Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia atau lebih dikenal dengan istilah “kurang darah” adalah suatu keadaan
dimana kadar hemoglobin di bawah nilai normal, dimana nilai normal kadar hemoglobin
di dalam tubuh berkisar antara 12-14g%. WHO (World Health Organization) menetapkan
bahwa kadar hemoglobin normal pada wanita hamil adalah > 11g% . Maka, kadar
hemoglobin < 11g% pada wanita hamil dapat sebagai suatu keadaan anemia pada
kehamilan. Namun pada negara berkembang seperti Indonesia dan negara – negara
berkembang lainnya, WHO menetapkan definisi anemia dalam kehamilan adalah suatu
keadaan dimana kadar hemoglobin < 10g% (Arisman. 2004).

Prevalensi terjadinya anemia pada wanita hamil di Indonesia cukup tinggi yaitu
berkisar 20%-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukan prevalensi
anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari 50% . Sehingga dapat dikatakan 5 dari 10
wanita hamil di Indonesia menderita Anemia. WHO melaporkan bahwa prevalensi
anemia pada kehamilan secara global 55% dimana secara bermakna tinggi pada trimester
III (Wawan, Haryanta . 2016 )

Dari beberapa penyebab terjadinya anemia pada kehamilan, anemia defisiensi besi
merupakan keadaan yang paling sering ditemukan. Anemia dalam kehamilan dapat
berakibat fatal mulai dari kelahiran prematur sampai kematian ibu dan bayi. Menurut
WHO 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia pada
kehamilan. Mengingat masih tingginya angka prevalensi anemia pada kehamilan dan
fatalnya risiko yang diakibatkan, maka sangatlah penting bagi masyarakat dan para
praktisi kesehatan untuk lebih memperhatikan masalah ini (WHO.2016).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Anemia


Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal
jumlah SDM, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per
100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu
cerminan perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis
yang seksama, pemeriksaan fisik, dan korfirmasi laboratorium. (Klebanof. 2016)
Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang luas, bergantung pada (1) kecepatan timbulnya anemia, (2) usia
individu, (3) mekanisme kompensasi, (4) tingkat aktivitasnya, (5) keadaan penyakit yang
mendasarinya, dan (6) beratnya anemia. Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka
pengiriman O2 kejaringan menurun. Kehilangan darah yang mendadak (30 % atau lebih)
dapat menyebabkan gejala-gejala hipovolemia, hipoksemia, termasuk kegelisahan,
diaforesis, takikardia, nafas pendek, dan berkembang cepat menjadi kolaps sirkulasi atau
syok. (Klebanof. 2016)
Anemia menurut WHO (2016) diartikan sebagai suatu keadaan dimana kadar
hemoglobin (Hb) lebih rendah dari keadaan normal untuk kelompok yang bersangkutan.
WHO telah menggolongkan penetapan kadar normal hemoglobin dalam berbagai
kelompok seperti di bawah ini:

Tabel 1.1
Kadar Hemoglobin Normal
Kelompok Hemoglobin (%)
Dewasa Wanita 12
Wanita hamil 11
Laki-laki 14
Anak - anak 6 bulan - 6 tahun 11
6 tahun - 14 tahun 12
Sumber : WHO, 2016 dalam Stuart Gillespie et all.

2
2.2 Jenis-Jenis Anemia
Berdasarkan penyebab, jenis anemia dibagi menjadi :
1. Anemia defisiensi besi yaitu anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi.
2. Anemia megaloblastik yaitu anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B12.
3. Anemia hemolitik yaitu anemia yang terjadi karena pemecahan sel-sel darah lebih
cepat dari pembentukan.
4. Anemia aplastik yaitu anemia yang terjadi karena gangguan pembentukan sel-sel
darah.
Selain itu, Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi.
Klasifikasi morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin (Mehta,
2006).

2.3 Anemia Pada Ibu Hamil


2.3.1. Definisi Anemia Pada Ibu Hamil
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya
kurang dari 12 gr%. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar haemoglobin
kurang dari 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaannya
dengan wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2
(Wiknjosastro, 2002).
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut
hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang
dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah.
Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan
haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak
kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36
minggu (Wiknjosastro, 2002).
Anemia kehamilan disebut “Potential Danger to Mother and Child”
(potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan
perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini
terdepan. Pengaruh anemia dalam kehamilan diantaranya adalah dapat
menyebabkan perdarahan (Lenveno, Kenneth J, 2009).
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi,
kekurangan asam folat, infeksi dan kelainan darah, jenis anemia yang

3
pengobatannya relatif mudah bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan
masalah Nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi
masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia
(Lenveno, Kenneth J, 2009).

