Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan sarana penting bagi setiap manusia untuk tetap mempunyai

kemampuan melakukan tugas fisiologis maupun psikologis dengan baik. Kebutuhan akan

peningkatan taraf kesehatan ini menyebabkan orang berusaha memperbaiki kualitas

kesehatannya. Usaha tersebut dilakukan dengan mencari pengobatan ketika sakit atau

mempertahankan dan meningkatkan kualitas kesehatannya pada saat sehat.

Di Indonesia, penduduk yang mengeluh sakit selama satu bulan terakhir pada tahun

2012 sebanyak 24,41%. Upaya pencarian pengobatan yang dilakukan masyarakat yang

mengeluh sakit sebagian besar adalah pengobatan sendiri (87,37%). Sisanya mencari

pengobatan antara lain ke puskesmas, paramedis, dokter praktik, rumah sakit, balai

pengobatan, dan pengobatan tradisional.

Dalam rangka pembangunan Kesehatan Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia

mencanangkan visi yang berbunyi Indonesia Sehat. Untuk mewujudkan visi tersebut,

bukan hanya diperlukan peran pemerintah tetapi juga masyarakat. Dengan adanya

perilaku masyarakat yang sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan

mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan

pembangunan kesehatan Indonesia. Dimana dapat meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Pada

umumnya, anak-anak dibawah 12 tahun memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum

maksimal dikarenakan masih pada masa perkembangan. Sehingga pada saat kekebalan

tubuh bertahan dari infeksi dapat menyebabkan demam pada anak yang memiliki ciri

naiknya suhu tubuh normal (37 ºC).

1
Usia balita adalah usia yang paling rawan dalam pertumbuhan, dikarenakan pada

usia tersebut anak mulai berinteraksi dan bereskplorasi dengan lingkungan sehingga

meningkatkan resiko terkena paparan beberapa penyakit baik itu dari virus, bakteri

ataupun jamur.

Menurut Dr. Kishore R.J., dokter spesialis anak yang berpraktik di Rumah Sakit

Ibu dan Anak Hermina di Jatinegara, Jakarta, penyakit yang sering diderita bayi dan balita

antara lain, demam, infeksi saluran napas, dan diare. Demam dan diare adalah yang sering

membuat orang tua segera membawa anaknya berobat.

Demam adalah keluhan pada anak yang paling sering dijumpai, sekitar 10-30%

dari semua keluhan yang ditemukan pada instalasi gawat darurat di rumah sakit atau

dalam praktek dokter sehari-hari. Sampai usia 2 tahun rata-rata anak menderita demam

sekitar empat sampai enam kali serangan. Sebagai manifestasi klinis, maka demam terjadi

pada sebagian besar penyakit infeksi yang ringan dan serius, dari demam saja tak dapat

dipakai untuk memprediksi beratnya penyakit.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penanganan demam pada anak mulai dari

yang ringan yaitu berupa self management, sampai yang serius dengan cara non self

management yang mengandalkan pengobatan tenaga medis. Penelitian Kazeem dkk di

Nigeria menunjukkan 66.7% ibu melalukan self management sebagai penanganan

pertama terhadap anaknya yang mengalami demam.

Pada dasarnya mengatasi demam pada anak secara self management salah satunya

yaitu dengan pemberian obat penurun demam. Ketika mengetahui anaknya demam,

tindakan awal yang dilakukan oleh orang tua adalah dengan memberikan obat penurun

demam. Tapi beberapa penelitian menunjukkan ada juga beberapa orang tua yang tidak

melakukan self management karena tidak ada ketersediaan obat demam dirumah.

2
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meniliti tentang gambaran pengetahuan ibu

terhadap ketersediaan obat demam pada balita di Puskesmas Teling Atas Manado.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui gambaran

pengetahuan ibu terhadap ketersediaan obat demam pada balita di Puskesmas Teling Atas

Manado.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu terhadap

ketersediaan obat demam pada balita di Puskesmas Teling Atas Manado

D. Manfaat Penelitian

1) Bagi Peneliti

Manfaat bagi peneliti adalah memperoleh pengalaman, wawasan, dan pengetahuan

mengenai gambaran pengetahuan ibu terhadapat ketersediaan obat demam pada balita

dan sebagai tugas dalam melaksanakan program dokter Internsip.

2) Bagi Masyarakat

Manfaat bagi masyarakat adalah memberikan informasi dan meningkatkan

pengetahuan terhadap penanganan awal demam pada balita dengan menyediakan obat

demam dirumah.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEMAM

1. Pengertian Demam

Demam merupakan respon normal tubuh terhadap infeksi. Dalam banyak hal demam

merupakan respon yang sangat berguna dan menolong tubuh dalam memerangi infeksi. Pada

anak kecil, demam yang ringan biasanya terjadi pada setiap infeksi. Demam yang ringan itu

sendiri tidak memerlukan pengobatan khusus kecuali telah ditemukan penyebabnya.

Demam dapat didefinisikan baik secara patofisiologi dan secara klinis. Demam secara

patofisiologis yaitu peningkatan thermoregulatory set point dari pusat hipotalamus yang

diperantarai oleh interleukin (IL-1). Sedangkan demam secara klinis yaitu peningkatan suhu

tubuh 1C atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal.

Menurut Patient information: fever in children (beyond the basic) demam merupakan

respon normal untuk berbagai kondisi, yang paling umum dari infeksi, tidak ada nilai tunggal

yang didefinisikan sebagai demam. Namun terdapat nilai-nilai yang berlaku untuk demam

yaitu, suhu rektal diatas 100.4F (38C), suhu oral diatas 100F (37.8C), aksila (ketiak) suhu

diatas 100.4F (38C) dalam mode rektal atau 99.5F (37.5C), Dahi (arteri temporalis) suhu

diatas 100.4F (38C).

