Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Zigokimosis
ini Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Dengan senang hati kami menerima kritik dan saran yang dapat di berikan kepada kami
supaya dapat berguna untuk memperbaiki setiap kesalahan dalam pembuatan laporan makalah
ini bila ada saran dapat di berikan dan di beritahu kami yang mana yang salah supaya dapat
diperbaiki dan dapat membuat dengan benar dan baik lagi kedepanya
Setiap perbuatan yang dilakukan pasti ada kesalah yang tidak dapat kita hindarkan dan kita
perbaiki lagi dengan ini mudah mudahan makalah ini dapat memberikan inspirasi kepada
pembaca bagai mana cara hidup sehat yang baik

1
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ..................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 2

BAB I .............................................................................................................................................. 3

1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................................. 3

1.2 RUMUSAN MASALAH ......................................................................................................... 4

1.3 TUJUAN ................................................................................................................................... 4

BAB II ............................................................................................................................................. 5

2.1 PENGERTIAN ZOGOMIKOSIS DAN SEJARAH NYA ....................................... 5

2.2 JAMUR PENGINFEKSI PADA KULIT ZIGOMIKOSIS ......................................... 7

2.3 JENIS – JENIS ZIGOMIKOSIS ............................................................................................ 8

2.4 PENGOBATAN ZIGOMIKOSIS ........................................................................................... 15

BAB III ............................................................................................................................................ 18

3.1 KESIMPULAN ......................................................................................................................... 18

3.2 SARAN ...................................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 19

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Zigomikosis merupakan infeksi jamur oportunis ketiga paling umum pada host yang
tertekan sistem kekebalannya, Istilah zigomikosis digunakan untuk sekelompok infeksi jamur
yang disebabkan oleh Zygomycetes yang ditemukan dalam tanah dan zat-zat yang meluruh.
Infeksi pada manusia paling banyak disebabkan oleh ordo Mucorales (mucormycosis) dan
mencakup genus Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella, dan Cunninghamella. Istilah
zigomikosis sekarang ini lebih dipilih ketimbang mukormikosis karena istilah ini cakupannya
lebih luas dan lebih relevan apabila organisme tidak dapat diidentifikasi secara pasti. Seperti
halnya aspergillosis, zigomikosis jarang pada individu yang tidak memiliki imunodefisiensi
atau kondisi-kondisi predisposisi. Pertahanan host biasanya mencegah pertumbuhan spora
selama inokulasi tidak terlalu besar, seperti pada luka trauma atau luka bedah. Kondisi-
kondisi kronis yang mengenai fungsi makrofage, seperti diabetes atau imunosupresi yang
ditimbulkan kortikosteroid, berujung pada ketidakmampuan untuk menghambat pertumbuhan
spora, dan pasien-pasien ini memiliki risiko infeksi yang meningkat. Faktor risiko tambahan
selain imunosupresi mencakup overload zat besi, luka bakar, penggunaan obat terlarang
lewat intravena, dan gizi tidak seimbang.
Infeksi utama bisa terjadi melalui penghirupan, melalui inokulasi langsung ke dalam kulit
yang rusak, atau melalui pencernaan. Pasien yang mengalami neutropenia berkepanjangan
paling sering menunjukkan penyakit paru dan diseminasi.
Zigomikosis merupakan penyakit langka yang disebabkan oleh jamur zygomicetes seperti
Rhizomucor, Absidia, dan Rhizopus. Cuninghamella bertholletiae dan Saksenaea vasiformis
merupakan penyebab yang kurang umum. Zygomycetes menyebabkan penyakit pada pasien
diabetes, neutropenia, atau gagal ginjal yang tidak ditangani dengan baik. Invasi langsung
oleh jamur melalui luka sobekan telah dilaporkan terjadi setelah trauma akibat bencana alam
(seperti selama terjadinya banjir lumpur atau tsunami). Jamur ini bisa memasuki daerah-
daerah luka bakar nekrotis atau melibatkan kulit wajah setelah infeksi invasif pada sinus
pra-asal. Infeksi-infeksi zygomycetes juga telah disebabkan oleh aposisi dekat dari kulit

3
yang memiliki material penutup terkontaminasi pada kasus R. rhizopodiformis atau dengan
depresor lidah dari kayu pada kasus R. microsporus. Jamur zygomycetes memiliki
kencederungan untuk menginvasi pembuluh darah, menyebabkan infarksi yang luas. Infeksi
bisa merespon terhadap amfoterisin intravena, dan laporan terbaru untuk formulasi
amfoterisin B yang terkait lipid.