2.3.2. Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil


Penyebab anemia umumnya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan
darah saat persalinan yang lalu, dan penyakit –penyakit kronik. Dalam kehamilan
penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan disebabkan oleh
karena dalam kehamilan keperluan zat makanan bertambah dan terjadinya
perubahan-perubahan dalam darah diantaranya penambahan volume plasma yang
relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah
merah. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia
atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika
dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah
(Proverawati ,2011).
Di mana pertambahan tersebut adalah sebagai berikut : plasma 30%, sel
darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai
penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita
hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja
lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut,
keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan
apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga
tekanan darah tidak naik (Proverawati ,2011)
Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma
meningkat sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai
hematokrit.Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi.
Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari
uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan
penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester
kedua (Proverawati ,2011).
Pola makan adalah pola konsumsi makan sehari-hari yang sesuai dengan
kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Untuk dapat
mencapai keseimbangan gizi maka setiap orang harus menkonsumsi minimal 1

4
jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan makanan yaitu Karbohidrat, protein
hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu. Seringnya ibu hamil mengkonsumsi
makanan yang mengandung zat yang menghambat penyerapan zat besi seperti teh,
kopi, kalsium. Wanita hamil cenderung terkena anemia pada triwulan III karena
pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai
persediaan bulan pertama setelah lahir (Arisman, 2004).
Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang
dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari.
Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting
dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi.
Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang
dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan
asam folat (Depkes, 2009).
Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan kepatuhan ibu
hamil. Kesadaran merupakan pendukung bagi ibu hamil untuk patuh
mengkonsumsi tablet Fe dengan baik. Tingkat kepatuhan yang kurang sangat
dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi,
inipun besar kemungkinan mendapat pengaruh melalui tingkat pengetahuan gizi
dan kesehatan. Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi tidak hanya
dipengaruhi oleh kesadaran saja, namun ada beberapa faktor lain yaitu bentuk
tablet, warna, rasa dan efek samping seperti mual, konstipasi (Lenveno, Kenneth J,
2009).
Pemeriksaan Antenatal adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan
janinnya oleh tenaga profesional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan
standar pelayanan yaitu minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada
trimester satu, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Dengan
pemeriksaan antenatal kejadian anemia pada ibu dapat dideteksi sedini mungkin
sehingga diharapkan ibu dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan
persalinannya (Isselbacher, 2012).
Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia.
Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat
gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung
(Isselbacher, 2012)

5
2.3.3 Epidemiologi Anemia pada Ibu Hamil
Di seluruh dunia, frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi, berkisar
antara 10-20%. Karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting
dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi itu lebih tinggi lagi
di negara-negara yang sedang berkembang, dibandingkan negara maju. Frekuensi
anemia selama kehamilan juga bergantung terutama pada asupan zat besi
(Klebanof.2016).
Dua penyebab paling sering dari anemia pada kehamilan dan masa nifas
adalah defisiensi besi dan perdarahan akut. Sekitar 95% dari wanita hamil dengan
anemia disebabkan oleh anemia defisiensi besi. The Center of Disease Control and
Prevention memperkirakan bahwa sekitar delapan juta perempuan Amerika usia
subur mengalami defisiensi besi. Pada sebuah kehamilan tunggal, kebutuhan zat besi
maternal rata-rata sekitar 800 mg, 300 mg untuk janin dan 500 mg untuk plasenta,
dan jika tersedia, untuk massa ekspansi hemoglobin. Sekitar 200 mg lebih
dilepaskan melalui usus, urine, dan kulit. Jumlah keseluruhan (1000 mg) sangat
meningkatkan kebutuhan zat besi pada sebagian besar perempuan dan
mengakibatkan anemia defisiensi besi
Menurut Arisman, 2004 adapun epidemiologi anemia pada ibu hamil yaitu:
1. Frekuensi ibu hamil dengan anemia cukup tinggi di Indonesia yaitu 63,5%,
sedangkan di amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang
terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia defesiensi pada ibu hamil di
Indonesia.
2. Menurut WHO, 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan
anemia dalam kehamilan.
3. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh anemia defesiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.
4. Defeisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di
negara maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada kehamilan
dan berkaitan dengan asupan besi yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan
pertumbuhan janin yang cepat.

6
2.3.4 Etiologi Anemia defisiensi pada Wanita Hamil
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi. (Arisman, 2004)
penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
a. Kurang gizi (malnutrisi)
b. Kurang zat besi dalam diit
c. Malabsorpsi
d. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
e. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain

Anemia defisiensi besi pada kehamilan disebabkan oleh :


a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
b.Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.
c.Kurangnya zat besi dalam makanan.
d.Kebutuhan zat besi meningkat (Arisman. 2004).

Anemia pada wanita hamil


a. Selama kehamilan seorang wanita mengalami peningkatan plasma darah sampai
30%, sel darah 18% tetapi Hb hanya bertambah 19%. Akibatnya frekuensi anemia
pada kehamilan cukup tinggi 10% – 20%.
b. Wanita hamil cenderung terkena anemia pada 3 bulan terakhir, karena pada masa
itu janin menimbun cadangan zat besi untuk diri sendiri sebagai persediaan bulan
pertama sesudah lahir.
c. Asupan yg kurang seperti pada kasus sangat mempengaruhi anemia yg timbul pada
ibu.
d. Karena tambahan volum plasma lebih banyak dibanding dengan tambahan eritrosit,
maka kadar Hb, Ht, dan RBC relatif menurun. Namun, apabila kadar Hb < 11 g%
pada terutama pada akhir kehamilan, merupakan keadaan abnormal yang biasanya
disebabkan oleh kekurangan Fe (Arisman. 2004).