Pada umumnya demam adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri.

Para ahli berpendapat bahwa demam adalah suatu reaksi tangkis yang berguna dari tubuh

terhadap infeksi. Pada suhu di atas 37C limfosit dan makrofag menjadi lebih aktif. Bila suhu

melampaui 40-41C, barulah terjadi situasi kritis yang bisa menjadi fatal, karena tdak

terkendalikan lagi oleh tubuh.

4
2. Penyebab Demam

Secara garis besar, ada dua kategori demam yang sering kali diderita oleh anak balita

(dan manusia pada umumnya), yaitu demam noninfeksi dan demam infeksi

a) Demam Noninfeksi

Demam noninfeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh masuknya

bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam noninfeksi jarang terjadi dan diderita oleh

manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demam ini timbul karena adanya kelainan

pada tubuh yang dibawa sejak lahir, dan tidak ditangani dengan baik. Contoh

demam noninfeksi antara lain demam yang disebabkan oleh adanya kelainan

degenerative atau kelainan bawaan pada jantung, demam karena stress, atau

demam yang disebabkan oleh adanya penyakit-penyakit berat, misalnya leukemia

atau kanker darah.

b) Demam Infeksi

Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masuknya pathogen,

misalnya kuman, bakteri, viral atau virus atau binatang kecil lainnya ke dalam

tubuh. Demam infeksi paling sering terjadi dan diderita oleh manusia dalam

kehidupan sehari-hari. Bakteri, kuman, atau virus dapat masuk ke dalam tubuh

manusia melalui berbagai cara, misalnya melalui makanan, udara atau

persentuhan tubuh.

3. Mekanisme Demam

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan

tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Sebagai respon

terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit,makrofag, dan sel kupfer mengeluarkan sitokin

yang berperan sebagai pirogen endogen (IL-1, TNF-α, IL-6, dan interferon) yang bekerja

pada pusat thermoregulasi hipotalamus. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka terjadi

5
sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur

siklooksigenase-2 (COX-2) dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh. Hipotalamus akan

mempertahankan suhu sesuai patokan yang baru dan bukan suhu normal.

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal

afferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk local Macrophage Inflammatory Protein-1

(MIP-1), suatu kemokin yang bekerja langsung terhadap hipotalamus anterior. Berbeda

dengan demam dari jalur prostaglandin, demam melalui MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh

antipiretik.

Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara

vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas.

Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam

sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan

disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi.

4. Penanganan demam

Menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara self management maupun non

self management.

a) Penanganan Demam secara Self Management

Penanganan secara self management merupakan penanganan demam yang

dilakukan sendiri tanpa menggunakan jasa tenaga kesehatan. Penanganan secara

self management yang dapat dilakukan ibu dirumah antara lain :

 Terapi Fisik

Terapi fisik merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan

demam dengan cara memberikan tindakan ataupun perlakuan tertentu secara

mandiri, misalnya :

6
- memberikan lebih banyak cairan pada anak, sedikit-sedikit tapi sering,

merupakan cara untuk mencegah terjadinya dehidrasi.

- anak yang demam harus mendapat istirahat yang cukup. Tetapi memaksa

anak yang demam untuk terus menerus istirahat di tempat tidur (bed rest),

bukan hanya tak berpengaruh untuk menurunkan demam, tetapi secara

psikologis juga dampaknya buruk untuk anak. Seorang peneliti pernah

meneliti 1082 anak yang demam, ternyata peneliti tidak menemukan bukti

bahwa istirahat terus menerus di tempat tidur bisa menurunkan demam.

- kompres dengan air hangat. Kompres yang tidak di rekomendasikan lagi

adalah kompres air dingin dan kompres dengan alkohol.

 Terapi Obat

Demam tak selalu harus diberikan pengobatan, apalagi pada anak yang

kondisinya baik serta suhunya kurang dari 39.0ºC dan bila diberi pengobatan

suhu tubuh tak perlu harus mencapai normal. Salah satu upaya yang sering

dilakukan orang tua untuk menurunkan demam anak adalah dengan pemberian

obat anti demam / antipiretik seperti parasetamol, ibuprofen, dan aspirin.

Menurut penelitian Kazeem dkk, sekitar 60% Orang tua menggunakan

antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh anak supaya kembali normal. Cara

kerja antipiretik adalah dengan menurunkan set-point di otak melalui

pencegahan pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim

siklooksigenase sehingga membuat pembuluh darah kulit melebar dan

pengeluaran panas ditingkatkan. Namun, perlu diwaspadai karena pemberian

obat ini dapat bersifat masking effect, misalnya pada pasien demam berdarah

dengue. Pada pasien tersebut, penurunan panas karena antipiretik seolah

menunjukkan bahwa penyakit telah sembuh, padahal sebenarnya virus

7
penyebab penyakitnya masih ada. Antipiretik hanya dapat diberikan apabila

demam anak diatas 38,5oC, demam yang diikuti rasa tidak nyaman, atau

demam pada anak yang memiliki riwayat kejang demam atau penyakit

jantung. Antipiretik tidak boleh digunakan untuk anak dibawah 3 bulan. Dosis

pemberian antipiretik untuk anak juga perlu diperhatikan sesuai dengan berat

badan dan umurnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dawood dkk,

sekitar 80,7% orang tua telah mengetahui obat yang tepat diberikan untuk

menurunkan demam anak. Namun sampai sekarang masih ada orang tua yang

tidak melakukan pengobatan sendiri dirumah karena ketidaktersediaanya obat

demam dirumah. Dari hasil penelitian yang dilakukan Youssef dkk, 80% orang

tua yang tidak melakukan pengobatan sendiri dirumah karena tidak

tersedianya obat demam dirumah. Orang tua yang tidak menyediakan obat

demam dirumah, cenderung membawa anak langsung ke rumah sakit

walaupun demam baru satu atau dua hari karena rasa takut / “fever phobia”

pada orang tua.

