Disusun Oleh:
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
1
SKIZOFRENIA DAN PENATALAKSANAANNYA
I. PENDAHULUAN
II. ETIOPATOGENESIS
2
kehilangan neuron-neuron GABA-ergic di hipokampus. GABA memiliki
efek regulatory pada aktivitas dopamin, dan kehilangan neuron inhibitory
GABA-ergic dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron-neuron
dopaminergik. Dan yang terakhir berdasarkan hipotesis glutamat
menjelaskan bahwa glutamat dianggap terlibat karena penggunaan
fensiklidin, suatu antagonis glutamat menghasilkan suatu sindroma akut
yang serupa dengan Skizofrenia.2
3
Pada beberapa laporan ditemukan adanya perbedaan neuroendokrin
pada pasien Skizofrenia. Contohnya: abnormalitas dexamethason
suppression test, penurunan luteinizing hormone dan follicle-
stimulating hormone.2
4
pada skizofrenia adalah: brain- derived neurotrophic factor (BDNF),
dysbindin (disebut juga dystrobrevin-binding protein1) yang terlibat
dalam pembentukan struktur-struktur sinaptik, neuregulin, terlibat dalam
migrasi neuronal dan pembentukan sel-sel glia dan mielinisasi; dan
DISC-1(disrupted in schizophrenia-1) yang membuat protein yang
terlibat dalam neurogenesis, migrasi neuronal dan organisasi dendritik.2
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
5
b. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi
dibawah ini:
d. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas :
6
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
7
IV. PENGGOLONGAN SKIZOFRENIA3
Skizofrenia Paranoid
Sebagai tambahan :
8
Waham dapat berupa hampir setiap jenis,
tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence),
atau “Passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas.
Skizofrenia Hebefrenik
9
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia hebefrenik dapat
didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut Memenuhi kriteria
umum diagnosis skizofrenia
10
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu
preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap
agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikiran pasien.
Skizofrenia Katatonik
11
dan kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih
bila terdapat juga penyakit lain seperti jantung, paru, dan sebagainya).
12
o Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi
perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia
mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai
tentang adanya gejala-gejala lain.
13
kegiatannya di sudut ruangan, atau di kolong tempat tidurnya.
Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada
jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sulit ditemukan. Waham dan
halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan
sekali. Permulaan gejala mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat
didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut :
14
perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa
tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
Skizofrenia Residual
15
seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan
posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
16
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi
pasca skizofrenia.
Depresi Pasca-Skizofrenia
Skizofrenia lainnya
Oneiroid
17
biasanya mengalami disorientasi waktu dan tempat.Istilah
oneiroid digunakan pada pasien yang terperangkap dalam
pengalaman halusinasinya dan mengesampingkan keterlibatan
dunia nyata.
V. PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS
18
menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia).
Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular menyebabkan peningkatan
kadar prolaktin sehingga dapat menyebabkan disfungsi seksual dan
peningkatan berat badan.4
Kerugian pemberian APG I antara lain: (1) Mudah terjadi EPS dan
tardive dyskinesia, (2) Memperburuk gejala negatif dan kognitif, (3)
Peningkatan kadar prolaktin, (4) Sering menyebabkan terjadinya
kekambuhan. Sedangkan keuntungan pemberian APG I adalah jarang
menyebabkan terjadinya Sindrom Neuroleptik Malignant (SNM) dan
cepat menurunkan gejala negatif.4
Potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan
10 mg. APG I potensi tinggi diantaranya adalah haloperidol,
fluphenazine, trifluoperazine dan thiothixine. Potensi anti
dopaminergik tinggi, kemungkinan efek samping tinggi seperti
distonia, akatisia, dan parkinsonisme. Pengaruhnya terhadap tekanan
darah rendah.4
Potensi sedang bila dosis APG I yang digunakan antara 10- 50 mg.
APG I potensi sedang diantaranya perphenazine, loxapine dan
molindone. Digunakan untuk penderita yang sulit terhadap toleransi
efek samping APG I potensi tinggi dan potensi rendah.4
Potensi rendah bila dosis APG I yang digunakan lebih dari 50 mg.
APG I potensi rendah diantaranya adalah clorpromazine, thiridazine,
19
dan mesoridazine. Mempunyai efek samping sedasi, hipotensi
ortostatik, lethargi dan gejala antikolinergik meningkat berupa mulut
kering retensi urine, pandangan kabur dan konstipasi.4
1. Phenotiazine
Rantai Aliphatic: Clorpromazine
Rantai piperazine: Perphenazine, Trifluoperazine, fluphenazine.