2.3.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Anemia Pada Ibu Hamil


Menurut Lenveno, Kenneth J (2009) terdapat faktor-faktor yang ikut berperan
dalam terjadinya anemia. Faktor-faktor tersebut antara lain :

7
1) Malnutrisi atau kekurangan gizi
Di Indonesia kebanyakan ibu hamil menderita anemia kekurangan gizi, dan
pada pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang
diderita masyarakat adalah karena kekurangan zat besi yang dapat diatasi melalui
pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi.
2) Kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan
Kehamialan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel
darah merah dan pembentukan sel darah merah janin dan plasenta. Jika persediaan
cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh
dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada kehamilan
relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran)
dengan peningkatan volume 30 % sampai 40 % yang puncaknya pada kehamilan 32
sampai 34 minggu. Setelah persalinan dengan lahirnya placenta dan perdarahan, ibu
akan kehilangan zat besi sekitar 900 mgr. Saat laktasi, ibu masih memerlukan
kesehatan jasmani yang optimal sehingga dapat menyaipkan ASI untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dalam keadaan anemia, laktasi tidak
mungkin dapat dilaksanakan dengan baik. Makin sering seorang wanita mengalami
kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan mengalami
makin anemis.
3) Ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah
Faktor pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap
dan memahami pengetahuan yang diperolehnya. Pengaruh pendidikan seseorang
menentukan perbedaan dalam menghadapi masalah. Semakin tinggi tingkat
pendidikan formal yang pernah ditempuh seseorang, maka semakin mudah
menyerap informasi-informasi baru. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi
cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarga. Keberdayaan wanita
(woman empowerment) memungkinkan wanita lebih aktif dalam menentukan sikap
dan lebih mandiri dalam memutuskan hal yang terbaik bagi dirinya termasuk
kesehatan atau kehamilannya. Kemiskinan, ketidakmampuan membayar pelayanan
kesehatan yang baik, keterjangkauan pelayanan kesehatan menyebabkan
berkurangnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan .
Disamping faktor-faktor diatas menurut Arisman (2004) terdapat faktor-
faktor lain yang ikut mempengaruhi terjadinya anemia, yaitu :

8
a) Usia ibu hamil
Yang dimaksud denganstatus reproduksi antara lain usia ibu hamil (usia
dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun) merupakan usia yang beresiko untuk hamil dan
melahirkan. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah usia 20 sampai 30 tahun. Resiko paling besar dihadapi oleh ibu
yang berusia dibaewah 17 tahun karena pada tahap ini wanita muda masih mengalami
pertumbuhan, sedangkan pada usia diatas 35 tahun,besar kemungkinan kesehatan
reproduksi sudah tidak optimal dan dapat menimbulkan berbagai penyulit kehamilan
diantaranya perdarahan dari uterus yang dapat menyebabkan terjadinya anemia.
b) Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir
hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko
mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan
kebutuhan nutrisi. Semakin banyak jumlah kelahiran yang dialami oleh seorang
wanita akan semakin tinggi resikonya untuk mengalami komplikasi.Makin sering
seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan
zat besi dan menjadi makin anemis. Paritas dua sampai tiga merupakan paritas paling
aman, paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai resiko tinggi dan berpeluang pada
angka kematian lebih tinggi.
c) Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui tanpa menghiraukan dari
mana datangnya pengetahuan tersebut. Jadi pada hakekatnya apa saja kita ketahui
walaupun dari mimpi atau berkhayal panca indera, pikiran, wahyu dan intuisi.
Pengetahuan merupakan dominan terpenting untuk terbentuknya tindakan seseorang
karena dari pengalaman, dari penelitian ternyata perilaku didasari oleh pengetahuan.
Menurut Ali Khomsan tahun 2000 dalam Arisman 2004 kategori pengetahuan dibagi
dalamtiga kelompok yaitu baik, sedang, dan kurang dengan kriteria sebagai berikut :
baik > 80 %, sedang 60 – 80 %, kurang < 60 %.Kemiskinan, ketidakmampuan
membayar pelayanan yang baik, transportasi yang sulit juga merupakan faktor-faktor
yang ikut berperan.

