Anda di halaman 1dari 13

Penatalaksanaan Medisinalis Terkini Fibroid Uteri

Geum Seon Sohn1,2, SiHyun Cho1,2, Yong Man Kim3, Chi-Heum Cho4, Mee-Ran Kim5, Sa Ra
Lee6, untuk Kelompok Masyarakat dengan Leiomioma Uteri

Fibroid uteri (leiomioma atau mioma), tumor monoklonal jinak, merupakan tumor
jinak tersering yang ditemukan pada wanita. Perdarahan menstruasi yang
berlebihan atau memanjang, perdarahan uterus abnormal, anemia, nyeri pelvik,
infertilitas, dan/atau abortus rekuren merupakan gejala umum yang terkait dengan
fibroid uteri. Walaupun tatalaksana kuratif tumor ini melalui prosedur operatif,
tatalaksana medisinalis dipertimbangkan sebagai lini pertama penatalaksanaan
untuk mempertahankan fertilitas dan menghindari atau menunda operasi. Tujuan
tinjauan ini yaitu untuk menyediakan pilihan tatalaksana medisinalis untuk fibroid
uteri simtomatik yang tersedia dan aplikatif. Tinjauan literatur dan konsensus ahli.
Beberapa fibroid uteri bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan intervensi,
walaupun telah disarankan untuk melakukan pemantauan stabilitas pertumbuhan
dan ukuran tumor pada pasien. Gejala terkait fibroid meliputi perdarahan
menstruasi yang berlebihan dan nyeri atau rasa tidak nyaman pada pelvik.
Hubungan antara infertilitas dan fibroid cenderung meningkat seiring usia. Pilihan
terapi untuk fibroid uteri simtomatik – mencakup intervensi medisinalis,
pembedahan, dan radiologis. Berbagai terapi medisinalis telah tersedia untuk
wanita dengan fibroid uteri, walaupun setiap terapi mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Saat ini, gonadotrophin-releasing hormone (GnRH)
agonis dan selective progesterone receptor modulators (SPRM) merupakan terapi
medisinalis yang paling efektif, dengan bukti yang menunjukkan efek reduksi
terhadap volume fibroid dan perbaikan gejala terkait perdarahan menstruasi.
Pilihan terapi bergantung pada tujuan terapi, efektifitas, dan kebutuhan intervensi
berulang pada masing-masing pasien.
Kata kunci: Fibroid uteri; reseptor GnRH

1
Pendahuluan
Fibroid uteri (leiomioma atau mioma) merupakan tumor pelvik jinak tersering
yang ditemukan pada wanita. Fibroid uteri terjadi pada 60% wanita pada usia
reproduktif, dengan 80% diantaranya mengembangkan penyakit selama hidupnya.
Fibroid uteri merupakan tumor monokonal yang berasal dari jaringan otot-
polos uteri. Etiologi pertumbuhan dan perkembangan fibroid masih belum
dipahami, namun berbagai faktor diketahui sebagai pemicu pertumbuhan, dengan
hormon steroid, estrogen dan progesteron, menjadi subjek terbanyak yang diteliti.
Insiden meningkat seiring usia hingga masa menopause, dengan insiden puncak
pada dekade keempat, dan faktor risiko fibroid seperti etnis kulit hitam, dan
obesitas. Faktor reproduktif dan lingkungan telah dijelaskan, Beberapa faktor
reproduktif yang mempengaruhi insiden fibroid yaitu nuliparitas, menstruasi
terlalu dini, dan penggunaan kontrasepsi oral sebelum usia 16 tahun. Faktor
lingkungan lainnya, seperti diet, khususnya defisiensi vitamin D, dan toksin
lingkungan, merupakan subjek penelitian yang sedang dipelajari. Beberapa faktor
diet, termasuk peningkatan konsumsi buah-buahan, sayur-mayur, dan produk susu
rendah-lemak, berhubungan dengan penurunan risiko fibroid.
Mayoritas wanita dengan fibroid uteri seringkali asimtomatik atau
mengembangkan gejala bertahap selama hidup. Jika pasien simtomatik, jumlah,
ukuran, dan/atau lokasi fibroid merupakan faktor penentu manifestasi klinis.
Gejala umum mencakup perdarahan menstruasi berlebihan, dismenore, nyeri
nonsiklik, gejala saluran kemih, kelelahan, dan konstipasi. Hubungan antara
infertilitas dan fibroid masih terbatas. Studi meta-analisis terbaru menyebutkan
bahwa fibroid submukosa, intramural, dan subserosa menyebabkan efek berbeda
pada fertilitas, dan lesi submukoa seringkali menyebabkan defek pada implantasi.
Histerektomi dipertimbangkan sebagai satu-satunya solusi kuratif untuk
penatalaksanaan fibroid; walaupun, terapi medisinalis alternatif yang bertujuan
mempertahankan fertilitas dan menghindari tindakan operatif, dengan efektivitas
tinggi, dan profil efek samping yang diinginkan telah tersedia. Kami meninjau
penggunaan terapi medisinalis yang telah diketahui, baik sebagai terapi utama
maupun ajuvan. Diskusi fokus pada gonadotrophin-releasing hormone (GnRH)

