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadis. Ada
yan membagi dalam tiga periode, lima periode, dan tujuh periode (Ahmad, 2005).

M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh periode,


sejak periode Nabi SAW hingga sekarang, yaitu sebagai berikut (Ismail, 1995) :

1. Periode Pertama: Perkembangan Nadis pada Masa Rasulutlah SAW.

Periode ini disebut `Ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya


wahyu dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadits
lahir berupa sabda (aqwal), af’al, dan taqrir Nabi yang berfungsi
menerangkan AI-Quran untuk menegakkan syariat Islam dan membentuk
masyarakat Islam.

Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung.


Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi SAW. memberi ceramah,
pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat.
Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat
yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh Nabi
ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabinya

Pada masa Nabi SAW, kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat
sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis
di kalangan sahabat masih kurang, Nabi menekankan untuk menghapal,
memahami, memelihara, mematerikan, dan memantapkan hadist dalam
amalan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang lain.

2
2. Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa' Ar-
Rasyidin (11 H-40 H)

Periode ini disebut ‘Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah’


(masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi SAW wafat pada tahun
11 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar
bagi pedoman hidup, yaitu Al-Quran dan hadis (As-Sunnah yang harus
dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat.

Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar
secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan
secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk
memperbanyak meriwayatkan hadis,dan sebaliknya, Umar menekankan
agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-
Quran. Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang meriwayatkan hadis, yakni:

a) Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari
Nabi SAW yang mereka hapal benar lafazh dari Nabi.

b) Dengan maknanya saja; yakni mereka merivttayatkan maknanya


karena tidak hapal lafazh asli dari Nabi SAW.

3. Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin

Periode ini disebut ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amslaar’ (masa


berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam
sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada
tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan
berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam
rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.

Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi
SAW diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah
untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar
di wilayah tersebut. Dengan demikiari, pada masa ini, di samping
tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab,
perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.

3
Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan
dan lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di
seluruh negeri.

Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha


penggalian, pendidikan,dan pengembangan hadis terdapat di:

a. Madinah,

b. Mekah,

c. Bashrah,

d. Syam,

e. Mesir,

Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-
orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a.
Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa
golongan: Pertama, golongan ‘Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian
dinamakan golongan Syi'ah. Kedua, golongan khawarij, yang menentang
‘Ali, dan golongan Mu'awiyah, dan ketiga; golongan jumhur (golongan
pemerintah pada masa itu).

Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak


bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang
berasal dari Rasulullah SAW. untuk mendukung golongan mereka. Oleh
sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya kepada
masyarakat.

4. Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah

Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin (masa penulisan


dan pembukuan). Maksudnya, penulisandan pembukuan secara resmi,
yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun
kalau secara perseorangan, sebelum abad II H hadis sudah banyak ditulis,
baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW.

4
Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni
pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H,
Sebagai khalifah, Umar Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang
menghimpun hadis dalam hapalannya semakin banyak yang meninggal.
Beliau khawatir apabila tidak membukukandan mengumpulkan dalam
buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut
akan lenyap dari permukaan bumi bersamaan dengan kepergian para
penghapalnya ke alam barzakh.

Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah


meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn
Hazmin (120 H) yang menjadi guru Ma'mar- Al-Laits, Al-Auza'i, Malik,
Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang
terdapat pada penghapal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir
Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn `Ades, seorang ahli fiqh, murid `Aisyah
r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang
ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725
M), seorang pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.

Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang


ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama
yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang
membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad
Ibn Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli
dalam urusan fiqh dan hadits. Mereka inilah ulama yang mula-mula
membukukan hadis atas anjuran Khalifah.

Pembukuan seluruh hadist yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam


Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal
sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadist pada masanya.

Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukulcan hadist


atas anjuran Abu `Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah
‘Abbasiyah.

Berikut tempat dan nama-nama tokoh dalam pengumpulan hadits :

5
a. Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150 H)

b. Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)

c. Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibrl Shabih


(w. 160 H)

d. Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w. 161


H.)

e. Pengumpul pertama di Syam, Al-Auza'i (w. 95 H)

f. Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-


188 H)

g. Pengumpul pertama diYaman, Ma'mar al-Azdy (95-153 H)

h. Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)

i. Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 -181 H)

j. Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).


[13]

Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada
abad kedua Hijriah.

Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad


kedua ini, jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang rnasyhur di kalangan
ahli hadis adalah:

1. Al-Muwaththa', susurran Imam Malik (95 H-179 H);

2. Al-Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150


H)

3. Al-jami', susunan Abdul Razzaq As-San'any (211 H)

4. Al-Mushannaf, susunan Sy'bah Ibn Hajjaj (160 H)

5. Al-Mushannaf, susunan Sufyan ibn 'Uyainah (198 H)

6. Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa'ad (175 H)

7. Al-Mushannaf, susnan Al-Auza'i (150 H)


6
8. Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)

9. Al-Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid


Al¬Aslamy.

10. A1-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).

11. Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.

12. Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i (204 H).

13. Mukhtalif Al-Hadis, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i.

Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah


Malik,Yahya ibn Sa'id AI-Qaththan, Waki Ibn Al-Jarrah, Sufyan Ats-Tsauri,
Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-
Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i.

5. Periode Kelima: Masa Men-tasbih-kan Hadis dan Penyusuran


Kaidah-Kaidahnya

Abad ketiga Hijriah merupakan puncak usaha pembukuan hadis.


Sesudah kitab-kitab Ibnu Juraij, kitab Muwaththa' -Al-Malik tersebar dalam
masyarakat dan disambut dengan gembira, kemauan menghafal hadis,
mengumpul, dan membukukannya semakin meningkat dan mulailah ahli-
ahli ilmu berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dari sebuah negeri ke
negeri lain untuk mencari hadis.

Pada awalnya, ulama hanya mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat


di kotanya masing-masing. Hanya sebagian kecil di antara mereka yang
pergi ke kota lain untuk kepentingan pengumpulan hadis.

Keadaan ini diubah oleh AI-Bukhari. Beliaulah yang mula-mula


meluaskan daerah-daerah yang dikunjungi untuk mencari hadis. Beliau
pergi ke Maru, Naisabur, Rei, Baghdad, Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah,
Mesir, Damsyik, Qusariyah, `Asqalani,dan Himsh.

Imam Bukhari membuat terebosan dengan mengumpulkan hadis yang


tersebar di berbagai daerah. Enam tahun lamanya Al-Bukhari terus
menjelajah untuk menyiapkan kitab Shahihnya.

7
Para ulama pada mulanya menerima hadist dari para rawi lalu menulis
ke dalam kitabnya, tanpa mengadakan syarat-syarat menerimanya dan tidak
memerhatikan sahih-tidaknya. Namun, setelah terjadinya pemalsuan hadis
dan adanya upaya dari orang-orang zindiq untuk rpengacaukan hadis, para
ulama pun melakukan hal-hal berikut.

a. Membahas keadaan rawi-rawi dari berbagai segi, baik dari segi


keadilan, tempat kediaman, masa, dan lain-lain.

b. Memisahkan hadis-hadis yang sahih dari hadis yang dha'if yakni


dengan men-tashih-kan hadist

U1ama hadist yang mula-mula menyaringdan membedakan hadist-


hadist yang sahih dari yang palsu dan yang lemah adalah Ishaq ibn
Rahawaih, seorang imam hadis yang sangat termasyhur.

Pekerjaan yang mulia ini kemudian diselenggarakan dengan sempurna


oleh Al-Imam Al-Bukhari. Al-Bukhari menyusun kitab-kitabnya yang
terkenal dengan nama Al-jamius Shahil. Di dalam kitabnya, ia hanya
membukukan hadis-hadis yang dianggap sahih. Kemudian, usaha A1-
Bukhari ini diikuti oleh muridnya yang sangat alim, yaitu Imam Muslim.

Sesudah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, bermunculan imam lain


yang mengikuti jejak Bukhari dan Muslim, di antaranya Abu Dawud, At-
Tirmidzi,dan An-Nasa'i. Mereka menyusun kitab-kitab hadis yang dikenal
dengan Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslirn, Sunan Abu Dawud, Sunan At-
Tirmidzi,dan Sunan An-Nasa'i. Kitab-kitab itu kemudian dikenal di
kalangan masyarakat dengan judul Al-Ushul Al-Khamsyah.

Di samping itu, Ibnu Majah menyusun Sunan-nya. Kitab Sunan ini


kemudian digolongkan oleh para ulama ke dalam kitab-kitab induk sehingga
kitab-kitab induk itu menjadi sebuah, yang kemudian dikenal dengan nama
Al-Kutub Al-Sittah.