Rantai Piperidine: Thioridazine
2. Butyrophenoone: Haloperidol
3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide
20
Efek samping CPZ antara lain lesu, mengantuk, hipotensi
orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi dan amenore
pada wanita. Namun, kontraindikasi pemberian CPZ yaitu pada
keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat dan narkotika,
hipersensitif (allergik) 6,7,8
FLUPHENAZINE
21
mimpi-mimpi aneh. Sedangkan kontraindikasi penggunaan
Fluphenazine antara hipersensitif dan depresi SSP berat.4,7,8
PERPHENAZINE (Trifalon)
THIORIDAZINE
HALOPERIDOL
22
fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang
kuat dan efektif untuk fase mania penyakit manik deprsif dan
skizofrenia. Efek fenotiazin piperazin dan butirofenon berbeda secara
kuantitatif keran butirofenon selain menghambat efek dopamin, juga
meningkatkan turn over rate nya. 6
Pada anak-anak atau usia lanjut dosis dapat diturunkan dan dapat
dimulai dengan 0,5-1,5 mg per hari dengan pemberian 2 atau 3 kali
perhari. 4
23
Kontraindikasi pemberian Haloperidol adalah pasien dalam
keadaan koma, depresi SSP yang disebabkan alkohol atau obat lain,
sindrom parkinson, usia lanjut dengan Parkinson Like Symptomps,
wanita menyusui dan sesitif terhadap Haloperidol. 2,4,6,7,8
PIMOZIDE (Orap)
24
monoton (muka topeng), (7) karena kaku otot wajah, (8) bicara
pelo.2,5,9
25
ini adalah clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine,
ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik ziprasidone belum
tersedia di Indonesia.2,4
1. Mesokortikal Pathways
2. Mesolimbik Pathways
Jalur ini berasal dari batang otak dan berakhir pada area limbic.
Jalur dopamin mesolimbik terlibat dalam berbagai perilaku, seperti
sensasi menyenangkan, euphoria yang terjadi karena
penyalahgunaan zat, dan jika jalur ini hiperaktif dapat
menyebabkan delusi dan halusinasi. Jalur ini terlibat dalam
timbulnya gejala positif psikosis.
3. Tuberoinfundibular Pathways
26
4. Nigrostriatal Pathways
CLOZAPINE
27
mental yang lebih tinggi, yang berbeda dari dopamin neuron di daerah
nigrostriatal (darah gerak) dan tuberoinfundibular (daerah
neruendokrin). 4
28
Dosis pemakaian Clozapin dimulai pada hari pertama 1-2 kali
sehari dengan dosis 12,5 mg. Berikutnya ditingkatkan 25 – 50 mg /
hari sp 300 – 450 mg / hari dengan pemberian terbagi. Dosis maksimal
yang dapat diberikan adalah 600 mg / hari. Sedangkan bentuk sediaan
tablet yang ada di pasaran dosis 25 mg dan 100 mg.4,7
RISPERIDONE
29
skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia misalnya demensia
Alzheimer. 4
30
OLANZAPINE
31
mungkin timbul antara lain penigkatan berat badan, somnolen,
hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor α1, kejadian
EPS dan kejang rendah, insiden tardive dyskinesia rendah.4,7
QUETIAPINE
32
ZIPRASIDONE
APG II dengan struktur kimia yang baru, obai ini belum tersedia di
Indonesia. Ziprasidone merupakan antipsikotik dengan efek
antagonsis antara reseptor 5HT2A dan D2. Berinteraksi juga denga
reseptor 5HT2C, 5HT1D dan 5HT1A, afinitasnya pada reseptor ini sama
atau lebih besar dari afinitas pada reseptor D2. Afinitas sedang pada
reseptor histamin dan α1. Ziprasidone tidak bekerja pada muskarinik
(M1).4
Dosis intial yang aman diberikan tanpa dosis titrasi adalah sebesar
40 mg perhari. Pemberiannya akan semakin efektif bila bersamaan
dengan makanan. Dosis pemeliharaan berkisar antara 40-60 mg per
hari.4
33
somnolen (14%), peningkatan berat badan (10%), gangguan
pernafasan (8%), EPS (5%), dan bercak-bercak merah di kulit (4%).
Peningkatan berat badan sangat kecil atau dapat dikatan tidak ada,
karena bekerja sangat lemah pada reseptor AH1 walaupun bekerja juga
sebagai antagonis pada reseptor 5HT2c. Ziprasidone tidak
menyebabkan gangguan jantung.4
ARIPIPRAZOLE
34
Tabel 1. Efek Samping Antipsikosis.
PENGATURAN DOSIS
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari
efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga
tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien.
35
peredaran Sindrom Psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila
perlu dinaikkan “dosis optimal” dipertahankan sekitar 8-12
minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu “dosis
maintenance” dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi
“drug holiday” 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap
2-4 minggu) stop.
LAMA PEMBERIAN4,9,10
36
pemberian “anticholinergic agent” (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg
(im), tablet Trihexyphenidyl 3x 2 mg/h).
PENGGUNAAN PARENTERAL4,9,10
PERHATIAN KHUSUS
37
Dalam keadaan ini tidak diberikan Adrenaline oleh karena bersifat
“alfa dan beta adrenergic stimulator” sehingga efek beta-adrenergic
tetap ada dan dapat terjadi Shock.
38
Gambar 1. Algoritma Penggunaan Antipsikotik.
39
DAFTAR PUSTAKA
40
.
41
42
43