TINJAUAN PUSTAKA
a. Kelenjar Lakrimal
Kelenjar lakrimal adalah kelenjar serosa dengan bentuk sebesar
20 x 12 x 5 mm, strukturnya unik terdiri dari jaringan epitel dan limfoid
(Hughes dkk. 2006, hlm.476). Kelenjar air mata terletak di temporo
antero superior rongga orbita. Pendarahan kelenjar lakrimal berasal dari
arteri lakrimalis. Vena dari kelenjar bergabung dengan vena
5
6
a. Komponen lipid
Campuran heterogen dari lipid disekresi oleh kelenjar meibom,
yang terletak di posterior garis atas dan bawah bulu mata. Lipid tersebut
tersebar ke seluruh permukaan mata setiap kali berkedip. Fungsi lipid
adalah mencegah penguapan dari lapisan aqueous dan mempertahankan
ketebalan lapisan air mata, dan berperan sebagai surfaktan sehingga
lapisan air mata menyebar secara merata (Ronaldo 2001, hlm.206).
Defisiensi lipid menyebabkan mata kering karena proses penguapan.
Lapisan lipid mempunyai tegangan permukaan rendah yang mampu
menyeragamkan penyebaran dari lapisan air mata sehingga permukaan
air mata menjadi halus (Perry 2008, hlm.80). Berdasarkan analisis
kimia, lapisan lipid ini terdiri dari campuran antara lipid non polar (wax
esters, kolestrol dan kolestrol ester) yang menyusun hingga 60%-70%
dan lipid polar (fosfolipid dan glikolipid). Terdapat juga kandungan
asam lemak bebas dan alkohol dalam lapisan lipid air mata (Bron dkk.
2004, hlm.352- 353).
b. Komponen Aqueous
Sekresi aqueous sebesar 95% berasal dari kelenjar lakrimalis,
sedangkan sisanya disekresi oleh kelenjar Krause dan Wolfring (Perry,
2008, hlm 80). Lapisan aqueous berfungsi sebagai pelarut bagi oksigen
dan karbondioksida serta mengandung elektrolit, protein, antibodi,
enzim, mineral, glukosa, dan sebagainya. Lisozim, suatu enzim
glikolitik, merupakan komponen protein terbanyak, yaitu sekitar 20%-
40%, bersifat alkali dan mampu menghancurkan dinding sel bakteri
yang masuk ke mata. Laktoferin juga memiliki sifat antibakteri dan
antioksidan, sedangkan epidermal growth factor (EGF) berfungsi
mempertahankan integritas permukaan mata normal serta mempercepat
penyembuhan mata jika terjadi luka. Pada lapisan aqueous juga terdapat
albumin, transferrin, immunoglobulin A, immunoglobulin M,
immunoglobulin G, air, dan vitamin A (Fatma 2007, hlm.163-164 ;
Perry 2008, hlm.80).
10
c. Komponen Musin
Komponen musin merupakan lapisan terdalam dari air mata
yang bersentuhan dengan epitel permukaan mata. Komponen musin di
produksi oleh sel goblet konjungtiva dan dari sel bertingkat skuamosa
kornea serta konjungtiva (Perry 2008, hlm.80). Musin terdiri dari
berbagai macam jenis glikoprotein yang berperan untuk mencegah
perlekatan dan interaksi dari mikroba, debris, dan sel-sel inflamasi
terhadap sel epitel. Musin juga berperan memberikan viskositas
sehingga dapat melindungi epitel kornea dari kerusakan karena kedipan
mata berulang. Musin juga mencegah lapisan air mata berbentuk
gumpalan pada kornea dan memastikan bahwa lapisan air mata
melembabkan seluruh permukaan kornea dan konjungtiva (Ronaldo dkk
2001, hlm.205). Selain itu, musin juga memberikan fungsi sebagai
batasan antara epitel kornea dan epitek konjungtiva (Mantelli 2008,
hlm.3).
Sindrom mata kering merupakan salah satu kondisi mata yang paling sering
ditemukan. Frekuensi dan diagnosis klinis sindrom mata kering banyak ditemukan
pada populasi Hispanik dan Asia dibandingkan populasi Kaukasia. Prevalensi di
Indonesia juga pernah dilaporkan oleh Lee dkk yang menemukan bahwa dari 1058
sampel, terdapat 27,5% sampel yang mengeluh gejala dry eye sepanjang waktu
(Lee dkk, 2002).