b) Penanganan Demam secara Non Self Management

Non self management merupakan pengelolaan demam yang tidak dilakukan

sendiri melainkan menggunakan bantuan tenaga kesehatan. Pengelolaan secara

non self management memang merupakan salah satu jalan keluar untuk mengatasi

anak yang menderita demam, tetapi belum tentu merupakan pilihan yang terbaik

karena penanganan demam pada anak tidak bersifat mutlak dan tergantung kepada

tingginya suhu, keadaan umum, dan umur anak tersebut. Terdapat beberapa

kriteria yang menganjurkan agar anak mengubungi tenaga medis, antara lain:

- demam pada anak usia di bawah 3 bulan

8
- demam pada anak yang mempunyai riwayat penyakit kronis dan defisiensi

sistem imun.

- demam pada anak yang disertai gelisah, lemah, atau sangat tidak nyaman

- demam yang berlangsung lebih dari 3 hari (> 72 jam)

B. BALITA

Balita adalah anak yang menginjak usia di atas satu tahun atau lebih sering dikenal

anak usia di bawah lima tahun.

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa

ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan selanjutnya.

Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial,

emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan

berikutnya. Jadi disayangkan apabila anak sakit maka dapat berpengaruh pada proses tumbuh

kembangnya.

Periode balita jika dilihat dari periode perkembangannya yaitu terdiri dari periode

bayi (lahir sampai 12 atau 18 bulan), Toddler (1 sampai 3 tahun) dan prasekolah 3 sampai 6

tahun).

Periode bayi merupakan salah satu perkembangan motoric, kognitif dan sosial yang

cepat. Melalui hubungan timbal balik dengan pemberi perawatan (orang tua), bayi

menetapkan dasar kepercayaan di dunia dan dasar untuk hubungan interpersonal di masa

yang akan datang. Periode ini merupakan bulan pertama kehidupan yang kritis, walaupun

bagian dari periode bayi, sering dibedakan dari sisi masanya karena penilaian fisik utama

untuk keberadaan ekstrauterin dan penilaian psikologis orang tua.

Periode Toddler dan prasekolah merupakan periode yang meluas dari masa anak-anak

mencapai peningkatan daya gerak sampai mereka masuk sekolah, yang ditandai dengan

aktivitas dan penemuan yang intens. Hal ini adalah waktu penandaan perkembangan fisik dan

9
kepribadian. Perkembangan motorik meningkat secara stabil. Anak-anak pada usia ini

mendapatkan bahasa dan perluasan hubungan sosial, belajat standart peran, meningkatkan

control diri dan penguasaan, mengembangkan peningkatan kesadaran tentang ketergantungan

dan kemandirian, dan mulai mengembangkan konsep diri.

10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penilitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian deskriptif kuantitatif

dengan analisis distribusi frekuensi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran

pengetahuan ibu terhadap ketersediaan obat demam pada balita di Puskesmas Teling Atas

Manado melalui alat ukur kuisioner yang akan diberikan kepada responden.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Teling Atas Manado sedangkan waktu

penelitian dilakukan pada bulan Oktober - November 2018.

C. Populasi dan Sampel

Populasi didefinisikan sebagai sekumpulan data yang mengidentifikasi suatu

fenomena, sedangkan sampel didefinisikan sebagai sekumpulan data yang di ambil atau

diseleksi dari suatu populasi. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling yaitu pemilihan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh

peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki balita di Puskesmas Teling

Atas Manado.

Sampel pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki balita dengan beberapa

kriteria inklusi sebagai berikut:

1) Pernah melakukan tindakan pengobatan terhadap balitanya

2) Bersedia menjadi responden

3) Bertempat tinggal di Wilayah Puskesmas Teling Atas Manado

11
4) Berpendidikan dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengisi data demografi

yang ada pada kuisioner yang terdiri dari nama orang tua, umur, pekerjaan dan pendidikan

terakhir, dan mengisi kuisioner terkait sumber informasi.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini yaitu menggunakan kuisioner yang dibuat oleh peneliti

berdasarkan literature ilmu yang ada dan dikonsultasikan pada pakar.

Tabel. 3.1 Pertanyaan


Nomor Pertanyaan
Bagian 1 Data demografi yang terdiri dari:
1) Nama
2) Umur
3) Agama
4) Alamat
5) Pekerjaan
6) Pendidikan Terakhir
Bagian 2 Kuisioner Ketersediaan Obat
Demam Dirumah
Nomor 1 Apa yang dlakukan ibu jika balita demam
Nomor 2 Berapa kali sebulan anak demam
Nomor 3 Apa ada persediaan obat demam dirumah
Nomor 4 Berapa jenis obat yang digunakan
Nomor 5 Dimana ibu mendapatkan obat demam
Nomor 6 Alasan melakukan pengobatan dirumah
Nomor 7 Apa yang dilakukan jika pengobatan belum
memberikan kesembuhan
Nomor 8 Pertimbangan ibu dalam memberikan obat
demam
Nomor 9 Berapa lama melakukan pengobatan sendiri
dirumah
Nomor 10 Apa ada efek samping setelah diberikan
obat demam

Untuk mendapatkan informasi dari responden, instrument penelitian yang digunakan

yaitu dengan menggunakan lembar kuisioner. Instrument ini terdiri dari 2 bagian. Bagian

pertama berisi data demografi, bagian kedua berisi metode penanganan demam.
12
F. Analisi Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan komputer,

yaitu analisa univariat. Analisis univariat adalah analisis yang menggambarkan dan

meringkas data tiap variable dengan cara ilmiah dalam bentuk table atau grafik. Analisis

univariat adalah penelitian ini menggunakan distribusi frekuensi. Analisis yang digambarkan

yaitu pengetahuan ibu tentang ketersediaan obat demam pada balita.