9
2.3.6 Patofisiologi Anemia Pada Ibu Hamil
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan,
dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun
sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan
peningkatan sekresi aldesteron. Volume sel darah merah total dan massa hemoglobin
meningkat sekitar 20-30 %, dimulai pada bulan ke 6 dan mencapai puncak pada
aterem, kembali normal 6 bulan setelah partus. Stimulasi peningkatan 300-350 ml
massa sel merah ini dapat disebabkan oleh hubungan antara hormon maternal dan
peningkatan eritropoitin selama kehamilan. Peningkatan massa sel darah merah tidak
cukup memadai untuk mengimbangi peningkatan volume plasma yang sangat
menyolok. Peningkatan volume plasma menyebabkan terjadinya hidremia kehamilan
atau hemodilusi, yang menyebabkan terjadinya penurunan hematokrit ( 20-30%),
sehingga hemoglobindari hematokrit lebih rendah secara nyata dari pada keadaan
tidak hamil (Markum HA. 2008)
Hemoglobin dari hematokrit mulai menurun pada bulan ke 3 -5 kehamilan,
dan mencapai nilai terendah pada bulan ke 5-8 dan selanjutnya sedikit meningkat pada
aterem serta kembali normal pada 6 minggu setelah partus. Besi serum menurun
namun tetap berada dalam batas normal selama kehamilan, TIBC meningkat 15 %
pada wanita hamil (Markum HA. 2008).
Cadangan besi wanita dewasa mengandung 2 gram, sekitar 60-70 % berada
dalam sel darah merah yang bersirkulasi, dan 10-30 % adalah besi cadangan yang
terutama terletak didalam hati, empedu, dan sumsum tulang. Kehamilan membutuhkan
tambahan zat besi sekitar 800-1000 mg untuk mencukupi kebutuhan yang terdiri dari:
(Markum HA. 2008).
1. Terjadinya peningkatan sel darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi dan
2. mencapai puncak pada 32 minggu kehamilan.
3. Janin membutuhkan zat besi 100-200 mg.
4. Pertumbuhan Plasenta membutuhkan zat besi 100-200 mg.
5. Sekitar 190 mg hilang selama melahirkan.

10
Selama periode setelah melahirkan 0,5-1 mg besi perhari dibutuhkan untuk
laktasi, dengan demikian jika cadangan pada awalnya direduksi, maka pasien hamil
dengan mudah bisa mengalami kekurangan besi, dimana janin bisa mengakumulasi
besi bahkan dari ibu yang kekurangan besi. Kebutuhan besi yang meningkat tersebut
tidak terpenuhi oleh kebiasaan diet normal, walaupun ada penyerapan besi yang
meningkat selama kehamilan yaitu 1,3-2,6 mg perhari. Setiap wanita hamil
membutuhkan sampai 2 tahun makan normal untuk mengisi kembali cadangan besi
yang telah hilang selama hamil (Markum HA. 2008).
Adapun perubahan pertama yang terjadi selama perkembangan kekurangan
besi adalah deplesi cadangan zat besi pada hati, empedu dan sumsum tulang, diikuti
dengan menurunnya besi serum dan peningkatan TIBC, sehingga anemia berkembang.
(Markum HA. 2008).
Sel darah merah secara klasik digambarkan sebagai hipokromikmikrositer,
tetapi perubahan morfologi karakteristik ini tidak terjadi sampai nitro hematokrit jatuh
dibawah nilai normal. Mikrositik mendahului hipokromik, dan angkaretikulosit rendah
pada anemia defisiensi besi (Markum HA. 2008).
Anemia defisiensi besi merupakan manifestasi dari gangguan
keseimbanganzat besi yang negatif, Jumlah zat besi yang diabsorbsi tidak mencukupi
kebutuhan tubuh. Pertama -tama keseimbangan yang negatip ini oleh tubuh
diusahakan untuk mengatasinya dengan cara mengunakan cadangan besi dalarn
jaringan depot. Pada saat cadangan besi itu habis baru anemia defisiensi besi menjadi
manifes. Perjalanan keadaan kekurangan zat besi mulai dari terjadinya anemia sampai
dengan timbulnya gejala-gejala yang klasik melalui beberapa tahapan yaitu :
1. Cadangan besi habis diikuti oleh serum feritin menurun tapi belum ada anemia.
Serum transferin meningkat.
2. Besi serum menurun.
3. Perkembangan normositik, diikuti oleh anemia normokromik. Perkembangan
mikrositik dan anemia hipokromik (Markum HA. 2008).
2.3.7 Manifestasi Klinis Anemia Pada Ibu Hamil
Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah
dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat
dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang
ibu menderita anemia atau tidak, maka dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan

11
pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan Hemoglobin dengan spektrofotometri
merupakan standar ( Wiknjosastro, 2002).
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap:
awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati,
saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya
serap zat besi dari makanan sangat rendah, Zat besi pada pangan hewan lebih tinggi
penyerapannya yaitu 20 –30 % sedangkan dari sumber nabati 1-6 %. Bila terjadi
anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke
semua organ tubuh, akibatnya penderita sering berdebar dan jantung cepat lelah.
Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang kunang, mengantuk,
selaput lendir , kelopak mata, dan kuku pucat (Mehta, 2006).