2
analog, levonogestrel-releasing intrauterine system (LNG-IUS), selective
progesterone receptor modulators (SPRM), dan aromatase inhibitors (AI).
Masing-masing terapi mempunyai profil keamanan dan efektivitas tersendiri, dan
terapi fibroid yang diberikan bersifat individual tergantung pada faktor seperti
usia, gejala dan tanda, reduksi kontinyu ukuran fibroid, dan pemeliharaan serta
peningkatan fertilitas, sambil meminimalisir efek samping.

Kontrasepsi oral kombinasi


Data observasional mendukung penggunaan kontrasepsi oral untuk mengurangi
perdarahan menstruasi pada wanita dengan fibroid. Karena pertumbuhan fibroid
uteri distimulasi oleh estrogen dan progestin, dahulu kontrasepsi oral kombinasi
dipertimbangkan sebagai faktor risiko perkembangan fibroid. Namun, studi meta-
analisis terkini menyatakan bahwa fibroid uteri bukan merupakan kontraindikasi
penggunaan kontrasepsi oral kombinasi. dalam jangka pendek, kontrasepsi oral
kombinasi dapat digunakan untuk memperbaiki gejala perdarahan menstruasi
berlebihan terkait dengan fibroid, terutama melalui efek supresif pada proliferasi
endometrium, namun secara keseluruhan tidak berefek pada penurunan volume
fibroid maupun ukuran uterus. Beberapa studi menyebutkan bahwa kontrasepsi
oral kombinasi tidak direkomendasikan untuk gejala terkait mioma, namun
beberapa pasien tetap menggunakan kontrasepsi oral kombinasi, dengan
pemantauan ketat terhadap mioma uteri dan ukuran uterus. studi uji klinis
terkontrol acak yang membandingkan terapi kontrasepsi oral kombinasi dengan
LNG-IUS pada fibroid menunjukkan bahwa LNG-IUS ternyata lebih unggul,
namun kontrasepsi oral kombinasi masih menunjukkan efek reduksi terhadap
perdarahan menstruasi dan tidak terdapat perubahan volume tumor yang
bermakna. Walaupun terdapat sedikit bukti yang kuat terkait efektivitas terapi ini,
pada uji klinis kontrasepsi oral kombinasi ternyata masih efektif untuk diberikan
pada beberapa wanita dengan fibroid uteri karena kontrasepsi oral kombinasi
cenderung lebih mudah didapat, lebih mudah digunakan (melalui pemberian oral),
dan murah.