1.2 Rumusan Masalah


1. Untuk mengetahui apa itu Zigomikosis?
2. Untuk mengetahui jenis – jenis Zigomikosis ?
3. Untuk mengetahui gejala klinis serta penyakit nya ?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui cara penanganan nya
2. Memahami pencegahan nya dan subtansinya

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Zigomikosis Dan Sejarahnya


Zigomikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh golongan filum zygomicota. Infeksi ini
sangat jarang pada manusia maupun hewan. Pada umumnya kasus zigomikosis pada
manusia dihubungkan dengan kondisi imunologisnya (asidosismetabolik, imunosupresi,
trauma). Pada hewan kondisi demikian kurang jelas, tetapi kurangnya nutrisi dan hewan
yang dengan populasi padat dapat menjadi predisposisi terinfeksi jamur tersebut. Istilah
zigomikosis lebih disukai dibandingkan dengan mukormikosis dan
fikomikosis. Istilah fikomikosis dulu di gunakan ketika zigomikosis, oomycetes, dan
chytrid digolongkan bersama-sama kedalam divisi tunggal. Taksonomi modern membuat
kelompok ini tidak beranggota (kosong) dan oleh sebab itu istilah fikomikosis tidak dipakai
lagi. Kelas zigomikosis terdiri atas dua ordo, yaitu mucorales dan entomophthorales.
Mucorales biasanya menyerang orang yang immunocompromised dan entomophthorales
menyerang orang imunokompeten. Beberapa penulis lebih rnenyukai penggunaan istilah
mukormikosis dan entomoftoromikosis, karena istilah tersebut telah digunakan secara luas
dan masih tetap digunakan sebagai judul dalam indeks di National Library of Medicine di
Amerika Serikat.

Sejarah
Laporan tentang infeksi zigomycetes telah ada sejak lebih dari 150 tahun yang lalu,
namun banyak kasus yang tidak didukung dengan pemeriksaan mikologik. Tahun 1855,
dilaporkan oleh Kurchenmeinster adanya jamur mirip mucor pada kanker paru, berupa
sporangia dan hifa tidak bersekat. Padat ahun 1876, Fubringer melaporkan dua kasus
mukormikosis pulmoner, dengan ditemukannya infark hemoragik pada paru disertai hifa dan
beberapa sporangia. Fubringer menduga jamur.
tersebut termasuk Mucor mucedo, tetapi masih meragukan kemungkinan M. circinelloides.
Lindt kemudian mengindentifikasi jamur tersebut sebagai Absidia corimbifera (Mucor
corimbifera) pada tahun 1885. Paltauf pertama kali melaporkan tentang mukormikosis
generalisata yang didukung oleh adanya filamen jamur pada berbagai organ. Walaupun tidak

5
dilakukan kultur jamur, tetapi Paltauf meyakini jamur penyebab adalah Mucor corimbifera.
Beberapa tahun kemudian dilaporkan pula kasus-kasus infeksi zigomikosis. Pada tahun
1943, Gregory dkk, melaporkan tiga kasus zigomikosis jenis rinoserebral dan melaporkan
gejala, riwayat penyakit, dan perkembangan penyakit dengan sangat akurat, sehingga
menjadi acuan bagi peneliti lainnya. Setelah tulisan tersebut, hampir 400 kasus dilaporkan.
Sejak tahun 1960, karena semakin banyak populasi dengan imunitas yang terganggu, maka
semakin sering pula ditemui kasus zigomikosis. Saat ini zigomikosis merupakan infeksi
oportunistik keempat tersering pada pasien immunocompromised, setelah kandidiasis,
aspergilosis dan kriptokokosis, sebagai infeksi oportunistik. Lie Kiam Joe dkk, pada tahun
1956,melaporkan tiga kasus pertama zigomikosis subkutan pada anak di Indonesia. Laporan
lainnya dari Asia Afrika dan Amerika Selatan juga menggambarkan anak-anak dan dewasa
muda yang pada umumnya sehat, terinfeksi jamur genera Enthomopthorales. Infeksi ini
lebih sering terjadi di daerah tropis dan subtropis dibandingkan dengan daerah lainnya.
Zigomikosis Subkutis Penyakit ini pertama kali dikenal di Indonesia oleh Lie Kian Joe pada
tahun 1955 sebagai fikomikosis subkutis yang disebabkan oleh Basidiobolus ranarum.
Diagnosis spesies jamur kemudian diperiksa kembali dan ditentukan sebagai
B.meristosporus atau B.haptospolus.