Tokoh-tokoh hadis yang lahir dalam masa ini adalah:

1. Ali Ibnul Madany

2. Abu Hatim Ar-Razy

8
3. Muhammad Ibn Jarir Ath- Thabari

4. Muhammad Ibn Sa'ad

5. Ishaq Ibnu Rahawaih

6. Ahmad.

7. Al-Bukhari

8. Muslim

9. An-Nasa'i

10. Abu Dawud

11. At-Tirmidzi

12. Ibnu Majah

13. Ibnu Qutaibah Ad-Dainuri.

6. Periode Keenam: Dari Abad IV hingga Tahun 656 H.

Periode keenam ini dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H, yaitu
pada masa `Abasiyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan Ashru At-
Tahdib wa At-Tartibi wa Al-Istidraqi wa Al-jami'.[18]

Ulama-ulama hadis yang muncul pada abad ke-2 dan ke-3, digelari
Mutaqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang
pada usaha sendiridan pemeriksaan sendiri, dengan menemui para
penghapalnya yang tersebar di setiap pelosok dan penjuru negara Arab,
Parsi, dan lain-lainnya.

Setelah abad ke-3 berlalu, bangkitlah pujangga abad keempat. Para


ulama abad keempat ini dan seterusnya digelari `Mutaakhirin'.
Kebanyakan hadist yang mereka kumpulkan adalah petikan atau nukilan
dari kitab-kitab Mutaqaddimin, hanya sedikit yang dikumpulkan dari
usaha mencari sendiri kepada para penghapalnya.

9
Pada periode ini muncul kitab-kitab sahih yang tidak terdapat dalam kitab
sahih pada abad ketiga. Kitab-kitab itu antara lain:

1. Ash-Shahih, susunan Ibnu Khuzaimah

2. At-Taqsim wa Anwa', susunan Ibnu Hibban

3. Al-Mustadrak, susunan Al-Hakim

4. Ash-Shalih, susunan Abu `Awanah

5. Al-Muntaqa, susunan Ibnu Jarud

6. Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibn Abdul Wahid Al-


Maqdisy.

Di antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam periode ini


adalah:

1. Mengumpulkan Hadis Al-Bukhari/Muslim dalam sebuah kitab.


Di antara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis Al-Bukhari
dan Muslim adalah Kitab Al Fami' Bain Ash-Shahihani oleh
Ismail Ibn Ahmad yang terkenal dengan nama Ibnu Al-Furat
(414 H), Muhammad Ibn Nashr Al-Humaidy (488 H); Al-
Baghawi oleh Muhammad Ibn Abdul Haq Al-Asybily (582 H).

2. Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab enam. Di antara kitab


yang mengumpulkan hadis-hadis kitab enam, adalah Tajridu
As-Shihah oleh Razin Mu'awiyah, Al-Fami' oleh Abdul Haqq
Ibn Abdul Ar-Rahman Asy-Asybily, yang terkenal dengan
nama Ibnul Kharrat (582 H).

3. Mengumpukan hadis-hadis yang terdapat dalam berbagai


kitab. Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis
dari berbagai kitab adalah:

a. Mashabih As-Sunnah oleh Al-Imam Husain Ibn


Mas'ud Al-Baghawi (516 H);

b. Yami'ul Masanid wal Alqab, oleh Abdur Rahman ibn


Ali Al-Jauzy (597 H);
10
c. Bakrul Asanid, oleh Al-Hafidh Al-Hasan Ibn Ahmad
Al-Samarqandy (49I H). Mengumpulan hadis-hadis
hukum dan menyusun kitab-kitab ‘Atkraf.

7. Periode Ketujuh (656 H-Sekarang)

Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya Khalifah Abasiyyah


ke XVII Al-Mu'tasim (w. 656 H.) sampai sekarang. Periode ini dinamakan
Ahdu As-Sarhi wa Al Jami' wa At-Takhriji wa Al-Bahtsi, yaitu masa
pensyarahan, penghimpunan, pen-tahrij-an, dan pembahasan.

Usaha-usaha yang dilakukan oleh ulama dalam masa ini adalah


menerbitkan isi kitab-kitab hadis, menyaringnya, dan menyusun kitab
enam kitab tahrij, serta membuat kitab-kitab fami' yang umum':

Pada .periode ini disusun Kitab-kitab Zawa'id, yaitu usaha


mengumpulkan hadis yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya ke
dalam sebuah kitab tertentu, di antaranya Kitab Zawa'id susunan Ibnu
Majah, Kitab Zawa'id As-Sunan Al-Kubra disusun oleh Al-Bushiry, dan
masih banyak lagi kitab zawa'id yang lain.