3
Progestin
Penggunaan progestin sebagai pengontrol perdarahan telah didokumentasikan
pada kasus perdarahan uterus abnormal non-organik, seperti perdarahan
perimenopause dan perdarahan terkait hiperplasia endometrium. Walaupun
seringkali digunakan sebagai terapi pada fibroid uteri, sama dengan kontrasepsi
oral kombinasi, terdapat beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa progestin
tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai terapi fibroid uteri simtomatik.
Terdapat sedikit bukti yang kuat terkait efektivitas terapi ini, disertai
kemungkinan adanya induksi pertumbuhan sel fibroid akibat terapi ini. Pada satu
studi, Depot Medroxyprogesterone Acetat (DMPA) diberikan pada 20 wanita
dengan perdarahan akibat fibroid uteri. Setelah 6 bulan, 30% mengalami
amenorea, 70% mengalami perbaikan gejala perdarahan, dan 15% mengalami
peningkatan hematokrit. Volume uterus dan fibroid menurun sebesar 48% dan
33%. Selain itu, telah dilakukan dua studi lainnya yang menilai efektivitas
progestogen oral pada wanita dengan fibroid. Satu studi membandingkan
linestrenol, sebuah progestin oral, dengan leuprolida, sebuag GnRH agonis, dan
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua terapi dalam
memperbaiki gejala nyeri pelvik dan perdarahan uterus. Studi lain, yang hanya
melibatkan 18 pasien, membandingkan dienoges, sebuah progestin oral, dengan
leuprolide menunjukkan adanya penurunan bermakna pada volume tumor masing-
masing sebesar 50% dan 60% berturut-turut. Penatalaksanaan fibroid uteri dengan
progestogen efektif pada beberapa kasus, namun terapi tersebut telah dikaitkan
dengan perubahan histopatologi yang seringkali disalahartikan sebagai
leiomiosarkoma atau tumor otot polos dengan potensi keganasan yang tidak
diketahui, seperti peningkatan aktivitas seluler dan mitosis.

LNG-IUS
Pada tahun 2009, Food and Drugs Administration (FDA) suatu lembaga
internasional yang menanganani makanan dan obat-obatan, menyetujui LNG-IUS
sebagai terapi untuk perdarahan menstruasi berlebihan pada wanita yang memilih
alat kontrasepsi dalam rahim. Karena efektivitas terapi LNG-IUS dalam

4
mengatasi perdarahan uterus abnormal, penggunaannya dalam mengatasi
perdarahan terkait fibroid uteri sedang diteliti. Uji klinis terkontrol acak yang
membandingkan LNG-IUS dengan kontrasepsi oral kombinasi dosis rendah pada
wanita dengan fibroid, menunjukkan bahwa LNG-IUS lebih efektif dalam
mengatasi perdarahan terkait fibroid uteri dibandingkan kontrasepsi oral
kombinasi, walaupun uji klinis tersebut mempunyai tingkat penurunan yang tinggi
dan penilaian perdarahan uterus hanya dilakukan pada 22 pasien. Pada kelompok
LNG-IUS, terdapat penurunan bermakna pada jumlah perdarahan menstruasi dan
volume uterus, serta peningkatan hematokrit. Pada tinjauan sistematik oleh Zapata
dan kawan-kawan, mereka melaporkan bahwa terjadi penurunan pada jumlah
perdarahan menstruasi dalam 11 studi yang mereka analisis. Tinjauan ini juga
menunjukkan peningkatan hemoglobin, hematokrit, dan ferritin. Walaupun
sejumlah studi menunjukkan adanya peningkatan jumlah perdarahan menstruasi
dan kadar hemoglobin jika LNG-IUS digunakan pada wanita dengan fibroid uteri,
mereka tidak menjelaskan mengenai perubahan volume fibroid yang bermakna,
baik melalui MRI dan modalitas pencitraan lainnya.
LNG-IUS efektif digunakan hingga lebih dari 5 tahun sehingga dapat
digunakan pada wanita sebagai pilihan terapi jangka panjang. Karena tidak
diberikan secara sistemik, efek samping minimal telah dilaporkan dan tidak
diperlukan adanya kepatuhan setelah penggunaan, karena tidak memerlukan
injeksi harian/bulanan. Namun, akibat risiko ekspulsi yang tinggi, LNG-IUS
mungkin merupakan pilihan yang baik pada wanita dengan fibroid simtomatik
tanpa distorsi endometrium.