Etilogi
Zigomikosis biasanya disebabkan oleh jamur ordo Mucorales,
misalnya :
Rhizomucor pussilus, Absidia corimbifEra, Cokeromyees recurvatus, Mucor circinelloides,
Mortierella wolfii, Cuninghamella bertholletiae, SaksanaeA sp., dan Apophysomyces
elegans. Jamur-jamur tersebut sering menginfeksi pasien immunocompromised, sedangkan
ordo Entomophthorales misalnya Basidiobolus ranarum, Basidiobolus meristoporus,
Canidiobolus coronatus, Canidiobolus incongruus,lebih sering menginfeksi pasien
imunokompeten. Pernah dilaporkan infeksi Entomohpthoralespada pasien
immunocompromise, dengan invasi vaskuler dan trombosis seperti infeksi oleh Mucorales.
Demikian pula infeksi Mucorales dapat Terjadi pada pasien imunokompeten, Rhizous
arrhizus Sinonimnya adalah R. Oryzae, terdapat 60% dari kasus penyakit manusia dan ±90%
dari penyakit rhinocerebral.

6
menyimpulkan bahwa moriblogi, efek temperatur, dan lain-lain terlalu bervariasi untuk
memisah-misahkan spesies. Ellis menemukan 95% hubungan dengan hibridisasi DNA
antara strain. Roryzae dan R. arrhizus var arrhizus. Di Inggris, dua pasien yang menerima
kartikosteroid (karena nefitis) dari dokter yang sama, keduanya kemudian menderita
zigomikosis rhinoserebral. Dengan analisis epidemiologi, organisme itu ditemukan dalam
AC (Air Conditioner) di kantor dokter itu.( Clinics in Dermatology (2012))

Epidemiologi
Jamur ini mempunyai distribusi yang luas di seluruh dunia dan merupakan penyebab
infeksi oportunistik yang dapat memberi gambaran klinis bermacam- macam bergantung
pada faktor predisposisinya. Juga tidak dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, ras dan
geografis. Pada umumnya jamur ini tumbuh pada bahan yang mengandung karbohidrat.
Jamur ordo Mucorales dapat ditemukan dalam jumlah besar pada sayuran yang membusuk,
dan timbunan kompos. Jamur ini tumbuh cepat, kemudian membentuk spora yang menyebar
melalui udara dan dapat menjadi jamur kontaminan di laboratorium atau infeksi nosokomial
pada perban dan plester di rumah sakit. Juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui
alat suntik yang terkontaminasi, kateter, jarum infus intravena, dan luka operasi. Bila
manusia mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi spora jamur, dapat terjadi
zigomikosis primer pada saluran cerna. Jamur ordo Entomophthorales juga dapat ditemukan
pada sayuran dan buah-buahan yang membusuk, tanah dan dalam saluran cerna hewan
reptil, ikan, binatang amfibi, dan kelewar. Diduga trauma kecil dan, sengatan serangga dapat
menjadi tempat masuknya jamur ini ke dalam tubuh manusia. Pada umumnya infeksi lebih
banyak terjadi pada pria muda. Di Uganda dilaporkan perbandingan pria dan wanita adalah 3
: 2 dan di Negeria 3 : 1, sedangkan Clark dan Martinson yang meneliti secara retrospektif
kasus- kasus konidiobolomikosis di Afrika dan Amerika Selatan, melaporkan rasio pria :
wanita sebesar 10 : 1. Di Indonesia infeksi zigomikosis subkutan pernah dilaporkan di
Semarang, Jakarta dan Surabaya. Kasus yang ditemui hanya sedikit mungkin karena lesi
kecil dapat diobati dengan eksisi dan banyak kasus yang tidak terdiagnosis dengan cepat.

7
2.2 Jamur Penginfeksi Pada Kulit Zigomikosis
Rhizopus rhizopodoformis Ditemukan dari infeksi kulit pada pasien DM yang mendapat
transplantasi ginjal dan dari penyakit rhinocerebral pasien DM. Jumlahnya ± 10 – 15%.
Termasuk etiologi yang paling sering dari infeksi kulit dan GIT. Dapat juga diperoleh dari
pakaian bedah yang terkontaminasi. Namun, hanya sedikit infeksi organ ini yang serius.
Absidia corimbifbra Mungkin merupakan etiologi pada kasus zigomikosis pertama yang
dilaporkan Fubinger dan Paltauf. Urutan kedua setelah R. arrhizus pada penyakit manusia,
dan merupakan yang tersering pada mamalia dan burung.
Rhizomucor pusillus Jarang dilaporkan sebagai patogen manusia. Penyakit rhinoserebral
terjadi pada 3 pasien leukemia, dilaporkan Palacio-Hernanzdkk. Ditemukan di udara dan
dari permukaan alat-alat ruangan RS. Sering menjadi penyebab infeksi kutan dan telah
timbul dari endokarditis.