Di samping itu, para ulama hadis pada periode ini mengumpulkan


hadis-hadis yang terdapat dalam beberapa kitab ke dalam sebuah kitab
tertentu, di antaranya adalah Kitab Fami' Al-Masanid wa As-Sunan Al-
Hadi li Aqwami Sanan, karangan Al-Hafidz Ibnu Katsir, dan fami'ul
fawami susunan Al-Hafidz As-Suyuthi (911 H).

Banyak kitab dalam berbagai ilmu yang mengandung hadis-hadis


yang tidak disebut perawinya dan pen-takhrij-nya. Sebagian ulama pada
masa ini berusaha menerangkan tempat-tempat pengambilan hadis-hadis
itu dan nilai-nilainya dalam sebuah kitab yang tertentu, di antaranya
Takhrij Hadis TafsirAl-Kasysyaf karangan Al-Zailai'i (762), Al-Kafi Asy-
Syafi fi Tahrij Ahadits Al-Kasyasyaf oleh Ibnu Hajar Al-`Asqalani, dan
masih banyak lagi kitab takhrij lain.

Sebagaimana periode keenam, periode ketujuh ini pun muncul


ulama-ulama hadis yang menyusun kitab-kitab Athraf, di antaranya Ithaf
11
Al-Maharah bi Athraf Al- Asyrah oleh Ibnu Hajar Al-`Astqalani, Athraf
Al-Musnad Al-Mu'tali bi Athraf Al-Musnad Al-Hanbali oleh Ibnu Hajar,
dan masih banyak lagi kitab Athraf yang lainnya.

Tokoh-tokoh hadis yang terkenal pada masa ini adalah:

1. Adz-Dzahaby (748 H),

2. Ibnu Sayyidinnas (734 H),

3. Ibnu Daqiq Al-`Ied,

4. Muglathai (862 H),

5. Al-Asqalany (852 H),

6. Ad¬Dimyaty (705 H),

7. Al-`Ainy (855 H),

8. As-Suyuthi (911 H),

9. Az-Zarkasy (794 H),

10. Al-Mizzy (742 H),

11. Al-`Alay (761 H),

12. Ibnu Katsir (774 H),

13. Az-Zaily (762 H),

14. Ibnu Rajab (795 H),

15. Ibnu Mulaqqin (804 H),

16. Al-Bulqiny (805 H),

17. Al-`Iraqy (w. 806 H), ,

18. Al-Haitsamy (807 H), dan

19. A’ u Zurah (826 H).

2.2 Fase Pengumpulan dan Penulisan Hadits


1. Pengumpulan Hadis

12
Pada abad pertama Hijriah, yakni masa Rasulullah SAW., Khulafaar
Rasyidin,dan sebagian besar masa Bani Umayyah hingga akhir abad
pertama Hijrah, hadis-hadis itu berpindah-pindahdan disampaikan dari
mulut ke mulut. Masing-masing perawi pada waktu itu meriwayatkan
hadis berdasarkan kekuatan hapalannya. Hapalan mereka terkenal kuat
sehingga mampu mengeluarkan kembali hadis-hadis yang pernah direkam
dalam ingatannya. Ide penghimpunan hadis Nabi secara tertulis untuk
pertama kalinya dikemukakan oleh Khalifah Umar bin Khaththab (w. 23
H/644 M). Namun, ide tersebut tidak dilaksanakan oleh Umar karena
khawatir bila umat Islam terganggu perhatiannya dalam mempelajari Al-
Quran.

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin.Abdul Aziz yang


dinobatkan akhir abad pertama Hijriah, yakni tahun 99 Hijriah, datanglah
angin segar yang mendukung kelestarian hadist. Umar bin Abdul Azis
terkenal sebagai seorang khalifah dari Bani Umayyah yang terkenal adil
dan wara' sehingga dipandang sebagai khalifah Rasyidin yang kelima.

Beliau sangat waspada dan sadar bahwa para perawi yang


mengumpulkan hadist dalam ingatannya semakin sedikit jumlahnya karena
meninggal dunia. Beliau khawatir apabila tidak segera dikumpulkan dan
dibukukan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, mungkin hadis-
hadis itu akan lenyap bersama lenyapnya para penghapalnya. Tergeraklah
hatinya untuk mengumpulkan hadis-hadis Nabi dari para penghapal yang
masih hidup. Pada tahun 100 H, Khalifah Umar bin Abdul Azis
memerintahkah kepada Gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad
bin Amer bin Hazm untuk membukukan hadis-hadis Nabi dari para
penghapal.