2.3.8 Klasifikasi Anemia Pada Ibu Hamil


Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Wiknjosastro (2002), adalah
sebagai berikut:
1) Anemia Defisiensi Besi
2) Anemia Megaloblastik
3) Anemia Hipoplastik
4) Anemia Hemolitik
5) Anemia-anemia lain

2.3.9 Derajat Anemia Pada Ibu Hamil Dan Penentuan Kadar Hemoglobin
Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin atau darah merahnya
kurang dari 11,00 gr%. Menururt Word Health Organzsation (WHO) anemia pada ibu
hamil adalah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11 % . Anemia pada ibu hamil di
Indonesia sangat bervariasi, yaitu: Tidak anemia : Hb >11 gr%, Anemia ringan : Hb 9-
10.9gr%, Anemia sedang: Hb 7-8.9gr%,Anemia berat: Hb < 7 gr%(Depkes, 2009).
Pengukuran Hb yang disarankan oleh WHO ialah dengan cara cyanmet, namun cara
oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap cara cyanmet.Sampai
saat ini baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih menggunakan alat Sahli.
Dan pemeriksaan darah dilakukan tiap trimester dan minimal dua kali selama
hamil yaitu pada trimester I dan trimester III (Depkes , 2009). Metoda
Cyanmethemoglobin ini cukup teliti dan dianjurkan oleh International Committee for
Standar dization in Hemathology (ICSH).Menurut cara ini darah dicampurkan dengan

12
larutan drapkin untuk memecahhemoglobin menjadi cyanmethemoglobin, daya
serapnya kemudian diukur pada 540 mm dalam kalorimeter fotoelekrit atau
spektrofotometer.Cara penentuan Hb yang banyak dipakai di Indonesia ialah Sahli.
Cara ini untuk di lapangan cukup sederhana tapi ketelitiannya perlu dibandingkan
dengan cara standar yang dianjurkan WHO (Depkes, 2009)

2.3.10 Prevalensi Anemia Pada Ibu Hamil


Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan yang
dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang. Badan kesehatan
dunia World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil
yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75 % serta semakin meningkat seiring
dengan pertambahan usia kehamilan. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang
terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia defisiensi besi pada ibu hamil di
Indonesia. Kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi (Arisman, 2004).

Anemia lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang berkembang,


ketimbang negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau kira-kita 1400 juta
orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara sedang berkembang menderita
anemia. Sedangkan prealensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kita 100 juta
orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang (Arisman, 2004).

Masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia adalah masih tingginya prevalensi


anemia pada ibu hamil dan sebagian besar penyebabnya adalah kekurangan zat besi
untuk pembentukan haemoglobin. Keadaan kekurangan zat besi pada ibu hamil akan
menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel
otak janin (Depkes , 2009)

2.3.11 Anemia Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil


a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi Besi Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah. kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada
trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II (Depkes RI,
2009 ).

13
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong
(depleted iron store) yang pada akhirnya menyebabkan pembentukan hemoglobin
berkurang. ADB ditandai oleh anemia hiprokomik monositer dan hasil
laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kososng. Berbeda dengan ADB,
pada anemia karena penyakit kronik penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang
oleh karena pelepasan besi dari system retikoluenditolium system yang terganggu
namaun cadangan besi normal. Pada anemia sideroblastik penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang karena gangguan mitokondria yang menyebabkan
inkorporasi besi ke dalam heme terganggu. Oleh kaena itu ketiga jenis anemia ini
digolongkan sebagai anemia dengan gangguan metabolisme besi. (Sudoyo, Aru W,
2009)
Anemia defisiensi besi meruoakan anemia yang paling banyak dijumpai,
terutama di Negara-negara tropic atau Negara dunia ketiga, karena sangat berkaitan
erat dengan taraf social ekonomi. (Sudoyo, Aru W, 2009)
b. Etiologi Anemia Defisiensi Besi

Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi,


antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan
absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat
besi seperti pada wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari
penyakit (Arisman, 2004).

Secara umum ada 3 penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu :


1) Kehilangan darah secara kronis, sebagai dampak pendarahan kronis seperti pada
penyakit ulkus peptikum, hemoroid, infestasi parasit dan proses keganasan;
2) Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat;
3) Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang
lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa puberstas, masa
kehamilan dan menyusui.
Pada ibu hamil terjadi penambahan cairan tubuh (volume plasma) yang
tidak sebanding dengan penambahan sel darah merah. Akibatnya kadar Hb
menurun. Penurunan ini mulai timbul sejak usia kehamilan 8 minggu sampai
minggu ke 32 kehamilan. Walaupun bervariasi, biasanya penambahan volume

14
plasma pada wanita hamil dapat mencapai 50 %, sedangkan peningkatan massa sel
darah merahnya 25 % saja.
Banyak berpantang makanan tertentu selagi hamil dapat memperburuk
keadaan anemia gizi besi. Biasanya ibu hamil enggan makan daging, ikan, hati atau
pangan hewani lainnya dengan alasan yang tidak rasional. Padahal pangan hewani
merupakan sumber zat besi yang tinggi absorbsinya. Yakni antara 7 – 22 %,
sedangkan pada makanan nabati hanya sebesar 1 – 6 %. Ditambah dengan
kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi
(seperti kopi dan teh) secara bersamaan pada waktu makan dapat menyebabkan
serapan zat besi semakin rendah.
Kehilangan zat besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasit seperti
cacing tambang (ankilostomadan nekator), schistosoma, dan mungkin pula trichuris
trichiura. Kasus-kasus tersebut lazim terjadi di negara tropis (kebanyakan negara
tropis terklasifikasi sebagai negara belum dan sedang berkembang), lembab serta
keadaan sanitasi yang buruk.(Arisman 2004)