13
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan menjelaskan hasil penelitian tentang pengetahuan ibu terhadap

ketersediaan obat demam pada balita. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober 2018

pada 30 ibu yang memiliki balita.

A. Profil Komintas Umum

Puskesmas Teling Atas merupakan salah satu UPT Dinas Kesehatan Kota Manado

yang berkewajiban meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kecamatan Wanea

yang merupakan wilayah kerjanya.

Puskesmas Teling Atas memiliki visi “Kecamatan Wanea Sehat Menuju Kota Model

Ekowisata”. Kecamatan Wanea Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan

yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam

lingkungan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan setinggi-

tingginya.

B. Data Geografis

Puskesmas Teling Atas mencakup sebagian kelurahan yang termasuk dalam wilayah

kecamatan Wanea dengan batas-batas sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kecamatan Wenang

Sebelah Selatan : Kecamatan Pineleng

Sebelah Barat : Kecamatan Sario

Sebelah Timur : Kecamatan Tikala

14
Puskesmas Teling Atas kecamatan Wanea mempunyai 4 wilayah kerja yang terdiri

dari :

1. Kelurahan Teling Atas

2. Kelurahan Tingkulu

3. Kelurahan Wanea

4. Kelurahan Tanjung Batu

Adapun luas kecamatan Wanea 313,9 km2 yang umumnya terdiri dari dataran rendah, dengan

transport antara kelurahan dapat dicapai melalui jalan darat.

C. Data Kesehatan Masyarakat

 Kependudukan

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas pada akhir tahun 2013

berjumlah 30.240 jiwa dengan jumlah rumah tangga 8.106 dimana kelurahan Teling

Atas merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk terbanyak berjumlah 13.682

orang dan kelurahan Tanjung Batu dengan jumlah penduduk paling sedikit berjumlah

4.256 orang. Rata-rata jiwa per rumah tangga adalah 3 orang.

1. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang ditempuh oleh penduduk di wilayah kerja Puskesmas

Teling Atas yaitu sekolah menengah kejuruan

2. Sosio-Ekonomi

Pada tahun 2013 terdapat 4.746 jumlah jiwa miskin dengan 4.746 jiwa miskin

yang mendapat kartu miskin diantaranya jamkesmas dan jamkesda.

3. Sumber Daya Kesehatan

Pada tahun 2013 Puskesmas Teling Atas memiliki tenaga kerja sebanyak 40 orang

diantaranya 6 orang tenaga medis, 5 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi.

Perawat dan bidan berjumlah 23 orang, farmasi berjumlah 3 orang, tenaga gigi

15
berjumlah 1 orang, sanitasi 1 orang, dan kesmas 1 orang. Staf lainnya adalah

pekarya, tata usaha, dan tenaga lainnya. Pada tahun 2013 di kecamatan wilayah

kerja Puskesmas Teling Atas terdapat beberapa sarana dasar untuk pelayanan

kesehatan seperti:

a) Puskesmas : 1 buah

b) Puskesmas Pembantu : 2 buah

c) Praktek dokter gigi : 1 buah

d) Praktek dokter swasta : 32 orang

e) Sekolah Kesehatan : 2 buah

f) Laboratorium Kesehatan : 1 buah

g) Apotik : 3 buah

h) Klinik Bersalin : 1 buah

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1) Demografi Responden

a) Umur Responden
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Dalam Pengumpulan Data
Kuisioner di Puskesmas Teling Atas Manado
Hasil
Umur (Tahun)
Frekuensi Presentase (%)
16 - 25 11 36.7
26 - 35 16 53.3
36 - 45 3 10
Total 30 100

16
Umur

10.00% 36.70%

53.30%

16 - 25 26 - 35 36 - 45

Diagram 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Dalam Pengumpulan Data
Kuisioner di Puskesmas Teling Atas Manado

Berdasarkan tabel dan diagram diatas didapatkan 53.3% usia responden diantara 26 –

35 tahun. Depkes RI (2010) mengemukakan usia produktif wanita antara 20-49 tahun yang

berstatus belum kawin, kawin maupun janda. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh usia,

semakin cukup umur dan kekuatan individu akan lebih matang dalam berfikir, termasuk

mempunyai pengetahuan tentang masalah demam. Ibu yang berumur lebih tua cenderung

lebih memahami tentang masalah demam pada anak dibandingkan ibu dengan usia muda, hal

ini dipengaruhi jumlah anak yang dimiliki sehingga pengetahuan tentang demam dipengaruhi

oleh faktor pengalaman merawat anak saat demam.

