Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi di rumah sakit dinilai sesuai kondisi perorangan yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan.
Kecenderungan peningkatan kasus penyakit yang terkait gizi (nutrition-related
disease) pada semua kelompok rentan mulai dari ibu hamil, bayi, anak, remaja,
hingga lanjut usia (lansia), memerlukan penatalaksanaan gizi secara khusus. Oleh
karena itu dibutuhkan pelayanan gizi yang bermutu untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal dan mempercepat penyembuhan
(Kemenkes RI, 2013).
Pelayanan makanan di rumah sakit pada umumnya berkaitan erat dengan
instalasi gizi. Instalasi gizi adalah unit fungsional di rumah sakit yang bertujuan untuk
memberikan makanan yang bermutu, bergizi, higiene dan sanitasi yang baik pada
instalasi gizi yang sesuai dengan standar kesehatan bagi pasien, sekaligus untuk
mempercepat proses penyembuhan pasien (Rahmy, 2011). Pelayanan makanan di
instalasi gizi suatu rumah sakit merupakan salah satu bentuk kegiatan pelayanan bagi
pasien yang di rawat di rumah sakit yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi pasien dalam upaya mempercepat penyembuhan penyakit, mencapai status gizi
optimal. Pada pelaksanaannya Instalasi Gizi/Unit Gizi mengelola kegiatan gizi sesuai
fungsi manajemen yang dianut dan mengacu pada Pedoman Pelayanan Gizi Rumah
Sakit yang berlaku dan menerapkan Standar Prosedur yang ditetapkan (Kepmenkes
RI, 2013).
Penjamah makanan merupakan petugas yang secara langsung berhubungan
dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pengolahan, pemorsian,
pengangkutan, sampai dengan penyajian makanan. Tenaga penjamah makanan di
rumah sakit seharusnya memenuhi standar kualifikasi yaitu memiliki ijazah SMK
boga maupun SMA dan sederajat yang memiliki sertifikat boga (PGRS, 2013).
Salah satu hal terpenting dalam penyelenggaraan makanan yaitu jumlah bahan
makanan dan standar porsi yang dihasilkan, hal ini dikarenakan jumlah bahan
makanan berpengaruh terhadap standar porsi yang dihasilkan. Jumlah bahan makanan
berpengaruh terhadap secara teliti agar didapat standar porsi sesuai dengan yang telah
direncanakan sebelumnya sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasien. (Mukrie di
dalam Rica, 2016)
Dalam suatu penyelenggaraan makanan, standar porsi sangat berkaitan dengan
perhitungan kebutuhan bahan makanan dan perencanaan standar porsi. Pengawasan
standar porsi dibutuhkan untuk mempertahankan kualitas suatu makanan yang
dihasilkan. Hal ini tentu akan mempengaruhi terhadap nilai gizi setiap makanan.
(Puckett di dalam Rica, 2016)
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Karakteristik Tenaga Pemorsi dan Alat Pemorsi
dengan Ketepatan Pemorsian di RSUD Karanganyar”.

Anda mungkin juga menyukai