Secara umum sindrom mata kering dibagi atas 2 kategori, yaitu aqueous
tear deficiendy (ATD) dan evaporative dry eye. Klasifikasi pasien menurut
penyebab utama berguna untuk diagnosis dan terapi. Seringkali manifestasi klinik
sindrom mata kering berupa gabungan antara kedua jalur patogenesis (Lemp
2007, hlm.76-77).
Sindrom mata kering pada kasus yang berat dapat terjadi ulserasi kornea,
penipisan kornea, dan perforasi. Infeksi sekunder kadang-kadang terjadi dan parut
pada kornea dapat menyebabkan penurunan penglihatan. Sindrom mata kering
rentan terkena infeksi yang dapat menyebabkan kebutaan seperti keratitis bakterial
(Javadi dkk. 2011, hlm.192).
kelenjar lakrimal sehingga pada awal sindrom mata kering terjadi hipresekresi air
mata. Reflek berkedip dan stimulasi produksi air mata yang terus menerus
menyebabkan kelelahan pada kelenjar lakrimal. Hal tersebut dapat memberikan
respon sitokin inflamasi neurogenik di kelenjar lakrimal dan menyebabkan
penurunan sekresi kelenjar lakrimal (Lemp 2007, hlm.86-88).
II.1.6 Diagnosis
Sindrom mata kering dapat didiagnosis berdasarkan dari gejala. Saat ini
belum ada kriteria yang seragam atau gold standard untuk penegakan sindrom
mata kering (Tavares dkk. 2010, hlm.86). Oleh karena itu, diperlukan kombinasi
antara keluhan dan pemeriksaan mata seperti tes kuantitas air mata atau tear film
breakup time (TBUT) (Javadi dkk. 2011, hlm.194).
Gejala yang paling umum dirasakan pada pasien sindrom mata kering
adalah rasa iritasi, rasa terbakar, rasa panas, rasa seperti ada benda asing di dalam
mata, rasa terobek atau perih pada mata, gatal, photophobia, penglihatan kabur,
tidak dapat memakai lensa kontak, kemerahan, dan peningkatan frekuensi
berkedip.
Terdapat beberapa kuisioner yang sudah berkembang dan tervalidasi untuk
melihat keluhan yang dirasakan oleh pasien, diantaranya, yaitu McMonnies Dry
Eye Questionnaire, Ocular Surface Disease Index (OSDI), dan Impact of Dry Eye
on Everyday Life (IDEEL) (Tevares dkk. 2010, hlm.86).
Pemeriksaan fisik juga dapat dilakukan untuk melihat perubahan struktur
dari kelopak mata, berkedip yang tidak sempurna, kemerahan pada tepi kelopak
mata, penyebaran air mata yang tidak normal, pembesaran kelenjar air mata,
fungsi saraf kranialis, trichiasis, serta pemeriksaan kornea dan konjungtiva
(Tevares dkk. 2010, hlm.86).
Pemeriksaan fisik lain yang dapat dilakukan adalah uji Schirmer I. Uji ini
digunakan untuk melihat evaporasi berlebihan pada air mata. Uji ini tidak
menggunakan anastesi dan berguna untuk menilai respon reflek sekresi air mata
(Tevares dkk. 2010, hlm.88). Caranya dengan menempelkan kertas filter Schirmer
30 x 5 mm pada sakus inferior 1/3 temporal agar tidak menyentuh kornea tanpa
anestesi topical selama 5 menit (Fatma 2007 hlm.164). Bagian kertas yang basah
kurang dari 10 mm dianggap mengalami sindrom mata kering dan pada kertas
yang basahnya kurang dari 5 mm didiagnosis sindrom mata kering berat (Javadi
dan Feizi 2011, hlm.194).
Uji ini dapat dilakukan dengan mata terbuka atau tertutup, walaupun
beberapa merekomendasikan dengan mata tertutup untuk menghilangkan kedipan
mata. Jika uji ini dilakukan tanpa anestesi topikal, dinamakan uji Schirmer I untuk
16
mengukur refleks sekresi air mata. Namun, jika dilakukan dengan menggunakan
anestesi topical, dinamakan uji Schirmer II, untuk mengukur sekresi basal air mata
(Javadi & Feizi 2011, hlm.194).