2.3 Jenis – jenis Zigomikosis


A. Zigomikosis Kutis
Zygomikosis kutis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh zygomycetes yang
menyerang kulit. Kondisi ini terjadi pada pasien diabetik yang tidak terkontrol dan individu
dengan daya tahan tubuh yang tidak berfungsi baik. Penyakit ini memiliki dua bentuk klinis
yaitu: zygomikosis kutis primer dan zygomikosis kutis sekunder. Jenis yang pertama
ditandai dengan lesi nekrosis dan jamur umumnya berinokulasi melalui luka. Jika
didiagnosis awal, umumnya penyakit ini memiliki prognosis yang baik. Zygomikosis
sekunder biasanya merupakan komplikasi dan perluasan dari bentuk rhinoserebral yang
bermula sebagai fistel palpebra dan berkembang menjadi lesi nekrosis dengan prognosis
yang jelek. Diagnosis ditegakkan dengan identifikasi jamur langsung melalui pemeriksaan
KOH, kultur, dan biopsi. Terapi untuk penyakit primer adalah pembedahan debridemen plus
amphotericin B. Bentuk sekunder diterapi dengan amphotericin B atau posaconazole.

B. Zigomikosis Kutis Primer


Zigomikosis kutis primer secara relatif adalah penyakit kutis dan subkutis yang jarang,
terhitung 7% hingga 15% dari seluruh kasus zygomikosis yang dilaporkan. Penyakit ini

8
bermula setelah inokulasi jamur yang disebabkan oleh plester adhesif atau elastis yang
terkontaminasi pada tempat kateter atau punksi vena pada pasien imunosupresi berat.
Sebagian besar kasus adalah pasien leukemia akut dan kronik, dengan leukemia limpoblastik
akut adalah yang tersering. Tidak ada lokasi yang spesifik, tetapi telah didapati pada lengan,
tungkai, badan, dan wajah. Morfologinya bermacam-macam. Lesi umumnya terbatas,
indurasi (keras), dan awalnya berwarna ungu kemerahan. Mereka kemudian menjadi
nekrosis dengan sebuah halo eritema. Jamur memproduksi infarksi sistem vaskular kutis
yang menyebabkan perubahan warna menjadi cokelat atau hitam dengan lesi yang
cenderung menjadi ulkus dan mengeluarkan cairan eksudat kehitaman yang busuk. Jika
penyakit terus berkembang, ini dapat menyerang fasia (fasiitis nekrotik), otot, tendon, dan
tulang. Pada organ terakhir tersebut, penyakit ini dapat membentuk sinus yang menandakan
proses osteolitik. Kebanyakan kasus mencakup lesi nekrosis yang cepat berkembang dan
menghasilkan infeksi yang tersebar melalui darah yang mengakibatkan zygomikosis
menyeluruh. Kasus yang menginfeksi struktur dalam dapat terjadi setelah kecelakaan motor;
ekskoriasi dengan tanah yang mengandung jamur; luka bakar yang dalam dan luas dengan
evolusi subakut (7 hingga 25 hari). Kasus tersebut awalnya terjadi dengan edema lalu
berkembang menjadi selulitis yang bermakna dan nekrosis dengan melibatkan fasia dan otot.
Mereka secara klinis tidak dapat dibedakan dari kasus aspergillosis kutis. Diagnosis banding
yang lain termasuk penyakit autoimun multipel, reaksi obat, penyakit infiltratif, pyoderma
gangrenosum, dan infeksi bakteri lainnya, seperti gangren (Gambar 1 dan 2).

Gambar 1. Zigomikosis kutis primer, ulkus Gambar 2. Zigomikosis kutis primer, ulkus
nekrosis pada pasien imunosupresi (leukopenia nekrosis pada ala nasi (disebabkan oleh plester
dan thrombocytopenia). Lesi pada tempat adhesif dari selang nasogastrik) pada pasien
punksi vena (venipuncture). dengan leukemia akut.

9
Seperti pada infeksi dengan Aspergillus spp, zygomycetes dapat menyerang lesi pada
pasien luka bakar secara luas. Bentuk klinis lain dari zygomikosis kutis primer dapat berupa
lesi papular, vesikular, dan menyerupai penyakit eritema nodosum. Terdapat sebuah laporan
mycetoma yang disebabkan oleh Rhizopus sp (Gambar 3).

Gambar 3. Zigomikosis kutis primer dalam setelah kecelakaan motor (pasien imunokompeten).