Umar bin Abdul Azis menulis surat kepada Abu Bakar bin Hazm,
yaitu, "Perhatikanlah apa yang dapat diperoleh dari hadis Rasul lalu
tulislah karena aku takut akan lenyap ilmu disebabkan meninggalnya
ulama, dan jangan diterima selain hadis Rasul SAW., dan hercdaklah
disebarluaskan ilmu dan diadakan majelis-majelis ilmu supaya orzng yang

13
tidak mengetahuinya dapat mengetahuinya, maka sesungguhnya ilmu itu
dirahasiakan."

Selain kepada Gubernur Madinah, khalifah juga menulis surat


kepada Gubernur lain agar mengusahakan pembukuan hadis. Khalifah juga
secara khusus menulis surat kepada Abu Bakar Muhammad bin Muslim
bin Ubaidillah bin Syihab Az-Zuhri. Kemudian, Syihab Az-Zuhri mulai
melaksanakan perintah khalifah tersebut sehingga menjadi salah satu
ulama yang pertama kali membukukan hadis.

Setelah generasi Az-Zuhri, pembukuan hadis dilanjutkan oleh Ibn


Juraij (w. 150 H.), Ar-Rabi' bin Shabih (w. 160 H), dan masih banyak lagi
ulama lainnya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa pembukuan hadis
dimulai sejak akhir masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum
begitu sempurna. Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, yaitu pada
pertengahan abad II H, dilakukan upaya penyempunaan. Sejak saat itu,
tampak gerakan secara aktif untuk membukukan ilmu pengetahuan,
termasuk pembukuandan penulisan hadis-hadis Rasul SAW Kitab-kitab
yang terkenal pada waktu itu yang ada hingga sekarang dan sampai kepada
kita, antara lain Al-Muwatha' oleh Imam Malikdan Al-Musnad oleh Imam
Asy-Syafi'i (w. 204 H). Pembukuan hadis itu kemudian dilanjutkan secara
lebih teliti oleh imam-imam ahli hadis, seperti Bukhari, Muslim, Tirmizi,
Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lain-lain.

Dari mereka itu, kita kenal Kutubus Sittah (kitab-kitab) enam, yaitu
Sahih Al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan An-Nasal, dan At-Tirmizi. Tidak
sedikit pada masa berikutnya dari para ulama yang menaruh perhatian
besar pada Kutubus Sittah tersebut beserta kitab Muwatha' dengan cara
mensyarahinya dan memberi catatan kaki, meringkas atau meneliti sanad
dan matan-matannya (Shiddiqiey, 2001).

2. Penulisan Hadis

Sebelum agama Islam datang, bangsa Arab tidak mengenal


kemampuan membaca dan menulis. Mereka lebih dikenal sebagai bangsa
yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis). Namun, ini tidak berarti
bahwa tidak ada seorang pun yang bisa menulisdan membaca. Keadaan
14
ini hanyalah sebagai ciri kebanyakan mereka. Sejarah telah mencatat
sejumlah orang yang mampu membaca dan menulis. Adiy bin Zaid Al-Adi
(w. 35 H) misalnya, sudah belajar menulis hingga menguasainya, dan
merupakan orang pertama yang menulis dengan bahasa Arab dalam surat
yang ditujukan kepada Kisra. Sebagian orangYahudi juga mengajari anak-
anak di Madinah untuk menulis Arab. Kota Mekah dengan pusat
perdagangannya sebelum kenabian, menjadi saksi adanya para penulis dan
orang yang mampu membaca. Sebagaimana dinyatakan bahwa orang yang
mampu membaca dan menulis di kota Mekah hanya sekitar 10 orang.
Inilah yang dimaksud bahwa orang Arab adalah bangsa yang ummi
(Sulaiman, 1995).

Banyak akhbar yang menunjukkan bahwa para penulis lebih banyak


terdapat di Mekah daripada di Madinah. Hal ini dibuktikan dengan adanya
izin Rasulullah kepada para tawanan dalam Perang Badar dari Mekah yang
mampu menulis untuk mengajarkan menuiis dan membaca kepada 10 anak
Madinah sebagai tebusan diri mereka.