c. Prevalensi Anemia Zat besi


Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan
menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan prevalensi anemia secara global
adalah sekitar 51%. Bandingkan dengan prevalensi untuk balita yang sekitar 43%,
anak sekolah 37%, pria dewasa hanya 18% dan wanita tidak hamil 35%. Di tahun
1990, prevalensi anemia kurang besi pada wanita hamil justru meningkat sampai 55%.
(Arisman, 2004)

d. Kebutuhan Zat Besi Pada Ibu Hamil


Selama kehamilan kebutuhan zat besi bertambah sejalan perkembangan janin,
plasenta dan peningkatan sel darah merah ibu. Disamping itu pula volume darah ibu
meningkat sehingga jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk memproduksi sel darah
merah juga mengalami peningkatan.
Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak
terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester kedua
hingga ketiga volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35 %. Ini
ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah
merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Jadi kebutuhan zat besi

15
untuk setiap wanita berbeda-beda sesuai siklus hidupnya, dimana wanita hamil perlu
tambahan zat besi sekitar 20 mg per hari.

Tabel 2.2 Sumber makanan yang mengandung zat besi


Jenis Zat Besi Sumber
Zat besi heme Daging, ikan, unggas, dan hasil
olahan darah
Bukan heme:
*Zat besi makanan Terutama terdapat dalam
serealia, umbi-umbian, sayuran,
kacang
*Zat besi cemaran Tanah, debu, air, wajan besi, dll.
Ketersedian hayatinya rendah
*Zat besi fortifikasi Ketersediaan hayatinya
ditentukan oleh makanan
Sumber : Arisman, 2004

Kenaikan volume darah akan meningkat kebutuhan besi atau zat besi. Jumlah besi
yang diperlukan ibu hamil untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume
darah adalah 500Mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang
lebih 1000Mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri.
Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah dan membentuk sel darah janin dan plasenta (Mehta, 2006).
Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami
Hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30 % sampai 40 % yang
puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18 %
sampai 30 % dan hemoglobin sekitar 19 %. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil
sekitar 11gr % maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia
fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5 % sampai 10gr % (Mehta, 2006).

d. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi


Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan
anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata

16
berkunang-kunang dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. Kepucatan
bisa diperiksa pada telapak tangan, kuku dan konjungtiva palpebra (Mehta, 2006).
Pemeriksaann kada Hb dan darah tepi, Pemeriksaan Hb dengan
Spektrofotometri merupakan standar. Manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi
sangatbervariasi,bisa hampir tanpagejala,bisa juga gejala–gejala penyakit dasarnya
yang menonjol, ataupun bisaditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala
penyakit dasarnya. Gejala–gejala dapat berupa kepalapusing, palpitasi, berkunang-
kunang dan perubahan jaringan epitel kuku,gangguan system neurumuskular lesu,
lemah, lelah, disphagia dan pembesaran limpha.Pada umumnya sudah disepakati
bahwa bila kadarhemoglobin <7 gr/dl maka gejala–gejala dan tanda–tanda anemia
akan jelas. Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan statusanemia ibu
hamil, didasarkan pada kriteria WHO tahun 1972 yangditetapkan dalam 3 kategori
yaitu normal (≥11gr/dl), anemia ringan (9-10gr/dl) dan anemia sedang (8-7 gr/dl) dan
anemia (<7 gr/dl). Berdasarkanhasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar
hemoglobin ibu hamiladalah sebesar 11,28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7,63
mg/dl dan tertinggi 14 .00 mg/dl.Ada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. (Arisman, 2004).

e. Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi


Secara alami zat besi diperoleh dari makanan. Besi terdapat dalam bahan
makanan hewani, kacang–kacangan dan sayuran berwarna hijau tua. Pemenuhan besi
yang kurang oleh tubuh memang sering dialami sebab rendahnya penyerapan besi
didalam tubuh terutama dari sumber besi nabati. Penyerapan besi asal bahan makanan
hewani dapat mencapai 10–20 %. Besi bahan makanan hewani(heme) lebih mudah
dari pada besi nabati (non heme).
Jumlah zat besi yang harus diserap tubuh setiap hari 1 mg atau setara dengan
10-20 mg zat besi yang terkandung dalam makanan. Zat besi pada pangan hewani
(heme) lebih tinggi penyerapannya yaitu 20-30% . Sedangkan sumber nabati (non
heme) hanya 1-6 %. Zat besi non heme absorbsinya dapat ditingkatkan apabila
terdapat kadar vitamin C yang cukup. Vitamin C dapat miningkatka absorbsi zat besi
non heme sampai dengan 4 kali lipat.Vitamin C dapat membantu transfer zat besi dari
darah ke dalam bentuk ferritin untuk disimpan di hati dan membantu memproduksi
beberapa enzim yang mengandung besi. Jika terdapat sekitar 25-30 mg vitamin C
dalam menu makanan yang dapat meningkatkan absorbsi zat besi sebesar 85 %.