GnRH agonis
Dekapeptida yang merupakan asal dari GnRH diproduksi dan dilepaskan dengan
pola bertahap sesuai pulsasi dari hipotalamus. GnRH agonis merupakan peptida
sintetik yang secara struktural mirip dengan molekul GnRH alami, namun lebih
poten dan mempunyai waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan GnRH
alami. Pada awalnya GnRH agonis menyebabkan peningkatan sekresi follicle-
stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) yang disebut sebagai

5
efek suar. Setelah itu, mereka secara berurutan menyebabkan down-regulasi
reseptor, yang 1-3 minggu kemudian diikuti oleh kondisi hipogonadotropik
hipogonad, yang disebut –“pseudomenopause”. Kondisi hipoestrogenik berperan
pada efektivitas farmakologis GnRH agonis, karena perkembangan leiomioma
distimulasi oleh estrogen. Beberapa studi menunjukkan bahwa penusutan ukuran
tumor sebanding dengan jumlah sel-sel reseptor estrogen positif.
GnRH agonis telah secara luas diteliti untuk mengatasi fibroid uteri,
khususnya terapi medisinalis ajuvan preoperatif. Tinjauan sistematik Cochrane,
pada 26 studi terkontrol acak yang menilai efektivitas GnRH agonis sebelum
dilakukan histerektomi maupun miomektomi menunjukkan manfaat terapeutik
yang bermakna. Terdapat peningkatan signifikan pada kadar hemoglobin pre-
maupun post operasi dan penurunan volume uterus, ukuran gestasional uterus,
volume fibroid, dan durasi rawat inap. Selain itu, perdarahan dan insisi vertikal
cenderung menurun pada miomektomi dan histerektomi. Penggunaan agonis
GnRH bermanfaat pada kasus fibroid uteri yang besar (>10 cm) jika miomektomi
dilakukan perlaparoskopi, sehingga mengurangi waktu operasi, perdarahan
intraoperatif, dan risiko transfusi darah. Selain itu, GnRH agonis juga bermanfaat
jika diberikan sebelum reseksi histeroskopi miome submukosa, dan satu uji klinis
terkontrol acak menyebutkan bahwa penggunaan GnRH agonis preoperatif dapat
menurunkan waktu operasi, absorpsi cairan dan kesulitan prosedur histeroskopi.
Walaupun telah disetujui oleh FDA, namun gejala menopause, seperti hot
flashes dan vaginitis atrofi dan penurunan densitas mineral tulang setelah
penggunaan jangka panjang, sehingga penggunaan GnRH agonis hanya terbatas
sebagai terapi ajuvan jangka pendek pada sebagian besar pasien. Sebagai hasil
dari efek samping hipoestrogenik, terapi GnRH agonis jangka panjang
memerlukan penggunaan hormon tambahan untuk mengimbangi beberapa gejala
hipestrogenik dan mempertahankan densitas mineral tulang. Terapi GnRH agonis
berhubungan dengan perubahan histologi dari fibroid uteri yang mungkin
mempersulit prosedur intervensi operatif. Terapi preoperatif dengan menggunakan
leuprolida asetat dapat menyebabkan degenerasi mioma dan obliterasi antara
permukaan mioma dan myometrium, sehingga terjadi enukleasi nodul miomatosa

6
dan mempersulit pengangkatan mioma. Perubahan miksoid ini menyebabkan
fibroid uteri yang berukuran kecil menjadi sangat lunak dan sulit divisualisasikan;
sehingga selama tindakan miomektomi mungkin terlewatkan.