Pada masa Nabi, tulis-menulis sudah tersebar luas. Apalagi Al-Quran


menganjurkan untuk belajardan membaca. Rasulullah pun menga-lgkat
para penulis wahyu hingga jumlahnya mencapai 40 orang. Nama-nama
mereka disebut dalam kitab At-Taratib Al-Idariyyah. Baladzuri dalam kitab
Futuhul Buldan menyebutkan sejumlah penulis wanita, di antaranya
Ummul Mu'minin Hafshah, Ummu Kultsum binti Uqbah, Asy-Syifa' binti
Abdullah Al¬Qurasyiyah, `Aisyah binti Sa'ad, dan Karimah binti AI-
Miqdad.

Para penulis semakin banyak di Madinah setelah hijrah setelah


Perang Badar. Nabi menyuruh Abdullah bin Sa'id bin ‘Ash agar mengajar
menulis di Madiah, sebagaimana disebutkan Ibnu Abdil Barr dalam Al-
Isti'ab. Ibnu Hajar menyebutkan bahwa nama asli `Abdullah bin Sa'id bin
Al-'Ash adalah Al-Hakam, lalu Rasulullah memberinya nama Abdullah
dan menyuruhnya agar mengajar menulis di Madinah (Zuhri, 2003).

Para penulis sejarah Rasul, ulama hadis, dan umat Islam sependapat
bahwa Al-Quran Al-Karim telah memperoleh perhatian yang penuh dari

15
Rasul dan para sahabatnya. Rasul mengharapkan para sahabat untuk
menghapalkan Al-Quran dan menuliskannya di tempat-tempat tertentu,
seperti keping-keping tulang, pelepah kurma, batu, dan sebagainya.

Oleh karena itu, ketika Rasulullah SAW wafat, Al-Quran telah


dihapalkan dengan sempurna oleh para sahabat. Seluruh ayat suci Al-
Quran pun telah lengkap ditulis, tetapi belum terkumpul dalam bentuk
sebuah mushaf. Adapun hadis atau sunnah dalam penulisannya ketika itu
kurang memperoleh perhatian seperti halnya Al-Quran. Penulisan hadis
dilakukan oleh beberapa sahabat secara tidak resmi karena tidak
diperintahkan oleh Rasul. Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat memiliki
catatan hadis-hadis Rasulullah SAW. Mereka mencatat sebagai hadis yang
pernah mereka dengar dari Rasulullah SAW.

16
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa
timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW meneliti dan membina hadis, serta segala
hal yang memengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah
hadis dalam beberapa periode. Adapun para`ulama penulis sejarah hadis berbeda-
beda dalam membagi periode sejarah hadis. Ada yan membagi dalam tiga
periode, lima periode, dan tujuh periode. M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi
perkembangan hadis menjadi tujuh periode, sejak periode Nabi SAW hingga
sekarang.

3.2 Saran
Dalam kesempatan ini kami memberikan saran kepada pembaca apabila terdapat
kesalahan dalam pembuatan makalah ini baik penulisan atau susunan kata, kami
harapkan agar pembaca dapat memakluminya karena kami masih dalam tahap
pembelajaran. Kritik dan saran akan kami terima dengan lapang dada.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aglayanah, Al-Makki, Metode Pengajaran Hadits: Pada Tiga Abad Pertama, terj.
Amir Hamzah Fachruddin. Jakarta : Granada Nadia. 1995

Ahmad, Muhammad, dkk. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia. 2005

Al-Baghdadi, Abd. Al- Qahir. Al-Farq baina Al-Firaq. Editor M.S. Kailani. Beirut :
Dar Al-Ma’arifah. 1983

Al-Hadi, Abu Muhammad Al-Mahdi Ibn Abd Al-Qadir. tt. Thariqu Takhriq Hadits
Rasulullah ‘Alaihi Wasallam. Darul Ikhtisam.

IsmaiI,Syuhudi. Kaidah Kesahihan sanad hadist.Jakarta: Bulan Bintang.1995

Shiddiqiey,TM.Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist.Semarang: Pustaka Rizki


Putra.2001

Sulaiman,Hasan. Abbas, Alwi, Terjemah lbanatul Ahkam Syarh Bulughuf Maram


Jilid I.Surabaya: Mutiara iimu.1995

Zuhri, Muhammad. Hadist Nabi, Tela'ah Historisdan Metodologi.Yogyakarta: Tiara


Wacana.2003

18

Anda mungkin juga menyukai