17
b) Pekerjaan Responden

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Dalam Pengumpulan Data
Kuisioner di Puskesmas Teling Atas Manado
Hasil
Pekerjaan
Frekuensi Presentase (%)
Pegawai Negeri 5 16.7
Wiraswasta 3 10
Mahasiswa/Pelajar 3 10
Ibu Rumah Tangga 19 63.3
Total 30 100

Pekerjaan
Pegawai
Negeri;
16.70%
Wiraswasta;
Ibu Rumah 10.00%
Tangga IRT); Mahasiswa/Pela
63.30% jar; 10.00%

Diagram 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Dalam Pengumpulan Data
Kuisioner di Puskesmas Teling Atas Manado

Di Puskesmas Teling Atas paling banyak pekerjaan Pegawai Negeri sebanyak 5 ibu

(16.7%), Wiraswasta sebanyak 3 ibu (10%), Mahasiswa/Pelajar sebanyak 3 ibu (10%), dan

Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 19 ibu (63.3%). Berdasarkan tabel dan diagram diatas

didapatkan status pekerjaan 63.3% responden adalah ibu rumah tangga. Status ibu rumah

tangga karena dilatar belakangi adanya peran ibu yang mengasuh anak, sementara suami

sebagai kepala keluarga bekerja. Status pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dari segi waktu

18
mempunyai waktu lebih banyak dalam mengasuh anak termasuk dalam menjaga kesehatan

balita termasuk menangani demam.

c) Pendidikan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Dalam Pengumpulan
Data Kuisioner di Puskesmas Teling Atas Manado
Hasil
Tingkat Pendidikan
Frekuensi Presentase (%)
Tamat SD - -
Tamat SMP 5 16.7
Tamat SMA/SMK 20 66.6
Diploma, Sarjana,
5 16.7
Pascasarjana
Total 30 100

Tingkat Pendidikan
Tamat SD; 16.70%

Tamat SMA/SMK;
16.70%

Tamat SMP; 66.60%

Tamat SD Tamat SMP


Tamat SMA/SMK Diploma/Sarjana/Pascasarjana

Diagram 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Dalam Pengumpulan
Data Kuisioner di Puskesmas Teling Atas Manado
Berdasarkan tabel dan diagram diatas didapatkan tingkat pendidikan 66.6% responden

adalah berpendidikan SMA/SMK. Hal tersebut menunjukkan bahwa hampir separuh

responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup. Diketahui bahwa semakin tinggi tingkat

19
pendidikan akan berimplikasi pada pengetahuan dan sikap. Penanganan demam pada balita

yang buruk mayoritas dilakukan oleh ibu dengan tingkat pendidikan rendah. Tingkat

pendidikan mempengaruhi kesadaran akan pentingnya arti kesehatan baik pada diri sendiri

maupun pada lingkungannya yang dapat mendorong kebutuhan pelayanan kesehatan.

Pendidikan yang lebih tinggi akan dapat menjamin pengetahuan seseorang lebih baik

dibandingkan seseorang yang mempunyai pengetahuan kurang, dan semakin tinggi

pengetahuan akan semakin baik dalam berperilaku kesehatan.

2) Ketersediaan Obat Demam

a) Tindakan Ibu Bila Mendapati Balita Demam

Tabel 4.4
Tindakan Ibu Bila Mendapati Balita Demam di Puskesmas Teling Atas
Hasil
Tindakan
Frekuensi Presentase (%)
Membawanya ke dokter/puskesmas/RS 15 50
Memberi Obat Panas 11 36.7
Mengompres dahinya 4 13.3
Membiarkannya - -
Total 30 100

Tindakan

Mengompres
dahinya; 13.30%
Membawanya ke
dokter/puskesmas/RS
Memberi Obat Panas; ; 50.00%
36.70%

Diagram 4.4
Tindakan Ibu Bila Mendapati Balita Demam di Puskesmas Teling Atas
20
Berdasarkan tabel dan diagram diatas menunjukkan tindakan ibu bila mendapati balita

demam yaitu dengan membawanya ke dokter/puskesmas/RS sebanyak 15 ibu (50%).

Kekhawatiran ibu terhadap akibat buruk dari demam yang menyebabkan ibu segera

mambawa anaknya ke dokter/puskesmas/rumah sakit bila anaknya demam. Ini juga didukung

adanya fasilitas puskesmas di wilayah Kecamatan Wanea ataupun mudahnya akses ke tenaga

kesehatan lain diluar wilayah Kecamatan Wanea.

b) Banyaknya Dalam Sebulan Balita Mengalami Demam

Tabel 4.5
Banyaknya Dalam Sebulan Balita Mengalami Demam
Hasil
Banyaknya
Frekuensi Presentase (%)
< 5 kali 30 100
5 – 10 kali - -
10 – 15 kali - -
> 15 kali - -
Total 30 100

Banyaknya

100.00%

< 5 kali 5 - 10 kali 10 - 15 kali > 15 kali

Diagram 4.5
Banyaknya Dalam Sebulan Balita Mengalami Demam

21
Berdasarkan tabel dan diagram diatas menunjukkan banyaknya dalam sebulan balita

mengalami demam adalah < 5 kali sebanyak 30 ibu (100%). Seorang anak dapat

dikategorikan demam yang dianggap wajar apabila demam minimal 4-8 kali dalam setahun.