C. Zigomikosis Kutis Sekunder


Bentuk klinis dari zygomikosis kutis sekunder lebih sering terjadi daripada infeksi
primer. Hal ini biasanya merupakan akibat dari zygomikosis rinoserebral dan menyeluruh.
Zygomikosis rinoserebral terjadi utamanya pada pasien diabetik dengan ketoasidosis yang
tidak terkompensasi (85%) dan lebih sedikit terjadi pada pasien dengan neutropenia, pasca
transplantasi, dan pada pasien yang sedang menjalani terapi steroid. Penyakit ini memiliki
perlangsungan yang akut (2 sampai 15 hari) dan angka mortalitas sebesar 85% hingga 90%.
Sporangiospora memasuki mukosa nasal dan sinus paranasal dan menyerang arteri
karotis dan oftalmika. Mereka juga dapat masuk melalui palatum atau faring, memasuki
arteri palatina dan sphenopalatina.
Gambaran awalnya berupa sinusitis dorman (lamban). Pasien awalnya datang dengan
edema periorbital unilateral. Pada eksplorasi septum nasi, didapati mukosa eritem, awalnya
disertai area nekrosis yang khas dan eksudat berdarah. Sekitar 20% kasus melibatkan
palatum. Pada kondisi tersebut, pasien mengeluhkan sakit kepala berat dan visus terganggu.
Sebagaimana gejala berkembang, edema unilateral menjadi lebih berat. Hal ini jarang
bilateral. Manifestasi kutis lain yang terjadi berupa terbentuknya fistula tunggal pada
kelopak mata, yang mengalirkan cairan seropurulent yang berbau busuk. Seiring dengan

10
berkembangnya penyakit (8 hingga 15 hari), edema menetap dan fistula menjadi area
nekrosis, biasanya sangat luas, keduanya terletak pada septum nasi dan kulit sekitar. Pada
kasus yang mana palatum terlibat, penyakit ini meluas dan membentuk ulkus yang besar;
jamur melakukan aktifitas osteolitik yang sangat besar dan hampir seluruh tulang wajah
mengalami lisis (etmoid, spenoid, dan seterusnya). Perkembangan jamur terjadi dengan
trombosis dan infarksi, yang berakibat terganggunya fungsi nervus kranial (II, III, IV, VI)
yang menyebabkan proptosis, midriasis, dan penurunan ketajaman penglihatan yang dapat
berujung pada kebutaan. Pasien mengeluhkan nyeri hebat, kehilangan kesadaran,dan bahkan
kejang. Pada stadium ini, infeksi menjadi hampir mematikan. Dari fokus rinoserebral,
penyakit dapat menyebar ke paru-paru, usus, jantung, atau kulit. Hal ini bergantung pada
kontrol diabetes dan status imunosupresi (Gambar 4 dan 5).

Gambar 4. Zigomikosis kutis sekunder, lesi Gambar 5. Zigomikosis kutis sekunder, lesi
palpebra berasal dari bentuk zygomikosis palatum dari bentuk rhinoserebral
rinoserebral.

Kasus zigomikosis kutis sekunder harus dibedakan dari limpoma centrofacial, sinusitis
rinoskleroma, infeksi anaerob, ulkus nekrosis yang disebabkan oleh Aspergillus. Tabel 1
menunjukkan perbedaan antara zygomikosis kutis primer dan sekunder.
Tabel 1. Perbedaan antara zygomikosis kutis primer dan kutis sekunder
Variabel Kutis Primer Kutis Sekunder
Jalan masuk Trauma, injeksi, kateter, luka Respirasi: melalui nasal dan
bakar, kulit yang rapuh mukosa palatum
Faktor predisposisi utama Keganasan hematologi Diabetes yang tidak terkontrol
(leukemia) Asidosis metabolik
Transplantasi organ solid Keganasan hematologi
Diabetes yang tidak terkontrol (leukemia)
Transplantasi organ solid
Terapi deferoxamine

11
Agen etiologis utama Rhizopus oryzae R oryzae
Apophysomyces elegans Mucor circinelloides
Lichtheimia corymbifera Mucor spp
Saksenaea vasiformis L corymbifera
Lokasi Ekstremitas atas dan bawah Wajah, kelopak mata, palatum
Morfologi Lesi nekrotik, terbatas dan Awalnya berupa fistula pada
indurasi; terkecuali fasiitis palpebra yang khas; kemudian
nekrotik nekrosis dan menyerang
kelopak mata dan area sekitar
Terapi Bedah debridemen + Amphotericin B
amphotericin B dan/atau (+posaconazole); bedah
posaconazole debridemen jaringan nekrosis