Antagonis GnRH
Antagonis GnRH berperan secara cepat untuk menurunkan sekresi FSH dan LH
dengan memblok reseptor GnRH hipotalamus. Penurunan kadar estradiol memicu
perbaikan pola perdarahan dan penurunan ukuran fibroid uteri setelah 3 minggu
terapi. Karena onset kerja yang cepat, dan menghindari efek suar gonadotropin,
pasien mengalami penurunan gejala yang lebih cepat.
Sebuah uji coba secara acak yang mempelajari efek setrorelix asetat yang
merupakan antagonis GnRH selama 4 minggu sebelum terapi pembedahan pada
109 wanita, menunjukkan efek penurunan volume tumor dan volume uterus yang
signifikan jika dibandingkan dengan plasebo. Sebuah studi label terbuka yang
lebih kecil, yang melibatkan hanya 19 pasien, melaporkan efektivitas ganirelix,
antagonis GnRH lainnya, dalam mengurangi volume tumor dan volume uterus
selama durasi pengobatan rata-rata 19 hari. Diperlukan penelitian lebih lanjut
terkait dosis dan efek samping penggunaan ganirelix.

SPRM
Studi in vitro menunjukkan bahwa progesteron menstimulasi aktivitas proliferatif
pada kultur sel fibroid uteri, namun tidak terjadi demikian pada sel myometrium
normal. Jika dibandingkan dengan myometrium normal, fibroid uteri
mengekspresikan reseptor estrogen dan reseptor progesteron secara berlebihan
dan terdapat cross-talk kompleks antara jalur signal reseptor estrogen dan
reseptor progesteron. Telah ditunjukkan bahwa perkembangan fibroid uteri terjadi
terutama selama fase sekresi dari siklus menstruasi, dan progesteron eksogen
dapat meningkatkan aktivitas mitosis dan seluler tumor ini. Model in vivo
pencangkokan jaringan fibroid manusia di bawah kapsul ginjal pada tikus
mengungkapkan bahwa progesteron dan reseptornya sangat penting dan cukup
berperan untuk pertumbuhan tumor, seperti yang ditunjukkan oleh stimulasi

7
proliferasi sel, akumulasi matriks ekstraseluler, dan hipertrofi seluler. Sejumlah
pengamatan klinis juga mendukung temuan ini. Penggunaan progestin dalam
rejimen pengganti hormon menstimulasi pertumbuhan fibroid pada wanita
pascamenopause tergantung dengan dosis yang diberikan, dan penambahan
progestin pada GnRH agonis dapat mengurangi efek penghambatan pada ukuran
fibroid uteri. Oleh karena itu progesteron penting untuk perkembangan fibroid,
dan pengamatan ini telah mendorong penelitian untuk mengembangkan agen
antagonis progesteron dan/atau SPRM.
SPRMs memiliki efek jaringan spesifik pada reseptor progesteron, dan
mempunyai profil reseptor progesteron agonis atau antagonis komplit atau profil
campuran agonis/antagonis. Agen-agen ini, termasuk mifepriston, telapriston,
onapriston, asoprisnil, dan ulipristal, yang muncul sebagai terapi yang
menjanjikan untuk penatalaksanaan fibroid uteri, dan telah dilakukan uji coba
acak untuk meneliti efek ini. Secara historis, mifepriston adalah antagonis PR
pertama, dan telah digunakan secara klinis selama lebih dari 25 tahun. Sebagian
besar penelitian klinis modulator progesteron selektif melibatkan penggunaan
mifepristone dan asoprisnil. Kedua obat ini telah terbukti efektif dalam
mengurangi ukuran fibroid dan memperbaiki gejala terkait mioma. Baru-baru ini,
ulipristal asetat (UPA), disetujui sebagai kontrasepsi darurat di AS, dan telah
menjadi fokus penelitian klinis. UPA telah terbukti meningkatkan kualitas hidup,
mengurangi volume fibroid, dan menginduksi amenore pada sebagian besar
wanita yang dirawat inap, dan sekarang telah disetujui untuk digunakan di Eropa
dan Kanada.
Mifepriston merupakan sintetis 19-orsteroid SPRM dengan aktivitas
antagonis PR, dan salah satu SPRM pertama yang dikembangkan dan umum
digunakan. Meskipun mifepriston dikenal sebagai RU-486, sebuah anti-
progesteron yang digunakan sebagai pemicu abortus, juga menunjukkan efek
penghambatan pada pertumbuhan fibroid uteri. Sebuah uji coba terkontrol acak
pada tahun 2009 yang menilai efektivitas mifepriston dibandingkan dengan
plasebo dan mencatat penurunan yang signifikan dalam ukuran uterus, resolusi
terhadap anemia, dan perbaikan gejala menorrhagia. Sebuah tinjauan Cochrane