Demam pada anak dinilai wajar dikarenakan sistem imun yang berkembang sempurna

sehingga rentan terkena virus dan bakteri. Kondisi anak yang harus dikhawatirkan adalah

ketika anak bolak balik sakit (demam) bahkan dalam satu bulan dapat mengalami 2-3 kali

demam. Demam yang dialami anak dapat terjadi karena flu, diare ataupun batuk meskipun

penyakit yang umum dialami oleh anak-anak akan tetapi apabila sering terjadi harus

dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi anak. Menurut penelitian Kaazem dkk, banyak

sedikitnya balita mengalami demam dalam sebulan ataupun setahun, dipengaruhi oleh faktor

lingkungan. Kondisi lingkungan yang tidak higienis, kurang pencahayaan, dan ventilasi yang

kurang baik dalam memicu anak mengalami demam. Disamping itu kurangnya kepedulian

orang tua terhadap kesehatan anak dapat meningkatkan jumlah dalam sebulan balita

mengalami demam.

c) Persediaan Obat Demam Dirumah

Tabel 4.6
Persediaan Obat Demam Dirumah Ketika Balita Demam
Hasil
Persediaan
Frekuensi Presentase (%)
Ya 25 83.3
Tidak 5 16.7
Total 30 100

22
Persediaan
16.70%

83.30%

Ya Tidak

Diagram 4.6
Persediaan Obat Demam Dirumah Ketika Balita Demam

Berdasarkan tabel dan diagram diatas menunjukkan ibu yang menyediakan obat

demam dirumah ketika balita demam adalah sebanyak 25 ibu (83.3%). Tingkat kesembuhan

balita ketika mengalami demam dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang

penanganan awal demam. 83.3% ibu menyediakan obat demam dirumah mengerti dan

memahami apa dampak negatif anak mengalami demam. Dengan menyediakan obat demam

dirumah sebagai langkah awal penanganan demam, dapat memperlambat atau mengurangi

resiko anak mengalami kejang demam.

d) Jenis Obat Demam yang Digunakan

Tabel 4.7
Jenis Obat Demam yang Digunakan Ibu Ketika Balita Demam Di Puskesmas Teling
Atas Manado
Hasil
Jenis Obat
Frekuensi Presentase (%)
Sanmol (Paracetamol) 26 86.7
Proris Ibuprofen 4 13.3
Total 30 100

23
Jenis Obat

Proris Ibuprofen;
15.97%

Sanmol
(Paracetamol);
84.03%

Diagram 4.7
Jenis Obat Demam yang Digunakan Ibu Ketika Balita Demam Di Puskesmas Teling
Atas Manado

Berdasarkan tabel dan diagram diatas menunjukkan jenis obat demam yang digunakan

ibu ketika balita demam dirumah adalah sanmol (paracetamol) sebanyak 26 ibu (86.7%), dan

proris ibuprofen sebanyak 4 ibu (13.3%). Terapi obat merupakan salah satu cara untuk

menurunkan demam pada balita. Paracetamol merupakan obat yang sering digunakan

dibanding ibuprofen karena efek samping dari paracetamol lebih sedikit dan hampir tidak

terlihat efek sampingnya. Selain efek sampingnya sedikit, paracetamol juga mudah didapat

dan harganya terjangkau (murah).

e) Tempat Mendapatkan Obat Demam

Tabel 4.8
Tempat Ibu Mendapatkan Obat Demam Pada Balita di Puskesmas Teling Atas Manado
Hasil
Tempat
Frekuensi Presentase (%)
Apotik 30 100
Warung - -
Toko Obat - -
Total 30 100

24
Tempat

Apotik

Warung

Toko Obat
100.00%

Diagram 4.8
Tempat Ibu Mendapatkan Obat Demam Pada Balita di Puskesmas Teling Atas Manado

Berdasarkan tabel dan diagram diatas menunjukkan tempat ibu mendapatkan obat

demam pada balita yaitu di apotik sebanyak 30 ibu (100%).

f) Alasan Melakukan Pengobatan Sendiri


Tabel 4.9
Alasan Ibu Melakukan Pengobatan Sendiri Dirumah
Hasil
Alasan
Frekuensi Presentase (%)
Menghemat biaya 4 14.4
Cepat Mengatasi Penyakit 18 60
Penyakit Masih Cukup Ringan 7 25.6
Obat Mudah Di Dapat - -
Total 30 100

25
Alasan

Menghemat biaya;
Penyakit masih cukup 14.40%
ringan; 25.60%

Cepat mengatasi penyakit;


60.00%

Diagram 4.9
Alasan Ibu Melakukan Pengobatan Sendiri Dirumah

Berdasarkan tabel dan diagram diatas menunjukkan alasan ibu melakukan pengobatan

sendiri dirumah, menghemat biaya sebanyak 4 ibu (14.4%), cepat mengatasi penyakit

sebanyak 18 ibu (60%), penyakit masih cukup ringan sebanyak 7 ibu (25.6%), dan obat

mudah didapat tidak ada jumlah frekuensi ibu. 60% ibu memilih alasan melakukan

pengobatan sendiri dirumah adalah cepat mengatasi penyakit.

g) Tindakan bila Pengobatan Belum Memberikan Kesembuhan

Tabel 4.10
Tindakan bila Pengobatan Belum Memberikan Kesembuhan Pada Balita
Hasil
Tindakan
Frekuensi Presentase (%)
Langsung dibawa ke
30 100
dokter/puskesmas/RS
Pergi ke pengobatan tradisional - -
Membiarkannya sampai
- -
sembuh
Total 30 100

26
Tindakan

Langsung
dibawa ke
dokter/puskesm
as/RS; 100.00%

Diagram 4.10
Tindakan bila Pengobatan Belum Memberikan Kesembuhan Pada Balita

Berdasarkan tabel dan diagram diatas menunjukkan tindakan responden bila

pengobatan belum memberikan kesembuhan yaitu langsung dibawa ke dokter/puskesmas/ RS

sebanyak 30 ibu (100%). Demam biasanya bisa pulih dengan sendirinya setelah 3-5 hari

setelah diberikan obat demam. Namun, demam yang tidak kunjung sembuh setelah diberi

obat demam bisa jadi menandakan infeksi atau penyakit lain yang lebih serius. Bila

pengobatan belum memberikan kesembuhan segera dibawa ke dokter/puskesmas/RS.