17
Sedangkan jika terdapat 25-75mg vitamin C dalam menu makanan yang
dikombinasikan dengan 24-36 gr faktor dapat meningkatkan absorbsi zat besi non
heme sebesar 8 %.Penanggulangan anemia dan pemenuhan kebutuhan zat besi (Besi)
pada wanita hamil sudah dilakukan secara nasional dengan pemberian suplemen tasi
pil zat besi atau Tablet Tambah Darah. Tablet tambah darah adalah tablet besi folat
yang setiap tablet mengandung 200 mg Besirro Sulfat atau 60 mg besi elemental dan
0,25 asam folat.
Tabel 2.3 Program suplementasi besi pada ibu hamil
Prealensi anemia pada ibu Besi Asam folat Lama pemberian
hamil suplementasi
<40% 60mg 400 6 bulan selama hamil
>40% 60mg 400 6 bulan selama hamil,
dilanjutkan sampai 3
bulan setelah
melahirkan
Sumber : Arisman, 2004
a) Terapi oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu ferosulfat, feroglukonat
atau Natrium ferobisitrat. Pemberian preparat besi 60mg/haridapat menaikkan
kadar Hb sebanyak 1 gr% tiap bulan. Saat ini program nasional menganjurkan
kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia
(Arisman, 2004).
b) Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per
oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa
kehamilannya tua.

f. Dampak Anemia Defisiensi Besi


Dampak anemia pada wanita hamil dapat diamati dari besarnya angka kesakitan
dan kematian maternal, peningkatan angka kesakitan dan kematian janin, serta
peningkatan resiko terjadinya BBLR. Penyebab utama kematian maternal antara lain
pendarahan pascapartum (disamping eklamsi dan penyakit infeksi) dan plasenta previa
yang kesemuanya bersumber pada anemia difisiensi (Wawan Haryanta, 2009).
Data Depkes RI diketahui bahwa lebih dari 50% ibu hamil menderita
anemia.Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan bayi berat lahir
rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat

18
menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemiaberat.
Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen pada placenta
yang akan berpengaruh pada fungsi plesenta terhadap janin.
Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenatal: berat badan kurang,
plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi
tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat
terjadi subinvolusi. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus :
premature, apgar scor rendah, gawat janin Bahaya pada Trimester II dantrimester III,
anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan ante partum,
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian,
gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu
(Mehta, 2006)

g. Pendekatan Diagnosis Anemia


Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit, yang dapat
disebabkan oleh beberapa penyakit dasar. Hal ini penting diperhatikan dalam
diagnosis anemia. Tahap-yahap dalam diagnosis anemia yaitu :
 Menentukan adanya anemia
 Menentukan jenis anemia
 Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
 Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyertayang akan memperngarhi hasil
pengobatan (Sudoyo, aru W, 2009)

Gejala umum anemia menjaadi jelas (simtomatik)apabila kadar Gemoglobin


telah turun di bawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala anemia tergantung pada : a) derajat
penurunan hemoglobin, b) kecepatan penurunan hemoglobin, c) usia, d) adanya
kelainan jantung sebelumnya. Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis
yaitu :
1. Gejala umum anemia. Gejala umum anemia disebut juga sindrom anemia.
Timbul karena iskemia organ target akibat mekanisme kompernsasi tubuh
terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul bila penurunan kadar
hemoglobin sampai dengan nilai >7 g/dl. Sindrom anemia terdiri dari rasa lelah,
lemah, lesu, telinga berdenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin,

19
sesak nafas, dan dyspepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, yang mudah
dilihat dalam konjungriva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah
kuku.
2. Gejala khas masing-masing anemia. Gejala ini spesifik untuk masing-masing
anemia. Sebagai contoh:
 Anemia defisiensi besi : disfagia, atrifi papil lidah, stomatitis angularis,
dan kuku sendok.
 Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologic pada desisiensi
vitamin B12
 Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali
 Anemia aplastik : pendarahan dan tanda-tanda infeksi
3. Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang
menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia
tersebut. Misalnya gejala akibat cacimg tambang meliputi, sakit perut,
pembengkakan parotis dan waena kuning pada telapak tangan. Pada kasus
tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, misalnya anemia oleh
penyakit kronis misalnya arthritis reumathoid. (Sudoyo, Aru W, 2009)

h. Pemeriksaan Khusus Diagnosis Anemia


Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada
 Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC (Total iron binding capacity) saturasi
trasferin, protoporfin eritrosit, feritin serum, receptor transferin, dan pengecatan
besi sumsum tulang
 Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi
deoksiuridin dan tes Schiling
 Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis, hemoglobin dan
lain-lain
 Anemia aplastik : biopsy sumsum tulang
Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan
faal hati, faal ginjal atau faal tiroid (Sudoyo, Aru W, 2009)

i. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Defisiensi Besi


Sejauh ini ada 4 pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi yaitu :