8
berikutnya dari 3 uji coba terkontrol acak yang mengevaluasi mifepriston untuk
pengobatan fibroid simptomatik menunjukkan penurunan perdarahan secara
signifikan dan peningkatan kualitas hidup pada pasien yang diberikan mifepriston,
tetapi tidak terdapat penurunan yang signifikan pada volume fibroid. Oleh karena
itu, berdasarkan tinjauan sistematis ini mifepriston tidak direkomendasikan
sampai uji coba terkontrol acak yang lebih kuat dilakukan.
UPA, CDB-2914 merupakan derivat steroid sintetis dari 19-norprogesteron,
yang merupakan modulator PR selektif yang berikatan dengan PR-A dan PR-B
dengan afinitas tinggi. Potensi ikatan dan antagonis dari UPA dengan reseptor
glukokortikoid berkurang secara signifikan dibandingkan dengan mifepriston.
UPA bersifat selektif, dengan kecenderungan ikatan pada rahim, serviks, ovarium,
dan hipotalamus.
Berbagai studi klinis telah mengevaluasi efektivitas UPA sebagai terapi
fibroid uteri simptomatik; Namun, studi terbanyak yang dilihat mengenai UPA
yaitu studi fase III Eropa berjudul PGL4001 Efficacy Assesment in Reduction of
Symptoms Due to Uterine Leimyomata (PEARL), yaitu suatu studi penilaian
efektivitas PGL4001 dalam memperbaiki gejala leiomyomata uteri yang
menunjukkan keamanan dan efektivitas UPA.
PEARL I membandingkan UPA dosis 5 dan 10 mg/hari dengan plasebo
selama periode perawatan 13 minggu. UPA secara efektif mengontrol perdarahan
uterus dan mengurangi ukuran fibroid, yang diukur dengan MRI dibandingkan
dengan plasebo. Tingkat amenore yang tinggi pada wanita yang diberikan terapi
UPA, terjadi sangat awal, dicapai dalam 10 hari pertama setelah terapi dimulai.
PEARL II merupakan uji buta-ganda, uji klinis noninferior yang melibatkan
307 pasien yang secara acak diberikan UPA dengan dosis 5 atau 10 mg
dibandingkan dengan GnRH agonis, leuprolida asetat, dengan masa terapi selama
3 bulan. UPA mengendalikan pendarahan pada hampir 100% wanita, dan amenore
tercapai dalam 2 minggu lebih awal dibandingkan wanita yang diterapi dengan
leuprolida. Manfaat utama dari UPA dibandingkan leuprolida asetat adalah
berkurangnya efek samping hiperestrogenik dan pengeroposan tulang. Perbedaan