h) Pertimbangan Dalam Memberikan Obat Demam

Tabel 4.11
Pertimbangan Ibu Dalam Memberikan Obat Demam pada Balita
Hasil
Pertimbangan
Frekuensi Presentase (%)
Obat tersebut pernah
19 63.3
diresepkan
Informasi dari petugas apotik 8 26.7
Iklan - -
Informasi dari teman, tetangga 3 10
Total 30 100

27
Pertimbangan

10.00%
Obat ters ebut pernah
26.70% dires epkan
Informa s i dari petugas apotik
63.30%
Ikl an
Informa s i dari tema n, teta ngga

Diagram 4.11
Pertimbangan Ibu Dalam Memberikan Obat Demam pada Balita

Berdasarkan tabel dan diagram diatas menunjukkan pertimbangan ibu dalam

memberikan obat demam pada balita dirumah paling banyak adalah obat tersebut pernah

diresepkan sebanyak 19 ibu (63.3%). Informasi dari petugas apotik sebanyak 8 ibu (26.7%),

dan informasi dari teman/tetangga sebanyak 3 ibu (10%).

i) Lamanya Pengobatan Sendiri Dirumah

Tabel 4.12
Lamanya Pengobatan Sendiri Dirumah Pada Balita sebelum Membawa ke Petugas
Kesehatan
Hasil
Lamanya
Frekuensi Presentase (%)
< 2 hari 22 73.3
2 – 5 hari 8 26.7
> 5 hari - -
Total 30 100

28
Lamanya
< 2 hari 2 - 5 hari > 5 hari

26.70%

73.30%

Diagram 4.12
Lamanya Pengobatan Sendiri Dirumah Pada Balita sebelum Membawa ke Petugas
Kesehatan

Berdasarkan tabel dan diagram diatas menunjukkan lamanya pengobatan sendiri

dirumah pada balita sebelum membawa ke petugas kesehatan adalah < 2 hari sebanyak 22 ibu

(73.3%), sedangkan 2 – 5 hari sebanyak 8 ibu (26.7%). Pengobatan sendiri bisa dilakukan

dalam waktu terbatas, lebih kurang 3-5 hari. Jika tidak sembuh maka dianjurkan untuk segera

dibawa ke dokter/puskesmas/RS.

j) Efek Samping Penggunaan Obat Demam


Tabel 4.13
Efek Samping Penggunaan Obat Demam pada Balita
Hasil
Efek Samping
Frekuensi Presentase (%)
Tidak Ada 20 66.7
Ada - -
Mengantuk 10 33.3
Muntah - -
Total 30 100

29
Efek Samping
Tidak ada Ada Mengantuk Muntah

33.30%

66.70%

Diagram 4.13
Efek Samping Penggunaan Obat Demam pada Balita

Efek samping yang biasa timbul setelah meminum obat demam yaitu 66.7%

menyatakan tidak ada efek samping dari penggunaan obat demam pada balita dan mengantuk

sebesar 33.3%.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian mengenai gambaran pengetahuan ibu terhadap ketersediaan obat demam

pada balita di Puskesmas Teling Atas Manado dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Gambaran umur ibu di Puskesmas Teling Atas Manado didapatkan 53.3% usia

responden diantaranya 26 – 35 tahun, 36.7% usia responden 16 – 25 tahun, dan 10%

usia responden 36 – 45 tahun.

30
2) Gambaran mengenai pekerjaan ibu di Puskesmas Teling Atas Manado didapatkan

63.3% responden bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT), 16.7% responden bekerja

sebagai Pegawai Negeri, 10% responden bekerja sebagai Wiraswasta, dan 10%

bekerja sebagai Mahasiswa/Pelajar.

3) Gambaran tingkat pendidikan ibu di Puskesmas Teling Atas Manado didapatkan

66.6% responden tingkat pendidikan tamat SMA/SMK, 16.7% responden tingkat

pendidikan tamat SD dan Diploma/Sarjana/Pascasarjana, dan 0% responden tamat

SD.

4) Gambaran tindakan ibu bila mendapati balita demam di Puskesmas Teling Atas

Manado didapatkan 50% responden membawanya ke dokter/puskesmas/RS, 36.7%

responden memberi obat panas, 13.3% responden mengompres dahinya, dan 0%

responden membiarkannya.

5) Gambaran banyaknya dalam sebulan balita mengalami demam di Puskesmas Teling

Atas Manado didapatkan 100% responden memilih < 5 kali balita mengalami demam

dalam sebulan.

6) Gambaran persediaan obat demam dirumah ketika balita demam di Puskesmas Teling

Atas Manado didapatkan 83.3% responden menjawab ya, dan 16.7% responden

menjawab tidak.

7) Gambaran jenis obat demam yang digunakan ibu ketika balita demam di Puskesmas

Teling Atas Manado didapatkan 86.7% responden memilih sanmol (paracetamol), dan

13.3% responden memilih proris ibuprofen.

8) Gambaran tempat ibu mendapatkan obat demam pada balita di Puskesmas Teling Atas

Manado didapatkan 10-% responden memilih apotik sebagai tempat mendapatkan

obat demam.

31
9) Gambaran alasan ibu melakukan pengobatan sendiri dirumah di Puskesmas Teling

Atas Manado didapatkan 60% responden memilih cepat mengatasi penyakit, 25.6%

responden memilih penyakit masih cukup ringan, 14.4% responden memilih

menghemat biaya, dan 0% responden obat mudah didapat.