Diagnosis Laboratorium
Satu dari beberapa pemeriksaan pertama yang dilakukan adalah pemeriksaan kalium
hidroksida (KOH) eksudat, pengeluaran/pus nasal, dan biopsi jaringan luka. Spesimen harus
dibersihkan dengan KOH 10%-20%. Di bawah mikroskop, pemeriksa dapat melihat
sejumlah coenocytic (non septum), hialin, hifa yang bercabang dua, lebar: 5 µm dan
panjang: 20 hingga 50 µm. Agen etiologi dikonfirmasi oleh kultur (berulang) dengan agar
Saboraud dekstrosa dan agar kentang dekstrosa. Sampel seharusnya ditanam pada media
Saboraud dengan antibiotik yang menghambat pertumbuhan jamur. Periode inkubasi kultur
yaitu 3 sampai 5 hari pada temperatur 25o sampai 28oC. Menurut pengalaman kami, sekitar
90% kultur adalah positif. Jamur zygomycete memproduksi koloni-koloni yang mirip satu
sama lain: villa, koloni yang menyerupai kapas putih hingga keabu-abuan yang memenuhi
cawan Petri. Identifikasinya berdasarkan pada mikro morfologi dan kriteria biokimia.
Dengan teknik PCR langsung, hal ini memungkinkan identifikasi zygomycetes dengan
sensitivitas dan spesifitas 100% secara virtual baik dari kultur yang diisolasi maupun biopsi
parafin (Gambar 6 dan 7).

12
Gambar 6. Pemeriksaan langsung Gambar 7. Rhizopus oryzae. Kiri: kultur pada
menunjukkan hifa coenocytic tebal non septum media agar Saboraud. Kanan: sporangia
dengan sudut yang besar dan bercabang dua multipel yang berasal dari rhizoid (Cotton blue,
(KOH 10%, x 40). x 10).

Biopsi merupakan hal yang penting, terlebih pada kasus zygomikosis kutis primer
dibandingkan pada kasus sekunder. Histopatologi menunjukkan reaksi peradangan dengan
hifa yang tebal, hialin, non septum, dan bercabang dua, yang mana terlihat lebih baik dengan
pewarnaan asam periodik Grocott dan Schiff. Secara histopatologi, terdapat edema dan
nekrosis, dengan sekelompok polimorfonuklear, sel plasma, dan sedikit eosinofil. Fenomena
seperti trombosis dan infarksi juga terlihat. Hifa cenderung menginvasi pembuluh darah
hingga ke dindingnya (vena dan arteri), disebabkan oleh sifat angiotrophic mereka, yang
menjelaskan mengapa penyakit ini memiliki kecenderungan untuk menyebar (Gambar 8 dan
9).

Gambar 8. Biopsi. Hifa tebal non septum Gambar 9. Biopsi. Non septum dan hifa tebal
(hematoxylin dan eosin, x 40). (Koleksi Dr. (Grocott, x 40).
Liliana Salgado).
(Clinics in Dermatology (2012))

13
D.Zigomikosis Subkutis
Zigomikosis (zygomicosis) ialah mikosis yang disebabkan oelh jamur kelas Zygomycetes
yang dahulu disebut Phycomycetes. Terdapat tiga bentuk zigomikosis, yaitu zigomikosis
subkutis (fikomikosis subkutis), rinozigomikosis entomoftora (entomoftoromykosis) dan
zigomikosisviseralis.
Pada zigomikosis subkutis dan rinozigomikosis entomoftora, jamur penyebabnya hanya
menimbulkan kelainan pada kulit, selaput kulit dan jaringan di bawah kulit; penyebaran ke
alat dalam sangat jarang terjadi. Sedangkangkan pada zigomikosis viseralis dapat terjadi
kelainan pada alat dalam karena jamur penyebabnya mudah menyebar secara hematogen.
Jamur tergolong kelas Zygomycetes, hifanya berbentuk (4-30 mikron) dan sekatnya sangat
jarang; hifa yang demikian ini disebut hifa senositik. Dalam biakan, jamur ini membentuk
spora seksual, yang disebut zigospora, dibentuk oleh dua sel yang sejenis. Zigospora ini
mempunyai bentuk yang khas, besarnya antara 50-100 mikron, dindingnya tebal dan
permukaannya tampak rata. Pada dinding tampak tonjolan berbentuk seperti “rapuh”. Dua
ordo yang penting dalam kelas Zygomycetes ialah ordo Entomophora, menyebabkan
zigomikosis subkutis dan rinozigomikosis entomoftora dan ordo Mucorales, menyebabkan
zigomikosi Vrelis Zigomikosis Subkutis Penyakitnya ialah Basidiobolus meristosporus atau
B.haptospolus,jamur yang termasuk Entomophora.

Distribusi Geografik
Penyakit ini ditemukan di daerah tropis, termasuk di Indonesia.