9
antara UPA dan leuprolida ini menjadikan UPA sebagai terapi ajuvan pra-operasi
yang lebih disukai (10% vs 40% pada kelompok leuprolide asetat, P <0,001).
PEARL III menilai efektivitas dan keamanan terapi UPA jangka panjang
pada wanita dengan fibroid simptomatik. Dilakukan pengujian yang
membandingkan pemberian terapi UPA 10 mg setiap hari, diikuti oleh
norethindron asetat (NETA) 10 mg per-hari vs plasebo selama 10 hari. Setelah itu,
pasien dapat meninggalkan studi atau melanjutkan konsumsi UPA 10 mg (dan
NETA/plasebo) hingga 3 siklus-12 minggu. Di antara setiap siklus 12 minggu,
pasien tidak diberikan pengobatan dan diharuskan telah mengalami menstruasi
sebelum diberikan UPA tambahan. Studi ini menunjukkan bahwa amenore terjadi
setelah rata-rata 3,5 hari pemberian terapi UPA pertama, dan 2-3 hari dalam siklus
berikutnya. Sekitar 90% dari wanita mengalami amenore setelah siklus pertama,
dan 93% -94% dari mereka mengalami flek atau tidak terjadi perdarahan sama
sekali dalam siklus berikutnya. Penurunan volume fibroid mencapai 45% setelah
siklus pertama dan terus mengalami penurunan pada siklus pengobatan berikutnya
menjadi 72% setelah siklus pengobatan keempat.
PEARL IV merupakan studi fase III multisenter, acak, buta-ganda,
kelompok paralel, jangka panjang yang menilai efektivitas dan keamanan dosis 5
dan 10 mg UPA selama 2 siklus terapi. Pengulangan pemberian UPA per-oral
selama 12 minggu (dosis 5 dan 10 mg) secara efektif dapat mengontrol
perdarahan dan nyeri (> 80%, pada kedua kelompok), mengurangi volume fibroid
(54% dan 58%), dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien dengan gejala
fibroid. UPA dapat ditoleransi dengan baik dengan hanya <5% pasien
menghentikan pengobatan akibat efek samping.
Terdapat beberapa kekhawatiran mengenai perubahan endometrium yang
disebabkan oleh dosis harian SPRM kontinyu (jangka panjang 3-6 bulan).
Perubahan endometrium non-fisiologis yang ditandai dengan dilatasi kelenjar
endometrium yang sangat lemah dengan sejumlah proses mitosis, dan efek
stromal mulai dari pemadatan hingga edema non-uniformis, yang disebut
“perubahan endometrium terkait modulator reseptor progesteron” telah dijelaskan.
Perubahan endometrium terkait modulator reseptor progesteron terjadi pada

10
sekitar 50% dari semua pasien. Data tambahan dari studi PEARL I, II, dan III
menegaskan bahwa perubahan endometrium terkait modulator reseptor
progesteron bukan merupakan masalah yang berarti. Penebalan endometrium >16
mm terjadi pada 10% -12% wanita, dan sampel histologis endometrium tidak
menunjukkan sel-sel atipik, baik sederhana atau kompleks, pada kelompok yang
diterapi dengan SPRM. Perubahan endometrium terkait modulator reseptor
progesteron bersifat reversibel bahkan 1-2 bulan setelah penghentian terapi UPA.
Berdasarkan manfaat ini, terapi UPA dapat dijadikan sebagai pilihan terapi
konservatif baru pada penatalaksanaan fibroid.

Modulator reseptor estrogen selektif


Sejumlah besar data eksperimental dan bukti tidak langsung menunjukkan bahwa
estrogen merangsang pertumbuhan fibroid uteri melalui reseptor estrogen-α. Peran
utama estrogen dan ER-α dalam pertumbuhan mioma bersifat permisif, karena
memungkinkan jaringan untuk merespon progesteron dengan menginduksi
ekspresi PR.
Selective Estrogen Receptor Modulator (SERM) merupakan ligan reseptor
estrogen non-steroid yang bertindak sebagai agonis reseptor estrogen jaringan
spesifik dan/atau bertindak sebagai antagonis estrogen melalui perubahan jaringan
spesifik pada ekspresi gen. Obat-obatan ini awalnya digunakan untuk pengobatan
kanker payudara reseptor estrogen-positif. Dua SERM yang paling sering diteliti
dalam pengobatan fibroid uteri yaitu tamoxifen dan raloxifen.
Tamoxifen mempunyai mekanisme aksi sebagai agonis reseptor estrogen
endometrium dan berisiko menimbulkan proses patologi pada endometrium. Satu
uji coba terkontrol acak- buta, lingkup kecil membandingkan pemberian
tamoxifen 20 mg sehari vs plasebo pada wanita dengan fibroid uteri simptomatik.
Pasien dirawat selama 6 bulan, dan pasien yang diberikan tamoxifen
menunjukkan perbaikan signifikan pada perdarahan menstruasi tetapi tidak
terdapat peningkatan dalam ukuran fibroid ataupun volume uterus. Subjek
penelitian melaporkan kejadian efek samping, termasuk hot flush, pusing, dan
penebalan endometrium jinak. Dikarenakan, efek samping negatif yang lebih