10) Gambaran tindakan bila pengobatan belum memberikan kesembuhan pada balita di

Puskesmas Teling Atas Manado didapatkan 100% responden memilih langsung

dibawa ke dokter/puskesmas/RS.

11) Gambaran pertimbangan ibu dalam memberikan obat demam pada balita di

Puskesmas Teling Atas Manado didapatkan 63.3% responden memilih obat tersebut

pernah diresepkan, 26.7% responden memilih informasi dari petugas apotik, 10%

responden memilih informasi dari teman/tetangga, dan 0% responden memilih iklan.

12) Gambaran lamanya pengobatan sendiri dirumah pada balita sebelum membawa ke

petugas kesehatan didapatkan 73.3% responden memilih < 2 hari, 26.7% responden

memilih 2 – 5 hari, dan 0% responden > 5 hari.

13) Gambaran efek samping penggunaan obat demam pada balita didapatkan 66.7%

responden memilih tidak ada efek samping setelah balita minum obat demam, 33.3%

responden memilih mengantuk setelah balita minum obat demam, 0% responden

memilih ada dan muntah setelah balita minum obat demam.

B. Saran
1) Bagi Puskesmas
Melakukan edukasi atau konseling kepada orang tua yang memiliki balita mengenai

kesehatan anak bahwa pentingnya orang tua menyediakan obat demam dirumah

sebagai penanganan awal demam pada balita.


2) Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat mengembangkan penelitian yang serupa dengan menambah

variabel dan jumlah penelitian, sehingga di dapatkan hasil penelitian yang lebih baik.

32
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1997. Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: UGM

Anonima. 2010. Gejala Demam pada Anak Balita, (online), http://www.benih.net


yang diakses tanggal 16 Oktober 2010, pkl. 14:50)

Anonimb. 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9, 2009/2010.


Jakarta: Penerbit Asli (MIMS Pharmacy Guide).

Harsono. 1999. Kesehatan Anak untuk Perawat, Petugas Penyuluhan Kesehatan


dan Bidan di Desa. Yogyakarta: UGM Pres.

Hastono, P. S. 1997. Hubungan Faktor Sosial Demografi Ibu dengan Pemanfaatan Penolong
Persalinan di Kabupaten Cianjur 1995. Jurnal Penelitian UI. Makaro no I seri A.

33
Kristina, S. A. 2008. Perilaku pengobatan sendiri yang rasional pada masyarakat Kecamatan
Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman, Majalah Farmasi Indonesia, 19 Vol 1,
32-40 dari Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia 2004. Jakarta: BPS, 135-
136.

Kusumaningrum, R. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Kontrasepsi


yang Digunakan Oleh Pasangan Subur [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.

Muslimin. 2002. Metode Penelitian di Bidang Sosial. Malang: Bayu Media, Universitas
Muhammadiyah Malang.

Notoatmojo, S. 2009. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Nurulita, N. A dan Siswanto, A. 2003. Pola Penggobatan Sendiri di Kecamatan Kembaran


Kabupaten Banyumas, Jurnal Farmasi Indonesia, Vol 01 No 02 dalam Haryanto, M.
1991. Penggunaan Obat yang Rasional, Farsigama, Tahun VII, No 7, 22-23, 28.

Pratiknya, A. W. 2009. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Purwoko, Djauhar I., Soetaryo. 2003. Demam pada Anak: Perabaan Kulit, Pemahaman dan
Tindakan Ibu. Berkala Ilmu Kedokteran, Vol. 35, No. 2, 2003.

Sabri, L dan Hastono, S. P. 2009. Statistik Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sudibya, T. 2007. Pertolongan Pertama pada Balita, (online),


http://tantisudibya.blogspot.com/2007/03/pertolongan-pertama-pada-balita.htlm yang
diakses pada 16 Oktober 2010, pkl. 15:00)

Sukasediati, N. 1996. Peningkatan Mutu Pengobatan Sendiri Menuju Kesehatan untuk


Semua. Buletin Kefarmasian, Vol. 18 (1), Hal 21-27.

Supardi, S. 1996. Pengambilan Keputusan dan Pemilihan Pengobatan. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran, Hal 48-49.

Supardi, S dan Notosiswoyo, M (Badan Litbangkes Depkes). Pengobatan Sendiri Sakit


Kepala, Demam, Batuk dan Pilek pada Masyarakat di Desa Ciwalen, Kecamatan
Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, (online), (http://apotekputer.com
yang diakses pada tanggal 18 Desember 2010, pkl. 16:00)

Tanjung, Sri. Wawancara dengan penulis. 02 November 2010.

Tjay, T. H dan Rahardja, K. 2008. Obat-Obat Penting, Kasiat, Penggunaan dan


Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo S. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi
Aksara.

34
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Semarang: Penerbit Erlangga.

Widyastuti. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar. Edisi 2. Jakarta: EGC.

[BMJ Group and RPS Publishing] Royal Pharmaceutical Society. 2009. British National
Formulary 57. Jerman: GPP Media.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia 2004. Jakarta: BPS, 135-136.

[DinKes] Dinas Kesehatan. 2007. Profil Kesehatan Jawa Tengah. Jawa Tengah: Dinkes
Jateng.

[DepKes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Rencana Pembangunan


Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Depkes RI.

[DepKes RI] Departemen Kesehatan Pepublik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengawasan


Obat dan Makanan. 2007. Kompendia Obat Bebas Edisi 2. Jakarta: Depkes RI.

35

Anda mungkin juga menyukai