20
1) Pemberian tablet atau suntikan zat besi
2) Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi
melalui makanan
3) Pengawasan penyakit infeksi dan
4) Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi. Tablet zat besi dalam bentuk ferro
lebih mudah diserap ketimbang bentuk ferri. Dosis suplementatif yang
dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu tablet mengandung 60 mg Fe
dan 200 mg asam folat) yang dimakan paruh kedua kehamilan karena pada saat
tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi.
Efek samping tablet zat besi berupa pengaruh yang tidak menyenangkan seperti
rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan diare (kadang konstipasi) sehingga orang
cenderung menolaknya. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan
mereka bahwa selama kehamilan mereka memerlukan tambahan zat besi. Agar
mengerti, para wanita hamil harus diberikan pendidikan yang tepat misalnya tentang
bahaya yang mungkin terjadi akibat anemia, dan harus pula diyakinkan bahwa salah
satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi.Meningkatkan ketersediaan hayati zat
besi yang dimakan, yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu
dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi (Mehta, 2006).
Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat
pencegahan seperti: penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi lingkungan dan
kebersihan perorangan. Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang
diproses secara terpusat merupakan inti pengawasan anemia diberbagai
negara.Fortifikasi makanan merupakan salah satu cara terampuh dalam pencegahan
defisiensi besi (Arisman, 2006).

2.3.12 Anemia Megaloblastik


a. Pengertian Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik berhubungan dengan gambaran abnormal eritroblas sumsum
tulang, dimana perkembangan inti (Nukleus) terlambat dan kromatin inti memiliki
gambaran terbuka menyerupai renda. Terdapat defek pada sintesis DNA yang biasanya
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 atau folat (Mehta, 2006)

21
Tabel 2.4 Penyebab defisiensi folat
Penyebab defisiensi folat Contoh Kasus
Nutrisional Terutama usia lanjut, kebiasaan, kemiskinan,
kelaparan
Malabsorbsi Enteropati yang diinduksi gluten, dermatitis
Penggunaan berlebih Fisiologis(Kehamilan dan menyusui,
prematuritas) Patologis (penyakit
hematologis, penyakit keganasan, penyakit
inflamasi)
Obat-obatan Antikonvulsan, sulfasalazin
Sumber : Arisman, 2007
b. Penatalaksanaan Anemia Megaloblastik
1. Asam folat 15 –mg per hari
2. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
3. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
4. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat
diberikan transfusi darah (Mehta, 2006)-.

2.3.13 Anemia Hipoplastik


a. Pengertian Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum
tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan
pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan
pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosit.

2.3.14 Anemia Hemolitik


a. Pengertian Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau
pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan
anemia hemolitik sukar menjadi hamil; apabila ia hamil, maka anemianya biasanya
menjadi lebih berat. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran
darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-
organ vital.Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik dan beratnya
anemia. Obat-obat penambah darah tidak memberi hasil. Tranfusi darah, kadang

22
dilakukan berulang untuk mengurangi penderitaan ibu dan menghindari bahaya
hipoksia janin (Mehta, 2006)

2.3.15 Anemia-Anemia Lain


Seorang wanita yang menderita anemia, misalnya berbagai jenis anemia hemolitik
herediter atau yang diperoleh seperti anemia karena malaria, cacing tambang, penyakit
ginjal menahun, penyakit hati, tuberkulosis, sifilis, tumor ganas dan sebagainya dapat
menjadi hamil. Dalam hal ini anemianya menjadi lebih berat dan berpengaruh tidak
baik pada ibu dalam masa kehamilan, persalinan, nifas serta berpengaruh pula bagi
anak dalam kandungan. Pengobatan ditujukan pada sebab pokok anemianya, misalnya
antibiotika untuk infeksi, obat-obat anti malaria, anti sifilis obat cacing dan lain-lain.
(Mehta, 2006)

23
DAFTAR PUSTAKA

Arisman.2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC

Bakta, IM. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

Dorland, Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC

Departemen Kesehatan RI.2009.Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Isselbacher, Braundwald and Wilson dkk. 2012. Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Hal 26. Jakarta:
EGC

Klebanoff MA, Shiono PH, Selby JV, et al. Anemia and spontaneous preterm birth. Am J
Obstet Gynecol.2015; 164:59-63

Lenveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams. Jakarta : EGC

Markum HA. 2008 Diagnostik dan penanggulangan anemia defisiensi. Dalam: Naskah
Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta

Mehta, Atul. 2006. At a Glance Hematologi. Jakarta : Erlangga

Proverawati, A.(2011).Anemia dan Anemia Kehamilan.Yogyakarta: Nuha Medika.

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC

Sudoyo, aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing

Wawan Haryanta. 2016 Hubungan antarakadar hemoglobin rendah pada ibu hamil trimester
tiga dengan berat bayi lahir rendah di bangsal gladiol BPK Rumah Sakit Umum
Kabupaten Magelang Tahun 2015 Volume 11 no4 tahun 2016.

Wiknjosastro, H (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo.

WHO.2016. Prevalensi anemia pada wanita: tabulasi dari informasi yang tersedia. 2nd ed.
Jenewa: Organisasi Kesehatan Dunia

24
BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGY REFARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN Juni 2019
UNIVERSITAS TADULAKO

ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL

OLEH :

NAMA : AZIZAH AZHMI AULIA

NIM : N 111 17 021

PEMBIMBING KLINIK

dr. Abdul Faris Sp.OG (K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

25

Anda mungkin juga menyukai