Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nurma sukmawati

NPM : 2016210176

Kelas : farmakologi A

1. Penggunaan fisostigmin pada glaukoma


Jawab : digunakan untuk penggunaan mata, fisostigmin (esferin) atau DFP diteteskan pada
konjungtiva bulbi, mata nyata terlihat miosis, hilangnya daya akomodasi dan hiperemia
konjungtiva. Miosis dapat terjadi cepat sekali dalam beberapa menit sehingga menjadi
maksimal setelah setengah jam. Kembalinya ukuran pupil ke normal dapat terjadi dalam
beberapa jam atau beberapa hari atau minggu. Miosis dapat menyebabkan terbukanya
saluran schleman sehingga pengaliran cairan mata lebih mudah, maka lebaran intraokuler
menurun terutama pada pasien glaukoma dan hilangnya daya akomodasi mata tidak terjadi
terlalu sama dan dapat diatasi dengan pengobatan dengan atropin.
2. Pengaturan tekanan darah dengan obat antihipertensi
Jawab: tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama yaitu curah jantung (cardiac output)
dan resistensi vaskular perifer (periperal vascular resistace). Curah jantung merupakan hasil
kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup, sedangkan isi sekuncup ditentukan
oleh aliran balik vena, dan kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh
tonus otot polos pembuluh darah dan viscositas darah. Semua parameter diatas dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain sistem saraf simpatis dan parasimpatis, sistem renin
angiostensin-aldosteron (SRAA) dan faktor lokal berupa bahan bahan vasoaktifyang
diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah. Sistem saraf simpatis cenderung meningkatkan
tekanan darah dan ia bersifat presif dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung dan
memperkuat kontraktilitas miokard dan meningkatkan resistensi pembuluh darah. Sistem
sarah parasimpatis berkerja menurunkan tekanan darah karena menurunkan frekuensi
denyut jantung.
Obat-obatan antihipertensi dikenal denganlima kelompok lini pertama yang lazim digunakan
untuk pengobatan awal hipertensi yaitu : i. Diuretik , ii. Penyekat reseptor beta adrenergik (B-
bloker). iii. Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhbitor) iv. Peghambat
reseptor angiotensin (Angiotensin reseptor bloker (ARB)) v. Antagonis kalsium.
3. Perbedaan SS dan SP
Jawab :
4. Contoh-contoh obat asma
Jawab : obat adrenergik dimana efek perangsangan mirip saraf adrenergik atau mirip
neurotransmitter norapinefrin da efinefrin yang disebut juga noradrenalin dan adrenalin
termasuk dalam golongan obat simpatis dan parasimpatis. Dimana kerja obatnya yaitu salah
satunya penghambat organ perifer seperti otot polos usus, bronkus dan pembuluh dara otot
rangka.
Salah satu contohnya adalah epinefrin pada saluran pernapasan epinefrin mempengaruhi
pernapasan terutama merelaksasi otot bronkus melalui reseptor ß2. Efek bronkodilatasi ini
jelas sekali bila sudah ada kontraksi otot polos bronkus karna asma bronkial dan mengurangi
sekresi bronkus.
ß2 agonis merupakan salah satu obat utama dalam pengobatan asma bronkial. Bentuk
aerosol nya adalah pilihan utama untuk mengatasi serangan asma akut. Bentuk ini juga selektif
untuk profilaksis serangan akibat hawa dingin atau olahraga, tetapi pasien perlu dilatih untuk
menggunakan aerosol dengan teknik yang benar karna hal ini menentukan keberhasilan efek
terapi . sediaan oral menimbulkan lebih banyak efek samping kardiovaskular dan sentral,
karena itu tidak dianjurkan digunakan pada penggunaan asma kecuali untuk pasien yang tidak
mampu menggunakan aerosol.
ß2 agonis dalam golongan ini termasuk metaproterenol (orsiprenalin), salbutamol (albuterol),
terbutalin, fenoterol, formoterol, prokaterol, salmeterol, pirbuterol, bilolterol, isoetarin, dan
ritodrin.

5. Obat- obat kardioselektif


B-bloker kardioselektivitas ISA MSA
Propanolol - - ++
Nadolol - - -
Pindolol - +++ ±
Timolol - - -
Alprenolol - ++ +
Oksprenolol - ++ +
Penbutolol - + +
Sotalol - - -
Asebutolol + + +
Metoprolol ++ - ±
Atenolol ++ - -
Bisoprolol +++ - -
Esmolol + - -
Karvedilol - - ++
Labetalol - + +
Karteolol - ++ -
Betaksolol ++ - +
Selifprolol + + -
Nebivolol ++++ - -
6. Kenapa adrenalin tidak diberikan secara oral

Jawab :

Berdasarkan sifat kimia : obat adrenergik yang juga dikenal sebagai amin simpatomimetik mempunyai
struktur dasar ß-feniletilamin yang terdiri dari cincin benzen dan rantai samping etilamin. sediaan oral
menimbulkan lebih banyak efek samping kardiovaskular dan sentral, karena itu tidak dianjurkan
digunakan pada penggunaan asma kecuali untuk pasien yang tidak mampu menggunakan aerosol.