II.1.7 Rokok
Rokok merupakan salah satu bentuk olahan dari tembakau yang
sediaannya berbentuk gulungan tembakau yang dibakar dan dihisap (Arta 2014,
hlm.12). Berdasarkan bahan dan ramuan, rokok digolongkan menjadi beberapa
jenis, yaitu (1) rokok kretek, yaitu rokok yang memiliki campuran cengkeh pada
tembakau, (2) rokok putih, yaitu tokok dengan atau tanpa filter menggunakan
tembakau tanpa menggunakan cengkeh yang digulung kertas sigaret, dan (3)
cerutu, yaitu produk dari tembakau tertentu berbentuk seperti rokok dengan
bagian pembalut luarnya berupa lembaran daun tembakau dan bagian isinya
campuran serpihan tembakau (Kusuma 2012, hlm.152).
Merokok adalah suatu proses pembakaran tembakau yang menimbulkan
polusi udara yang secara langsung dihirup dan diserap oleh tubuh bersama udara
pernapasan. Merokok merupakan suatu kebiasaan yang dapat menimbulkan
kenikmatan semu bagi perokok, tetapi di lain pihak menimbulkan dampak buruk
bagi perokok sendiri maupun bagi orang-orang di sekitarnya (Prabaningtyas 2010,
hlm.11). merokok merupakan suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok yang
kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar serta dapat
menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang (Nasution 2007, hlm.6).
17
c. Gas
Gas karbon monoksida (CO) adalah gas yang paling banyak
ditemukan pada asap rokok, CO sejenis gas yang tidak memiliki bau.
Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur
zat arang atau karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat
mencapai 3-6%. Karbon Monoksida (CO) merupakan gas beracun yang
dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa
oksigen. Gas CO yang dihisap menurunkan kapasitas sel darah merah
untuk mengangkut oksigen sehingga sel-sel tubuh akan mati. Di tubuh
perokok, tempat untuk oksigen diduduki oleh CO karena kemampuan
sel darah merah 200 kali lebih besar untuk mengikat CO daripada
oksigen (Depkes 2006, hlm.1-3 ; Fowles dkk. 2000, hlm.11)
d. Senyawa karbohidrat (pati, pektin, selulosa, gula)
Pati, pektin, dan selulose merupakan senyawa bertenaga tinggi
sehingga selama proses harus dirombak menjadi gula. Gula mempunyai
peranan dalam meringankan rasa berat dalam penghisapan rokok, tetapi
bila terlalu tinggi menyebabkan panas, dan iritasi kerongkongan serta
menyebabkan tembakau mudah menyerap air sehingga lembab. Dalam
asap rokok, keseimbangan gula dan nikotin akan menentukan
kenikmatan dalam merokok (Tirtosastro 2010 hlm.34-35).
Ada pula beberapa senyawa lain yang berada di dalam asap rokok utama
maupun sampingan. Campuran yang sangat beragam dari bahan kimia yang
berbeda dalam asap rokok dapat mempengaruhi hampir setiap sistem organ di
dalam tubuh. Target utama sistem organ adalah sistem pernapasan, jantung dan
pembuluh darah, sistem reproduksi, mata, dan sistem saraf. Terdapat 2 zat utama
yang dapat mengiritasi mata, yaitu akrolin dan formaldehida yang terdapat dalam
partikel padat (tar) ataupun partikel gas (Fowles dkk, hlm.24-27). Beberapa zat
berbahaya tersebut, terdapat dalam tabel berikut:
19
Zat Kimia
Hidrogen sianida Benzene Kromium
Arsenik Phenol Merkuri
Chlorinated Dioxin Karbonmonoksida Asetaldehida
Akrolein Amoniak Hidrazine
Nikel Kadmiun Etilbenzene
Toluen Formaldehida Berilium
Sumber: Fowles dkk, 2000
Umur, penurunan Udara kering dan Merokok Disfungsi Def. vit A, Alergi,
androgen, SSDE, NSSDE, kebiasaan berkedip kelenjar meibom pemakaian lensa
obstruksi lakrimal kontak
Peroksidasi
lapisan lipid
air mata
Evaporasi
berlebihan
Hiperosmolar
air mata
(M
Mengeluarkan mediator inflamasi
(IL 1, TNF α, MMP-9)
Sindrom mata
= Diteliti kering
= Tidak diteliti
Sumber : Modifikasi dari Lamp, 2007; Altinors, 2006
Status Merokok