Morfologi
Pada biakan, B.meristosporus membentuk koloni filamen yang terdiri dari hifa lebar
senositik dengan berbagai stadium zigospora. Zigospora yang khas mempunyai bentuk
tonjolan menyerupai paruh burung pada permukaan dindingnya. Patologi dan Gejala Klinis
Infeksi jamur ini terjadi secara eksogen dan diduga melalui trauma di kulit. Gambaran klinis
berupa tumor yang makin lama makin besar. Tumor ini kenyal, berbatas jelas, tidak nyeri
dan biasanya tanpa tanda-tanda radang. Pada perabaan, tumor ini dapat digerakan bebas dari
dasarnya. Kulit diatasnya menjadi tegang dan antrofis, pucat dan kehitam-jitaman karena
hiperpigmentasi, tetapi tidak membentuk ulkus. Tidak menjalar ke kelenjar limfe regional

14
atau pembuluh darah. Tumor tersebut dapat meluas ke satu arah atau beberapa arah arah dan
dapat mengenai daerah yang luas seperti seluruh punggung. Penyakit ni sering ditemukan
pada anak dengan keadaan umum baik dan dapat mengenai orang dewasa.
Pada zigomikosis subkutis tidak didapatkan adanya faktor predisposisi atau kelainan lain.
Penyakit ini bersifat menahun, tidak fatal, bahkan kadang-kadang bias sembuh sendiri.

Diagnosis
Diagnosis zigomikosis subkutis dibuat dengan pemeriksaan bahan biopsy dari bagian tepi
tumor, yaitu dengan pemeriksaan histopatologik dan biakan. Pemeriksaan histopatologik
menunjukan jaringan granulasi bersebukan sel eosinophil dan histiosit. Tampak jamur di
jaringan sebagai hifa lebar senositik, berdinding tipis, dikelilingi oleh zone merah yang
disebut eosinophilic granular necrosis, ialah endapan reaksi imunologik yang sesuai dengan
fenomena Splendore-Heoppli yang ditemukan dalam hati pada skistosomiasis. Di dapatkan
palisade sel histiosit yang mengelilingi hifa dengan eosinophilic granular necrosis. Bila
bahan biopsy ditanam pada medium agar Sabouraud, tumbuh koloni filament dengan
zigospora yang khas.

2.4 Pengobatan Zigomikosis


Terapi
Secara umum, keberhasilan terapi bergantung pada diagnosis yang cepat, pemulihan
faktor yang terkait, kondisi pasien, dan kecepatan dimulainya terapi.

Terapi Zigomikosis kutis primer


Strategi penatalaksanaan terbaik adalah pembedahan debridemen yang luas atau
pembersihan, menghilangkan seluruh jaringan nekrosis. Hal tersebut harusnya dikombinasi
dengan terapi sistemik, khususnya amphotericin B (suspensi deoxycholate atau kompleks
lipid) pada dosis yang umum. Posaconazole juga efektif dengan dosis 800 mg per hari
diberikan dua kali sehari. Hasil yang baik telah dilaporkan dengan pembedahan Mohs.
Oksigen hiperbarik dapat digunakan sebagai terapi adjuvan karena ini bersifat sangat toksin
terhadap Mucorales.

15
Angka mortalitas pada bentuk kutis primer bergantung pada pembatasan proses infeksi
dan intervensi yang cepat. Menurut kepustakaan, angka mortalitas pada kasus infeksi lokal
sebesar 4% hingga 10%, pada lesi yang dalam, angkanya sebesar 26% hingga 29%, dan
pada populasi dengan infeksi yang menyebar dari fokus di kulit, angkanya dapat menjadi
sebesar 83% hingga 94%.

Terapi Zigomikosis Kutis Sekunder


Pilihan terapi terdiri dari amphotericin B tradisional atau lipid, dengan mengamati
seluruh kontrol yang melekat pada pemberian obat tersebut. Amphotericin B deoxycholate
harus diberikan dengan dosis standar yakni 0.25 hingga 0.75 mg/kg per hari; pada kasus
yang berat diberikan 1.0 hingga 1.5 mg/kg per hari. Hasil yang lebih baik dan efek samping
yang lebih sedikit dilaporkan pada pemberian AB kompleks lipid. Dosis yang dianjurkan
adalah 5 mg/kg per hari dengan rentang 3 hingga 6 mg/kg BB per hari. Dosis standar
ampothericin B liposomal adalah 3 mg/kg per hari, dengan kisaran 3 hingga 5 mg/kg per
hari; sedangkan untuk amphotericin B dispersi koloid (kompleks cholesteryl-sulfat),
dosisnya 3 hingga 4 mg/kgper hari.
Mengenai turunan azole, berbagai hasil telah didapatkan dengan pemberian fluconazol
dan itraconazol; voriconazole tidak dianjurkan karena zygomycetes tidak menunjukkan
respon in vitro yang baik. Beberapa penulis berpendapat bahwa ini adalah sebuah faktor
predisposisi, khususnya ketika digunakan sebagai profilaksis pada kasus imunosupresi
(pasien yang telah ditransplantasi). Terdapat laporan mengenai efektifitas posaconazole.
Karena perkembangan infeksi yang cepat, dianjurkan untuk diberikan secara bersamaan
dengan amphotericin B atau obat untuk mempertahankan hidup.
Bedah debridemen atau pembersihan lesi sangat membantu karena hal ini menghilangkan
semua jaringan nekrosis yang mengandung sejumlah besar materi jamur. Oksigen hiperbarik
juga telah dilaporkan berguna untuk terapi.
Seri terbaru melaporkan angka keberhasilan terapi rata-rata 50% bergantung pada
diagnosis dini dan status pasien. Pengalaman kami pada pasien dengan lesi palpebra yang
luas, serta GCS kurang dari 6, angka mortalitasnya sekitar 85%. (Clinics in Dermatology
(2012))