7. Agonis dan antagonis reseptor ai,a2,B1,B2


Agonis alfa 1 dalam golongan ini termasuk metoksamin fenilrefrin, mefentamin,
metaraminol,dan midodrin. Obat-obat ini digunakan untuk menaikkan tekanan darah pada
hipotensi atau syok, berdasarkan kerjanya pada reseptor alfa 1 pembuluh darah. Metoksamin
dan fenilefrin dan metoksamin bekerja secara langsung pada reseptor alfa 1 sedangkan
mefentramin dan meteraminol bekerja langsung dan tidak langsung. Midodrin adalah prodrug
yang setelah pemberian obat oral, diubah menjadi desglimidodrin suatu alfa 1 agonis bekerja
langsung.
Alfa 2, hipotalamus dan nukleus trakus solitarius umumnya dianggap sebagai tempat utama
untuk integrasi berbagai fungsi saraf otonom, termasuk tekanan darah. Fungsi simpatis
diintegrasi oleh nukleus hipotalamus bagian posterior dan lateral. Klonidin ialah
antihipertensi yang merupakan alfa 2 agonis. Obat ini merangsang adrenoreseptor alfa 2 di
SSP maupun perifer tetapi efek hipertensinya terutama akibat perangsangan reseptor alfa 2
di SSP.
Beta 2 agonis selain efektif pada pemberian oral. Juga diabsorbsi dengan baik dan pemberian
sebagai aerosol.

8. Amfetamin
Karna merupakan obat salah satu amin simpatomimetik yang paling kuat dalam merangsang
SSP, disamping mempunyai kerja perifer pada reseptor alfa dan beta melalui penglepasan NE
endogen. Mekanisme kerja amfetamin di SSP semuanya atau hampir semuanya melalui
penglepasan amin blogenik dari ujung syaraf yang bersangkutan di otak. Peningkatan
kewaspadaan, efek anoreksik dan sebagian aktivitas lokomotor melalui penglepasan NE.
9. Keracunan
Keracunan adalah masuknya zat racun ke tubuh, baik melalui saluran cerna, napas, maupun
kulit dan mukosa sehingga menimbulkan gejala keracunan. Keracunan masih sering terjadi
pada anak.
Organofosfat adalah zat kimia sintesis yang terkandung pada pestisida untuk membunuh
hama (serangga, jamur, atau gulma). Organofosfat juga digunakan dalam produk rumah
tangga, seperti pembasmi nyamuk, kecoa, dan hewan pengganggu lainnya.
Organofosfat dapat menimbulkan keracunan karena menghambat enzim kolinesterase. Enzim
ini berfungsi agar asetilkolin terhidrolisis menjadi asetat dan dan kolin. Organofosfat mampu
berikatan dengan sisi aktif kolinesterase sehingga kerja enzim ini terhambat. Asetilkolin
terdapat di seluruh sistem saraf. Asetilkolin berperan penting pada sistem saraf autonom yang
mengatur berbagai kerja, seperti pupil mata, jantung, pembuluh, darah. Asetilkolin juga
merupakan neurotransmiter yang langsung memengaruhi jantung serta berbagai kelenjar dan
otot polos saluran napas.
Keracunan organofosfat dapat terjadi melalui kulit, mata, mulut jika tertelan, dan hidung jika
terhirup dengan dosis berlebih. Keracunan organofosfat melalui kulit terjadi jika zat ini
berbentuk cairan dan tumpah di kulit, atau melalui pakaian yang terpapar organofosfat. Gas
dan partikel semprotan yang sangat halus (<10 mikron) dapat masuk ke paru, sedangkan
partikel yang lebih besar (>50 mikron) akan menempel di selaput lendir atau kerongkongan.
Keracunan melalui saluran pencernaan dapat terjadi karena makanan terpapar organofosfat
atau jika zat ini terbawa angin masuk ke mulut.
Gejala keracunan organofosfat akan timbul dalam waktu 6-12 jam setelah paparan. Gejalanya
bervariasi, dari yang ringan hingga kematian. Gejala awal adalah ruam dan iritasi pada kulit,
mual/rasa penuh di perut, muntah, lemas, sakit kepala, dan gangguan penglihatan. Gejala
lanjutan, seperti keluar ludah berlebihan, keluar lendir dari hidung (terutama pada keracunan
melalui hidung), berkemih berlebihan dan diare, keringat berlebihan, air mata berlebihan,
kelemahan yang disertai sesak napas, dan akhirnya kelumpuhan otot rangka, sukar berbicara,
hilangnya refleks, kejang, dan koma.
Pertolongan pertama keracunan organofosfat yang mengenai kulit adalah mencuci bagian
yang terpapar dengan sabun dan air dingin. Lebih baik lagi jika mandi, mengganti pakaian,
mencuci pakaian yang terpapar dengan menggunakan sarung tangan. Jika mata yang terkena
maka harus dicuci dengan air mengalir paling tidak selama 15 menit.
Jika organofosfat tertelan, pertolongan awal adalah melegakan saluran napas dengan
membersihkan sisa muntahan dan lendir yang berlebih di dalam rongga mulut korban.
Kemudian miringkan korban. Pastikan korban masih bernapas. Jika tidak, segera berikan
bantuan hidup dasar, tetapi gunakan masker atau kain untuk menghindari organofosfat
meracuni penolong. Sebaiknya upayakan untuk mengetahui jenis racun penyebabnya.
Pencegahan adalah tindakan relatif sederhana dan mudah dilakukan. Hal penting yang harus
diperhatikan, antara lain bahan rumah tangga yang mengandung organofosfat harus
dijauhkan dari jangkauan anak atau tempatkan pada wadah yang tidak dapat dibuka oleh
anak.

Atropin
Mekanisme keracunan : efek antikolinergik yang berperan dalam terjadinya letargi dan koma.
Perkiraan dosis toksik 500-1000 mg karna jumlah lebih kecil sudah berbahaya. Tanda dan
gejala mulut kering kulit merah panas boludru pada perabaan, penglihatan kabur dan
midriasis, takikardia retensi urin, delirium halusinasi dan koma.
Terapi : beri susu, bilas lambung dengan air. Kateter urin. Perhatikan pernapasan dan sistem
kardiovaskular.

Anda mungkin juga menyukai