11
besar dibandingkan manfaat terapi tamoxifen secara keseluruhan, maka
penggunaan tamoxifen tidak dianjurkan sebagai terapi fibroid uteri simptomatik.
Raloxifen, tidak menunjukkan efek agonis pada endometrium dan hanya
sedikit berefek antiestrogenik pada jaringan mammae. Sebuah tinjauan oleh
Cochrane yang mencakup 3 penelitian dengan total 215 subjek mengevaluasi
penggunaan raloxifene sebagai terapi fibroid uteri simptomatik. Dua percobaan
pertama menunjukkan efektivitas terapeutik raloxifene. Tinjauan ini
menyimpulkan bahwa efek raloxifene pada ukuran fibroid dan pola perdarahan
masih belum jelas; dengan demikian, uji coba terkontrol yang lebih besar
diperlukan sebelum agen ini dapat direkomendasikan sebagai agen terapeutik.

AI (Aromatase Inhibitor)
Mekanisme yang mendasari ekspresi aromase gonadotropin-independen dalam
jaringan fibroid tidak sepenuhnya dipahami. Sangat mungkin bahwa aktivitas
aromatase lokal pada fibroid secara klinis relevan, karena jaringan fibroid rahim
dari wanita kulit hitam - yang memiliki peningkatan prevalensi fibroid uteri dan
usia lebih dini saat diagnosis, dibandingkan dengan wanita kulit putih -
mengandung kadar aromatase yang tinggi, yang menghasilkan peningkatan kadar
estrogen dalam jaringan.
AI bekerja memblok konversi androgen ekstragonis menjadi estrogen dan
telah menjadi terapi ajuvan standar untuk wanita pascamenopause dengan kanker
payudara reseptor estrogen-positif, sebagai hasil dari efek inhibisi estrogen in situ
dibandingkan dengan penghambatan tidak langsung yang disebabkan oleh agonis
GnRH. Sifat-sifat ini menyebabkan AI dipilih sebagai agen untuk menatalaksana
fibroid uteri. Efektivitas AI sama dengan analog GnRH dalam menurunkan
volume fibroid, meskipun kadar estrogen yang bersirkulasi stabil. Observasi ini
menunjukkan bahwa penghambatan aromatase di jaringan fibroid merupakan
mekanisme kunci pada pertumbuhan fibroid dependen-hormon.
Dua agen generasi ketiga, letrozole (2,5 mg per hari) dan anastrozole (1 mg
per hari), telah dipelajari sebagai terapi fibroid uteri simtomatik. Beberapa
penelitian observasional kecil telah menunjukkan penurunan ukuran fibroid dan

12
perbaikan gejala dengan terapi AI. Hanya satu percobaan acak yang
membandingkan letrozole dan triptorelin agonis GnRH selama 12 minggu
pengobatan pada wanita premenopause dengan fibroid uteri simptomatik.
Tinjauan Cochrane dari satu penelitian yang memenuhi syarat ini menyimpulkan
bahwa bukti masih belum cukup untuk sepenuhnya mendukung penggunaan AI
pada wanita dengan fibroid uteri simptomatik.

Kesimpulan
Fibroid uterus sering terjadi pada wanita usia reproduksi, dan karena semakin
banyak wanita yang terus menunda kehamilan, maka semakin banyak pasien yang
akan membutuhkan pilihan perawatan untuk mempertahankan fertilitas.
Penatalaksanaan medisinalis fibroid uteri dapat meringankan gejala fibroid serta
meungkinkan untuk tetap mempertahankan fertilitas. Saat ini telah tersedia
berbagai jenis terapi dan beberapa diantaranya memerlukan evaluasi lebih lanjut.
Saat ini, GnRH agonis dan SPRM merupakan terapi medisinalis yang paling
efektif, dengan bukti kuat yang mendukung penurunan volume fibroid dan
perbaikan gejala perdarahan menstruasi. Pilihan terapi tergantung pada kebutuhan
setiap pasien, serta efektivitas dan kebutuhan intervensi berulang.

13

Anda mungkin juga menyukai