16
Terapi Zigomikutis Subkutis
Pengobatan zigomikosis dilakukan dengan minum larutan KJ jenuh seperti sporotrikosis.
Pengobatan diberikan hingga satu bulan setelah gejala klinis hilang. Prognosis zigomikosis
subkutis biasanya baik, bahakan dapat sembuh spontan tanpa diberi obat.

Profilaksis
Aspek yang terpenting dalam terapi adalah pengontrolan komorbiditas, seperti stabilisasi
dan kontrol diabetes, pengembalian ke status imun yang normal, serta pengontrolan terapi
imunosupresi (imunosupresor, steroid, deferoxamine).
Profilaksis yang dianjurkan sesuai untuk pasien diabetes terkontrol dan yang tidak
terkontrol atau mereka dengan kondisi hematologis, seperti leukemia dan limfoma, adalah
sama dengan yang diperuntukkan pada pasien imunokompromi, yakni: isolasi di area yang
steril, manajemen klinis yang diawasi ketat, dan peningkatan standar kebersihan. Anti jamur
dosis rendah dengan efek samping yang minimal, seperti posaconazole, fluconazole, dan
itraconazole dapat digunakan.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Istilah zygomikosis dapat digunakan pada dua kondisi: satu disebabkan oleh jamur
oportunistik yang termasuk dalam ordo Mucorales dan yang lainnya disebabkan oleh jamur
patogenik yang termasuk dalam ordo Entomophtorales. Kontribusi ini hanya membicarakan
tentang kondisi yang pertama.
Zygomikosis diketahui juga sebagai mucormikosis (karena taxonominya) disebabkan
oleh sekelompok jamur oportunistik dari kelas Zygomycetes, yang ditandai dengan episode
rhinoserebral akut dan pulmoner dengan keterlibatan vaskular, trombosis, dan infarksi.
Kondisi ini terjadi umumnya pada pasien diabetik yang tidak terkontrol dan individu dengan
imunosupresi. Berbagai bentuk klinisnya adalah rhinoserebral (yang paling sering),
pulmoner, kutis, gastrointestinal, diseminasi (menyeluruh/tersebar), dan lain-lain

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah perlakuan pencegahan yang dapat kita lakukan adalah
dengan cara pengantisispasian dengan benar dan pengetahuan terhadap bakteri dan jamur
hidup dengan pola yang sehat dapat memperbaiki taraf hidup kita yang akan menjadi lebih
baik lagi. Penelitian perlu lebih mendalam lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

ari, w. (2019, januari 29). zigokimosis. Retrieved maret 28, 2019, from
https://www.scribd.com/presentation/398275905/PPT-ZIGOMIKOSIS.
Darwis, A. (2012). Zygomikosis Kutis (terjemahan bahasa Indonesia dari "Cutaneous Zygomycosis.
Retrieved maret 27, 2019, from
Rokrasyah, R. (2017, juni 11). misokis Puronoid . Retrieved maret 26, 2019, from
http://rafaliorockansyah.blogspot.com/2017/06/bab-i-pendahuluan-latar-belakang.html.
Clinics in Dermatology (2012) 30, 413 419,Alexandro Bonifac, MSc, Denisse Vazquez-Gonzales, MD,
Andres Tirando – Sancez, MD,MSc, Rosa Maria Ponce – Olievera,MD Department of Mycology, General
Hospital Of Mexico, DO, Dr.Balmis 148, Colonia Doctores, Mexico City Jurnal Internasional
https://www.academia.edu/15783270/Zygomikosis_Kutis_terjemahan_bahasa_Indonesia_dari_Cutane
ous_Zygomycosis_Clinics_in_Dermatology_2012_30_413_419_.

19

Anda mungkin juga menyukai